Pada acara Apple tanggal 18 Oktober atau semalam, perusahaan asal Cupertino itu secara resmi memperkenalkan pembaruan MacBook Pro model 14 inci dan 16 inci dengan chip baru Apple M1 Pro dan M1 Max. Chip tersebut menghadirkan peningkatan performa pemrosesan CPU, grafik, dan machine learning (ML) yang signifikan, namun tetap dengan efisiensi daya yang tinggi.
Chip Apple M1 Pro memiliki CPU hingga 10 core yang terdiri dari 8 core high-performance dan 2 core high-efficiency. Bersama dengan GPU hingga 16 core, bandwidth memori hingga 200GB/s, dan RAM hingga 32GB. Kalau dibandingkan M1, M1 Pro membawa peningkatan performa CPU hingga 70 persen, performa GPU 2x lipat, dan bandwidth memori hampir 3x lipat lebih cepat.
Beralih ke Apple M1 Max, chip yang paling powerful yang menenagai MacBook Pro 16 inci varian tertinggi. Ia memiliki CPU 10 core yang sama kuatnya dengan M1 Pro, namun Apple menggandakan jumlah core pada GPU menjadi 32 core yang mana menyuguhkan performa GPU 4x lipat lebih cepat daripada M1, dan dukungan RAM hingga 64GB.
Apple menekankan bahwa MacBook Pro baru dapat menyuguhkan performa optimal yang sama baiknya, baik saat dicolokkan atau saat menggunakan baterai. Sebagai gambaran untuk masa pakai baterainya, model 14 inci diklaim dapat memutar video hingga 17 jam dan hingga 21 jam pada model 16 inci.
Layar Liquid Retina XDR
Untuk pertama kalinya, MacBook Pro baru mengemas layar Liquid Retina XDR (Extreme Dynamic Range) menggunakan teknologi mini-LED seperti iPad Pro. Dengan kecerahan layar penuh yang berkelanjutan hingga 1000 nit, peak brightness 1600 nit, dan rasio kontras di angka 1.000.000:1.
MacBook Pro model 14,2 inci ditopang resolusi 3024×1964 piksel dan 3456×2234 piksel untuk model 16,2 inci. Keduanya sama-sama menawarkan kerapatan layar 254 ppi dan punya notch untuk menyisipkan 1080p FaceTime HD camera baru yang dilengkapi image signal processor (ISP) untuk computational video.
Selain itu, layar Liquid Retina XDR pada MacBook Pro mendukung 1 miliar warna dan color gamut lebar (P3). Serta, dilengkapi teknologi True Tone dan ProMotion yang membawa fitur adaptive refresh rate hingga 120Hz.
Agar panggilan video dan konferensi video berjalan lancar, MacBook Pro baru dilengkapi mikrofon berkualitas studio dengan tingkat noise yang rendah. Serta, sound system enam speaker dengan dua tweeter untuk soundstage yang lebih jernih dan empat woofer force-cancelling yang menghasilkan bass 80 persen lebih banyak.
Port yang menempel pada MacBook Pro juga lebih beragam, di sebelah kanan bodi terdapat port HDMI, satu port Thunderbolt 4 (USB-C), dan SDXC card slot. Sementara, di sebelah kirinya ada port MagSafe 3 dengan desain baru yang dapat mengisi daya hingga 50% hanya dalam 30 menit, lalu ada dua port Thunderbolt 4 (USB-C), dan headphone jack 3.5 mm. Jadi, totalnya ada tiga port Thunderbolt 4 yang mendukung charging, DisplayPort, dan bandwidth berkecepatan tinggi 40 Gbps. Berikut daftar harganya:
MacBook Pro 14 Inci
Chip M1 Pro dengan CPU 8 core, GPU 14 core, dan penyimpanan SSD 512GB $1999
Chip M1 Pro dengan CPU 10 core, GPU 16 core dan penyimpanan SSD 1TB $2499
MacBook Pro 16 Inci
Chip M1 Pro dengan CPU 10 core, GPU 16 core, dan penyimpanan SSD 512GB $2499
Chip M1 Pro dengan CPU 10 core, GPU 16 core, dan penyimpanan SSD 1TB $2499
Chip M1 Max dengan CPU 10 core, GPU 32 core, dan penyimpanan SSD 1TB $3499
Seperti biasa setiap pertengahan tahun, Apple menggelar konferensi developer tahunannya (WWDC). Berhubung masih pandemi, WWDC 2021 pun kembali digelar secara online dan terbuka bagi semua orang.
Pada sesi keynote-nya, Apple membeberkan sederet inovasi dari sisi software yang sudah mereka kerjakan. Di antaranya adalah iOS 15, iPadOS 15, watchOS 8, macOS Monterey, dan sejumlah pembaruan lain pada layanan maupun perangkat besutan mereka.
Di artikel ini, saya telah merangkum sejumlah pengumuman paling menarik yang Apple singkap di WWDC 2021, utamanya fitur-fitur baru apa saja yang bakal bisa pengguna nikmati dari versi terbaru masing-masing sistem operasi yang sudah disebutkan tadi, yang dijadwalkan hadir untuk publik secara luas pada musim semi tahun ini.
FaceTime Links dan SharePlay
Di tengah meningkatnya penggunaan layanan video call akibat pandemi, Apple melihat urgensi tinggi untuk menghadirkan sederet penyempurnaan buat FaceTime. Yang paling utama dan paling menarik mungkin adalah fitur bernama FaceTime Links. Berkat fitur ini, pengguna nantinya bisa menjadwalkan sesi FaceTime, lalu membagikan tautannya ke siapa saja yang ingin mereka ajak bercengkerama secara virtual.
Istimewanya, yang diajak tidak wajib menggunakan produk bikinan Apple. Pengguna smartphone Android maupun laptop Windows pun juga bisa ikut bergabung ke sesi FaceTime langsung via browser, tanpa perlu login atau mendaftarkan akun terlebih dulu. Meski berlangsung via web, Apple memastikan bahwa sesi FaceTime akan tetap terenkripsi secara penuh (end-to-end) seperti biasanya.
FaceTime di iOS 15, iPadOS 15, dan macOS Monterey juga akan mendukung fitur spatial audio, serta dua mode mikrofon untuk skenario penggunaan yang berbeda. Mode yang pertama dimaksudkan untuk mengeliminasi suara-suara di sekitar pengguna yang mengganggu, sedangkan mode yang kedua pada dasarnya justru akan mengamplifikasi suara-suara di sekitar.
Apple turut memperkenalkan fitur SharePlay. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk mendengarkan musik bersama, maupun menonton video bersama, selagi terhubung via FaceTime. Selagi SharePlay diaktifkan, konten pun otomatis akan tersinkronisasi, sehingga apa yang sedang saya dengar atau lihat bakal sama persis seperti yang didengar atau dilihat oleh lawan bicara saya. Terakhir, FaceTime juga akan mendukung fitur screen sharing.
Notification Summary dan Focus
Selain FaceTime, Apple turut menyempurnakan fitur notifikasi di iOS 15 dan iPadOS 15. Perangkat nantinya bisa menyajikan Notification Summary, menyatukan notifikasi-notifikasi yang tidak mendesak dari beberapa aplikasi (yang bukan pesan kiriman seseorang), lalu menampilkannya di waktu senggang pengguna.
Harapannya tentu adalah supaya pengguna bisa lebih berfokus ketika bekerja atau belajar, dan tidak mudah teralihkan perhatiannya oleh notifikasi. Dalam konteks ini, Apple juga menyiapkan fitur bernama Focus untuk iOS 15 dan iPadOS 15. Focus pada dasarnya memungkinkan pengguna untuk memfilter notifikasi dan aplikasi berdasarkan kebutuhannya.
Jadi ketika sedang bekerja misalnya, pengguna dapat mengaktifkan profil yang akan membatasi notifikasi maupun akses ke aplikasi-aplikasi media sosial. Anggap saja Focus sebagai versi lebih advanced dan merinci dari fitur Do Not Disturb. Focus akan tersinkronisasi antar perangkat via iCloud, jadi selagi aktif di iPhone, profil yang sama juga akan aktif di iPad maupun Mac.
