Tag Archives: manual

Review-TTArtisan-50mm-2

[Review] TTArtisan 50mm F1.2, Racun Asyik Buat Penggemar Fotografi

TTArtisan 50mm F1.2 menjadi lensa 50mm ketiga yang saya pasang di kamera mirrorless APS-C. Sebelumnya pengalaman pertama jatuh pada Sony E 50mm F1.8 OSS, berpasangan dengan kamera entry-level legendaris Sony A6000. 

Saat itu, saya belum genap satu tahun sejak mulai lebih serius belajar fotografi dan masih mengandalkan mode auto. Hasilnya mengejutkan sekaligus mengerikan karena ‘auto bokeh’, banyak informasi yang hilang pada foto dan sedikit wajah orang yang blur akibat kurangnya kontrol dan pemahaman akan pengaturan aperture yang ideal. 

Tahun 2019 skill fotografi saya mulai terbentuk dan saya mendapatkan Sigma 56mm F1.4 DC DN yang merupakan lensa jagoan Sigma di segmen APS-C. Berpadu dengan Sony A6400, kombinasi keduanya bisa dibilang salah satu yang terbaik untuk kamera mirrorless APS-C di kelas tengah. Ringkas, cepat, dan sangat cekatan untuk menangkap momen. 

Review-TTArtisan-50mm-3

Tahun 2020 saya mulai bermain-main dengan lensa manual yakni 7Artisans 35mm F1.2. Meski begitu, saya masih belum bisa sepenuhnya move on dari lensa 50mm dan akhirnya saya menukarnya dengan TTArtisan 50mm F1.2.

Dibanderol dengan harga Rp1.499.000, apakah kualitas lensa ini mampu melampaui harga jualnya? Berikut review TTArtisan 50mm F1.2 selengkapnya. 

Daya Tarik 50mm 

Review-TTArtisan-50mm-4

TTArtisan 50mm F1.2 tersedia dalam beberapa dudukan kamera yang berbeda, termasuk untuk Sony E, Canon EF-M, Fujifilm X, dan kamera dengan sensor Micro Four Thirds (MFT). Saya menggunakan versi Sony E-mount dengan ekuivalen 75mm di full frame

Focal length 75mm ini termasuk tele menengah, saya jatuh hati karena perspektif yang dihasilkan. Kebetulan genre fotografi yang saya geluti cocok, pertama untuk foto produk terutama gadget. Di mana memotret berbagai angle dan sudut pengambilan gambar terasa tetap proporsional. 

Tentu saja, lensa 50mm sangat dahsyat untuk foto portrait. Sudut pandang yang ditawarkan memang yang tidak terlalu luas, namun latar belakang yang blur alias bokeh yang tercipta saat menggunakan aperture besar benar-benar sangat cantik dan berkesan artistik. 

F1.2 dengan jarak fokus minimum 50cm
F1.2 dengan jarak fokus minimum 50cm

Untuk foto portrait menggunakan lensa manual, tips dari saya ialah tentukan jarak fokusnya. Misalnya closeup mengambil area kepala saja dulu, setelah cukup putar cincin fokus untuk mendapatkan kepala dengan bahu, setengah badan, dan sebagainya. 

Berkat bentuknya yang ringkas, TTArtisan 50mm F1.2 juga ideal untuk diajak traveling dan hunting street photography. Misalnya merekam aktivitas orang-orang alias human interest

Desain dan Spesifikasi

Review-TTArtisan-50mm-5

Lensa dan dudukannya terbuat dari logam, build quality-nya bagus dan terasa sangat solid. Beratnya mencapai 336 gram dan filter depannya berukuran 52mm, TTArtisan menyediakan lensa hood 52mm-nya yang bisa dibeli secara terpisah seharga Rp99.000. 

Pada bodi lensa terdapat ring kontrol aperture dan pemfokusan manual. Menariknya pergeseran aperture-nya menimbulkan bunyi klik, yang mana menjadi nilai lebih bagi fotografer karena kontrol aperture-nya menjadi lebih presisi, tetapi mungkin menjadi kekurangan bagi videografer. 

Review-TTArtisan-50mm-6

Bokeh indah yang dihasilkan lensa ini berkat penggunaan diafragma 10-blade dan memiliki rentang dari F1.2 hingga F16. Selain bokeh, keunggulan aperture besar ialah low light guna menekan ISO agar tidak terlalu tinggi. Sebagai informasi, asupan cahaya F1.2 lebih banyak 1,4 kali dari F1,4, 2,8 kali dari F2, dan 5,5 kali dari F2.8. 

Selain itu, bentuk ring kontrol pemfokusan manual cukup menonjol sehingga cukup mudah diputar dan grip-nya bukanlah karet melainkan logam berusuk yang bergaris. Proses pencarian fokus relatif presisi dan ring dapat diputar sekitar 120 derajat dari 50cm untuk jarak fokus minimum hingga tak terhingga. 

