Setelah tahun lalu Saoraja Hub meluncurkan program inkubasi startup batch pertama, tahun ini mereka melanjutkan batch kedua. Rencananya akan digelar akhir bulan Juli 2020. Program yang diinisiasi oleh Kalla Group tahun 2018 lalu ini, ingin menyaring lebih banyak ide segar dan inovasi digital terutama bagi pelaku startup di Indonesia Timur.
VP of Business Development Kalla Group, Saoraja Hub Damoza Nirwan mengungkapkan, berbeda dengan tahun lalu yang hanya fokus kepada startup, tahun ini Saoraja Hub ingin mengundang lebih banyak masyarakat di Indonesia Timur yang memiliki ide menarik dari berbagai kalangan. Mulai dari pelajar hingga ibu rumah tangga, jika mereka memiliki ide segar yang nantinya memiliki potensi untuk dikembangkan, berhak untuk mengikuti kegiatan ini.
“Berbeda dengan investasi yang diberikan oleh perusahaan modal ventura lainnya yang hanya fokus kepada investasi, batch kedua ini kami ingin mengajak lebih banyak masyarakat untuk berpartisipasi menyampaikan ide mereka yang relevan dengan kondisi pandemi dan new normal,” kata Damoza.
Nantinya startup yang beruntung serta ide dari peserta yang lolos dari proses penyaringan, berhak mendapatkan bimbingan berupa mentoring dari pihak internal Kalla Group dan Kalla Business School. Mereka juga bisa mendapatkan pendanaan yang disesuaikan dengan kebutuhan hingga kesempatan networking dengan ekosistem di Kalla Group.
Kategori ide dan startup agnostik
Disinggung startup atau ide seperti apa yang menarik perhatian dari Saoraja Hub batch kedua tahun ini, Damoza menyebutkan secara khusus mereka tidak hanya mengincar pada satu atau dua kategori saja. Selama ide tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan, Saoraja Hub akan menerima semua ide yang masuk. Demikian pula dengan startup yang saat ini mungkin masih dalam tahap early stage dan membutuhkan networking hingga pendanaan untuk tumbuh, Saoraja Hub siap membantu.
“Jika nantinya ada ide dari peserta atau model bisnis dari startup yang relevan dengan lini bisnis dari Kalla Group, menjadi tidak mungkin proses akuisisi akan kami lakukan. Namun sesuai dengan misi awal Saoraja Hub, kami ingin mengajak lebih banyak masyarakat di Indonesia Timur lebih kreatif menghadirkan inovasi baru,” kata Damoza.
Saoraja Hub juga mengundang investor di luar dari Kalla Group, seperti yang telah dilakukan di batch pertama melibatkan Mandiri Capital Indonesia (MCI) untuk berinvestasi di startup yang mengikuti program inkubasi mereka. Di batch yang pertama beberapa startup terpilih yang mengikuti program inkubasi Saoraja Hub di antaranya adalah Aidu (Education), Digital Desa (Government), Mall Sampah (Environment), Panen Mart (Agricultural) dan Perawat.Id (Health).
“Tahun ini karena ada dua kategori yaitu startup dan idea innovation harapannya akan lebih banyak lagi peserta yang tertarik untuk mengikuti kegiatan ini, terutama bagi semua kalangan di Indonesia Timur,” kata Damoza.
Jumat (17/5) Telkom kembali meresmikan pusat pengembangan dan inkubator startup, yakni Makassar Digital Valley (MDV). Kehadiran MDV diharapkan mendukung pertumbuhan industri digital di kawasan timur Indonesia. Inisiatif pengembangan industri kreatif digital di Makassar sebenarnya telah diawali dengan didirikannya Dilo pada tahun 2014 lalu.
Telkom MDV berlokasi di Jl. AP Pettarani No. 13 Makassar. Seperti yang sudah ada di Jakarta, Bandung dan Yogyakarta, MDV memiliki beberapa fasilitas yang meliputi coworking space, classroom space, mentoring space, meeting room, dan startup private room. Selain fasilitas fisik, beberapa program pembinaan startup juga akan menjadi agenda rutin di sana.