Live Text
Kalau Anda familier dengan Google Lens, maka Anda bakal langsung paham fungsi dari fitur bernama Live Text ini. Dengan memanfaatkan on-device intelligence, perangkat yang menjalankan iOS 15 maupun iPadOS 15 dapat mengenali teks pada tampilan kamera, semisal teks pada halaman buku resep yang hendak difoto. Pengguna pun bisa langsung menyeleksi teks tersebut, menyalin dan menambahkannya ke catatan atau aplikasi lain.
Bukan cuma di kamera, Live Text juga berlaku untuk semua gambar yang tersimpan di perangkat, yang berarti foto-foto lama pun juga dapat diseleksi teksnya. Semisal ada nomor telepon yang tertera di suatu foto, pengguna juga bisa langsung menelepon atau menambahkannya ke kontak dengan mengklik nomor tersebut. Fitur Live Text juga akan tersedia di macOS Monterey.
Safari dirombak total
Tampilan Safari di iOS 15, iPadOS 15, dan macOS Monterey sudah berubah drastis, dengan desain yang jauh lebih minimalis dan navigasi yang lebih baik. Di iOS 15, address bar-nya tak lagi diposisikan di atas, melainkan disatukan dengan tab bar di sisi bawah agar lebih mudah dijangkau menggunakan ibu jari. Untuk berpindah dari satu tab ke yang lain, pengguna bisa mengusap ke kiri atau kanan pada address bar baru tersebut.
Kumpulan tab yang sedang dibuka dapat dikelompokkan menjadi Tab Group, dan ini juga akan tersinkronisasi antar perangkat secara otomatis. Di Mac atau iPad, Tab Group dapat di-drag ke aplikasi lain, dan secara otomatis akan diubah menjadi daftar tautan yang bisa diklik. Terakhir, Apple turut menghadirkan dukungan extension pada Safari di iOS 15 dan iPadOS 15.
Auto translation dan system-wide translation
Setelah lebih dulu hadir di iOS, aplikasi Translate akhirnya juga akan tersedia di iPadOS 15. Apple juga telah menyempurnakannya agar mendukung fitur auto translation, sehingga perangkat dapat mendeteksi percakapan dalam bahasa yang berbeda secara otomatis, lalu menampilkan hasil terjemahannya di layar.
Fitur translation di iOS 15 dan iPadOS 15 kini juga berlaku secara system-wide. Jadi selagi berada di dalam aplikasi apa pun, pengguna bisa menyeleksi suatu teks, lalu mengklik opsi Translate untuk menerjemahkannya. Ya, fitur terjemahan ini juga berlaku untuk fitur Live Text tadi.
Multitasking yang lebih baik di iPad dan Quick Note
iPadOS mengemas fitur multitasking yang cukup lengkap, tapi pengoperasiannya bukanlah yang paling mudah. Di iPadOS 15, Apple ingin membenahinya dengan menghadirkan menu multitasking di sisi atas layar ketika membuka aplikasi. Buka menu tersebut, maka pengguna bisa langsung mengaktifkan mode split screen, tidak perlu lagi mengingat-ingat gestur tertentu. Alternatifnya, pengguna bisa mengaktifkan mode split screen dengan menumpukkan satu aplikasi ke yang lain pada tampilan app switcher
iPadOS 15 juga memperkenalkan fitur multitasking bernama Shelf. Shelf pada dasarnya akan menampilkan semua jendela yang terbuka dari suatu aplikasi. Jadi semisal pengguna menyandingkan Safari dengan beberapa aplikasi lain, tiap-tiap kombinasi Safari dan aplikasi lain itu akan muncul di sebuah tampilan kecil di bagian bawah layar, memberikan alternatif yang lebih cepat ketimbang mengandalkan app switcher.
iPadOS 15 dan macOS Monterey juga kedatangan fitur bernama Quick Note. Jadi selagi pengguna berada dalam aplikasi apapun, mereka bisa memunculkan jendela kecil untuk langsung membuat catatan atau menyimpan tautan, jauh lebih praktis ketimbang harus berpindah ke aplikasi Notes.
Swift Playgrounds kini bukan cuma untuk belajar
Awalnya cuma dimaksudkan sebagai medium belajar bahasa pemrograman Swift, Swift Playgrounds di iPadOS 15 telah berevolusi menjadi developer tool tulen. Jadi selain untuk belajar, Swift Playgrounds juga dapat dipakai untuk membuat aplikasi iPhone atau iPad dari nol sampai betul-betul jadi dan siap diajukan ke App Store untuk di-review.
Universal Control
Dari semua pengumuman menarik di WWDC 2021, mungkin ini adalah favorit saya. Universal Control merupakan kelanjutan dari prinsip Continuity yang Apple terapkan untuk semua platform-nya. Berkat Universal Control, pengguna pada dasarnya bisa mengoperasikan Mac sekaligus iPad menggunakan hanya satu keyboard dan mouse saja.
Jadi selagi menggunakan MacBook, pengguna bisa meletakkan iPad di sebelahnya, lalu trackpad beserta keyboard bawaan MacBook pun otomatis dapat dipakai untuk mengoperasikan iPad. Drag-and-drop konten dari satu perangkat ke yang lain pun juga dimungkinkan berkat fitur ini. Universal Control juga berlaku untuk lebih dari dua perangkat. Ya, satu mouse dan keyboard bisa dipakai untuk mengoperasikan MacBook, iPad, dan iMac sekaligus.
Universal Control bekerja dengan memanfaatkan kombinasi iCloud, Wi-Fi, serta Bluetooth. Apple mengklaim tidak perlu ada proses setup yang dijalankan. Asalkan syarat-syaratnya terpenuhi, kursor mouse bisa langsung dipindahkan dari Mac ke iPad, atau sebaliknya, secara seamless.
iCloud+
Buat semua pelanggan berbayar iCloud, layanan mereka nantinya akan di-upgrade menjadi iCloud+. iCloud+ menghadirkan tiga fasilitas ekstra untuk meningkatkan keamanan privasi pelanggan. Yang pertama adalah Private Relay, yang dari perspektif sederhana bisa dianggap sebagai fitur VPN yang terintegrasi ke iCloud. Jadi ketika browsing menggunakan Safari, Private Relay akan memastikan semua traffic yang meninggalkan perangkat akan selalu terenkripsi demi melindungi identitas penggunanya.
Fasilitas yang kedua adalah Hide My Email, yang memungkinkan pengguna untuk menciptakan alamat-alamat email acak untuk dipakai mendaftar suatu layanan atau newsletter. Setelahnya, alamat acak tadi akan meneruskan konten ke inbox alamat email utama pengguna secara otomatis, sangat praktis untuk menjaga kerahasiaan alamat email utama yang dipakai.
Terakhir, iCloud+ juga menghadirkan dukungan HomeKit Secure Video, yang memungkinkan pengguna untuk menyimpan rekaman dari banyak kamera pengawas sekaligus, dan semua itu tidak akan ikut dihitung pada batasan storage masing-masing pelanggan.
Siri kini lebih responsif dan lebih accessible
Pada deretan sistem operasi baru yang diumumkan, kemampuan speech recognition milik Siri bisa berjalan langsung di perangkat secara offline, tanpa perlu mengandalkan bantuan jaringan cloud. Hasilnya adalah, selain lebih menguntungkan buat privasi pengguna, juga kinerja Siri yang jauh lebih responsif dari sebelumnya.
Juga menarik adalah API baru yang disediakan untuk para pengembang perangkat HomeKit, yang dirancang supaya Siri dapat langsung dipanggil dari perangkat-perangkat tersebut. Dengan begitu, pengguna ke depannya bisa langsung berinteraksi dengan Siri di beberapa perangkat smart home tanpa memerlukan iPhone sebagai perantaranya.
Pembaruan untuk AirPods
Apple memang belum menyingkap AirPods baru, tapi mereka telah menyiapkan sejumlah pembaruan yang menarik untuk produk-produk lama mereka. Untuk AirPods Pro misalnya, Apple bakal menghadirkan fitur bernama Conversation Boost. Fitur ini pada dasarnya bakal menyulap AirPods Pro menjadi semacam alat bantu dengar, mengisolasi dan mengamplifikasi suara milik seseorang yang sedang mengajak berbicara, sehingga pengguna bisa mendengarnya secara jelas meski sedang berada di keramaian.