Untuk spesifikasi, TTArtisan 50mm F1.2 terdiri dari tujuh elemen dalam lima grup. Optiknya dibuat oleh DJ OPTICAL dengan desain Sonnar yang sudah diperbarui. Harus diakui, secara optik memang cukup sederhana dan bagaimanapun pada titik harga ini jangan menaruh ekspektasi terlalu tinggi. 

Maksud saya, bila pekerjaan Anda menuntut kinerja optik yang tinggi jelas lensa ini bukan pilihan yang tepat. Sebaliknya kita juga tidak boleh meremehkan kapabilitas lensa 50mm klasik ini. 

Dari sisi ketajaman, saat terbuka lebar f1.2 hasilnya lumayan tajam untuk foto portrait pada jarak dekat. Ada vignetting tetapi tidak banyak dan lensa dapat menangani flare dengan cukup baik. 

Putar ke f2 atau f2.8, angka ini cukup ideal untuk portrait jarak dekat dan menengah. Detailnya cukup dan lebih kontras dengan rendering warna yang tidak terlalu kuat yang bagus untuk warna kulit. Ketajaman optimalnya dicapai pada f5.6-f8, yang serbaguna untuk jenis pemotretan lainnya.

Verdict

Review-TTArtisan-50mm-7

Ada cukup banyak pilihan lensa 50mm di tiap sistem kamera, bisa dibilang kita tidak kekurangan pilihan baik lensa native maupun buatan pihak ketiga dengan kisaran harga bervariasi. Harga murah menjadi daya tarik utama TTArtisan 50mm F1.2 dengan build quality, kualitas gambar yang layak dengan bokeh yang menawan, dan punya ring aperture yang klik. 

Tentu saja saya harus menekankan bahwa ini adalah lensa dengan fokus manual, yang mana sisi baiknya sangat bagus untuk melatih kreativitas, baik untuk pemula maupun yang berpengalaman. Namun bagi sebagian orang, kehilangan fitur autofocus menjadi kerugian besar. Jadi, saya pikir lebih cocok dijadikan sebagai lensa sekunder. 

Menurut saya, TTArtisan 50mm F1.2 merupakan lensa yang sangat menyenangkan untuk dimainkan pada kamera mirrorless APS-C. Kompetitor terdekatnya ialah 7Artisans 55mm F1.4 keluaran 2017 yang berada di rentang harga yang sama, namun saya pikir sudah saatnya 7Artisans memperbarui lensa tersebut. 

Sparks

  • Harga terjangkau dengan aperture besar F1.2
  • Ring kontrol aperture klik
  • Ring kontrol pemfokusan presisi
  • Bulid quality kokoh dari logam 

Slacks

  • Lensa manual
  • Secara optik, desainnya sederhana

 

Laowa Umumkan 5 Lensa, 3 Full Frame, 1 APS-C, dan 1 MFT dengan Aperture F/0.95

Sebelumnya saya pernah membahas hal-hal penting mengenai lensa Laowa dari Venus Optics. Mereka dikenal sebagai pembuat lensa wide angle dan macro ekstrem berkualitas, namun lensa Laowa terbaru yang dirilis tahun 2021 ini akan sedikit berbeda.

Venus Optics telah mengumumkan lima lensa terbarunya pada ajang pameran kamera CP+ di Jepang. Meliputi Laowa 25mm f/0.95 untuk sensor Micro four Thirds, 33mm f/0.95 APO untuk APS-C, serta lensa full frame 35mm f/0.95, 45mm f/0.95, dan Laowa FF II 12-24mm f/5.6 C-Dreamer Ultra Wide Zoom.

Ya, empat dari lima lensa Laowa memiliki focal length agak panjang dan menawarkan aperture besar f/0.95 yang berarti ideal untuk foto portrait dengan bokeh yang apik. Kisaran focal length tersebut juga serba guna, cocok untuk pengambilan gambar aktivitas harian dan street photography.

1. Laowa 25mm f/0.95 MFT

lao25mmF0.95_03

Lensa fix manual Laowa 25 f/0.95 dirancang untuk kamera mirrorless dengan sensor Micro Four Thirds (MFT). Saat terpasang pada kamera Panasonic Lumix dan Olympus misalnya, berarti Laowa 25 f/0.95 menawarkan focal length 50mm ekuivalen di full frame.

Adapun untuk spesifikasinya, Laowa 25 f/0.95 memiliki 14 elemen dalam 8 grup. Mencakup satu elemen lensa aspherical, satu elemen khusus low-dispersion, dan tiga elemen high-refractive.

Selain itu, Laowa 25 f/0.95 memiliki diafragma aperture 9 bilah, jarak fokus minimumnya 25cm dengan perbesaran maksimum 0,17x, dan filter berukuran 62mm. Dimensinya 71x86mm dengan bobot 570 gram.