Menurut pemaparan pihak pengelola, kerja sama dengan berbagai pihak adalah kunci mengembangkan ekosistem kewirausahaan digital dan kreatif di wilayah tersebut. Sejak berdirinya Dilo Makassar hingga menjadi MDV saat ini, kolaborasi yang dikembangkan telah menjangkau 112 startup digital, 930 talenta digital, 50 komunitas digital, 3400 anggota, dan 17 universitas di Kota Makassar.
Hingga saat ini telah terdapat dua startup digital yang berasal dari Makassar yang berhasil lolos seleksi program inkubasi Indigo Creative Nation di MDV, yaitu PanenMart dan Mall Sampah. Harapannya dengan diresmikannya MDV, akan makin banyak lagi startup lokal yang berunjuk gigi di kancah nasional dan internasional.
The lack of promising space and potential among young entrepreneurs of Eastern Indonesia, specifically Makassar, is the main reason behind the creation of Saoraja Hub. As an incubator, it’ll be a platform for Eastern Indonesian entrepreneurs having ideas of creative and digital business to share together.
In ensuring the idea goes well in term of business and management, Saoraja Hub will provide seed funding for five selected startups.
“The upcoming startup can be in vary and based not only in digital. Ideally, those having similar service or business sector with Kalla Group,” Solihin Jusuf Kalla, Kalla Group‘s President Director, said.
He continued, in supporting incubator, Saoraja Hub will partner with corporate to local venture capitals. Kalla avoids mentioning further detail about the local venture capital to partner with Saoraja Hub because it’s still in discussion.
“The certain ones are two local venture capitals, and banks, and corporates, ready to partner with Saoraja Hub, to support Eastern Indonesia’s startup ecosystem improvement,” he added.
Previously, Saoraja Hub was also involved with DISRUPTO, an inclusive disruption movement, initiated by WIR Group. It was objectively done to reach the government, startups, and global technology and economic players. This event will be attended by some of the Indonesian Government institutions,
“Starting from a casual conversation about the low number of Makassar entrepreneurs, Saoraja Hub is finally founded,” he said.
Kalla Group warehouse utilization
In addition to Saoraja Hub, Kalla Group plans to rent the current warehouse to FMCG company and e-commerce, in order to accelerate startup growth in Eastern Indonesia, Makassar in particular. Logistics of Kalla Group currently has a large capacity. It’s ideal to use and for rent.
“At first, we have no intention to use the warehouse for FMCG. However, we receive demand and starting to use the warehouse to store FMCG’s stuff,” Kalla explained.
Thus, Kalla Group still has around 200,000 sqm land to be used for warehouse construction. Regarding Kalla Group to collaborate with e-commerce for the warehouse utilization, Kalla said its still in discussion and yet to set an agreement with any e-commerce.
“Our next focus is indeed to enter the digital business. Step by step, with the current resource and potential, Kalla Group is starting to enter the digital business,” he said.
Regarding the plan to enter the fintech or financial sector, Kalla said there’s no plan for it yet due to the lack of background in the sector.
“Since the very beginning, our focus has been more on automotive, transportation and logistics, construction and development, manufacturing, and energy. In fact, we have no plans to enter the financial sector,” he concluded.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Di usianya yang ke-66 tahun, Kalla Group mulai melakukan pembaruan di berbagai sektor. Jika sebelumnya fokus ke sektor unggulan seperti otomotif, transportasi dan logistik, pembangunan dan konstruksi, hingga manufaktur dan energi, kini Kalla Group mulai mengadopsi bisnis digital dengan meluncurkan inisiatif pengembangan aplikasi hingga program inkubator.
Kepada DailySocial, Presiden Direktur Kalla Group Solihin Jusuf Kalla menyebutkan, langkah ini sengaja diambil Kalla Group melihat makin banyaknya pegawai yang didominasi kalangan milenial saat ini.
