Tag Archives: Mark II

[Review] Canon EOS M6 Mark II, Pertama dengan Resolusi 32.5MP

Bentrokan kamera mirrorless full frame di segmen profesional dari sederet produsen kamera papan atas seperti Sony, Canon, Nikon, dan Panasonic menjadi topik yang paling banyak diperbincangkan pada tahun 2019.

Namun, persaingan kamera mirrorless dengan sensor berukuran APS-C juga tak kalah menarik. Tercatat pada tahun lalu, Sony meluncurkan trio A6100, A6400, dan A6600. Fujifilm dengan X-T30, X-A7, dan X-Pro 3. Serta, Canon dengan EOS M200 dan EOS M6 Mark II.

Jajaran mirrorless APS-C ini kini punya kemampuan perekaman video yang sangat baik, kinerja autofocus cepat, dan menawarkan resolusi lebih tinggi. Canon EOS M6 Mark II misalnya, ia mengusung sensor CMOS baru APS-C beresolusi mencapai 32.5MP, lengkap dengan sistem Dual Pixel autofocus yang cekatan, dan perekaman video 4K/30p tanpa crop.

Saya telah memotret dan syuting menggunakan kamera yang dibanderol Rp12.650.000 untuk body only ini selama beberapa pekan. Berikut kesan dan review Canon EOS M6 Mark II selengkapnya.

Desain

Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih kepada PT. Datascrip selaku distributor produk Canon di Indonesia yang telah meminjamkan Canon EOS M6 Mark II. Unit yang saya review berwarna silver yang berpadu dengan warna hitam, tampil klasik dalam desain modern.

Seperti pendahulunya, EOS M6 II tidak memiliki viewfinder bawaan. Bila membutuhkan jendela bidik, kita bisa memasang aksesori viewfinder opsional yakni Canon EVF-DC2 pada dudukan hot shoe. Sayang tak disertakan dalam paket penjualan dan bila membelinya sendiri harganya cukup mahal.

LCD 3 inci touchscreen yang dibawanya bisa dimiringkan ke atas hingga 180 derajat dan 45 derajat ke bawah. Membuatnya ideal sebagai kamera vlogging untuk para solo content creator yang berjuang membuat konten seorang diri.

Perlu dicatat, posisi hot shoe di tengah akan membuat layar tertutup oleh mikrofon eksternal. Salah satu solusinya bisa menggunakan aksesori cold shoe relocation plate, L plate, atau rig plate yang mungkin nanti bakal tersedia di pasaran.

Soal kontruksi body-nya cukup solid, terbuat dari paduan metal, serta plastik dan lapisan karet di beberapa bagian. Saat berpasangan dengan lensa kit EF-M 15-45mm, dimensi kamera ini terbilang compact. Namun, tetap nyaman saat digunakan berkat ukuran grip-nya yang agak besar.

Dalam pengujian, saya turut menggunakan lensa EF 50mm F1.4 USM (harga baru lensa ini sekitar Rp5 jutaan) dengan mount adapter Canon EF-EOS M ke EOS EF/EF-S. Hasil fotonya benar-benar sangat mengesankan, warnanya cantik dengan background bokeh yang creamy.

Meski begitu, bunyi suara autofocus lensa EF 50mm memang agak kasar dan bakal membuat kamera lebih bongsor. Terus terang saya jadi penasaran, bagaimana hasilnya bila dipasangkan dengan lensa ring merah Canon.

Karena sudah dibekali konektivitas WiFi dan Bluetooth, hasil tangkapan foto mapupun videonya bisa langsung dikirim secara instan ke smartphone melalui aplikasi Canon Camera Connect.

Mengenai daya tahan, baterai LP-E17 yang digunakan mampu melepaskan 305 jepretan sekali charge. Untuk pengisian daya, kita harus melepas baterai dari body kamera dan menggunakan adapter charger khusus. Meski kamera ini sudah dibekali port USB Type-C, tapi saya tidak bisa mengisi daya langsung ke kamera menggunakan charger smartphone.

Sistem Kontrol

Sistem kontrol kamera pada EOS M6 II sangat ramah bagi penggunanya, tombol kontrol fisik lengkap dan sangat intuitif. Untuk mengatur exposure secara manual, di sisi atas terdapat dua roda kontrol untuk menyesuaikan shutter speed dan aperture.

Lalu, kita bisa set roda kontrol navagasi yang berada di depan untuk ISO. Dengan kontrol segitiga exposure ini, bakal sangat memudahkan para penggunanya untuk mengontrol kamera dengan cepat dan tepat.

Selain itu, user interface layar sentuhnya juga mudah dimengerti. Canon melengkapinya dengan quick control yang bisa diakses di pojok kanan atas layar atau tombol kontrol Q Set. Di mana kita bisa dengan mudah mengakses fitur-fitur penting seperti mode autofocus, kualitas gambar, aspek rasio, resolusi video, white balance, hingga picture style.