2. Laowa 33mm f/0.95 APO APS-C

lao.CF33mm0.95_04

Beralih ke Laowa 33mm f/0.95, lensa ini dirancang untuk kamera mirrorless bersensor APS-C dan tersedia untuk Sony E, Fujifilm X, Nikon Z, dan Canon EF-M. Saat dipasang di kamera Sony Alpha, Laowa 33mm f/0.95 menawarkan focal length 49,5mm atau 50mm ekuivalen di full frame.

Lensa ini dibuat dari 14 elemen dalam 9 grup, termasuk satu elemen lensa aspherical, satu elemen khusus low-dispersion, dan tiga elemen high-refractive. Lensa ini berdimensi 71,5x83mm dan berbobot 590 gram, memiliki diafragma aperture 9 bilah, jarak fokus minimum 35cm dengan perbesaran maksimum 0,125x, dan diameter filter 62mm.

3. Laowa FF II Argus 35mm f/0.95

lao35mm.f095_02

Lensa full frame Laowa 35mm f/0.95 ini tersedia untuk sistem kamera Sony E, Nikon Z, dan Canon RF. 35mm sendiri merupakan focal lenght klasik, karena ruang pandangnya dekat dengan perspektif mata manusia. Termasuk serba guna, karena bila butuh lebar tinggal mundur beberapa langkah.

Untuk spesifikasinya cukup identik dengan dua lensa di atas, 14 elemen dalam 9 grup, termasuk satu elemen lensa aspherical, satu elemen khusus low-dispersion, dan empat elemen high-refractive.
Soal bokeh, lensa full frame tentu menawarkan depth of field lebih tipis pada f/0.95 dan ditambah memiliki diafragma aperture 15 bilah sehingga bokehnya lebih bulat. Jarak fokus minimumnya 50cm dengan perbesaran maksimum 0,1x, dan filter 72mm.

4. Loawa FF II 45mm f/0.95

lao45mm0.95_03

Seperti Laowa 35mm f/0.95, Loawa FF II 45mm f/0.95 juga tersedia untuk sistem kamera mirrorless Sony E, Nikon Z, dan Canon RF. 45mm juga tergolong tele menengah yang ideal untuk foto portrait dan rentang focal length ini sering disebut lensa wajib bagi fotografer pemula yang ingin menambah jam terbang memotret.

Loawa FF II 45mm f/0.95 terdiri dari 13 elemen dalam 9 grup, termasuk satu elemen lensa aspherical, satu elemen khusus low-dispersion, dan satu elemen high-refractive. Jarak fokus minimumnya 50cm dengan perbesaran 0,12x, filter 72mm, dan memiliki diafragma aperture 15 bilah.

5. Laowa FF II 12-24mm f/5.6 C-Dreamer Ultra Wide Zoom

lao.1224_02

Ini adalah lensa ultra wide zoom dengan focal length 12-24mm yang menawarkan fleksibilitas dan aperture konstan f/5.6. Lensa full frame ini dirancang untuk sistem kamera Leica M, Sony E, Nikon Z, dan Canon RF.

Untuk spesifikasi, lensa ini terdiri dari 15 elemen dalam 11 grup, termasuk dua elemen lensa aspherical dan tiga elemen khusus low-dispersion. Jarak fokus minimumnya 15mm dengan perbesaran 0,4x, dan memiliki aperture 5 bilah.

7Artisans-1

Bahas Lensa 7Artisans dan yang Perlu Diketahui Sebelum Membelinya

Pada bulan Oktober 2020 lalu, saya akhirnya kesampaian meminang 7Artisans 35mm F1.2. Lensa manual fokus ini sudah lama saya idam-idamkan, karena aperture-nya besar F1.2, bentuknya ringkas dengan material aluminium yang terasa premium, dan tentu saja harganya terjangkau.

Untuk pekerjaan yang menuntut kecepatan seperti garap video dan foto produk, saya masih mengandalkan lensa Sony E 18-105mm F4 G OSS di Sony A6400. Sementara, 7Artisans 35mm F1.2 ini saya jadikan lensa kedua untuk mengisi gap dan bermain kreativitas.

Baru-baru ini dua lensa terbaru 7Artisans telah mendarat di Indonesia, yaitu lensa pancake 7Artisans 18mm F6.3 (Rp925.000) dan yang lagi hot 7Artisans 35mm F0.95 (Rp2.990.000). Sangat menggiurkan bukan? Bagi yang tertarik, berikut rekomendasi dan informasi yang perlu diketahui sebelum membeli 7Artisans.