“Kita juga telah mengganti logo Kalla Group yang sebelumnya dengan tampilan baru yang lebih segar dan modern, sesuai dengan visi dan misi Kalla Group saat ini.”
Berdiri sejak tahun 1952 di Makassar, Sulawesi Selatan, selama ini fokus Kalla Group adalah pembangunan dan bisnis di Indonesia Timur, terutama di Makassar. Dengan sumber daya yang ada, Kalla Group pun siap mengadopsi teknologi dan digital ke dalam jajaran group perusahaan.
“Jika dibilang terlambat sepertinya tidak ya, karena kita memang sengaja terjun ke bisnis digital sekarang. Tujuannya untuk mengembangkan ekosistem entrepreneurship dan mendukung bisnis yang ada di dalam Kalla Group,” kata Solihin.
Menggelar Kalla Youth Fest dan meresmikan Saoraja Hub
Untuk kedua kalinya, Kalla Group menggelar Kalla Youth Fest 2018 (KYF). Tidak berbeda jauh dengan acara sebelumnya, kegiatan ini digelar Kalla Group sebagai wadah mempertemukan calon entrepreneur dengan pelaku bisnis hingga pakar di dunia startup, teknologi, industri kreatif dan masih banyak lagi dalam satu acara.
Selain menggelar KYF, Kalla Group juga telah resmi meluncurkan program inkubator Saoraja Hub menggandeng partner lokal, mulai dari venture capital sehingga perusahaan teknologi seperti WIR Group.
“Yang membedakan program inkubator seperti Saoraja Hub dengan program inkubator lainnya adalah di Saoraja Hub kita memastikan semua produk dan layanan yang dimiliki oleh pemilik startup adalah fokus kepada intellectual property,” kata CEO dan Co-Founder WIR Group Daniel Surya kepada DailySocial.
Daniel menambahkan, Saoraja Hub dibentuk bukan hanya untuk mencari dan mengembangkan karya intelektual dari Indonesia, tapi juga untuk mendaftarkannya di tingkat nasional serta internasional sehingga dapat memberikan hasil komersil bagi para inovator dan kreator.
WIR Group merupakan salah satu partner program inkubator yang diinisiasi Saoraja Hub. Selama dua bulan ke depan (pendaftaran berakhir Desember 2018), Saoraja Hub membuka pendaftaran untuk kemudian disaring menjadi 5 startup terpilih yang berhak mendapatkan program inkubasi selama 6 bulan.
“Bukan cuma dengan perusahaan teknologi, Saoraja Hub juga akan menggandeng perusahaan ritel, finansial, hingga venture capital untuk melakukan mentoring hingga coaching kepada startup terpilih,” kata Solihin.
Untuk memastikan ide dan model bisnis startup lulusan Saoraja Hub mencapai target, program yang diusung akan membantu startup melakukan validasi hingga menemukan pasar yang tepat. Jika model bisnis dan teknologi yang ditawarkan relevan, bisa jadi startup tersebut bisa berkolaborasi atau bergabung dengan bisnis yang ada di Kalla Group.
Dukungan Jusuf Kalla
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menyampaikan dukungannya terkait dengan rencana Kalla Group mulai mengadopsi teknologi ke dalam bisnis.
Menyadari bahwa selama ini dunia startup, layanan e-commerce, hingga teknologi sudah mulai mendominasi bisnis di tanah air, Jusuf Kalla menyambut baik sejumlah rencana yang akan diluncurkan perusahaan. Sebelumnya, mengawali semangat Kalla Group “Going Digital”, Kalla Toyota Makassar telah mengembangkan aplikasi mobile.
“Saya melihat apa yang terjadi dengan Go-Jek cukup luar biasa ya, meskipun merugi namun valuasi perusahaan rintisan tersebut makin meningkat nilainya. Hal ini tentu saja karena mereka memiliki big data yang saat ini menjadi sangat berharga,” kata Jusuf Kalla.
Meskipun tidak terlalu banyak terlibat dalam bisnis yang sudah memasuki generasi keempat saat ini, Jusuf Kalla mendukung sepenuhnya semua rencana mengembangkan teknologi ke dalam group dan program lainnya.
