Tag Archives: mark zuckerberg

Mark Zuckerberg: Kekayaan, Bisnis dan Keluarganya

Mark Zuckerberg merupakan orang terkaya ke-6 di dunia dan juga dikenal sebagai pendiri Facebook yang kini telah berganti nama menjadi Meta. Meski menjadi orang terkaya di dunia, Mark Zuckerberg dikenal sebagai orang yang sederhana dalam hal cara berpakaian dan menjalani kehidupan sehari-hari.

Zuckerberg pasti telah melalui banyak masa sulit untuk sampai ke posisinya saat ini. Sekarang, mari kita lihat perjalanan hidup Zuckerberg dan bagaimana ia berhasil menjadi orang terkaya yang masih hidup meski pernah sekali putus kuliah.

Latar Belakang Keluarga

Mark Elliot Zuckerberg, lebih dikenal sebagai Mark Zuckerberg, lahir sebagai putra seorang dokter gigi dan psikiater. Mark Zuckerberg lahir pada 14 Mei 1984 di White Plains, New York, AS. Mark Zuckerberg adalah anak kedua dari empat bersaudara. Ketiga bersaudara itu masing-masing bernama Randy, Donna dan Ariel.

Masa kecil Mark Zuckerberg dihabiskan bersama keluarganya di desa Dobbs Ferry. Di lingkungan sosial tempatnya tinggal, keluarga Mark Zuckerberg dikenal sebagai keluarga yang berpendidikan dan sangat kaya raya. Mark juga tumbuh dalam keluarga Yahudi yang taat.

Menyukai Pemograman Sejak Kecil

Mark Zuckerberg mulai menyukai dunia pemrograman sejak kecil, saat ia berusia 8 tahun tepatnya, atau sekitar tahun 1990-an. Mark senang mengutak-atik komputer yang dibelikan ayahnya untuknya. Saya juga tidak lupa mengajar pemrograman Mark ATARI BASIC ketika ia berusia 11 tahun. Dari sinilah ia akhirnya mulai belajar bagaimana menulis berbagai program komputer.

Melihat bakat dan minat Mark dalam pemrograman tumbuh dan berkembang, ayahnya akhirnya memanggil seorang tutor bernama David Newman, seorang insinyur perangkat lunak, untuk mengajarinya dunia pemrograman seminggu sekali di rumah.

Sekitar usia 12-13 tahun, Mark dapat membuat program pengiriman pesan menggunakan ATARI BASIC, yang diajarkan ayahnya. Program tersebut bernama Zucknet dan akhirnya digunakan oleh ayahnya untuk menjalankan tugasnya di poli gigi. Program Zucknet digunakan untuk memberi tahu dokter ketika pasien baru datang. Zucknet juga digunakan oleh keluarga Zuckerberg untuk saling berkomunikasi.

Selain program Zucknet, Mark dan rekan-rekannya juga mengembangkan plugin untuk pemutar MP3 Winamp selama sekolah menengah di Phillips Exeter Academy. Plugin ini dibuat untuk membantu seseorang menyimpan banyak lagu favorit mereka dan membuat daftar putar mereka sendiri. Mark juga mengaku sering bermain game komputer dengan teman-temannya untuk bersenang-senang.

Perjalanan Pendidikan

Untuk pendidikannya, Mark Zuckerberg bersekolah di Phillips Exeter Academy, salah satu sekolah terkemuka di New York. Di sekolah ini Mark menjadi salah satu siswa terbaik dalam beberapa mata pelajaran seperti matematika, astronomi, sastra dan fisika.

Mark juga mengaku fasih berbahasa Prancis, Latin, Ibrani, dan Yunani Kuno. Semasa SMA, Mark juga magang di Intelligent Media Group. Mark berhasil mengembangkan software musik yang kemudian diberi nama Synapse Media Player.

Perangkat lunak ini kemudian diunggah ke Slashdot dan diberi peringkat 3 dari 5 oleh PC Magazine, sebuah majalah teknologi.

Software musik juga telah berhasil mengakuisisi sejumlah perusahaan, termasuk raksasa teknologi seperti AOL dan Microsoft. Bahkan, ketika Mark Zuckerberg mendapat tawaran pekerjaan sayangnya, ia menolak kesempatan itu. Setelah lulus dari sekolah menengah sekitar tahun 2002, Mark memutuskan untuk mendaftar di perguruan tinggi dan mengejar gelar sarjana di Universitas Harvard, jurusan psikologi dan ilmu komputer.

Sebagai mahasiswa, ia masih mengekspor dunia pemrograman. Perjalanan pengembangan perangkat lunaknya tidak berhenti di situ. Terbukti dengan Mark akhirnya membuat program bernama CourseMatch. Ini adalah program yang memungkinkan siswa untuk memilih kelas berdasarkan pilihan kursus siswa lain. Program ini juga dapat digunakan untuk kerja kelompok.

Pembangunan Platform Media Sosial Raksasa : Facebook

Mark Zuckerberg dikenal luas sebagai pendiri Facebook. Pertama, Mark diajak membuat program bersama rekan-rekannya. Namun, Mark akhirnya menolaknya karena ingin fokus menggarap program pribadinya, The Facebook.