Dukungan Native Mount

7Artisans-2

7Artisans merancang lensa untuk berbagai sensor berbeda, termasuk Full Frame, APS-C, dan juga Micro Four Thirds (MFT). Salah satu kelebihan lensa 7Artisans ialah produsen lensa asal Tiongkok ini menyediakan dukungan native mount untuk beragam sistem kamera yang berbeda, artinya tidak perlu pakai adapter tambahan.

Pada awalnya, lensa 7Artisans tersedia untuk dudukan Leica M, Sony E, Fujifilm X, Canon EF-M, dan MFT. Belakangan untuk lensa terbarunya juga mendukung dudukan Canon RF dan Nikon Z. Jadi, satu model lensa tersedia dalam banyak mount dan tinggal sesuaikan dengan jenis sistem kamera yang Anda gunakan.

Namun khusus lensa Full Frame untuk kamera rangefinder digital Leica, 7Artisans merancangnya secara khusus dan hanya tersedia untuk Leica M-mount. Meski begitu, 7Artisans menyediakan adapter dari Leica M ke mount kamera mirrorless full frame seperti Sony misalnya.

Lensa Manual Fokus

7Artisans-4

Hal penting yang harus diketahui dan perlu dipertimbangan ialah seluruh lensa besutan 7Artisans tidak mendukung fitur autofocus. Bagi yang belum pernah menggunakan lensa manual fokus, mungkin bakal butuh waktu dan latihan ekstra untuk beradaptasi.

Tips memotret menggunakan lensa manual sudah pernah saya bahas sebelumnya. Ada beberapa pengaturan di kamera untuk membantu mendapatkan fokus seperti fitur focus peaking, focus magnifier, hingga penggunaan continuous shooting bila dibutuhkan.

Yang pasti menggunakan lensa manual 7Artisans sangatlah menantang, bikin sedikit frustasi, tetapi dengan kreativitas hasil bidikannya menjadi lebih unik. Perlu dicatat, karena tanpa pin kontak di lensa untuk berkomunikasi dengan bodi kamera, nilai dari aperture tidak terdeteksi alias selalu nol.

Harga Terjangkau

7Artisans-5
7Artisans 35mm F0.95

Harga yang terjangkau menjadi daya tarik utama dari lensa 7Artisans, mulai dari Rp800.000. Selisihnya jauh dengan lensa fix native buatan pihak pertama, tetapi model mana yang recommended?

Biar lebih mudah, lensa 7Artisans ini terbagi menjadi tiga kasta. Golongan pertama murah meriah, meliputi 7Artisans 25mm F1.8 (Rp790.000), 50mm F1.8 (Rp800.000), dan 18mm F6.3 (Rp925.000). Lensa-lensa ini cocok untuk pemula yang baru ingin coba-coba.

Golongan kedua ialah kelas menengah dengan cita rasa premium dan yang paling direkomendasikan. Mulai dari 7Artisans 55mm F1.4 (Rp1.490.000), 35mm F1.2 (Rp1.590.000), 7.5mm F2.8 (Rp1.990.000), 60mm F2.8 Macro (Rp2.090.000), 12mm F2.8 (Rp2.190.000), dan yang lagi hot 7Artisans 35mm F0.95 (Rp2.990.000).

Bisa dibilang, model lensa yang paling populer dari 7Artisans sejauh ini adalah 55mm F1.4 dan 35mm F1.2. Saat terpasang pada kamera APS-C Sony dan Fuji, panjang fokus tersebut menawarkan ruang pandang tele menengah dengan ekuivalen 82,5mm dan 52,5mm di full frame. Berpadu dengan aperture maksimum besar, hasil bidikannya pun punya bokeh yang menawan.

Untuk 7Artisans 35mm F0.95 pada harga Rp2.990.000 juga penawaran yang sangat menarik dengan kualitas optik lebih baik. Kalau mau menunggu, ada 35mm F1.2 mark II yang diharapkan juga akan segera hadir di Indonesia.

Terakhir golongan ketiga merupakan seri lensa premium dari 7Artisans untuk sistem kamera dengan sensor full frame. Termasuk rangkaian lensa untuk Leica M-mount seperti M75mm F1.25, M50mm F1.1, M35mm F2.0, M28mm F1.4, M35mm F5.6, dan M35mm F1.4. Serta, lensa full frame lainnya seperti 35mm F2.0, 35mm F1.4, dan yang terbaru 50mm F1.05.

 

Mode-video-pro-smartphone-1

5 Tips Memaksimalkan Mode Video Pro di Smartphone

Mode kamera profesional atau manual di smartphone kini tak hanya tersedia untuk pengambilan foto, tetapi juga untuk perekaman video. Kalau saya amati, mode video pro ini baru hadir di smartphone Android flagship terbaru, pengguna ponsel pintar kelas menengah belum tentu menjumpai fitur kamera ini.

Lantas apa yang membuat mode video pro ini istimewa? Alasannya karena kita bisa menggunakan kamera smartphone layaknya seperti kamera digital, teknik video seperti penggunaan shutter speed 2x frame rate dan manual fokus dapat diterapkan dengan lebih baik. Berikut beberapa tips untuk memaksimalkannya.