“Kini pertumbuhan sektor ekonomi kreatif semakin masif. Oleh karenanya tak bisa dipandang sebelah mata potensi yang ada di Indonesia, khususnya di bagian Timur. Karena kita punya semua, keberagaman. Tak hanya sumber daya alam, tapi potensi sumber daya manusia pun masih bisa dikembangkan,” tutup Solihin.
Sebagai salah satu langkah mendukung semangat Kalla Group going digital, Kalla Toyota yang menaungi tiga cabang Toyota di Makassar berencana meluncurkan aplikasi untuk pengguna. Aplikasi yang rencananya dirilis untuk umum di Q2 2019, baik untuk platform Android maupun iOS, akan berfungsi sebagai platform melakukan reservasi servis mobil, kebutuhan servis darurat, dan lainnya
“Selain memaksimalkan kegiatan offline, tujuan kami untuk meluncurkan aplikasi tersebut adalah untuk mengakuisisi lebih banyak pelanggan baru secara online dengan memanfaatkan aplikasi,” kata Deputi Branch Kalla Toyota Cabang Alawuddin Bustam Rais.
Bustam melanjutkan, “Target kami dengan diluncurkannya aplikasi ini, bisa menjual sebanyak 200 unit mobil per bulan, sekaligus mengakuisisi lebih banyak pelanggan baru.”
Aplikasi tersebut saat ini masih fokus ke tahap pertama, yaitu pemesanan servis berkala dan kebutuhan terkait layanan pelanggan. Di tahap berikutnya direncanakan akan dihadirkan layanan e-commerce terpadu untuk menjual kebutuhan spare part mobil dan aksesoris, serupa dengan yang telah diluncurkan oleh Astra Otoparts dengan aplikasi AstraOtoshop.
Berangkat dari permasalahan sulitnya menemukan rental mobil di Makassar, sebuah startup bernama Ototanesia hadir. Startup ini diinisiasi Fajri Irvan sejak tahun 2016 lalu. Kebetulan penelitian tugas akhirnya kala itu juga berkaitan dengan bisnis rental mobil. Konsep yang ditawarkan Ototanesia mencoba menghilangkan kesulitan yang sering ditemui calon perental mobil, seperti menyesuaikan kebutuhan dan penyedia layanan.
Untuk model bisnis, Ototanesia menggunakan mekanisme B2B, yakni dengan memberikan layanan kepada pemilik jasa penyewaan kendaraan. Layanan tersebut berupa tempat khusus (special placement) informasi mobil di situs dan membantu vendor mobil memasarkan jasanya melalui pemasaran internet (SEO, Facebook Ads, dan lain-lain).
Di tahap pengembangan selanjutnya, Ototanesia menargetkan untuk melahirkan sebuah mobile apps untuk layanan, karena saat ini baru tersedia dalam website saja. Selain itu, rencana ekspansi juga sudah mulai dipersiapkan, saat ini baru merangkul wilayah Makassar dan Gowa, ke depannya ingin beroperasi di seluruh wilayah Sulawesi Selatan.
Saat ini sudah ada 15 vendor penyedia jasa penyewaan mobil yang sudah bermitra. Layanan bus pariwisata juga mulai ditambahkan untuk melengkapi daftar produk. Sembari mematangkan rencana ekspansi, Ototanesia terus berusaha memperluas kemitraan dengan pemilik jasa mobil sewa.
Kepada DailySocial, Founder Ototanesia Fajri Irvan mengungkapkan permasalahan startup di sana. Permasalahan berkutat pada isu legalitas. Fajri mengaku saat ini startupnya sudah memiliki akta perusahaan, namun belum terealisasi dalam bentu CV maupun PT. Prosesnya masih dirasa sulit. Harapannya ada pihak (inkubator atau akselerator) di wilayah setempat yang dapat membantu kelancaran proses ini.