Sekitar tahun 2004 ketika Facebook pertama kali didirikan, alamat Facebook adalah facebook.com. Ide untuk membuat program ini didasarkan pada daftar siswa sekolah menengah yang berisi foto dan alamat, mirip dengan buku memori. Dengan bantuan rekan-rekannya, Mark bekerja di Facebook.

Pengguna Facebook dapat membuat profil mereka sendiri, mengunggah foto, dan berkomunikasi dengan orang lain. Situs Facebook dibuat dan dioperasikan oleh asrama kampus Harvard hingga tahun 2004. Awalnya, situs Facebook hanya digunakan oleh mahasiswa Harvard, tetapi sekarang digunakan oleh kampus-kampus Ivy League lainnya.

Setelah Facebook muncul di mana-mana, Mark akhirnya memutuskan untuk fokus pada situs webnya dan berhenti kuliah. Dia bekerja secara eksklusif untuk The Facebook dari kantor Facebook Palo Alto.

Di sana Mark bertemu Peter Thiel sebagai investor awal. Akses ke area kampus masih terbatas, namun Facebook telah menarik banyak investor selain Peter, termasuk Accel Partners.

Adanya banyak sekali investor tadi menciptakan akhirnya penggunaan The Facebook semakin meluas. Bahkan dalam tahun 2005, pengguna The Facebook telah mencapai lima,lima juta. Adanya kesuksesan The Facebook tadi menciptakan beberapa perusahaan sepert Yahoo tertarik buat mengakusisinya.

Namun, sekali lagi, Mark menolak & menentukan buat menjalankan The Facebook seorang diri. Bahkan dirinya mulai menciptakan pola fitur-fitur pada The Facebook itu sendiri. Akhirnya dalam tahun 2004, The Facebook yang berubah nama sebagai Facebook ini dinobatkan menjadi media umum terbesar pada dunia.

Pada tahun 2012, Facebook melantai pada bursa saham menggunakan kode FB. Nilai perusahaan sebagai semakin merangkak & akhirnya IPO Facebook dinobatkan menjadi IPO tertinggi sepanjang masa. Facebook pula akhirnya dinobatkan menjadi perusahaan paling kaya pada Amerika Serikat.

Meskipun banyak sekali kasus kerap kali muncul, contohnya saja misalnya kebocoran data dalam tahun 2018 kemarin, tidak menciptakan Facebook surut. Bahkan penggunanya justru semakin bertambah. Dari adanya kesuksesan Facebook tadi, tidak ayal bila Mark akhirnya dijuluki menjadi orang terkaya ke-6 pada dunia.

Dilansir berdasarkan Forbes, jumlah kekayaan Mark Zuckerberg kurang lebih 103,tiga miliar dollar AS. Saat ini, Mark telah berbahagia bersama istri & kedua anaknya. Meskipun awalnya drop out kuliah, kini Mark sudah diwisuda menggunakan gelar kehormatan berdasarkan Harvard. Pada tahun 2021, Facebook resmi membarui namanya sebagai Meta.

Dapatkan Berita dan Artikel lain di Google News

Inovasi yang relevan adalah yang sesuai dengan kebutuhan para penggunanya

Ciptakan Produk yang Disukai dan Dibutuhkan Pengguna

The companies that work are the ones that people really care about and have a vision for the world so do something you like.

– Mark Zuckerberg, Co-Founder dan CEO Facebook

Salah satu alasan pelanggan terus menerus menggunakan suatu layanan atau produk adalah rasa kepercayaan dan kenyamanan saat menikmati atau memanfaatkannya. Hal ini secara langsung menimbulkan loyalty atau kesetiaan.

Tidak mudah bagi startup menciptakan inovasi yang dibutuhkan dan dicintai target pengguna. Perusahaan teknologi terkemuka, seperti Apple, Google, hingga Microsoft menyadari inovasi harus selaras dengan kebutuhan konsumennya.

Apple, misalnya, memastikan piranti lunak dan piranti keras yang ditawarkan memberikan manfaat, diadopsi oleh kalangan luas, dan membawa perubahan bagi konsumen, baik dari cara pandang atau kebiasaan lainnya, dalam mengonsumsi produk elektronik.

Facebook punya dampak sosial-ekonomi yang begitu besar, namun mereka juga punya pekerjaan rumah yang tak kalah besar yang harus diselesaikan

Mengkritik Facebook Adalah Cara Memelihara Dampak Positifnya

Dewasa ini sulit mencari pembanding yang sepadan dengan Facebook sebagai platform media sosial. Sebagai platform tunggal, belum ada yang sanggup menandingi jangkauan dan kegunaannya. Sebagian orang bahkan menganggap Facebook adalah internet itu sendiri

Pengaruh masif Facebook ini tentu juga terjadi di Indonesia. Dengan populasi mencapai ratusan juta jiwa, Indonesia adalah salah satu pasar yang paling “disayang”.