1. Resolusi Video & Frame Rate

Mode-video-pro-smartphone-resolusi

Umumnya resolusi dan frame rate yang bisa dipilih ialah 4K atau 1080p di 30fps atau 60fps. Kalau berfokus pada kualitas, maka rekomendasi saya pilih 4K dan frame rate tinggi 60fps.

Video dengan resolusi tinggi ini memberi manfaat pada saat post processing. Contohnya meski video yang nanti diedit tetap pada resolusi 1080p, footage 4K yang diambil bisa di-crop hingga 50%. Jadi, bila perlu kita bisa gunakan itu untuk reframing atau mendapatkan detail (closeup).

Sementara, penggunaan frame rate tinggi 60fps memungkinkan memperlambat video hingga 40%. Selain untuk mendapatkan efek yang sinematik, juga dapat berfungsi untuk mengisi timeline video lebih banyak.

2. ISO

Mode-video-pro-smartphone-ISO

Untuk mendapatkan kualitas video yang optimal, kita perlu menggunakan nilai ISO yang kecil seperti 50, 100, 200, atau 400, terutama saat syuting di siang hari dan di luar ruangan. Karena ukuran sensor kamera kecil, masalah muncul saat syuting dengan pencahayaan rendah, menggunakan ISO terlalu tinggi akan muncul noise.

Solusinya saat ambil gambar di dalam ruangan, manfaatkan cahaya dari jendela. Biasanya pagi dan menjelang sore, cahaya masuk dari samping. Sementara untuk malam hari, maka harus dekat dengan sumber cahaya misalnya lampu dan sebaiknya gunakan artificial light.

3. Shutter Speed

Mode-video-pro-smartphone-shutter-speed

Setelah menetapkan frame rate yang digunakan, agar gerakan di dalam video terlihat natural, berkat mode video pro di smartphone kita bisa menggunakan rumus shutter speed 2x frame rate atau setidaknya mendekati. Shutter speed ini menentukan seberapa banyak motion blur yang muncul, semakin cepat makin sedikit motion blur yang didapatkan.

Namun meski sudah pakai ISO paling kecil, sangat sulit menerapkan rumus ini saat syuting di kondisi cahaya berlimpah (di bawah matahari). Solusinya ialah menggunakan aksesori tambahan, yaitu ND filter untuk mengurangi cahaya sampai intensitas yang dapat ditangani.

4. White Balance

Mode-video-pro-smartphone-white-balance

Selanjutnya pada mode video pro, kita juga bisa mengatur white balance. Fungsinya untuk membuat warna putih tampak putih dengan mengkompensasi pengaruh warna cahaya di bawah lingkungan pengambilan gambar, karena cahaya berbeda memiliki warna dan karakteristik berbeda.

Selain untuk mereproduksi keputihan, fungsi white balance juga bisa digunakan sebagai filter warna untuk menyesuikan rona warna. Kita bisa membuat video yang lebih hangat atau lebih dingin bergantung pada tema yang ingin diekspresikan atau preferensi pribadi.

5. Manual Fokus

Mode-video-pro-smartphone-manual-focus

Salah satu masalah utama mengandalkan autofocus ketika merekam menggunakan kamera smartphone ialah focus breathing. Di mana video seperti berkedip karena kehilangan fokus dan lensa mencarinya kembali terus-menerus.

Pada mode video pro, masalah tersebut bisa diatasi dengan penggunaan manual fokus. Yang menarik, di perangkat Samsung bahkan dibekali focus peaking untuk membantu memastikan objek utama tajam.

Dengan semua fitur-fitur video di atas, kemampuan perekam video di smartphone memang setingkat lebih baik berkat mode video pro. Meski begitu, menjadikan smartphone sebagai alat utama produksi saya pikir masih kurang tepat. Namun untuk kamera sekunder sebagai solusi multi-kamera sudah dapat diandalkan.

tips-memotret-menggunakan-lensa-manual-1

Tips Memotret Menggunakan Lensa Manual

Sistem autofocus di kamera mirrorless generasi terbaru bisa dibilang sangat canggih, tak hanya sekedar cepat tetapi juga akurat dan konsisten dapat diandalkan bahkan untuk keperluan video. Tak diragukan lagi, fitur ini sangat membantu pekerjaan memotret selesai dengan lebih cepat.

Saking praktisnya, di satu titik terus menerus mengandalkan autofocus membuat saya jadi tak sabaran saat memotret. Akhirnya saya memutuskan untuk memisahkan pekerjaan dan membuat personal project, di mana saya bisa mengeksplorasi fotografi sekaligus menikmatinya, salah satunya menggunakan lensa manual dan pakai jendela bidik.