Ke depannya, AirPods Pro dan AirPods Max juga dapat dilacak lokasinya secara akurat via jaringan Find My, tanpa perlu mengandalkan bantuan perangkat AirTag. Semisal pengguna tidak sengaja meninggalkan AirPods Pro di suatu kedai kopi, mereka bakal langsung diingatkan sebelum sepenuhnya beranjak dari kawasan tersebut.
Pada tanggal 10 November 2020, Apple memperkenalkan chip baru M1 dan tiga model Mac generasi terbaru yang ditenagai oleh chip tersebut. Adalah MacBook Air, MacBook Pro 13 inci, dan Mac Mini.
Bulan-bulan berikutnya ulasan MacBook Air dan MacBook Pro 13 inci baru mendapati banyak pujian dari berbagai media teknologi global, sebab chip Apple M1 berbasis ARM alias atau Apple Silicon ini menawarkan upgrade performa yang sangat signifikan tapi irit daya. Para perusahaan pembuat software juga merilis pembaruan agar aplikasinya dapat berjalan secara native.
Bagi yang sangat penasaran dan menantikannya, kabar bagusnya MacBook Air dan MacBook Pro 13 inci dengan chip Apple M1 kini telah tersedia di Indonesia. Keduanya dapat ditemukan di iBox, iBox.co.id, dan iBox Official Shop di Shopee, berapa harganya?
Harga MacBook Air M1
Dari pantuan saya di iBox Official Shop di Shopee, MacBook Air M1 dengan storage 256GB SSD dan GPU 7-core dibanderol mulai dengan harga Rp16.999.000 dalam warna Space Grey dan Silver. Sementara, model dengan storage 512GB SSD dan GPU 8-core dijual Rp21.799.000 dalam warna Space Grey dan Gold.
Kedua model datang dengan besaran RAM 8GB yang dapat dikonfigurasi menjadi 16GB. Berkat penggunaan chip Apple M1, performa CPU MacBook Air diklaim 3,5x lebih cepat, GPU-nya hingga 5x, dan Neural Engine 16-core untuk pembelajaran mesin hingga 9x lebih cepat.
Pada praktiknya, MacBook Air M1 ini sanggup mengedit dan memutar video 4K dalam format ProRes di aplikasi Final Cut Pro tanpa kesulitan. Semua itu tanpa mengorbankan efisiensi energinya, yang mana menurut Apple, baterai MacBook Air M1 sanggup dipakai menonton video selama 18 jam atau 6 jam lebih lama dari generasi sebelumnya.
Harga MacBook Pro 13 inci M1
Untuk MacBook Pro 13 inci dengan chip Apple M1, di iBox Official Shop di Shopee baru tersedia satu model saja. Dengan konfigurasi 8GB, storage SSD 512GB, CPU 8-core, GPU 8-core, dan Neural Engine 16-core, MacBook Pro 13 inci M1 dibanderol Rp25.099.000 dalam warna Space Gray.
Lalu, apa yang membedakan antara MacBook Air M1 dan MacBook Pro 13 inci M1? Selama ini lini MacBook Pro selalu menawarkan performa yang lebih tinggi daripada MacBook Air, sebab MacBook Pro 13 inci memiliki kipas pendingin, sedangkan MacBook Air sama sekali tidak dilengkapi kipas. Dengan begitu, performa MacBook Pro 13 inci semestinya bisa lebih konsisten ketimbang MacBook Air meski mengemas chip yang sama.
Dibanding generasi sebelumnya, MacBook Pro 13 inci M1 membawa peningkatan performa CPU hingga 2,8x, GPU sampai 5x, dan Neural Engine untuk pembelajaran mesin hingga 11x lebih cepat. Pada praktiknya, MacBook Pro 13 inci M1 mampu memutar video 8K dalam format ProRes di aplikasi DaVinci Resolve secara lancar. Daya tahan baterainya juga lebih lama yakni sampai 20 jam pemutaran video nonstop atau dua kali lebih awet daripada generasi sebelumnya.
Spesifikasi Chip Apple M1
Chip Apple M1 menggunakan arsitektur ARM atau Apple Silicon, yang tertanam di dalam Apple M1 bukan hanya prosesor, melainkan termasuk GPU dan RAM sekaligus. Chip ini sudah dibuat menggunakan proses pabrikasi 5nm, dengan total jumlah transistor yang mencapai 16 miliar.
Apple M1 sendiri terdiri dari prosesor 8-core dengan 4 core performa dan 4 core efisiensi, GPU 8-core, dan Neural Engine 16-core. Lewat kombinasi tersebut, chip ini menawarkan pemrosesan video hingga 3,9x dan pemrosesan gambar hingga 7,1x lebih cepat.
Tak hanya memiliki performa lebih kencang dan efisiensi daya yang tinggi. Fakta yang juga sangat menarik ialah semua aplikasi iPhone dan iPad kini kompatibel dengan MacBook Air M1 dan MacBook Pro 13 inci M1.
Setelah bertahun-tahun memercayakan pasokan prosesor lini Mac kepada Intel, Apple memutuskan sudah tiba saatnya bagi mereka untuk menggarap prosesor komputernya sendiri. Langkah ambisius ini pertama kali mereka umumkan di ajang WWDC 2020 pada bulan Juni lalu, dan realisasinya sudah bisa konsumen nikmati sekarang juga.
Chipset pertama Apple yang dirancang khusus untuk platform Mac ini mereka namai M1. Secara teknis, M1 merupakan sebuah system-on-a-chip (SoC) berarsitektur ARM – Apple Silicon kalau mengacu pada istilah yang digunakan Apple. Artinya, yang tertanam di M1 bukan cuma prosesor saja, melainkan juga GPU dan memory (RAM) sekaligus.
Seperti halnya chipset A14 yang terdapat pada iPhone 12 dan iPad Air generasi keempat, M1 juga dibuat menggunakan proses pabrikasi 5 nanometer, dengan total jumlah transistor yang mencapai angka 16 miliar. Secara struktural, chip M1 terdiri dari prosesor 8-core, GPU 8-core, dan Neural Engine 16-core.
Dalam presentasinya, Apple tidak segan memaparkan klaim demi klaim bahwa M1 tak hanya mempunyai kinerja yang lebih kencang daripada chip laptop pada umumnya, tapi juga menawarkan efisiensi daya yang jauh lebih tinggi. Apple mengilustrasikan bahwa kalau dibandingkan dengan “chip laptop terkini”, prosesor milik M1 sudah bisa menyamai performa maksimalnya hanya dengan mengonsumsi seperempat dari total energi yang dibutuhkan.
Untuk GPU-nya, Apple bilang total daya komputasinya mencapai 2,6 teraflop, paling tinggi untuk ukuran chip grafis terintegrasi. Apple bahkan sempat menunjukkan bagaimana game AAA seperti Baldur’s Gate 3 bisa berjalan mulus di M1. Meski demikian, kita juga tidak boleh lupa bahwa prosesor terbaru Intel juga punya performa gaming yang sangat mumpuni.
Selanjutnya, kehadiran Neural Engine berarti Mac yang ditenagai chip M1 bakal lebih cekatan dalam mengerjakan tugas-tugas berbasis machine learning seperti voice recognition, face recognition, object detection, dan lain sejenisnya. Hal ini cukup krusial mengingat belakangan semakin banyak aplikasi yang menawarkan fitur-fitur berbasis machine learning.
Eksistensi M1 secara otomatis juga menuntut Apple untuk mengoptimalkan macOS buat platform ARM, dan itulah yang mereka lakukan pada versi terbarunya, macOS Big Sur. Semua aplikasi bawaannya kini dapat berjalan secara native, namun Apple turut memastikan bahwa aplikasi pihak ketiga yang belum sempat di-update pun tetap bisa berjalan secara normal. Juga sangat menarik adalah fakta bahwa semua aplikasi iPhone dan iPad kini kompatibel dengan macOS.