Sekitar dua pekan lalu, Facebook baru saja merilis studi yang menghitung dampak sosial dan ekonomi yang mereka hadirkan di Indonesia. PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia dan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) sebagai penyusun studi merangkum dampak sosial-ekonomi kehadiran Facebook ke dalam empat kategori yakni individu, bisnis, komunitas organisasi, dan pemerintah.

Dalam spektrum individu studi itu menyebut Facebook berperan menjadi ruang menjalin silaturahmi dengan orang yang sudah dikenal (84%), juga jadi wadah bertemu orang-orang yang belum mereka kenal sebelumnya baik yang berada di kota yang berbeda (80%), luar negeri (69%), atau mereka yang punya hobi serupa (81%), atau yang punya hobi berbeda (63%).

Koneksi yang terjalin antar individu tersebut melahirkan sejumlah komunitas di Facebook yang perannya kian besar. Salah satu contoh terbaiknya adalah Masyarakat Indonesia Anti-Hoax (Mafindo) yang aktif melawan disinformasi, berita palsu, dan hoaks di jagat maya Indonesia. Maka tak heran studi ini mendapati dari 1.220 orang yang tercatat sebagai sampel, sebagian besar mengaku mendapat pengetahuan baru seperti kemampuan digital (79% persen), kemampuan bahasa (73%), vokasional (67%), literasi (75%), soft skill seperti komunikasi (69%).

Dari aspek bisnis, dampak Facebook tampak begitu menjanjikan. Studi tersebut mencatat bisnis UKM merasa terbantu terutama dalam hal pemasaran dan jangkauan pasar. Sebanyak dari 1.022 bisnis mengaku engagement dengan pelanggan mereka meningkat (92%), bisnis berhasil memotong ongkos pemasaran (75%), dan membantu usaha mendapat pelanggan lebih banyak (92%). Terakhir dari sektor pemerintahan, layanan Facebook membantu 410 kantor pemerintahan daerah dan pusat dengan rincian: terbantu dalam menginformasikan kebijakan (75%), menjalankan praktik transparansi dan keterbukaan (84%), serta memudahkan menerima masukan publik (95%).

Studi tersebut jelas memperlihatkan manfaat besar dari Facebook sebagai media sosial paling berpengaruh di dunia. Namun karena besarnya itu pula, kita tak bisa lagi melihat satu sisi saja. Dalam hal ini saya meyakini pemeo kekuatan yang besar mendatangkan tanggung jawab lebih besar. Tanpa mengesampingkan manfaat yang dibawa, Facebook punya pekerjaan rumah yang sampai saat ini belum selesai.

Contoh pertama adalah potensi penyalahgunaan data seperti yang terjadi dalam skandal Cambridge Analytica. Skandal ini mencuat ke publik pada awal 2018. Data dari 87 juta pengguna Facebook menjadi korban dalam kasus ini. Sekitar 1,1 juta akun di Indonesia terimbas skalndal itu.

Meskipun tidak ada hukuman yang dijatuhkan kepada Facebook di Indonesia, sejumlah negara bersikap lebih keras. Inggris misalnya menjatuhkan denda sebesar 500 ribu poundsterling atau sekitar Rp9 miliar terhadap Facebook karena lalai dalam melindungi data penggunanya. Sementara itu, FTC, sebuah badan regulasi di Amerika Serikat, menjatuhkan sanksi berupa denda US$5 miliar atau sekitar Rp70 triliun dan kewajiban membangun struktur privasi baru yang lebih baik bagi penggunanya. Dua negara itu menunjukkan bahwa Facebook bersalah dan punya tanggung jawab atas kelalaiannya.

Contoh buruk lainnya adalah misinformasi dan hoaks di Myanmar yang disebarkan melalui platform Facebook. Seperti di negara Asia Tenggara lainnya, Facebook adalah jejaring sosial terpopuler di sana. Popularitasnya jugalah yang membuatnya jadi alat bagi kaum ultranasionalis dan militer di sana untuk menyerang etnis Muslim Rohingya.

Persatuan Bangsa-Bangsa mencatat ada 700.000 warga Rohingya lari dari Myanmar untuk menghindari pembantaian akibat kobaran kebencian di sana. Sebuah kasus yang disebut PBB sebagai “contoh textbook pembersihan etnis”.

Masalahnya, berbeda dengan dampak sosial yang mereka banggakan, Facebook sebagai raksasa teknologi kerap lupa diri dan terkesan naif akan pengaruhnya dalam sejumlah konflik di dunia nyata. Dalam kasus Rohingya tadi, mereka mengaku lambat merespons insiden itu.

Kelambanan Facebook dalam menyikapi situasi genting seperti itu juga tercermin dari cara CEO Facebook Mark Zuckerberg saat dihujani kritik pascapemilu AS 2016. Kala itu berbagai pihak mencibir Facebook karena terkesan membiarkan misinformasi merajalela sehingga memengaruhi hasil pemilu AS yang akhirnya dimenangi Donald Trump.

“Setelah pemilu, saya membuat pernyataan yang saya pikir bahwa misinformasi di Facebook mengubah hasil pemilu itu sebagai ide gila. Menganggapnya sebagai hal yang gila itu meremehkan dan saya menyesalinya,” kata Zuckerberg dua tahun silam.