7Artisans 35mm F1.2 menjadi pilihan saya, karena ukurannya ringkas dan harganya juga terjangkau, bersanding dengan Sony A6400. Memotret dengan santai tanpa terburu, atur komposisi dan fokus, lalu tunggu momen dan jepret. Lantas apa saja yang perlu dipersiapkan? Berikut beberapa tips memotret menggunakan lensa manual.

1. Focus Peaking

Mengandalkan layar atau jendela bidik saja, kadang tidak cukup. Untuk membantu kita meraih fokus dengan tepat, kita perlu mengaktifkan fitur focus peaking di pengaturan kamera. Jadi, kita bisa melihat bagian mana yang tajam.

Kebanyakan kamera yang dirilis lima tahun terakhir harusnya sudah dilengkapi fitur ini. Di Sony A6400, level focus peaking-nya bisa dipilih antara tinggi, sedang, dan rendah. Serta ada empat warna, yaitu red, yellow, blue, dan white.

2. Focus Magnifier

Focus peaking memang sangat membantu untuk melihat area mana yang fokus, namun kadang kurang akurat apalagi bila menggunakan aperture besar. Focus magnifier ialah fitur untuk memastikan objek utama yang kita bidik benar-benar tajam.

Fitur yang satu ini bakal sering kita gunakan bila menggunakan lensa manual, oleh karena itu sematkan sebagai shortcut. Di Sony A6400, saya mengaturnya di tombol C1 karena lokasinya dekat dengan tombol shutter dan mudah dijangkau.

Biasanya saya akan merangkai komposisi dulu, setelah itu saya menekan tombol C1 untuk menggunakan focus magnifier dan arahkan ke objek utama. Kemudian tekan tombol di tengah navigasi untuk memperbesar 5.9x, putar cincin fokus dan lepaskan tembakan.

3. Ambil Jangan Sekali

Saat menjalankan project ini, fokus saya bukanlah untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Namun lebih ke bagaimana menikmati prosesnya, kamera pun sudah saya atur sedemikian rupa agar bisa fokus mengabadikan momen.

Menurut saya ada dua tantangan utama saat menggunakan lensa manual. Pertama saat menggunakan aperture besar, misalnya F1.2 yang mana depth of field-nya sangat dangkal. Lalu yang kedua, memotret dengan elemen subjek bergerak.

Untuk mengatasinya, jangan melepaskan tembakan hanya sekali, melainkan dua sampai tiga kali bila menggunakan single shooting. Bila perlu gunakan continuous shooting yang rendah, karena tak perlu banyak-banyak nanti bakal repot memilih hasilnya.

Berikut beberapa foto yang diambil menggunakan lensa 7Artisans 35mm F1.2:

Verdict

Memotret dengan lensa manual fokus membuat saya sadar, bahwa betapa premiumnya fitur autofocus. Saat bekerja, jelas dengan senang hati saya menggunakan fitur autofocus karena cepat dan sangat praktis.

Di sisi lain, memotret membantu saya lebih fokus melihat keadaan sekiling, sensasi ini sangat saya nikmati saat hunting. Dengan menggunakan lensa manual, bersusah payah mendapatkan fokus dan mengotak-atik pengaturan sendiri, saya berharap bisa menciptakan karya foto yang lebih berkesan.

7Artisans 60mm F2.8 Macro

[Review] Lensa 7Artisans 60mm F2.8 Macro, Berkreasi Saat Work From Home

Pandemi virus Corona atau Covid-19 memaksa kita untuk beraktivitas di rumah, termasuk bekerja atau work from home. Serta, membatasi interaksi sosial atau social distancing guna menekan penyebaran Covid-19.

Perubahan rutinitas hidup ini tentunya mempengaruhi para pecinta fotografi, terkhusus pehobi street photography. Yang biasanya bisa berburu foto saat berangkat dan pulang kerja, sekarang kesempatannya terbatas. Lalu, adakah jenis fotografi yang bisa dilakukan di sekitar rumah saja?

Ya, ada – kalian harus mencoba macro photography dan yang kita butuhkan adalah kamera dengan lensa yang tepat. Sekalian bahas sedikit tips macro photography, saya mau review lensa macro terjangkau dari 7Artisans.

Adalah 7Artisans 60mm F2.8 Macro versi Sony E Mount yang saya pasangkan dengan Sony A6400. Lensa manual ini juga tersedia untuk Canon EOS M, Canon EOS RF, Fujifilm X, MFT Olympus dan Panasonic Lumix, Nikon Z, serta Leica L mount. Dibanderol sekitar Rp2,3 jutaan, berikut review 7Artisans 60mm F2.8 Macro selengkapnya.

Desain dan Body Lensa

Saat pertama kali mengeluarkan lensa ini dari kotaknya, saya agak terkejut karena bobotnya cukup berat mencapai 550 gram. Kontruksi body-nya terasa sangat solid karena sebagian besar materialnya terbuat dari logam.