Tiga Mac pertama yang dibekali chip M1
Apple bilang bahwa proses transisi dari platform Intel ke Apple Silicon ini bakal memakan waktu sekitar dua tahun. Di tahap awal ini, mereka langsung memperbarui tiga model Mac sekaligus dengan chip M1, yaitu MacBook Air, MacBook Pro 13 inci, dan Mac Mini.
Memilih MacBook Air sebagai kandidat pertama merupakan keputusan yang sangat rasional. Pasalnya, Air selama ini merupakan model terlaris dari seluruh lini Mac, dan ia juga merupakan laptop paling terjangkau yang Apple jual saat ini. Di saat yang sama, Air juga adalah yang paling lemah kinerjanya di antara model MacBook lain.
Berkat penggunaan chip M1, Apple mengklaim kinerja prosesor MacBook Air bisa naik sampai 3,5x dibanding generasi sebelumnya. Performa grafisnya malah bisa 5x lebih kencang, dan pada praktiknya, MacBook Air yang ditenagai chip M1 ini sanggup mengedit sekaligus memutar video 4K dalam format ProRes di aplikasi Final Cut Pro tanpa kesulitan.
Semua itu tanpa mengorbankan efisiensi energinya. Menurut Apple, baterai milik MacBook Air generasi terbaru ini baru akan habis setelah dipakai menonton video selama 18 jam, atau 6 jam lebih lama daripada generasi sebelumnya.
Selebihnya, MacBook Air generasi terbaru ini masih mengadopsi desain yang sama persis seperti sebelumnya. Harga jualnya pun tidak berubah, masih $999 untuk konfigurasi terendahnya.
Selain MacBook Air, M1 juga mendapat tempat di MacBook Pro 13 inci. Hal ini tentu terdengar menarik, sebab selama ini lini MacBook Pro selalu menawarkan performa yang lebih tinggi daripada MacBook Air. Berhubung sekarang chipset yang digunakan sama persis, keduanya tentu menawarkan kinerja yang identik, bukan?
Tidak sepenuhnya, sebab ada satu perbedaan fundamental: MacBook Pro 13 inci datang membawa kipas pendingin, sedangkan MacBook Air sama sekali tidak dilengkapi kipas. Asumsi saya, ini berarti MacBook Pro mampu mempertahankan performa puncaknya lebih lama daripada MacBook Air. Dengan kata lain, performa MacBook Pro 13 inci semestinya bisa lebih konsisten ketimbang MacBook Air meski mengemas chipset yang identik.
Lalu kalau dikomparasikan dengan MacBook Pro generasi sebelumnya, Apple bilang ada peningkatan performa CPU hingga 2,8x dan GPU sampai 5x. Kala dipraktikkan, ini berarti MacBook Pro 13 inci dengan chip M1 mampu memutar video 8K dalam format ProRes di aplikasi DaVinci Resolve secara lancar.
Selain performa yang lebih konsisten, keuntungan lain memilih MacBook Pro 13 inci ketimbang MacBook Air adalah daya tahan baterai yang lebih lama lagi, sampai 20 jam pemutaran video nonstop kalau kata Apple, atau dua kali lebih awet daripada generasi sebelumnya.
Sisanya lagi-lagi sama. Touch Bar-nya masih sama, dan secara keseluruhan tidak ada sedikit pun yang berubah dari bentuknya. Apple juga masih mempertahankan harga jual mulai $1.299 untuk MacBook Pro 13 inci. Namun yang menarik, Apple juga masih menjual MacBook Pro 13 inci yang ditenagai prosesor Intel.
Pertanyaannya, untuk apa Anda harus memilih MacBook Pro 13 inci versi Intel kalau sudah ada yang versi M1? Saya menemukan setidaknya ada dua skenario, yakni ketika Anda membutuhkan kapasitas RAM yang lebih besar dari 16 GB, dan apabila dua port USB-C saja tidak cukup buat Anda. Jadi kalau Anda merasa RAM 32 GB dan empat port USB-C itu wajib, sejauh ini opsi tersebut cuma ada pada versi Intel.
Terakhir, chip M1 juga ikut merambah segmen desktop, dimulai dari Mac Mini. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, Mac Mini yang ditenagai chip M1 ini diyakini mampu menyuguhkan kinerja CPU 3x lebih kencang dan kinerja grafis 6x lebih gegas.
Untuk mengilustrasikan peningkatan performanya, Apple bilang bahwa Mac Mini dengan chip M1 mampu membuka tiga kali lebih banyak plugin pada aplikasi Logic Pro, serta sanggup menjalankan game Shadow of the Tomb Raider pada frame rate 4x lebih tinggi. Sama seperti MacBook pro 13 inci, Mac Mini turut dilengkapi kipas pendingin demi meminimalkan terjadinya thermal throttling.
Yang paling menarik, Mac Mini generasi baru ini dibanderol mulai $699, atau $100 lebih murah daripada harga generasi sebelumnya yang ditenagai prosesor quad-core Intel. Di Amerika Serikat, ketiga Mac versi ARM ini sudah mulai dipasarkan sekarang juga.
Gelaran Apple Worldwide Developers Conference (WWDC) tahun ini agak sedikit berbeda. Selama sepekan ke depan, serangkaian acaranya bakal diadakan secara online, dan pada pukul 12 dini hari kemarin, sesi keynote-nya disiarkan ke YouTube.
Meski terhambat oleh pandemi, Apple rupanya tetap sangat produktif dalam memperbarui berbagai sistem operasi bikinannya. Hal itu bisa dilihat dari segudang pembaruan yang dihadirkan melalui iOS 14, iPadOS 14, watchOS 7, tvOS 14, dan yang paling substansial menurut saya, macOS Big Sur.
Tanpa perlu berkepanjangan, mari kita bahas satu per satu.
iOS 14
Di saat Android 11 terkesan iteratif karena tidak membawa perubahan yang betul-betul besar, iOS 14 justru sebaliknya. Untuk pertama kalinya di sepanjang sejarah iOS, pengguna dapat menempatkan berbagai macam widget langsung pada home screen.
Android sudah menawarkan fitur ini selama bertahun-tahun, dan cukup melegakan melihat Apple akhirnya ikut menghadirkan fitur yang serupa. Meski demikian, Apple mengaku inspirasinya berasal dari complication pada watchOS. Tidak penting. Yang lebih penting adalah, widget pada iOS 14 juga datang dalam berbagai ukuran yang berbeda, yang berarti satu aplikasi bisa menawarkan hingga tiga ukuran widget (kecil, sedang, besar).
Juga baru adalah fitur bernama App Library, yang pada dasarnya akan mengorganisasikan seabrek aplikasi pada perangkat secara otomatis. App Library dapat diakses dengan menggeser ke kanan pada halaman terakhir home screen. Bagaimana seandainya ada begitu banyak halaman home screen? Well, pada iOS 14, ada opsi untuk menyembunyikan halaman-halaman aplikasi yang dirasa kurang perlu, dan yang pada akhirnya dapat digantikan oleh App Library.
Masih seputar aplikasi, fitur iOS 14 yang paling menarik menurut saya adalah App Clip. App Clip pada dasarnya merupakan versi mini dari aplikasi yang bisa diakses lewat bermacam sumber; bisa dengan mengklik tautan di Safari atau Messages, atau bisa juga dengan memindai kode QR maupun tag NFC.
Apple bahkan telah mendesain format baru macam kode QR yang dikhususkan untuk App Clip. Fungsi App Clip sendiri adalah untuk menyediakan akses ke aplikasi langsung di saat dibutuhkan, misalnya ketika hendak melakukan pembayaran elektronik; cukup scan kode QR atau tag NFC-nya, maka App Clip dari aplikasi pembayaran yang bersangkutan akan muncul, dan pengguna dapat menyelesaikan pembayaran tanpa harus mengunduh aplikasinya terlebih dulu.
iOS 14 turut memperkenalkan fitur picture-in-picture, yang berarti video dapat tetap diputar pada jendela kecil (termasuk sesi video call) meski pengguna meninggalkan aplikasinya. Ukuran jendela videonya itu bisa dibesar-kecilkan, dan yang paling menarik, videonya juga dapat disembunyikan di samping kiri atau kanan layar selagi audionya tetap diputar.