Harus terus dikritisi

Tak ada alasan untuk berpaling dari manfaat sosial-ekonomi yang dibawa oleh Facebook. Namun melihat sepak terjang mereka yang tak banyak berubah, rasa skeptis patut terus dipelihara.

Belum lama Zuckerberg menyatakan sikap bahwa iklan politik merupakan bagian dari kebebasan berekspresi. Ini adalah contoh kesekian kali bos Facebook ini seakan tutup mata bahwa iklan politik membawa bom waktu yang sifatnya memecah belah publik dengan misinformasi dan hoaks.

Kita sudah kenyang dengan polarisasi opini yang begitu tajam dari sekian kali pemilu di Indonesia. Kita juga tahu kontraktor politik macam Cambridge Analytica punya peran dan siap memanfaatkan “dukungan” oleh Facebook tersebut. Ini sebabnya kita perlu sadar dan kritis terhadap apa yang Facebook berikan kepada publik.

Facebook setidaknya perlu bersikap seperti Twitter yang sudah tegas menolak iklan politik di platformnya. Kita tidak ingin misinformasi, berita palsu, dan hoaks mengotori beranda media sosial yang digunakan oleh 120 juta akun di Indonesia ini, yang nantinya malah menutupi dampak positif yang mereka usung.

Facebook Perkenalkan Headset VR Standalone High-End Spesialis Gaming Oculus Quest

Tersedianya headset virtual reality kelas konsumen membuka begitu banyak skenario pemakaian, dari mulai di ranah hiburan, edukasi hingga medis. Namun terlepas dari kian canggihnya teknologi pendukung VR, HMD kelas high-end masih mengikat penggunanya di satu lokasi. Dan sebagai jalan keluarnya, para produsen berlomba-lomba menyediakan perangkat berkonsep standalone.

Facebook memang sempat memperkenalkan dan meluncurkan Oculus Go di awal tahun ini. Namun mereka yakin masih bisa menggarap perangkat standalone dengan kapabilitas yang lebih baik darinya. Dalam konferensi Oculus Connect 5, Mark Zuckerberg resmi mengumumkan Oculus Quest, head-mounted display VR all-in-one standalone yang sengaja difokuskan pada ranah gaming.

Oculus Quest merupakan inkarnasi versi konsumen dari proyek Santa Cruz, dan kemandirian merupakan aspek andalan yang ditawarkan olehnya. Headset bisa bekerja tanpa PC, bebas kabel, dan sama sekali tidak membutuhkan sensor eksternal. Seperti Rift, Anda hanya tinggal mengenakannya di kepala dengan bagian visor menutup mata. Lalu untuk berinteraksi dengan konten digital, Quest turut dibundel bersama controller motion Oculus Touch model baru.

Oculus Quest 1

Hal paling menarik dari Quest adalah janji Facebook terhadap kemampuannya menghidangkan kualitas visual hampir setara Rift. Di waktu peluncurannya nanti, Quest rencananya siap menghidangkan lebih dari 50 judul game VR -beberapa yang paling terkenal di antaranya Robo Recall, The Climb dan Moss. Oculus Studios juga sempat mengumumkan Star Wars: Vader Immortal Episode I buat memeriahkan perilisan Quest.

Facebook belum menginformasikan spesifikasi Quest secara lengkap, namun head of VR Oculus Hugo Barra menjelaskan bahwa headset ini mendukung sistem tracking seluas 370 meter persegi. Quest juga ditunjang oleh teknologi Oculus Insight yang mengusung kapabilitas pelacakan luar-dalam. Dipadu kebebasan bergerak enam-derajat, HMD dapat tahu saat Anda berdiri, jongkok, atau memiringkan kepala. Lewat Insight, Oculus bisa menerapkan fitur pengaman ‘Guardian’ yang memungkinkan kita mengetahui keadaan di sekitar meski sedang berada di alam virtual.

Quest menyimpan aspek optik serupa Oculus Go, menyuguhkan layar beresolusi 1600x1440p untuk masing-masing mata. Selain itu, headset turut dibekali sistem audio built-in yang menjanjikan output berkualitas tinggi dengan bass bertenaga.

Facebook punya agenda untuk mulai memasarkan Oculus Quest di musim semi 2019. Produk akan dijajakan seharga US$ 400 untuk model dengan penyimpanan 64GB – dua kali lipat harga Oculus Go. Perilisan Quest di tahun depan itu kabarnya menandai akhir dari pengembangan perangkat VR Oculus generasi pertama.

Sumber: Oculus.

Headset VR Oculus Go Bisa Beroperasi Tanpa Dukungan PC atau Smartphone

Konten virtual reality memang idealnya dinikmati tanpa membuat pengguna tertambat di satu tempat. Hal ini memotivasi produsen hardware untuk menciptakan PC berwujud tas punggung, dan juga mendorong pengembangan headset VR standalone. Kita tahu HTC sedang mencurahkan perhatian mereka pada versi mandiri Vive, dan tentu saja Oculus tak mau ketinggalan.