Dimensinya 66x100mm saat tidak digunakan dengan diameter filter 39mm. Ukuran optiknya cukup kecil dan pendek di dalam body lensa yang panjang. Lensa ini punya dua ring untuk fokus dan aperture yang terasa mantap saat diputar.

Dimensinya akan bertambah saat menyesuaikan fokus dan puncak terpanjangnya saat menggunakan rasio perbesaran 1:1. Pada saat menggunakan jarak fokus terdekat tersebut, tabung yang memanjang di bagian depan lensa ini bisa dilepas. 7Artisans 60mm F2.8 Macro mengusung delapan elemen dalam tujuh grup. Memiliki minimum focusing distance 26cm dan rentang aperture f2.8 sampai f16.

Saat terpasang pada Sony A6400, kombinasi keduanya tampak seimbang dan punya kesan profesional. Focal length 60mm sendiri berarti setara 90mm di full frame, ingat sensor APS-C pada kamera mirrorless Sony punya crop factor 1,5x.

Nah ekuivalen 90mm di full frame ini cukup ideal untuk memotret macro. Meski saat menggunakan rasio 1:1 tetap harus maju sangat dekat dengan subjek. Semakin panjang focal length memungkinkan memotret subyek foto yang sensitif seperti kupu-kupu, lebah, dan binatang kecil lainnya dari jarak yang lebih jauh. Namun, akan mempersempit ruang tajamnya atau Depth of Field (DOF).

User Experience

Foto konsep terutama gadget dan street photography adalah dua genre fotografi favorit saya. Pandemi covid-19 terpaksa harus menghentikan kegiatan street hunting dan work from home.

Lalu, apa yang bisa saya foto di rumah? Ya, saya pikir ini saat yang tepat untuk terjun ke macro photography. Setelah melakukan riset, ketemulah 7Artisans 60mm F2.8 Macro.

Faktor seperti harga yang relatif cukup terjangkau. Serta, focal length telephoto menengah (ekuivalen 90mm di full frame) yang ideal untuk foto macro dengan kemampuan rasio perbesaran 1:1 adalah beberapa alasan utama saya memilih lensa ini.

Sebagai lensa dengan fokus manual, artinya kita tidak bisa menghasilkan foto macro secara instan karena tiap-tiap foto perlu sentuhan lebih. Butuh upaya ekstra untuk mendapatkan fokus secara tepat terutama di jarak fokus terdekat, kita perlu maju mundur dan menahan nafas sejenak agar bidikan lebih stabil.

Hampir setiap pagi bila kondisinya cerah saya memulai hari dengan berburu foto makro di taman dekat rumah. Kondisi favorit saya adalah saat malamnya hujan sehingga menyisakan banyak embun di pagi hari dengan matahari bersinar terang.

Saya bisa menghabiskan waktu satu sampai dua jam dan hasil foto dari 7Artisans 60mm F2.8 Macro ini menurut saya sangat fantastis. Bila beberapa aspek berikut ini terpenuhi, kita bisa menangkap banyak detail dan sangat tajam bila fokusnya tepat.

Aspek utama berkaitan dengan cahaya dan aperture. Pada focal length 60mm ini area ruang tajamnya atau Depth of Field (DOF) terbilang sempit terutama pada rasio perbesaran 1:1. Untuk memperoleh detail dan tekstur elemen yang disorot, kita perlu menggunakan aperture setidaknya f5.6 – f8 atau lebih.

Artinya foto macro ini butuh banyak cahaya untuk mendapatkan foto yang tajam dengan ISO kecil. Bantuan cahaya buatan seperti flash akan sangat membantu di sini dan saya menggunakan internal flash tapi dengan diffuser untuk memperlembut cahaya.

Karena lensa ini tanpa dibekali fitur stabilisasi, kita juga tidak bisa menggunakan shutter speed terlalu rendah. Maka bantuan tripod juga dibutuhkan, namun jangan sepenuhnya bergantung pada tripod untuk mendapatkan angle yang lebih bervariasi, kecuali bila ingin merekam video.

Setelah memilih objek yang ingin difoto, kita tentukan dulu rasio pembesarannya dan kita lah yang bergerak maju mundur untuk menangkap fokus dengan memanfaatkan fitur focus peaking. Lalu, ambillah gambar beberapa kali untuk mendapatkan hasil terbaik.

Verdict

Saya telah memotret ratusan foto dengan 7Artisans 60mm F2.8 Macro, tentunya tidak semua hasil tangkapannya bagus, kebanyakan kurang fokus atau kabur. Namun, saya juga mendapatkan cukup banyak foto yang menakjubkan dengan ketajaman yang baik dan bokeh yang mulus.