Ketika ekosistem startup Indonesia merayakan kehadiran empat startup unicorn berskala nasional di tahun 2017, periode ini justru bisa dibilang kurang bersahabat bagi startup-startup daerah. Meskipun Bekraf dengan BEKUP-nya dan Gerakan Nasional 1000 Startup Digital berusaha terus membakar semangat penggiat lokal untuk mengembangkan produknya, ternyata semangat saja tidak cukup.
Di Pontianak misalnya, DailySocialmemberitakan bagaimana perjuangan layanan lokal yang kalah bersaing melawan raksasa layanan on-demand bervaluasi miliaran dollar.
Ketimpangan sangat terasa, membuat satu persatu startup daerah gulung tikar. Di sisi lain, Indonesia sangat membutuhkan lahirnya wirausahawan-wirausahawan baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bangsa, terutama dengan meningkatnya jumlah masyarakat di usia produktif. Menurut data, diperkirakan dalam beberapa waktu ke depan masyarakat di golongan angkatan kerja ini (antara usia 15 dan 65 tahun) akan mencapai 70% dari total populasi.
Ketidaksiapan mengedukasi pasar dan bersaing
Hal senada juga terjadi di Yogyakarta, Solo, Makassar. Fajar Assad, seorang penggiat komunitas startup Makassar yang sebelumnya pernah mendirikan LeanSkill, menyatakan terjadi penurunan jumlah startup baru di kota terbesar di kawasan Timur Indonesia ini dibanding tahun sebelumnya.
“Startup yang sudah eksis hampir dua tahun atau lebih beberapa sekarang sudah tutup, termasuk LeanSkill, Tiketbusku, dan beberapa lainnya,” ujar Fajar.
Fajar mengaku penutupan LeanSkill karena ketidakmampuannya dia berjuang sendirian dan fokus mengembangkan produk dan pasar. Meskipun demikian, ia tidak sendirian.
Menurut Fajar, kebanyakan penggiat startup daerah memulai ide dari hal-hal yang sudah dikembangkan di kota-kota lain, khususnya di ibukota. Oleh karena itu yang pertama kali muncul adalah layanan on-demand dan marketplace. Tantangan utama adalah edukasi pasar. Ketika memulai, secara umum konsumen di kotanya belum siap mengadopsi.
Soekma Agus Sulistyo, anggota penggerak Solocon Valley, mengamini pendapat ini. Ia menyebutkan di Solo sudah mulai muncul sejumlah startup baru, namun kemudian mereka mengubah model bisnis karena keraguan terhadap adopsi pasar.
“Kendala utamanya karena di Solo belum ada model bisnis yang terbukti sehingga masyarakat belum begitu paham. Kendala lain juga seputar pemahaman teknologi di pangsa pasar, menyebabkan KPI tidak terkejar,” terang Agus.
Ketika pasar sudah mulai nyaman dengan layanan yang ditawarkan, “bencana” muncul dengan kehadiran startup nasional yang menawarkan layanan yang lebih baik dan dukungan permodalan yang tidak bisa ditandingi.
Mereka yang sebelumnya sudah berjibaku dengan pasar yang masih “hijau” memilih tutup, karena merasa tidak mungkin bersaing dengan para unicorn.
Berusaha bertahan dengan mencari ceruk
Mereka yang mampu bertahan adalah mereka yang mampu beradaptasi dan mendapatkan ceruk pasar. SatuLoket yang didirikan sejak tahun 2014 merupakan satu di antaranya.
Berbasis di Yogyakarta, startup yang didirikan Akbar Faisal ini menyasar klien korporasi saat menawarkan produknya. Hal ini masuk akal untuk mendorong kelangsungan bisnis yang berkelanjutan, karena sektor B2B memang memiliki spending power dan demand yang lebih tinggi ketimbang masyarakat umum. Pun biaya edukasinya lebih rendah. Meskipun demikian, karena pola pikirnya fokus di transaksional, potensi scale-nya juga terbatas.