Dalam keynote Oculus Connect 4 hari Rabu kemarin, CEO Facebook Mark Zuckerberg mengabarkan bahwa Oculus VR saat ini sedang menggarap head-mounted display virtual reality standalone yang mereka namai Oculus Go. Seperti perangkat anyar buatan HTC, Oculus Go bisa bekerja tanpa perlu tersambung ke komputer ataupun harus ditunjang oleh smartphone. Seluruh hardware esensial ada di dalamnya.

Oculus Go 1

Berdasarkan gambar yang dipublikasikan oleh Oculus VR, penampilan Oculus Go terlihat seperti campuran antara Daydream View baru dengan Rift. Bagian HMD-nya terlihat minimalis, tampaknya menggunakan struktur plastik, dilengkapi bantalan berlapis kain yang empuk dan mendukung sirkulasi udara. Bagian headband terbentang ke belakang kepala user, ditambah satu strap lagi di atas agar headset tak mudah terlepas.

Oculus Go 2

Oculus Go disiapkan untuk menangani bermacam-macam konten VR, dari mulai ‘pengalaman visual 360 derajat’, aplikasi sosial, dan game. Device juga bisa dimanfaatkan sebagai teater portable pribadi, buat menikmati film dan serial TV favorit.

Oculus Go 4

Untuk sekarang, Facebook belum mengungkap detail spesifikasi Oculus Go secara rinci. Dalam presentasinya, Hugo Barra selaku head of VR Facebook menyampaikan bahwa timnya merancang Oculus Go buat mengisi celah di antara headset VR high-end dengan device berbasis perangkat mobile. Produsen kabarnya memanfaatkan layar LCD ‘fast-switch‘ 2560x1440p, telah mengoptimalkan hardware-nya agar mampu menghidangkan konten 3D secara maksimal, serta membubuhkan dukungan sistem audio spasial.

Oculus Go 3

Oculus VR turut membekali Oculus Go dengan unit motion controller. Meskipun tak sebesar Oculus Touch, desainnya lebih ergonomis dari controller Daydream View, lalu ia juga mempunyai touchpad ala controller Vive. Selain itu, saya melihat ada tombol trigger, satu tombol back dan satu lagi tombol berlogo Oculus. Controller diamankan oleh tali yang bisa Anda sematkan di tangan.

Produsen berjanji, Oculus Go dapat mengakses lebih dari 1.000 konten virtual reality. Uniknya lagi, ekosistem Go juga tersambung ke Samsung Gear VR, sehingga app-app Android yang telah Anda beli buat Gear VR bisa diakses dari Oculus Go.

Oculus Go akan mulai dipasarkan di awal tahun 2018. Perangkat HMD VR tersebut dijajakan seharga mulai dari US$ 200.

Belajar Membangun Startup Sukses dari Mark Zuckerberg

Setelah 12 tahun meninggalkan kampus, Mark Zuckerberg menjadi tamu kehormatan saat acara kelulusan mahasiswa Universitas Harvard angkatan 2017. Dalam pidatonya di hadapan lulusan tahun 2017, Zuckerberg menyampaikan beberapa poin penting yang relevan terkait dengan teknologi hingga tren entrepreneur saat ini.

Kami merangkum beberapa poin penting yang bisa dicermati calon pelaku startup yang berniat untuk meluncurkan startup atau menjadi entrepreneur.

Temukan teman sejati

Salah satu cerita yang disampaikan Zuckerberg adalah bagaimana sulitnya ia menemukan teman baru di masa awal kuliah, namun beruntung ada satu orang yang bersedia untuk mengajak ngobrol hingga akhirnya mengerjakan proyek bersama. Temannya saat itu adalah Kang-Xing Jin yang hingga kini masih bersama Zuckerberg di Facebook.

Inti dari cerita yang ingin disampaikan oleh Zuckerberg adalah terkadang pertemanan di saat kuliah bisa berujung menjadi rekan bisnis yang loyal. Untuk itu cari tahu siapa saja teman saat kuliah yang cocok dan nantinya bisa diajak bekerja sama ketika Anda berniat membangun perusahaan suatu saat nanti.

Bangun bisnis untuk alasan yang tepat

Dalam pidatonya Zuckerberg juga kerap menyebutkan betapa pentingnya alasan yang tepat dan memiliki impact saat membangun bisnis. Sense of purpose menjadi hal yang wajib diterapkan saat Anda ingin membangun startup yang sukses. Bukan hanya memberikan manfaat untuk Anda namun juga orang banyak. Alasan utama atau purpose juga bisa menjadi motivasi ketika Anda mulai merasa kewalahan saat menjalankan bisnis. Menjadi hal yang penting bukan hanya menciptakan peluang dan potensi namun juga menemukan alasan yang tepat.

Jangan jual startup terlalu cepat

Saat Zuckerberg mulai mengembangkan Facebook, banyak perusahaan besar yang mulai melirik teknologi serta inovasi yang dimiliki Zuckerberg dan Facebook. Zuckerberg menolak untuk menjual bisnis yang telah ia bangun, demi tujuan yang lebih besar, yaitu menciptakan inovasi dan bermanfaat untuk orang banyak. Upaya Zuckerberg akhirnya mulai menunjukkan hasil dengan diluncurkannya fitur Newsfeed.