Siri pun turut menerima pembaruan kosmetik pada iOS 14. Saat dipanggil, Siri tak lagi memenuhi layar seperti biasanya. Tampilan barunya hanya berupa icon di bagian bawah layar. Andai pengguna meminta Siri untuk membuatkan reminder, jendela konfirmasinya juga tak lagi memenuhi layar, melainkan hanya menutupi sebagian kecil di atas layar.
Juga ikut menciut ukurannya adalah notifikasi untuk panggilan telepon maupun video. iOS 14 turut memperkenalkan aplikasi baru bernama Translate, yang sejauh ini sudah bisa menerjemahkan 11 bahasa secara offline.
Beralih ke Messages, ada fitur pinned conversation untuk memudahkan pengguna mengakses percakapan dengan orang-orang yang dirasa penting. Group messaging juga kebagian fitur reply dan mention, sehingga ‘kekacauan’ dalam suatu percakapan grup jadi lebih tertata dan bisa diikuti semua anggotanya dengan baik.
Terakhir, bagi para pengguna CarPlay, iOS 14 siap mengubah iPhone Anda menjadi sebuah kunci mobil digital. Fitur ini memanfaatkan NFC, dan sejauh ini baru kompatibel dengan BMW 5 Series generasi terbaru.
iPadOS 14
Lanjut ke iPadOS 14, sebagian besar pembaruannya sebenarnya sama seperti iOS 14, termasuk halnya fitur customizable widget itu tadi. Meski begitu, pastinya ada pembaruan spesifik yang diterapkan, dan salah satunya adalah collapsible sidebar pada aplikasi-aplikasi seperti Photos, Notes, Files, atau Music.
Sidebar tak hanya memudahkan navigasi konten yang berjumlah besar, tapi juga manajemen konten lewat dukungan mekanisme drag-and-drop. Juga sangat menarik adalah kehadiran fitur Spotlight ala macOS, yang pada iPadOS 14 juga berperan sebagai universal search.
Bagi para pengguna Apple Pencil, iPadOS 14 menyajikan fitur Scribble. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk menulis menggunakan tangan di atas kotak teks manapun, entah itu di kotak URL Safari ataupun di Reminder. Idenya adalah supaya pengguna bisa terus memakai Pencil meski sudah tidak berada dalam aplikasi yang membutuhkannya.
Tulisan tangan itu otomatis diubah menjadi ketikan. Namun yang lebih istimewa lagi adalah, iPadOS 14 mampu melakukan seleksi teks pada tulisan tangan, dan dari situ pengguna dapat menyalin lalu menempatkannya di aplikasi lain dalam bentuk ketikan.
AirPods software
Sebelum membahas watchOS, Apple sempat menyinggung sedikit soal pembaruan yang mereka terapkan pada software AirPods. Yang pertama adalah fitur auto switching, di mana AirPods mampu mengenali di perangkat mana (iPhone, iPad, Mac) Anda memutar konten beraudio, lalu secara otomatis menyambung ke perangkat tersebut. Tentu saja syaratnya adalah AirPods harus di-pair dengan masing-masing perangkat lebih dulu sebelumnya.
Khusus AirPods Pro, perangkat tersebut bakal kedatangan fitur spatial audio. Apple bilang bahwa mereka memanfaatkan data dari gyroscope dan accelerometer milik AirPods Pro untuk mendeteksi gerakan-gerakan kepala dan memastikan speaker virtual-nya tetap berada di posisi semula demi memberikan kesan seolah-olah sedang berada di dalam bioskop.
watchOS 7
Seperti yang saya bilang, Apple mengaku mendapat inspirasi widget iOS 14 dari fitur complication di watchOS, dan sudah seharusnya watchOS 7 menghadirkan opsi kustomisasi complication yang lebih komplet lagi.
Namun yang mungkin lebih menarik untuk sebagian besar konsumen Apple Watch adalah fitur watch face sharing. Ya, saat watchOS 7 tiba nanti, kita bisa berbagi watch face satu sama lain, dan kita juga dapat menemukan beraneka ragam watch face baru di jagat internet maupun media sosial.
Bagi mereka yang rajin bersepeda, watchOS 7 kini mendukung fitur cycling directions. Fitur yang sama sebenarnya juga tersedia di aplikasi Maps bawaan iOS 14, tapi berhubung database-nya baru lengkap di beberapa kota saja di Amerika Serikat dan Tiongkok, saya jadi kurang semangat untuk membahasnya.
Yang lebih menarik justru adalah sejumlah tipe latihan baru yang dapat dikenali, salah satunya dancing. Berkat watchOS 7, Apple Watch nantinya bisa menerjemahkan tarian demi tarian pengguna menjadi metrik kesehatan yang mudah dipantau. Di samping itu, sleep tracking juga menjadi salah satu fitur baru yang diunggulkan watchOS 7.
Lalu berkaitan dengan pandemi, watchOS 7 juga akan menghadirkan fitur deteksi otomatis untuk kegiatan mencuci tangan. Jadi sesaat setelah terdeteksi, perangkat akan langsung memulai hitungan mundur demi memastikan pengguna benar-benar mencuci tangannya dengan bersih.
tvOS 14
Apple tidak berbicara banyak soal tvOS, tapi yang pasti versi terbarunya bakal menghadirkan dukungan multi-user mode, dan fitur ini tentunya sangat cocok disandingkan dengan layanan Apple Arcade, sebab masing-masing pengguna jadi bisa memiliki profil yang berbeda, sehingga mereka bisa melanjutkan progres permainannya masing-masing dengan mudah.
Supaya sesi gaming lebih maksimal, tvOS 14 turut menghadirkan dukungan controller eksternal yang lebih lengkap, spesifiknya yang meliputi Xbox Elite Wireless Controller 2 maupun Xbox Adaptive Controller yang dikhususkan untuk kalangan difabel. Terakhir, Apple sempat menyinggung bahwa layanan streaming filmnya, Apple TV+, bakal bisa diakses lewat TV lain (Sony dan Vizio di AS).
macOS Big Sur
Beralih ke macOS, versi terbarunya yang bernama Big Sur ini bisa dibilang merupakan macOS yang paling mirip dengan iOS. Bukan dari segi tampilan saja, tapi memang beberapa fitur ia pinjam langsung dari iOS, Control Center contohnya. Notifikasi dan widget kini juga dijadikan satu, tidak lagi berbeda halaman seperti sebelumnya.
Sejumlah pembaruan yang hadir pada aplikasi-aplikasi bawaan iOS, seperti Messages atau Maps, turut tersedia pada versi macOS-nya melalui Big Sur. Meski begitu, Safari di Big Sur jauh lebih powerful ketimbang di iOS, sebab kini ada dukungan terhadap fitur extension.
Ya, Safari di macOS Big Sur dapat dikustomisasi menggunakan berbagai macam extension layaknya Chrome. Apple bahkan sudah menyediakan tool agar developer bisa mengonversikan extension Chrome ke Safari dengan mudah.
Safari juga dilengkapi fitur terjemahan terintegrasi, dan laman awalnya (start page) kini dapat dikustomisasi sesuai kebutuhan masing-masing pengguna.
Mac versi ARM
Lalu sampailah kita pada pengumuman yang menurut saya paling menarik, yaitu macOS untuk platform ARM. Ya, Apple berniat untuk meluncurkan perangkat Mac yang ditenagai chipset A-Series buatannya sendiri (bukan prosesor Intel seperti biasanya) menjelang akhir tahun ini juga, dan Big Sur sendiri mereka rancang demi memuluskan proses transisi dari platform Intel ke ARM.
Langkahnya tentu tidak semudah mencabut prosesor Intel, lalu menyematkan chipset A-Series begitu saja, sebab harus ada perombakan besar yang diterapkan dari sisi software pula. Kabar baiknya, Apple sudah meracik ulang semua aplikasi bawaan macOS Big Sur agar dapat berjalan secara native di platform ARM.