“Kami masih bertahan karena market, rata-rata memang di Yogyakarta dan segmen B2B. Jadi selama bisnis mereka berjalan, SatuLoket aman. Di sisi lain memang dari tim sudah mulai dirampingkan, karena kami fokus ke bisnis dan membangun konsumen loyal. Tidak ada jor-joran fitur, promo, inovasi, setidaknya sampai tahun ini,” ungkap Akbar.
DokterChat, sebuah startup baru di sektor teknologi kesehatan yang berbasis di Solo dan memulai bisnisnya awal November ini, mencoba mencari pasar dengan tidak jor-joran mengeluarkan biaya pemasaran.
Founder DokterChat, dr Yudhistya Ngudi Insan Ksyatria, SpOG, mengatakan, “Aplikasi ini harapannya membuat cara kerja dokter lebih scalable, artinya tidak hanya bisa bermanfaat untuk lingkup kecil di sekitarnya. Kami low coststartup, sehingga untuk dana tidak ada masalah. Cara mencari customer bukan dengan marketing berbayar, tapi memberi value. Sehingga follower-nya banyak dan organik, benar-benar sesuai target market.”
Yang baru masih bersemangat
Meskipun penurunan terasa di daerah yang telah mengenal ekosistem startup sejak dua-tiga tahun yang lalu, iklim berbeda didengungkan penggiat startup di kawasan baru, seperti di Padang, Sumatra Barat. Menurut Hendriko Firman, Founder Visio Incubator, sebuah inkubator lokal, justru saat ini di sana sedang mulai hype pendirian startup, khususnya oleh kawula muda.
Menurut Hendriko, program inkubator besutannya sedang membina 27 startup dengan total 84 founder. Kehadiran sejumlah program edukasi di sektor teknologi, disebut Hendriko, mendukung perkembangan startup di kawasan tersebut.
Tentu saja hype tidak akan menjamin semuanya bakal bertahan dalam jangka waktu lama.
Tak cuma modal ide dan semangat
Fenomena tahun ini menjadi pembuktian bahwa ide dan semangat saja tidak cukup. Berkaca pada kondisi di Amerika Serikat dan Tiongkok, ketika pada akhirnya segmen-segmen teknologi mengerucut ke sejumlah perusahaan besar saja, fenomena serupa sudah mulai merembet ke Tanah Air.
Tahun ini, berdasarkan data yang dikumpulkan Amvesindo, Google, dan AT Kearney, mayoritas perolehan pendanaan startup Indonesia, yang di paruh pertama 2017 mencapai 40 triliun Rupiah, terkonsentrasi di startup-startup unicorn.
Hype yang terjadi di sejumlah kota dua-tiga tahun yang lalu ternyata tidak bersambut karena kesulitan mengatasi berbagai kendala, baik dari sisi kesiapan pasar, kemampuan pengembangan teknologi, maupun akses ke permodalan.
“Menurut saya yang paling krusial dibutuhkan: pertama ialah mentorship dan fasilitas, kedua tim dan kolaborasi, dan ketiga pendanaan,” ujar Fajar.
Tanpa ketiganya, mustahil penggiat startup daerah untuk bersaing dengan startup nasional yang lebih matang. Kita ingin fenomena startup tidak hanya terkonsentrasi di ibukota, tetapi startup-startup daerah harus memiliki pondasi kuat agar bisa menjadi bisnis yang berkelanjutan.
– Amir Karimuddin dan Randi Eka berpartisipasi dalam penulisan artikel ini.
Di tengah upaya menggali potensi pengembang aplikasi lokal, Samsung akan menemui developer di Makassar dalam rangkaian roadshow Indonesia Next Apps (INA) 4.0. Melalui kegiatan workshop, para inovator di Makassar berkesempatan untuk mencari tahu lagi lebih dalam mengenai teknologi Samsung dan pengembangan aplikasi di dalamnya. Tepatnya pada hari Rabu, 9 Agustus 2017, di Hotel Novotel.
Dari pemantauan kami, Makassar memiliki potensi yang cukup besar dalam lingkup digital. Ekosistemnya terlihat hidup dan bertumbuh. Beberapa komponen mulai bersinergi untuk menguatkan kewirausahaan digital mulai tech enthusiast, freelancers, hingga startup founder. Wadah berkumpul seperti Startup Makassar agaknya berhasil mendorong para pelaku industri digital Makassar untuk saling bertatap muka dan berkumpul secara strategis.