Jika Anda merasa yakin dengan produk atau layanan yang Anda miliki, coba pertahankan terlebih dahulu perusahaan dengan menghadirkan inovasi dan lihat hasilnya, sebelum Anda memutuskan untuk menjual startup.

Jangan takut membuat kesalahan

Sebelum Zuckerberg sukses membuat Facebook, ia telah meluncurkan beberapa produk yang tidak terlalu sukses. Tidak menjadi masalah ketika saat memulai startup Anda gagal dan harus mengulang atau menciptakan inovasi yang baru. Selama Anda terus belajar dari kesalahan dan bisa menemukan dengan tepat, produk atau layanan yang tepat dan bakal diminati oleh pasar.

The greatest successes come from having the freedom to fail – Mark Zuckerberg

Perluas wawasan dan terus belajar

Saat ini teknologi berubah dengan cepat, begitu juga dengan metode, informasi, dan hal-hal penting lainnya yang wajib Anda ketahui. Jangan pernah berhenti belajar, membuka wawasan, dan menggali informasi sebanyak-banyaknya, agar Anda bisa beradaptasi dengan tren dan perubahan teknologi. Pendidikan menjadi faktor pendukung yang wajib diperhatikan setiap saat, agar Anda bisa memiliki wawasan yang cukup untuk memulai usaha hingga menjalankan bisnis setiap hari.

Bos Facebook Pamerkan Sarung Tangan VR Canggih Karya Tim Oculus Research

Berangkat dari sebuah proyek Kickstarter, Oculus akhirnya diakuisisi oleh Facebook pada bulan Maret 2014 senilai 2,3 miliar dolar. Dampak dari akuisisi Facebook tersebut salah satunya adalah sumber daya dan dana yang sangat melimpah buat Oculus, dan itu mereka buktikan lewat sebuah laboratorium R&D khusus bernama Oculus Research.

Berpusat di kota Redmond, Oculus Research dipimpin oleh Michael Abrash, yang sebelumnya merupakan karyawan Valve Software, yang kita tahu merupakan rival utama Oculus lewat teknologi yang mereka kembangkan untuk VR headset HTC Vive. Michael bersama timnya diberi tanggung jawab untuk menciptakan terobosan-terobosan baru di ranah VR sekaligus AR.

Bos Facebook, Mark Zuckerberg, belum lama ini mengunggah sejumlah foto terkait apa saja yang tim Oculus Research sedang kerjakan. Salah satu yang sangat menarik adalah sebuah prototipe sarung tangan dengan kemampuan hand tracking yang amat responsif sekaligus akurat.

Begitu hebatnya perangkat ini dalam mendeteksi pergerakan tangan sekaligus jari-jari penggunanya, Mark mengatakan bahwa ia bisa mengetik di atas sebuah virtual keyboard atau malah menembakkan proyektil jaring laba-laba layaknya Spiderman, bahkan dengan gerakan yang sama seperti di beberapa filmnya.

Menurut pengamatan UploadVR, sistem tracking yang disandingkan dengan sarung tangan tersebut rupanya bukan garapan Oculus, melainkan kamera-kamera besutan Optitrack yang dikenal mahal. Hal ini bisa menjadi bukti kalau tim Oculus Research benar-benar berkomitmen untuk menyempurnakan teknologi VR dan AR secara menyeluruh, bukan cuma produk-produk keluaran Oculus saja.

Mark Zuckerberg di dalam ruangan super-steril milik Oculus Research / Mark Zuckerberg (Facebook)
Mark Zuckerberg di dalam ruangan super-steril milik Oculus Research / Mark Zuckerberg (Facebook)

Zuckerberg tidak lupa memamerkan sejumlah fasilitas canggih yang dimiliki Oculus Research, salah satunya ruang steril yang dapat memfilter partikel udara yang ukuran seribu kali lebih kecil dari debu (gambar atas). Kemungkinan besar di area inilah Oculus memproduksi komponen optik mereka.

Ruang anechoic kedua Oculus Research sedang dalam tahap pembangunan / Mark Zuckerberg (Facebook)
Ruang anechoic kedua Oculus Research sedang dalam tahap pembangunan / Mark Zuckerberg (Facebook)

Dalam foto lainnya, semakin terbukti kalau VR itu bukan cuma mementingkan aspek visual saja, tetapi juga aural. Di sini bisa kita melihat pembangunan sebuah ruang anechoic (bebas gema) yang akan dimanfaatkan tim Oculus Research untuk bereksperimen dengan suara. Ruangan ini diklaim amat senyap – saking senyapnya, Anda bisa mendengar bunyi detak jantung Anda sendiri ketika berada di dalamnya.

Komitmen dan kecanggihan fasilitas yang dimiliki Oculus Research, tidak ketinggalan juga bergabungnya Hugo Barra sebagai salah satu pimpinan di Oculus, membuat perkembangan ke depan di ranah virtual reality terdengar semakin menarik.

Sumber: UploadVR dan Mark Zuckerberg (Facebook).