Apple yakin developer hanya perlu waktu beberapa hari untuk mengonversikan aplikasinya ke platform baru ini, tapi kalaupun tidak sempat, macOS Big Sur bakal melangsungkan proses konversinya secara otomatis menggunakan tool bernama Rosetta 2 (versi anyar dari tool yang sama yang Apple gunakan ketika mentransisikan Mac dari platform PowerPC ke Intel 15 tahun silam).
Apple sempat mendemonstrasikan konversi otomatis ini dengan menjalankan game Shadow of the Tomb Raider. Cukup mengejutkan melihat game tersebut berjalan mulus dengan kualitas grafik yang cukup apik di perangkat development kit yang memakai chipset A12Z Bionic milik iPad Pro.
Untuk aplikasi yang sudah dikonversi secara proper oleh masing-masing developer, performanya malah dipastikan lebih mulus lagi. Apple sempat mendemonstrasikan bagaimana sebuah file gambar berukuran 5 GB bisa diedit secara lancar dan murni tanpa lag di Adobe Photoshop. Bahkan aplikasi 3D animation yang berat seperti Autodesk Maya pun bisa berjalan tanpa kesulitan sedikit pun.
Berhubung chipset yang digunakan pada dasarnya sama persis seperti iPhone dan iPad, Mac versi ARM ini bisa menjalankan semua aplikasi iPhone dan iPad secara native, termasuk halnya game, yang semuanya dapat diunduh langsung lewat Mac App Store. Seperti halnya iPhone dan iPad, Mac versi ARM juga dipastikan lebih efisien perihal konsumsi daya ketimbang Mac yang ada sekarang.
Keuntungan lain dari transisi Mac ke platform ARM adalah, perangkat jadi bisa mengakses komponen Neural Engine yang terdapat pada chipset A-Series, sehingga pada akhirnya fitur-fitur berbasis AI pun dapat diterapkan, contohnya fitur auto crop pada aplikasi edit video Final Cut Pro.
Lalu yang mungkin jadi pertanyaan adalah, apakah Apple bakal betul-betul memensiunkan hardware Mac yang dibekali prosesor Intel? Bisa ya bisa tidak, tapi yang pasti tidak sekarang. Apple bilang masa transisinya bakal berjalan selama sekitar dua tahun, dan dalam kurun waktu tersebut, mereka masih akan merilis Mac baru yang ditenagai prosesor Intel.
Kita juga tidak tahu Mac versi ARM ini nanti wujudnya bakal seperti apa. Development kit-nya sendiri merupakan Mac Mini, namun Apple masih bungkam soal perangkat final yang akan dipasarkan ke konsumen nanti. Terlepas dari itu, bagi yang hendak membeli MacBook baru, ada baiknya Anda menunggu sampai setidaknya akhir tahun ini, sebab ada kemungkinan Mac versi ARM ini nantinya berwujud laptop.
Kehadiran gadget dalam kebutuhan sehari-hari sudah tidak dapat terpisahkan. Bisa disebut bahwa gadget adalah rumah digital untuk segala informasi pribadi yang Anda miliki.
Selain memperkenalkan iPad Pro generasi keempat, Apple turut mengumumkan MacBook Air versi baru dengan penyegaran spesifikasi. Bentuknya masih sama seperti yang Apple luncurkan di tahun 2018, dengan layar IPS 13,3 inci beresolusi 2560 x 1600 pixel.
Yang disempurnakan di sini adalah performanya, dan ini penting mengingat edisi tahun lalu tidak menawarkan peningkatan performa sama sekali. Berbekal prosesor Intel generasi ke-10 (mulai dari dual-core i3 sampai quad-core i7), kinerja MacBook Air edisi 2020 diklaim dua kali lebih kencang dari sebelumnya, dan performa grafisnya sendiri 80% lebih baik.
Mendampingi prosesor tersebut adalah pilihan RAM LPDDR4X berkapasitas 8 GB atau 16 GB. Apple tak lupa membekali MacBook Air dengan baterai berkapasitas 49,9 Wh yang diklaim mampu bertahan sampai 11 jam pemakaian (browsing).
Perubahan lain yang tidak kalah penting adalah keyboard-nya, yang kini telah kembali menggunakan switch model lama seperti milik MacBook Pro 16 inci, bukan lagi switch tipe butterfly yang terkenal mudah rusak. Selain lebih reliable, keyboard barunya semestinya lebih nyaman daripada sebelumnya berkat key travel sampai sedalam 1 mm.
Namun bagian terbaiknya menurut saya adalah soal storage. MacBook Air edisi 2020 hadir membawa kapasitas penyimpanan sebesar 256 GB pada varian termurahnya, dua kali lebih besar dari sebelumnya. Varian 512 GB, 1 TB, dan 2 TB tentu juga tersedia bagi yang membutuhkan.
Meski menawarkan kapasitas penyimpanan yang lebih besar, harga MacBook Air edisi 2020 justru semakin terjangkau, kini dimulai di angka $999. Dalam kesempatan yang sama, Mac Mini juga ikut dilipatgandakan storage-nya; varian termurahnya yang dibanderol $799 kini juga mengusung kapasitas sebesar 256 GB.
Beberapa tahun silam, kepopuleran OS Windows menyebabkannya jadi sasaran utama ‘pengembangbiakan’ virus dan segala macam malware. Kompatibilitas ke beragam format file, ditambah lagi jenis pengguna PC yang majemuk membuatnya rentan terinfeksi. Sementara itu, user platform lain, seperti Mac dan Linux, dapat bernafas lebih lega karena kondisi ini mengalihkan perhatian kriminal di dunia maya dari sistem mereka.
Namun seiring berjalannya waktu, keamanan Windows terus meningkat. OS semakin canggih dalam mendeteksi malware. Kewaspadaan pengguna memang tetap dibutuhkan, tapi cukup berbekal akal sehat, pada dasarnya kita tak perlu memasang software anti-virus pihak ketiga karena Windows sudah memiliki perkakas kemanannya sendiri, misalnya Firewall serta proteksi live terhadap malware. Dan kini, malah Mac yang ternyata lebih rentan terinfeksi adware dibanding Windows.
Berdasarkan laporan State of Malware 2020 yang dipublikasikan oleh Malwarebytes Labs, resiko keamanan di Mac meningkat tajam di tahun 2019, dengan komparasi hampir mencapai 2:1 dibanding Windows. Kita bisa melihat bagaimana ancaman di Mac melojak 400 persen baik bagi konsumen biasa maupun kelas bisnis. Deteksi malware per sistem juga naik secara signifikan: dari 4,8 di 2018 menjadi 11,0 di 2019 – dua kali lipat Windows PC dengan 5,8 di tahun 2019.
Alasan mengapa para kriminal belakangan menyerang Mac secara lebih gencar ialah karena peningkatan jumlah adopsi OS di tahun lalu. Selain itu sistem keamanan built-in OS ini ternyata masih kurang efektif menangani malware berjenis adware dan ‘program-program yang tak diinginkan’ (PUP), sehingga membuka peluang bagi software-software jahat untuk menyusup ke perangkat Mac.
Malwarebytes menjelaskan bahwa tipe resiko di Mac sangat berbeda dari Windows. Ketika Windows harus berhadapan dengan malware tradisional yang sebagian besar ditargetkan pada segmen bisnis, mayoritas ancaman di Mac muncul dari keluarga adware dan PUP. Di sepanjang tahun 2019, hanya ada satu insiden yang melibatkan metode mengelabui pengguna buat mengunduh dan membuka software/program berbahaya.
Daftar malware yang paling mengancam OS Mac di 2019 bisa Anda simak di bawah. Di sini Anda dapat melihat bagaimana adware dan potentially unwanted programs seperti NewTab, PCVARK, MacKeeper menempati daftar lima besar.
Meski banyak orang menganggap adware dan PUP tidak seberbahaya malware tradisional – misalnya ransomware, jumlah mereka meningkat pesat dan saat ini sangat mengganggu pengguna Mac. OS tersebut tak lagi bisa dikatakan imun terhadap malware. Menurut Malwarebytes, adware dan PUP di Mac jadi kian agresif dan memperlihatkan ‘tujuan serta perilaku berbahaya’. Mereka juga kian pintar dalam menghindari sistem keamanan Apple yang ketat.