Satu hal lagi yang sangat saya suka dari kamera Canon ialah mode foto dan videonya memiliki pengaturan terpisah. Bakal sangat berguna bagi yang sering membuat video sekaligus mengambil foto, sebab pengaturan kedua mode tersebut memang berbeda. Misalnya di mode video, saat kondisi cahaya kurang bersahabat kita tidak bisa menekan shutter speed lebih rendah – sebaliknya kita harus meningkatkan ISO untuk mendapatkan exposure yang pas.

Kemampuan Foto

Pengaturan kamera Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Pengaturan kamera Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Canon EOS M6 Mark II dapat mengambil gambar dengan resolusi maksimal 32MP (6960×4640 piksel) dalam pilihan aspek rasio 3:2, 4:3, 16:9, dan 1:1. File foto bisa disimpan dalam format JPEG, Raw, dan CRaw. Sensor tersebut tetap menggunakan low pass filter yang lebih aman dari efek moire.

Dari banyak foto yang telah saya ambil, satu foto 32MP dalam format JPEG – paling kecil memakan ruang 4MB dan 12MB paling besar. Sementara dalam format Raw, paling kecil memakan ruang 21MB dan 41MB paling besar.

Raw burst mode Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial
Raw burst mode Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial

Ditenagai prosesor DIGIC 8, kamera ini dapat memotret beruntun 14fps, 30 fps dengan crop pada lebarnya menjadi 88 persen, dan mode Raw burst 30fps hingga 70 frame dengan crop 75 persen yang menghasilkan foto 18MP.

Sejauh ini, sistem Dual Pixel autofocus bekerja cepat meskipun bukan yang tercepat di kelasnya. Ada empat mode area fokus otomatis yang dapat dipilih, Face + Tracking, Spot AF, 1-point AF, dan Zone AF. Fitur face detection dan eye detection juga bekerja cukup baik, terutama untuk foto portrait.

Lensa kit Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial
Lensa kit Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial

Untuk pilian lensanya, jajaran lensa native EF-M dari Canon memang jumlahnya tidak banyak. Meski sebetulnya sudah cukup lengkap, dari yang terbaru berikut daftarnya:

  • 32mm F1.4 STM
  • 18-150mm F3.5-6.3 IS STM
  • 28mm F3.5 Macro IS STM
  • 15-45mm F3.5-6.3 IS STM
  • 55-200mm f/4.5-6.3 IS STM
  • 11-22mm f/4-5.6 IS STM
  • 18-55mm f/3.5-5.6 IS STM
  • 22mm f/2 STM

Dengan mount adapter Canon EF-EOS M, kita bisa memasangkannya dengan lensa Conon EF/EF-S yang tak hanya variasinya banyak tapi juga dari sisi kualitas optiknya. Opsi lain datang dari Sigma, lensa fix buatannya dari 16mm, 30mm, dan 56mm F1.4 juga tersedia di sistem EOS-M dan harganya cukup terjangkau. Berikut hasil foto dari Canon EOS M6 Mark II:

Perekam Video

Canon EOS M6 Mark II ideal untuk vlogging. Photo by Lukman Azis/Dailysocial
Canon EOS M6 Mark II ideal untuk vlogging. Photo by Lukman Azis/Dailysocial

Selain resolusi kameranya yang meningkat, aspek perekaman video juga mendapatkan update signifikan. Kamera ini mampu merekam video hingga 4K/30p (3840×2160 piksel) full tanpa crop dan sistem Dual Pixel autofocus-nya juga masih bekerja.

Kita memiliki pilihan mode area AF yang sama seperti mode foto dan saat merekam video, kita bisa mengganti titik fokus dengan menyentuh layar dan ada juga opsi untuk beralih dari autofocus ke manual focus atau sebaliknya. Lalu, ada dua opsi electronic image stabilization dua tingkat, tentunya dengan sedikit crop sebagai gantinya.

Pengaturan video Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial
Pengaturan video Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial

Hal menarik lainnya ialah ketersediaan mode high frame rate 1080p 120fps, di samping opsi 1080p 60fps dan 1080p 30fps. Saat ini belum tersedia 1080p pada 24fps tapi dari yang saya baca-baca bakal tersedia dalam update firmware mendatang.

Fitur video penting lainnya ialah ketersediaan port mikrofon eksternal dan mode HDR video yang sepenuhnya otomatis. Sayangnya dibanding para kompetitor direntang harga yang sama, kamera ini belum dibekali dengan dukungan picture profile untuk fleksibilitas color grading dan tidak memiliki fitur peringatan zebra.

Verdict

Sensor APS-C 32.5MP Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial
Sensor APS-C 32.5MP Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial

Menurut saya, persaingan kamera mirrorless APS-C pada rentang harga Rp10-20 juta tak kalah panas dengan mirrorless full frame di segmen atas. Sebab, full frame masih bukan untuk semua kalangan karena harga body kamera dan lensanya relatif sangat mahal.

Melihat fitur dan harganya, Canon EOS M6 Mark II bakal bertempur secara kompetitif melawan Sony A6400, Fujifilm X-T30, dan Panasonic Lumix G95 dengan sensor MFT. Meski dalam hal kemampuan perekaman video dan sistem autofocus bukan yang terbaik, tapi unggul pada resolusi sensornya yang mencapai 32.5MP – di mana para pesaingnya masih menawarkan 24MP.