Belum lagi, tersiar juga kabar mengenai kota Makassar yang didaulat menjadi tempat dimulainya program Gerakan Menuju 100 Smart City. Hal ini dilakukan karena Makassar dianggap memenuhi ‘persyaratan’ sebagai kota yang siap dan giat dalam mengadopsi sistem tata kota pintar tersebut. Sinergi antara lembaga pemerintahan dan swasta di Indonesia ini tentu tak lepas dari campur tangan pelaku digital Makassar, khususnya para developer.
Karenanya, melihat kekuatan digital dari anak-anak Makassar, Samsung ingin bertemu langsung dengan jagoan IT Tanah Daeng pada perhelatan Workshop INA 4.0.
Melalui Workshop tersebut, para pelaku digital Makassar dapat memperoleh wawasan terbaru mengenai permasalahan yang tengah dihadapi industri, kisah sukses local heroes Makassar di bidang IT, dan juga kelas-kelas yang membahas seputar teknologi Samsung.
Samsung membuka lima sesi utama dalam Workshop INA 4.0; Tizen Apps Development, Tizen Wearable Development, Gear VR, Samsung Galaxy SDK, dan Samsung DeX.
Yang seru dari Workshop tersebut adalah, di setiap sesi tadi, peserta bisa memilih di antara dua kelas: yakni Kelas Fundamental (fokus pada pemaparan dasar) dan Kelas Knowledge (lebih menguak sisi teknis dari sebuah teknologi).
Para developer Makassar yang ingin berbincang langsung dengan para IT dan industry expert dapat mendaftarkan dirinya secara langsung di www.indonesianextapps.com.
–
Disclosure: Artikel ini adalah advertorial hasil kerja sama Samsung dan DailySocial, sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Indonesia Next Apps 4.0.
Hari ini Uber resmi mengumumkan ekspansi layanan mereka di kota-kota Indonesia lainnya. Setelah beberapa kali merambah kota-kota yang berada di pulau Jawa kini kota yang mendapatkan giliran kali ini adalah Balikpapan dan Makassar. Layanan pertama yang hadir di dua kota tersebut adalah ketersediaan mobil-mobil UberX.
Sebelumnya Uber hadir kota-kota seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Bali. Kota terbaru yang dirambah layanan UberX adalah Yogyakarta dan Medan, tepatnya bulan April silam. Perluasan daerah operasi Uber ini bisa jadi salah satu strategi Uber untuk terus bertahan di tengah persaingan dengan layanan sejenis seperti Go-Car dan GrabCar.
“Kami punya kabar gembira buat kamu yang berencana untuk mengunjungi atau sering bepergian ke Balikpapan dan Makassar. Karena, sekarang aplikasi Uber-mu bisa digunakan untuk melakukan perjalanan uberX di kota-kota tersebut. Tidak perlu mengganti aplikasi atau mendaftar ulang. Tinggal buka aplikasi Uber-mu, pilih UberX, masukkan lokasi tujuan dan penjemputanmu, lalu pesan. Mitra pengemudi Uber akan menjemputmu dan kamu dapat langsung melakukan perjalanan,” demikian tulis Uber dalam rilisnya.
Dua kota besar di luar pulau Jawa ini menjadi langkah strategis Uber untuk menandai kiprahnya di Indonesia. Dua pesaing Uber sendiri terus berlomba-lomba mencari pendanaan baru sebagai bahan bakarnya. Yang terakhir Go-Jek dikabarkan memperoleh dana segar 16 triliun Rupiah yang dipimpin raksasa digital Tiongkok Tencent.