Belajar Menjadi Pemimpin Startup dari Tiga CEO Sukses Kelas Dunia

Saat ini makin banyak CEO muda bermunculan menawarkan produk dan layanan berbasis teknologi. Bukan hanya cerdas mengelola startup, para CEO muda ini juga dikenal dengan kreativitas hingga komitmen yang ditunjukkan demi menjalankan bisnis dengan sukses.

Artikel berikut ini akan mengupas kunci keberhasilan dari tiga CEO muda yang telah menelurkan perusahaan kelas dunia seperti Facebook, Google dan Twitter, mereka adalah Mark Zuckerberg, Larry Page dan Jack Dorsey.

Fokus [bukan] kepada pendapatan

Tentunya bagi investor, pegawai hingga media informasi tentang pendapatan adalah suatu hal yang wajib dibagikan dan diketahui. Dalam hal ini ketiga CEO muda tersebut ternyata memiliki pendekatan yang berbeda, yaitu mereka tidak terlalu suka membicarakan tentang revenue atau pendapatan. Fokus utama mereka adalah bagaimana performa dari perusahaan bisa tumbuh dengan cepat, dengan melakukan pengolahan serta pengembangan terhadap produk dan tentunya target pasar.

Meskipun pendapatan merupakan hal yang penting bagi perusahaan, namun dengan memfokuskan produk dan target pasar, merupakan strategi yang cukup ampuh untuk menjadi pemenang di pasar yang tepat.

Tiga hal yang ternyata dilakukan oleh ketiga CEO tersebut meliputi:

  • Membuat kerangka untuk market share, terutama berapa persen target pelanggan serta riset dan data yang ada terkait dengan penggunaan layanan yang nantinya bakal ditawarkan.
  • Mendorong anggota tim secara internal untuk bisa melihat sejauh mana kebutuhan dari target pengguna, dan tentunya dengan menghadirkan produk yang berbeda dengan kompetitor lainnya agar bisa memberikan pengalaman yang terbaik untuk pengguna.
  • Menargetkan tujuan akhir berdasarkan pengguna, pemasaran atau segmentasi dari pelanggan, dan tidak memfokuskan kepada pendapatan atau berapa jumlah uang yang masuk.

Kesimpulannya adalah, memfokuskan kepada pendapatan sah-sah saja, namun jika tidak dibarengi dengan tujuan, strategi, pelanggan, produk dan pegawai akan sulit mendapatkan pendapatan. Jika sejak awal perusahaan hanya memikirkan tentang pendapatan saja dan melupakan aspek penting lainnya, pendapatan yang sustainable dan menghasilkan produk yang berguna, akan sulit untuk diwujudkan.

Berikut adalah goals atau tujuan akhir dari tiga CEO sukses:

“These ads are terrible and not relevant at all. Make them better.” Larry Page, 2006.

“Our company goal is to get to 1 billion monthly active users.” Mark Zuckerberg, 2011.

“Every seller has two fundamental needs — capital and customers. How can we help them with either of these?” Jack Dorsey, 2013.

Pada akhirnya untuk Anda calon CEO yang sedang membangun bisnis, ada baiknya untuk tidak memfokuskan kepada pendapatan secara publik atau secara internal. Tentunya tidak akan mudah, namun dengan dukungan dari aspek lainnya, bisa dipastikan pendapatan akan datang di saat yang tepat. Akan banyak pihak terkait yang menuntut Anda sebagai CEO untuk lebih memikirkan tentang pendapatan, untuk itu tetaplah konsisten dengan rencana awal dan terus dorong anggota tim Anda untuk bertahan dan menerapkan strategi yang jelas, sekaligus memberikan layanan terbaik untuk pelanggan.

Mark Zuckerberg dan Impiannya Menjadi Tony Stark

Penggemar Iron Man pasti tidak asing lagi dengan Jarvis. Di film dan komik, asisten digital ini berkali-kali menyelamatkan nyawa Tony Stark dan Pepper Potts, tidak heran jika banyak orang diam-diam berimajinasi memiliki AI sepertinya buat membantu mereka di berbagai skenario. Di dunia nyata sendiri, ternyata CEO Facebook merupakan sosok yang paling mendekati Tony Stark.

Mungkin Anda sudah tahu, Mark Zuckerberg beberapa waktu lalu memublikasikan beberapa video demonstrasi kecerdasan buatan yang ia namai seperti sang asisten Iron Man. Tentu saja kreasinya itu bukan diciptakan untuk Mark sematkan di jubah eksoskeleton yang diam-diam ia buat. Implementasinya lebih ‘casual‘: di tahun 2016 ini, Mark menantang dirinya untuk membangun AI di rumah.

Sang chairman Facebook mengakui, perjalanan pengembangan AI yang ideal masih sangat jauh, meski teknologi saat ini memungkinkan terealisasinya sejumlah terobosan besar. Dan upaya menciptakan sistem home automation ini juga membuat Mark mempelajari lebih banyak hal, termasuk lebih memahami teknologi internal Facebook yang dimanfaatkan para teknisi.