Sparks

  • Kamera mirrorless APS-C Canon pertama dengan 32.5MP
  • Fitur dan harga sangat kompetitif dengan kompetitornya
  • Punya LCD 3 inci touchscreen 180 derajat dan port microphone eksternal yang idal untuk content creator
  • Sistem kontrol fisik intuitif dan lengkap
  • Mampu merekam 4K 30fps tanpa crop dan sistem Dual Pixel AF tetap bekerja
  • Punya mode high frame rate 1080p 120fps

Slacks

  • Tanpa dukungan picture profile
  • Tanpa port headphone untuk memonitor audio
  • Belum punya IBIS
  • Isi daya baterai harus menggunakan adapter khusus

 

Usung Konsep Open Source, Smart Speaker Mycroft Mark II Pastikan Privasi Anda Tetap Terjaga

Lewat perangkat speaker pintar seperti Google Home atau Amazon Echo, kita bisa mengaktifkan serta menggunakan segala macam perangkat elektronik dan perabotan di rumah lewat perintah suara. Tapi efek negatif yang dapat terjadi adalah data-data Anda yang dikumpulkan oleh device itu dijual lagi oleh produsen, dan dimanfaatkan untuk menyodorkan iklan.

Hal ini menjadi perhatian Joshua Montgomery dan tim Mycroft AI. Setelah meluncurkan sistem voice assistant open source pertama di dunia pada tahun 2015, tim memperluas teknologinya dan memperkenalkan Mycroft Mark II. Dideskripsikan sebagai alternatif lebih terbuka dari Home dan Echo, Mark II merupakan speaker pintar yang memungkinkan Anda berinteraksi dengan perangkat di tempat tinggal via suara – misalnya mencari info tentang sesuatu atau memutar musik.

Smart speaker Mycroft Mark II mempunyai wujud seperti kapsul, memiliki diameter 105mm dan berdiri setinggi 196mm. Desainnya yang simpel namun stylish memastikan Mark II bisa ditaruh di berbagai tempat di rumah. Dalam menyampaikan informasi semisal tanggal atau cuaca, perangkat memanfaatkan suara dengan opsi karakter berbeda (Mycroft, Trinity, Indigo dan Victoria) serta layar.

Mycroft Mark II dibekali enam microphone yang diposisikan secara melingkar, sehingga dapat mendengar jelas perintah sang user meski Anda berada cukup jauh darinya atau ketika musik sedang dijalankan. Mic juga bisa menyingkirkan bunyi-bunyian mengganggu berkat dukungan fitur Acoustic Echo Cancellation dan noise reduction. Keenam mic juga memungkinkan Mark II mengetahui arah datangnya suara Anda.

Hal yang membedakan Mycroft Mark II dari produk Google dan Amazon itu ialah pada aspek privasi. Dengan mengusung prinsip open source, data-data Anda dijamin tetap aman. Mycroft AI menyatakan bahwa mereka merupakan pemain netral di ranah ini. Platform pintar tersebut dibangun oleh komunitas inovator, menjaga teknologi voice assistant-nya tetap ‘jujur dan tidak lebih menguntungkan pihak tertentu’.

Mycroft Mark II 1

Pengalaman penggunaannya bisa Anda kustomisasi sendiri. Mycroft AI berjanji untuk tidak menaruh data-data suara Anda di server mereka, kecuali jika Anda mempersilakannya. Namun walaupun user memberikan izin, tak berarti Mycroft segera membuat profile Anda untuk dijual ke pengiklan. Data tersebut direkam secara anonim, fungsinya hanya buat menyempurnakan teknologi deteksi kata dan speech-to-text.

Mycroft Mark II sudah bisa Anda pesan sekarang juga via situs Kickstarter. Versi development kit dijual seharga US$ 100, sedangkan versi konsumen dibanderol US$ 130. Produk akan mulai didistribusikan di bulan Desember 2018.

Menurut saya, anonimitas pengguna adalah hal yang pertama kali memperoleh ancaman dari kehadiran smart speaker dan asisten digital. TechCrunch sempat memperkirakan bahwa akan ada lebih dari 10 miliar percakapan terekam oleh perangkat-perangkat seperti ini di tahun 2022 nanti – dan angka tersebut baru mencakup wilayah Amerika Serikat saja.

MegaBot II Asal Amerika Tantang Kuratas Dalam Duel Robot Raksasa

Melihat animo tinggi khalayak terhadap sub-genre mecha dalam anime dan manga, kita boleh berkata bahwa Jepang adalah negerinya robot futuristis. Para inventor dan peneliti di sana sama sekali tidak segan untuk menggarap karya fiksi menjadi nyata. Ambil saja contohnya robot raksasa Kuratas buatan Suidobashi Heavy Industry yang dijual di Amazon seharga ¥120 juta. Continue reading MegaBot II Asal Amerika Tantang Kuratas Dalam Duel Robot Raksasa