Tag Archives: mario nicolas

Capai “Product-Market Fit”, Kuncie Lebarkan Pasar ke Segmen Profesional

Satu tahun beroperasi, platform edtech Kuncie kini melebarkan pasarnya ke segmen profesional. Kuncie mulai menggarap program pembelajaran Mini MBA yang bersifat tanpa gelar (non-degree) dan berbasis online.

Disampaikan CEO Kuncie Mario Nicolas, pihaknya telah melakukan riset untuk memvalidasi kebutuhan pasar profesional yang ingin belajar di tingkat lanjut (advanced) di lembaga/institusi pendidikan kredibel, dengan periode waktu singkat, dan biaya lebih terjangkau. Rata-rata biaya sekolah bisnis dan manajemen di Indonesia berkisar 28-45 juta Rupiah per semester atau setara 200 juta Rupiah hingga lulus.

Berdasarkan hasil riset internal terhadap 330 profesional di Indonesia, 73,2% responden menganggap gelar (sertifikasi/s1/s2/MBA) penting. Sebanyak 52,6% tidak menganggap gelar penting, tetapi ingin melanjutkan studi untuk mendapatkan gelar. Adapun, 84,6% mengaku tertarik untuk ikut program Mini MBA secara online dalam periode 1-12 minggu dan mendapat sertifikasi (bukan gelar) dari universitas ternama di Indonesia.

“Tahun lalu, kami fokus pada entreprenuer dengan konten pembelajaran yang masih gratis. Sejak awal Juni 2022, kami mulai monetisasi dengan masuk ke segmen profesional. Kami melihat sekitar 20% dari total pendapatan kami berasal dari repurchase konten secara harian,” ungkap Mario kepada DailySocial.id.

Adapun, upaya monetisasi ini menjadi langkah selanjutnya Kuncie usai mencapai sejumlah milestone signifikan. Dalam enam bulan beroperasi, platform di bawah naungan INDICO ini telah mengantongi lebih dari 1 juta pengguna dari 300 kota, 100 mentor, 1000 learning video, 25 topik, dan 6,5 juta waktu dihabiskan pengguna untuk belajar.

Kemudian, sejak Desember 2021, Kuncie mengalami peningkatan pengguna menjadi 1,9 juta, lebih dari 70 topik, 1200 learning video, dan mencapai total 12 juta menit dalam mengakses materi pembelajaran

Di awal berdiri, Kuncie membidik pendidikan nonformal atau street learning sebagai starting point masuk ke pasar edtech Indonesia. Kuncie menilai kebutuhan street learning di Indonesia tinggi, tetapi belum banyak pemain yang bermain di segmen ini.

Kerja sama SBM ITB

Sebagai langkah awal, Kuncie bekerja sama dengan Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB untuk menghadirkan program Mini MBA non-degree. Program ini dilaksanakan dalam periode 12 minggu dengan model pembelajaran hybrid, yakni pre-recorded dan live session. Adapun pendaftar akan mendapat akses ke platform Kuncie dan dapat melacak progress belajar.

Ada empat kurikulum model yang disiapkan antara lain Leadership, Strategy, Customer, dan Business Performance. Kurikulum ini dipilih lantaran riset internal Kuncie menunjukkan sebanyak 24,7% responden memilih bisnis dan manajemen sebagai topik belajar favorit, diikuti 20,5% digital skill, dan 16,4% entreprenuership. 

Baik Kuncie maupun STB IBm juga menilai pandemi membawa dampak signifikan terhadap bisnis. Digitalisasi dan perubahan perilaku konsumen di Indonesia mendorong banyak perusahaan untuk mencari berbagai model bisnis baru. Di samping itu, perusahaan menyadari pentingnya pembekalan keterampilan bagi karyawan agar dapat bersaing.

Director of Executive Education SBM ITB Donald C. Lantu mengatakan, pihaknya telah melakukan benchmark terhadap metode hingga materi pembelajaran dari sejumlah negara di dunia. Topiknya pun dikurasi sesuai kebutuhan dan periode waktu belajar.

“Kami sadar masih banyak yang beradaptasi dengan metode pembelajaran online. Banyak yang merasakan zoom fatigue. Makanya, kami blend materi pre-recorded dan live karena waktu jadi salah satu pertimbangan utama. Sekolah MBA makan waktu dua tahun. Ini bisa memengaruhi kinerja karyawan. Kami harap kinerja SDM dapat meningkat sehingga mereka tidak cuma buat produk saja, tapi menciptakan sesuai kebutuhan pasar,” jelas Donald.

Sementara bagi Mario, ini menjadi tantangan berikutnya bagi platform edtech untuk dapat keep up menyediakan materi dan mentor relevan sesuai perkembangan zaman. “Kami ingin memberikan kualitas yang sama dengan biaya terjangkau, dan mengedukasi pasar bahwa belajar online bukanlah sampingan, melainkan investasi waktu yang hasilnya dapat dipakai di lingkup kerja.” Tutup Mario.