Seperti biasa setiap tahunnya, ajang WWDC selalu menjadi panggung demonstrasi inovasi-inovasi terbaru Apple di ranah software, dan terkadang juga di bidang hardware. 2019 pun tidak luput dari tradisi tersebut, dan seperti biasa tentu saja selalu ada banyak hal menarik untuk disoroti.
Berikut sederet pengumuman paling menarik dari Apple WWDC 2019 yang telah saya rangkum.
iOS 13
Tahun demi tahun, iOS selalu menjadi bintang utama event WWDC. Dari segi tampilan, iOS 13 memang tidak menawarkan banyak perubahan, tapi sedikit bukan berarti tidak signifikan; untuk pertama kalinya di sepanjang sejarah iOS, ada fitur Dark Mode yang terintegrasi secara default.
Dark Mode pada dasarnya akan menyulap tampilan iOS 13 secara keseluruhan dari yang tadinya dominan putih menjadi gelap atau serba hitam. Fitur ini juga dapat diaktifkan secara otomatis sesuai jadwal yang ditetapkan pengguna, atau ketika waktu menunjukkan saatnya matahari untuk terbenam.
Dark Mode tak hanya berlaku untuk aplikasi bawaan iOS saja, tapi juga aplikasi pihak ketiga, dengan catatan developer terkait sudah memperbaruinya. Untuk seri iPhone X dan iPhone XS yang mengemas layar OLED, Dark Mode juga bisa membantu menghemat baterai – area berwarna hitam di layar OLED berarti backlight-nya tidak menyala di bagian tersebut.
iOS 13 turut memperkenalkan pembaruan cukup besar untuk aplikasi Photos. Tampilannya telah direvisi menjadi lebih minimalis sehingga pengguna dapat lebih berfokus terhadap koleksi foto dan videonya. Lebih lanjut, fitur penyuntingannya juga telah disempurnakan, dan sebagian kini juga berlaku untuk video (rotate, crop, filter), tidak seperti sebelumnya yang hanya mencakup trim saja.
Fitur lain iOS 13 yang tak kalah menarik adalah “Sign in with Apple”. Sesuai namanya, fitur ini dirancang untuk menggantikan opsi login menggunakan akun Facebook maupun Google. Apple percaya fitur ini jauh lebih simpel buat pengguna sekaligus lebih aman karena tiap-tiap aplikasi hanya akan menerima identifikasi yang bersifat acak.
Terakhir, iOS 13 juga menghadirkan peningkatan dari segi performa. Face ID kini diklaim bekerja 30% lebih cepat, sedangkan membuka aplikasi bisa sampai dua kali lebih cepat. Ini dikarenakan Apple berhasil memangkas besaran download aplikasi hingga 50%, sekaligus menjadikan besaran update aplikasi hingga 60% lebih kecil.
iPadOS
Namun kejutan terbesar WWDC 2019 datang dalam wujud iPadOS, iOS 13 yang sudah dioptimalkan demi memaksimalkan kapabilitas iPad, khususnya iPad Pro. Contoh optimasi yang paling gampang adalah deretan widget yang kini dapat dimunculkan langsung di home screen, bersebelahan dengan kolase icon aplikasi pada layar masif iPad Pro.
Multitasking juga semakin disempurnakan oleh iPadOS. Memang belum sekelas perangkat desktop, tapi setidaknya masih jauh lebih mumpuni daripada sebelumnya. Yang sudah sekelas desktop sekarang adalah Safari di iPadOS. Secara default, browser bawaan itu sekarang diperlakukan sebagai browser versi desktop, yang berarti web app macam Google Docs kini dapat berfungsi sebagaimana mestinya tanpa mewajibkan pengguna memakai aplikasi terpisahnya.
Perubahan penting lainnya adalah bagaimana iPad Pro generasi ketiga dengan port USB-C miliknya sekarang dapat membaca isi dari sebuah flash disk berkat iPadOS. Memindah foto, video maupun file lain dari flash disk ke iPad Pro kini semudah membuka aplikasi Files saja.
Juga sangat menarik adalah fitur iPadOS bernama SideCar. Bagi para pemilik Mac, fitur ini memungkinkan iPad untuk digunakan sebagai layar kedua Mac, baik secara wireless atau via kabel, tanpa memerlukan aplikasi tambahan. Setelah tersambung, pengguna dapat langsung mencorat-coret di layar iPad menggunakan Apple Pencil, dan coretannya akan muncul secara instan di layar Mac – sangat berguna mengingat latency Pencil kini semakin turun menjadi 9 milidetik saja.
watchOS 6 dan tvOS 13
Beralih ke watchOS, selain menghadirkan sejumlah fitur fitness dan tracking anyar, watchOS 6 turut memperkenalkan mekanisme baru yang sangat penting: Apple Watch kini memiliki App Store-nya sendiri. Ini berarti developer dapat mengembangkan aplikasi khusus untuk Apple Watch yang dapat bekerja secara mandiri tanpa harus mengandalkan aplikasi versi iOS-nya.
watchOS 6 pada dasarnya memulai tren di mana Apple Watch secara perlahan mulai melepaskan ketergantungannya akan iPhone. Buktinya semakin kuat dengan adanya tiga aplikasi bawaan baru di Apple Watch, yaitu Voice Memos, Calculator dan Audiobooks. Kedengarannya memang sepele, akan tetapi memulai sesi rekaman audio secara mendadak jauh lebih mudah dilancarkan via Apple Watch ketimbang harus merogoh kantong terlebih dulu untuk mengambil iPhone.
Untuk tvOS 13, pembaruan terbesarnya menurut saya adalah dukungan terhadap multi-user. Tidak seperti ponsel yang sifatnya pribadi, TV adalah gadget untuk semua orang di dalam kediaman, dan masing-masing individu tentunya punya preferensi tersendiri perihal konten TV yang hendak dinikmati.
Di sinilah dukungan multi-user berperan. Via Control Center, pengguna bisa langsung mengakses pengaturan user-nya masing-masing, dan ini tentu saja mencakup rekomendasi-rekomendasi konten yang telah disesuaikan dengan seleranya masing-masing.
Pembaruan kedua yang tak kalah menarik adalah dukungan terhadap game controller, spesifiknya controller Xbox Wireless beserta PlayStation DualShock 4. Dua controller ini sejatinya sudah bisa kita anggap sebagai de facto controller untuk sesi gaming sembari bersantai di atas sofa, dan dukungan terhadap keduanya merupakan antisipasi yang sangat ideal menjelang diluncurkannya layanan Apple Arcade.
macOS Catalina
Di ranah desktop, macOS Catalina tidak lupa membawa sejumlah kejutan. Yang paling keren menurut saya adalah hilangnya iTunes. Ya, aplikasi tua itu sekarang sudah digantikan oleh tiga aplikasi yang berbeda: Music, Podcasts dan TV. Sebagian besar fungsi iTunes pada dasarnya terdapat di aplikasi Music, termasuk halnya akses ke layanan Apple Music dan iTunes Store.
Lalu bagaimana dengan fungsi sinkronisasi yang selama ini ditawarkan iTunes? Semuanya masih tersedia di ketiga aplikasi tersebut, tergantung jenis media yang terkait. Untuk fungsi backup, update maupun restore perangkat, semua itu sekarang malah bisa diakses langsung lewat sidebar Finder sesaat setelah perangkat tersambung.
Hal menarik lain yang ditawarkan Catalina adalah kapabilitas baru bagi para developer (API dan tools) yang memudahkan mereka untuk menyulap aplikasi iPad menjadi aplikasi Mac, termasuk halnya game. Ini berpotensi menambah jumlah aplikasi dan game yang menarik untuk platform Mac, sekaligus menghadirkan kembali yang sudah lama hilang, seperti aplikasi resmi Twitter misalnya.
Terakhir, ada pembaruan menarik terkait fitur accessibility. macOS Catalina dilengkapi fitur Voice Control, yang menurut klaim Apple, memungkinkan pengguna untuk sepenuhnya mengoperasikan Mac hanya dengan suaranya. Apple merancang sistem label dan grid supaya interaksi via suara ini dapat dilancarkan di semua aplikasi, dan proses pengolahan suaranya pun terjadi secara lokal di perangkat (tidak memerlukan bantuan koneksi internet).