Menurut saya, lensa ini powerful dan sangat recommended bagi Anda yang ingin mencoba atau serius belajar mendalami macro photography. Mungkin bisa menjadi “batu loncatan” sebelum beralih ke lensa macro yang lebih mahal.

Memotret macro dengan 7Artisans 60mm F2.8 ini terasa mudah dan menyenangkan. Saya akan terus memotret dengan lensa ini selama pandemi Covid-19 untuk menemukan kelebihan dan kurangan lainnya lewat penggunaan yang intensif dan menyuguhkan hasil foto yang lebih beragam.

Sparks

  • Memiliki 1:1 Magnification
  • Build quality solid
  • Hasilnya tajam dan detail bila fokusnya benar
  • Harga relatif terjangkau

Slacks

  • Tidak praktis karena fokus manual
  • Tanpa fitur stabilisasi
  • Bobot cukup berat

Berpenampilan ala Light Cycle Tron, Sepeda Cyclotron Usung Segala Macam Fitur Canggih

Sebuah argumen dilontarkan oleh developer asal Perancis: segala aspek dari hidup kita berevolusi sangat cepat, penemuan baru diciptakan tiap hari. Namun ketika Anda lihat sepeda, model paling modern saat ini pada dasarnya tidak jauh berbeda dari sepeda yang dirilis puluhan tahun silam, meski banyak di antara mereka yang telah mengusung predikat ‘pintar’.

Keadaan ini mendorong tim dari Nice itu buat menggarap sepeda yang canggih dan fleksibel, dengan mengambil inspirasi dari kendaraan di film Tron, Light Cycle. Hasilnya ialah Cyclotron, sebuah sepeda pintar berdesain hubless. Memakan waktu pengembangan selama tiga tahun, tim penciptanya mengklaim bahwa Cyclotron tidak seperti produk milik produsen lain, merupakan ‘sebuah sepeda masa depan’.

Penampilan Cyclotron memang unik. Sepasang spokeless wheel (atau oribital wheel, di mana ban tidak mempunyai jari-jari) terlihat serasi dengan rancangan minimalis tube. Dibandingkan sepeda biasa, bagian frame Cyclotron memang tampak lebih tebal. Ia menyimpan lebih dari 15 paten desain, aerodinamis, membebaskan Anda mengatur level geometry-nya, dan bagian paling kerennya adalah terdapat lampu LED melingkar di sisi dalam roda.

Cyclotron 1
Cyclotron adalah sepeda dambaan fans Tron.

Semua lampu di Cyclotron tersambung ke sensor cahaya, mampu hidup/mati secara otomatis tergantung situasi di sekitarnya. Ia didukung battery pack self-charging, mampu aktif sampai delapan jam tanpa bantuan dinamo internal. Sewaktu mulai habis, notifikasi akan muncul di app Cyclotron. Aplikasi tersebut menyambungkan sepeda dan handset lewat Bluetooth LE, menghidangkan data real-time, fungsi navigasi, informasi lalu lintas, kemampuan pelatihan, sampai fitur anti-pencurian.

Cyclotron terdiri dari dua versi: manual serta varian E-Gear, keduanya menyuguhkan 18 tingkat percepatan. Khusus di tipe kedua itu, developer membekalinya dengan motor elektronik yang mampu memindahkan gigi dalam waktu 0,2 detik – beroperasi semudah ‘menekan tombol mouse‘. Ia ditenagai motor DC brushless 36V 500W serta baterai Li-ion 10Ah, menyajikan kecepatan maksimal 32km per jam dan jarak tempuh sampai 48km (tanpa mengayuh).

Cyclotron 2
Berkat sensor, lampu bisa hidup/mati secara otomatis.

Anda juga tidak perlu khawatir terhadap masalah ban bocor. Cyclotron menggunakan ban airless dengan polimer solid, bisa bertahan hingga jarak 9.600-kilometer lebih. Uniknya lagi, berkat desain hubless, kita dapat membubuhkan modul utility, misalnya berupa keranjang buat membawa barang-barang sampai bangku tambahan untuk penumpang.

Kampanye pengumpulan dana tim Cyclotron Cycles berjalan lancar di Kickstarter. Di situs crowdfunding tersebut, Anda bisa memesan Cyclotron manual seharga mulai dari € 1.400 dan versi E-Gear-nya seharga mulai dari € 2.600.

Bosch Perlihatkan Seperti Apa Rasanya Berkendara di Masa Depan

Sungguh menarik menyimak bagaimana interpretasi para pemain besar di industri teknologi terhadap kehidupan manusia di era selanjutnya. Visi mereka turut mendorong penemuan baru. Melihat perkembangannya saat ini, salah satu hal yang mungkin sedikit lagi akan tersedia secara umum adalah sistem transportasi otomatis tanpa pengemudi. Continue reading Bosch Perlihatkan Seperti Apa Rasanya Berkendara di Masa Depan