Application Information Will Show Up Here
Pentingnya melakukan validasi terhadap masalah yang ingin diselesaikan / BukuWarung

4 Catatan Menarik Seputar Menentukan Strategi untuk Penetrasi Pasar

Ada banyak inovasi yang dapat dikembangkan untuk mendigitalisasi UMKM atau pemilik usaha kecil di Indonesia. Dengan inovasi ini, mereka punya kesempatan untuk mengembangkan bisnisnya. Jalan masuknya bisa melalui layanan keuangan hingga pembukuan.

Hal ini juga seperti yang dilakukan BukuWarung melalui inovasi layanan SaaS pembukuan untuk kalangan UMKM. Apa saja pengalaman BukuWarung dalam melakukan penetrasi ke pasar hingga menetapkan strategi yang tepat?

Simak paparan menarik yang dibagikan Head of Growth/Funding Team of BukuWarung Mario Nicolas selengkapnya di sesi #SelasaStartup.

Cari masalah dan validasi di lapangan

Berkaca pada pengalamannya di BukuWarung, Mario menegaskan pentingnya menemukan masalah dan memvalidasinya di lapangan. Pada konteks ini, ia menilai pelaku usaha warung di Indonesia terbiasa menggunakan cara konvensional dalam mencatat pembukuan usahanya, misalnya buku dan kertas.

Terlebih lagi, masih banyak pemilik warung yang belum sepenuhnya dapat membedakan konsep keuangan pribadi, keluarga dalam mengelola bisnis. Menurutnya, kebanyakan dari mereka masih mencampur-campur keuangan ini menjadi satu.

“Ketika kami memulai BukuWarung di pertengahan 2019, saat itu belum banyak yang fokus ke segmen warung. Kalaupun ada, kebanyakan [membidik segmen] di kota-kota. Nah, kami validasi ke Jawa dan menemukan masih banyak yang pakai kertas dan buku,” ungkap Mario.

Malahan, lanjutnya, banyak pemilik warung melakukan pembukuan hanya untuk mencatat utang, itupun hanya nominalnya saja. Bahkan, sebanyak 90% dari yang disurvei BukuWarung, tidak mencatat data pengutang, seperti nama dan nomor telepon.

“Dari sini, kami dapat beberapa problem, lalu kami buat aplikasi dan minta ke orang sama yang kami survei untuk mencobanya. Kami pun dapat banyak feedback. Jadi, always come with a problem dan validasi ke lapangan. Pelaku usaha ini jadi punya outlet terhadap masalah yang mereka hadapi,” tuturnya.

Kenali user untuk tentukan strategi

Ketika bicara fase awal startup berdiri, segala macam strategi pasti dicoba untuk mencapai target bisnis. Ada yang berhasil dan ada yang gagal. Kendati begitu, ia menggarisbawahi bahwa semua strategi yang sukses, tidak berarti berlaku untuk semua kategori bisnis.

Ambil contoh, banyak startup yang menggunakan influencer untuk memperkenalkan produk atau layanan, tetapi tidak berarti strategi ini fits untuk vertikal bisnis lain. Startup dapat melakukan eksperimen untuk mencari tahu growth channel yang tepat.

“Maka itu, kenali dulu siapa user kita dan coba memahami sampai ke core level. Biasanya, any kind of tech, [strategi] yang paling laku itu word of mouth. Jadi, coba saja strategi satu-satu, lihat result-nya, then move on,” tambahnya.

Mengambil pelajaran dari upaya akuisisi pelanggan

Sekali lagi, Mario menekankan pentingnya melakukan validasi atas teori yang dibangun dan coba bereksperimen untuk mencari tahu. Ini merupakan salah satu pelajaran penting yang dialami Mario dalam menentukan strategi akuisisi pelanggan.

“Apapun yang kita pernah pelajari itu semuanya salah. Kami pernah berasumsi bahwa [target pengguna] kami tidak paham aplikasi, ternyata kami salah. Makanya, kami selalu validasi dan mencari cara kecil-kecilan untuk membuktikannya, seperti survei yang bisa menghasilkan data berharga,” kata Mario.

Tak kalah penting adalah membangun koneksi dengan pengguna untuk memahami apa yang sebetulnya diinginkan. Dari feedback yang diterima, startup dapat mengembangkan user experience terbaik kepada pengguna. Menurutnya, ini jauh lebih penting dibandingkan membangun basis pengguna dengan memberikan promo terus-menerus.

Kompetisi mendorong edukasi lebih cepat

Strategi diperlukan untuk membangun basis pengguna, meningkatkan bisnis, dan mempertahankan posisinya di persaingan pasar. Bagi Mario, kompetisi merupakan aspek yang baik untuk membantu edukasi pasar lebih cepat. Semakin banyak pemain, semakin bagus untuk mendorong penetrasi produk atau layanan.