Voice Control ini sebenarnya juga bakal tersedia di iOS maupun iPadOS. Premisnya pun sama persis, yakni memberikan keleluasaan bagi para pengguna difabel agar mereka dapat sepenuhnya mengoperasikan perangkat via perintah suara, termasuk mengaktifkan gesture macam swiping maupun scrolling.
Mac Pro generasi baru dan Pro Display XDR
Suguhan paling menarik yang terakhir dari WWDC 2019 adalah generasi terbaru dari Mac Pro. Sebagian dari kita mungkin tahu bagaimana Mac Pro generasi sebelumnya yang berwujud bak tong sampah banyak mengecewakan konsumen akibat keterbatasanannya perihal upgrade komponen, dan ‘penyakit’ utama itu akhirnya sudah terobati berkat desain yang benar-benar baru.
Wujud keseluruhannya kini lebih menyerupai komputer desktop biasa. Dilihat dari berbagai sudut, tampang depannya memang sepintas mirip seperti parutan keju, akan tetapi Apple mengklaim desain ini sangat membantu sirkulasi udara di dalam sasis Mac Pro, sehingga perangkat bisa terus mengerahkan seluruh keperkasaannya sepanjang waktu tanpa harus ‘mengerem’ akibat panas yang berlebih.
Bagian atasnya dibekali sepasang handle agar perangkat mudah dipindahkan atau dibawa-bawa, lalu di tengah panel atasnya, terdapat handle kecil sekaligus mekanisme pengunci yang dapat diputar lalu diangkat untuk ‘menelanjangi’ Mac Pro sepenuhnya, sehingga konsumen dapat mengakses komponen-komponennya dari segala sisi, memudahkan proses upgrade kala dibutuhkan.
Namun masa upgrade buat Mac Pro generasi terbaru ini sepertinya masih cukup lama datangnya, sebab komponen-komponen di dalammnya benar-benar superior untuk saat ini. Kita mulai dari prosesornya dulu, konfigurasi termahalnya mencakup prosesor Intel Xeon W 28-core, sedangkan yang paling ‘murah’ masih ditenagai oleh prosesor 8-core.
Di sektor RAM, Mac Pro mengemas total 12 slot yang bisa diisi. Kalau budget bukan masalah, 12 slot RAM itu bisa dipasangi dengan masing-masing kartu 128 GB, memberikan total kapasitas RAM sebesar 1,5 TB. Sudah mirip dengan kapasitas storage komputer-komputer biasa.
Beralih ke urusan grafis, Apple kembali memercayakan AMD, dan Mac Pro rupanya menjadi komputer pertama yang mengusung kartu grafis Radeon Pro Vega II. Bukan cuma satu, varian termahalnya bahkan bisa dijejali dua kartu beringas tersebut sekaligus, menghasilkan total daya komputasi sebesar 56 teraflop dan video memory sebesar 128 GB.
Bukan hanya itu saja, Apple turut membekali Mac Pro dengan accelerator card yang mereka juluki Afterburner. Afterburner bukanlah kartu grafis biasa, melainkan yang secara spesifik ditugaskan untuk urusan decoding video secara ekstrem.
Tidak tanggung-tanggung, Afterburner memungkinkan decoding hingga tiga video 8K ProRes RAW (file mentah langsung dari kamera) sekaligus, atau 12 video 4K ProRes RAW secara real-time. Ini berarti video-video tersebut dapat langsung diedit begitu saja tanpa perlu melalui proses proxy conversion terlebih dulu, yang sebelum ini dibutuhkan akibat keterbatasan hardware.
Menemani komputer sangar itu adalah monitor yang tak kalah sangar yang dijual terpisah: Pro Display XDR. XDR merupakan singkatan dari Extreme Dynamic Range, mengindikasikan kapabilitas superiornya dalam hal menampilkan gambar yang berkualitas lebih bagus lagi daripada HDR.
Perangkat ini mengandalkan panel LCD 32 inci beresolusi 6016 x 3384 pixel (6K), lengkap dengan dukungan penuh atas spektrum warna P3 dan warna 10-bit. Meskipun tidak memakai panel berjenis OLED, Pro Display XDR dilengkapi sistem direct backlighting dengan tingkat kecerahan yang mampu menembus angka 1.600 nit, tidak ketinggalan pula rasio kontras yang mencapai 1:1.000.000.
Dua hardware berlabel “Pro” ini jelas tidak ditujukan untuk konsumen biasa. Itulah mengapa harganya luar biasa: Mac Pro dibanderol mulai $5.999 untuk konfigurasi paling rendahnya, sedangkan Pro Display XDR dihargai mulai $4.999, dan itu belum termasuk dudukannya, yang ternyata harus ditebus lagi secara terpisah seharga $999. Keduanya bakal dipasarkan mulai musim semi mendatang.
Mungkin makna yang bisa diambil dari film John Wick ialah jangan pernah menganiaya binatang, apalagi jika hewan itu dipelihara oleh Keanu Reeves. Bagian ketiga – ber-subtitle Parabellum – seri ciptaan Derek Kolstad itu merupakan salah satu film yang paling dinanti di 2019, rencananya akan tayang pada tanggal 17 Mei. Lionsgate ternyata juga punya satu kejutan lagi buat para penggemar berat John Wick.
Menggandeng publisher Good Shepherd Entertainment, minggu ini Lionsgate Games resmi mengumumkan permainan John Wick Hex. Diadopsi dari film, game digarap oleh tim pimpinan developer Mike Bithell (di bawah nama Bithell Games). Bagi Anda yang kurang familier dengannya, Bithell adalah desainer game asal Inggris, kreator dari judul-judul indie fenomenal seperti Thomas Was Alone, Subsurface Circular, dan Volume.
Premis John Wick Hex berbeda dari bayangan saya terhadap penyajian adaptasi film ke video game pada umumnya. John Wick Hex menghidangkan gameplay strategi bertempo cepat yang diorientasikan pada elemen action. Dengan pendekatan seperti ini, developer ingin Anda berpikir cepat seperti John Wick. Permainan saat ini tengah dikembangkan untuk console, PC serta Mac.
Penggarapan John Wick Hex dilakukan oleh Bithell Games secara kolaboratif bersama tim kreatif dan stunt film. Lionsgate mendeskripsikan game ini sebagai ‘permainan catur dengan pertempuran ter-koreografi’, menjanjikan aksi-aksi ‘gun fu‘ yang ikonis sembari memperluas jagat John Wick. Pemain ditantang untuk memandu sang protagonis dalam mengambil keputusan secara cermat serta selalu siap menghadapi konsekuensinya.
Segala gerakan John Wick di permainan dirancang agar terasa seperti adegan film dan pertempuran menuntut pemikiran strategis. Penjelasan Lionsgate Games mengindikasikan konten utama berupa mode campaign single-player yang difokuskan pada cerita. Tampaknya level-level di sana dirancang untuk dimainkan berulang-ulang, dan semakin baik Anda menyelesaikannya, terbuka pula kesempatan buat membuka lokasi dan senjata baru.
Menariknya lagi, tiap senjata yang John Wick gunakan akan mengubah taktik serta cara bermain. Persediaan amunisi selalu terbatas dan ‘disimulasikan secara realistis’. Kita dituntut untuk mengeksekusi apapun dengan akurat, misalnya menggunakan senjata seefisien mungkin serta mengisi ulang peluru di waktu yang tepat.
Berbicara soal talenta, aktor-aktor kawakan seperti Ian McShane dan Lance Reddick kabarnya turut berpartisipasi mengisi suara karakter-karakter game, namun saya belum bisa memastikan apakah John Wick juga diperankan oleh Keanu Reeves atau orang lain.
Untuk sekarang belum diketahui kapan tepatnya John Wick Hex dirilis, tetapi Lionsgate telah mengonfirmasi bahwa versi Windows dan Mac game ini akan didistribusikan secara eksklusif lewat Epic Games Store.