KotakArsip adalah startup asal Makassar yang mengembangkan sistem arsip digital untuk instansi pemerintahan. Didirikan sejak tanggal 10 November 2016, startup ini dipimpin oleh Gifa Eriyanto. Latar belakang pendiriannya tak lain karena mendesaknya kebutuhan berbagai instansi untuk memiliki salinan digital dari dokumen dan surat-surat yang dirilis selama kegiatan operasionalnya. Kondisinya saat ini kebanyakan arsip disimpan dalam bentuk hard-copy, sehingga ketika melakukan pencarian menjadi tidak efisien, terlebih jika berkas tersebut akhirnya rusak lantaran dimakan usia atau dilalap bencana.
“Dalam kondisi yang buruk, ada klien kami sebelumnya yang arsipnya sampai rusak seluruhnya karena banjir yang masuk ke kantor arsip. Dari sinilah kami berpikir, betapa arsip digital sangat dibutuhkan,” cerita Gifa menceritakan latar belakang pendirian KotakArsip.
Permasalahan tersebut diketahui setelah sebelumnya Gifa –melalui CV Media Sakti yang didirikan—mendapatkan pesanan sistem arsip digital dari dua instansi sekaligus. Dari situ, Gifa memutuskan untuk mengembangkan produk sistem arsip digital secara lebih matang yang dapat digunakan oleh instansi yang membutuhkan. KotakArsip dapat digunakan dalam mode trial dengan batasan kapasitas, dan mode berlangganan menyesuaikan kebutuhan kapasitas penyimpanan.
“…jika setiap perusahaan membuat sistem arsip digitalnya sendiri-sendiri yang membutuhkan dana yang lumayan tinggi, berapa banyak anggaran yang akan dihabiskan untuk fungsi yang sama. Karena itulah kami hadir dengan layanan langganan sehingga instansi tersebut…” ujar Gifa.
Memulai dengan kesederhanaan fitur
KotakArsip mengawali debutnya dengan menghadirkan fitur arsip persuratan, mengelola surat masuk dan surat keluar. Sistem didesain untuk mampu menyelesaikan permasalahan distribusi surat dengan cepat termasuk notifikasi pencatatan penyampaian surat dan proses disposisi. Notifikasi sistem dihadirkan melalui email dan aplikasi smartphone. Saat ini aplikasi juga masih dalam tahap closed-beta, baik untuk Android ataupun iOS, masih dalam pengujian terbatas.
Layanan keseluruhan untuk KotakArsip sendiri juga sebenarnya belum sepenuhnya resmi meluncur, Februari ini direncanakan dihadirkan ke publik dalam versi beta.
“Segmen pasar yang ditargetkan utamanya adalah instansi-instansi pemerintah di Makassar. Untuk revenue, kami memberikan layanan langganan sehingga pengguna membayar bulanan yang direkap dalam 6 bulan atau 1 tahun. Nantinya untuk pelanggan yang ingin KotakArsip dipasang di server sendiri, kami juga menghadirkan layanan lisensi (on-premise),” lanjut Gifa.
Berawal di Makassar, bercita-cita merangkul instansi di seluruh Indonesia
Sementara ini KotakArsip akan berfokus merangkul pangsa pasar instansi pemerintahan di Makassar, sembari mendapatkan feedback penambahan layanan untuk pemenuhan kebutuhan. Namun targetnya, KotakArisp tidak hanya tinggal di Makassar, tapi juga akan dipasarkan di seluruh lembaga pemerintahan di Indonesia.
“Target ke depan, kami ingin menjadi provider layanan pengarsipan digital profesional yang akan menangani masalah-masalah arsip pada perusahaan-perusahaan. Akan banyak fitur-fitur tambahan nantinya sesuai dengan masalah-masalah yang terjadi pada perusahaan,” ujar Gifa.
Untuk memperkuat proses bisnis pada startup yang didirikannya, Gifa juga sedang dalam proses mengikuti program BEKUP (Bekraf for Pre-Startup) yang dikelola oleh Badan Ekonomi Kreatif. Keterlibatan Gifa dalam program tersebut, lantaran salah satu kendala yang dihadapi di Makassar saat ini adalah sulit menemukan talenta engineer untuk membantu akselerasi pengembangan fitur KotakArsip.