“Jika hanya ada satu pemain, mungkin butuh bertahun-tahun untuk mengedukasi layanan kami. Lagipula, banyaknya pemain akan mendorong lebih banyak inovasi. Contoh, kami hadirkan inovasi pembayaran digital. Kalau sekadar aplikasi pembukuan saja, impact-nya kurang. Dengan inovasi ini, kami bisa kasih impact besar,” tuturnya.

BukuWarung sejak akhir tahun lalu menghadirkan pembayaran digital dan mengklaim telah menguasai 95% pangsa pasar pembayaran digital di aplikasi pembukuan di Indonesia.

OY! Indonesia

OY! Indonesia Resmi Meluncur, Hadirkan Layanan Fintech di Aplikasi Chatting

Bertujuan untuk memudahkan pengguna melakukan transfer uang dalam satu platform, PT Teknologi Harapan Bangsa memperkenalkan aplikasi chatroom OY! Indonesia hari ini (18/10) di Jakarta. Aplikasi yang didukung dengan teknologi DOKU ini mampu untuk mengirimkan uang secara real-time ke rekening bank pengguna.

Mengedepankan fitur chat yang diklaim sangat diminati oleh pengguna, platform OY! diklaim mampu memangkas kesulitan terkait dengan kegiatan transfer antar bank yang saat ini belum lengkap dan masih harus dilakukan secara terpisah.

“Sebelumnya OY! sudah hadir sejak tahun 2017 lalu, saat ini kami sudah memiliki 70 ribu pengguna aktif dan hadir di lebih 40 kota di Indonesia. Aplikasinya sendiri sudah diunduh lebih dari 500 ribu kali,” kata VP Product Business OY! Indonesia, Mario Nicolas.

Menjalin kemitraan dengan bank di Indonesia

Untuk menghadirkan proses seamless dan terjamin keamanannya, OY! Indonesia telah menggandeng berbagai bank yang beroperasi di Indonesia. Bank yang saat ini sudah terintegrasi dengan OY! di antaranya adalah Bank Mandiri, BNI, digibank by DBS, CIMB Niaga, serta Jenius (BTPN). Sementara BCA, Bank Permata, BRI, Bank Jawa Barat, Bank Jawa Timur, dan BTN juga sudah bisa menerima transfer dana.

“Fokus kita saat ini memang untuk melakukan transfer dana dari rekening bank, namun kita juga menyediakan top up pulsa dan pembayaran tagihan BPJS juga tagihan listrik,” kata Mario.

OY! memanfaatkan teknologi dari DOKU sebagai payment gateway. Memanfaatkan lisensi yang sudah dimiliki oleh DOKU, memudahkan aplikasi seperti OY! untuk melakukan transfer antar rekening bank milik pengguna. Teknologi yang diterapkan oleh DOKU adalah, infrastruktur yang telah memenuhi standar Payment Card Industry Data Security Standard (PCI DSS).

“Secara layanan DOKU sebagai penyedia, layanan utama kita adalah payment gateway. Artinya kita lebih memberikan layanan kepada merchant, selama hal tersebut berkaitan dengan payment,” kata VP of Business Expansion DOKU, Irfan Imran Burhan.

Platform tepat untuk bisnis

Saat ini OY! telah memiliki 2000 merchant bisnis yang terdaftar. Ke depannya OY! akan menambah jumlah tersebut untuk memberikan kesempatan kepada bisnis mempromosikan produk mereka dalam bentuk rewards atau voucher untuk merangkul lebih banyak konsumen.

OY! juga memberikan poin rewards yang bisa ditukarkan dengan penawaran dari partner bisnis. Rencana selanjutnya, OY! ingin menjadi platform yang bisa dimanfaatkan oleh pemerintahan dan instansi terkait lainnya untuk melancarkan proses pembayaran, misalnya pembayaran tilang.

“Selain bisnis yang besar kita juga menargetkan bisnis online di media sosial seperti di Instagram hingga Facebook untuk menggunakan aplikasi OY!. Setelah melakukan pendaftaran dan diverifikasi oleh tim OY!, pemilik bisnis sudah bisa langsung melakukan interaksi dengan memanfaatkan fitur chat OY!,’ kata Mario.

Di Indonesia juga ada Netzme sebagai aplikasi lokal yang mencoba menyajikan kapabilitas yang sama, menggabungkan fitur chatting dan fintech di satu platform.

Application Information Will Show Up Here

KakaoTalk Growing Rapidly in Indonesia, Planning Something Big

Kakao is apparently comfortable with KakaoTalk’s position in Indonesia. Despite lagging in popularity compared to its competitors, KakaoTalk remains within the top 15 on Google Play in Indonesia and the company is pressing on with a new program that it claims will improve its revenue and popularity.

Continue reading KakaoTalk Growing Rapidly in Indonesia, Planning Something Big