Buat sekarang, Mark bisa berinteraksi dengan Jarvis menggunakan smartphone dan komputer. Lewat AI, ia dapat mengendalikan banyak pernak-pernik di rumah, misalnya lampu, thermostat, perabotan, bahkan mengakses sistem hiburan seperti musik dan keamaman. AI tersebut mampu menganalisis pola dan minat penghuni rumah, lalu pelan-pelan bisa mengetahui kata-kata serta konsep baru – bahkan dapat membantu Mark dan Priscilla menghibur buah hatinya, Max.

Jarvis memanfaatkan kombinasi sejumlah teknik pembangun AI seperti teknologi proses bahasa, sistem pengenal wajah dan suara, dan ‘reinforcemwent learning‘; ditulis di Python, PHP dan Objective C. Sebelum mulai menggarap Jarvis, Mark pertama-tama harus menyambungkan segala sistem (pintu, lampu, pengaturan suhu ruang, sampai sistem audio) di rumahnya ke server, lalu melengkapinya dengan menyiapkan user interface (messenger bot, app, dan kamera).

Bagi Mark, membuat AI bisa mengenali wajah manusia adalah salah satu tantangan terbesarnya. Pasalnya, mesin lebih susah membedakan wajah dua individu ketimbang dua objek berbeda. Untung saja kemampuan pengenal wajah Facebook semakin canggih, dan untuk menyempurnakan fungsinya, Mark memasang beberapa kamera buat mengambil gambar dari sudut berbeda, lalu memerintahkan mereka melakukan pengawasan secara terus-menerus.

Selanjutnya, Mark punya agenda untuk membangun aplikasi Android, memasang terminal suara Jarvis di lebih banyak ruang, serta mengoneksikan lebih banyak perabotan. Ia juga ingin mengeksplorasi kemampuan self-learning sehingga Jarvis bisa belajar secara mandiri tanpa perlu perintah spesifik.

Sumber: Facebook.

Drone Internet Aquila Milik Facebook Sukses Melakukan Penerbangan Perdana

Pemakaian internet tumbuh begitu pesat dalam dua dekade, dan kini kita tak lagi menganggapnya sebagai ‘kemewahan’. Meski demikian, sebetulnya hanya ada 40 persen penduduk dunia yang bisa menikmatinya, menyisakan kira-kira empat miliar orang tanpa akses internet. Menggapai mereka merupakan tantangan besar bagi para raksasa teknologi.

Mengusung konsep hampir serupa Project Loon Google, Facebook mencoba memperluas jangkauan internet menggunakan pesawat nirawak bernama Aquila. Rencana tersebut sebetulnya sudah terdengar cukup lama, namun baru pada tanggal 28 Juni 2016 kemarin Aquila dikonfirmasi telah berhasil melakukan penerbangan pertamanya, dilangsungkan di Yuma Proving Ground, Arizona.

Aquila 2

Aquila mempunyai bentuk seperti bumerang raksasa, dengan panjang melampaui lebar sayap Boeing 737 meski bobotnya ratusan kali lebih ringan dibanding pesawat komersial tersebut (hanya sepertiga mobil elektrik). Hal ini tercapai berkat pemakaian rancangan khusus serta frame dari bahan serat karbon. Di penerbangan perdananya, drone raksasa ini sukses mengangkasa selama 96-menit, lebih dari tiga kali durasi misi, dan mendarat dengan selamat.

Selama di udara, Aquila hanya mengonsumsi daya 2.000-Watt, setara listrik yang dipakai oleh alat pengering rambut. Di penerbangan selanjutnya, drone diperkirakan akan memerlukan 5.000-Watt untuk mencapai ketinggian serta kecepatan jelajah, memanfaatkan tenaga matahari yang diterima oleh panel surya. Tim insinyur Facebook yakin, tingginya tingkat efisiensi Aquila memungkinkan UAV terbang selama tiga bulan.

Aquila 1

Aquila dirancang untuk terbang secara melingkar dalam jarak 96,5-kilometer, menembakkan sinyal internet dari ketinggian 18,3-kilometer menggunakan laser dan gelombang MM (milimeter band). Teknologi tersebut dikembangkan oleh Ascenta, perusahan yang Facebook akuisisi di tahun 2014.

Saat ini para teknisi drone sudah mulai mencari solusi atas empat kendala besar: cara optimal mengumpulkan tenaga matahari, menciptakan baterai berkapasitas tinggi namun tetap ringan, memastikan UAV mencapai ketinggian dan kecepatan terbaik, dan mencari cara terbaik agar ongkos produksinya tidak mahal.

Kepada The Verge, Mark Zuckerberg menjelaskan, “Kami bukanlah perusahaan pesawat terbang, tetapi dalam waktu lebih dari dua tahun kami telah memiliki gagasan ini dan mulai membangun tim. Kami kini sudah mempunyai pesawat yang bisa terbang selama satu setengah jam. Hal ini ialah sebuah lompatan besar demi menyambungkan setiap orang.”

Selanjutnya, tim Facebook bermaksud untuk menguji daya tahan Aquila dalam penerbangan di waktu lama. Setelah hal itu sukses, Facebook siap memproduksinya dalam jumlah besar dan bekerjasama dengan pemerintah serta perusahaan telekomunikasi di berbagai negara.

Via Telegraph. Sumber: The Verge & Facebook.