Tag Archives: marketplace B2B

Telkom Akan Spin-Off Unit Marketplace B2B PaDi di Kuartal II 2023

PT Telkom Indonesia Tbk (IDX: TLKM) mengungkap kesiapannya untuk membesarkan portofolio bisnis digital tahun ini. Perusahaan berencana mendirikan operating company (opco) pada kuartal II untuk memayungi unit bisnis digital yang akan dilepas (spin-off) secara mandiri.

Dalam wawancara eksklusif oleh DailySocial.id, Executive Vice President (EVP) Digital Business & Technology Komang Aryasa mengatakan bahwa entitas mandiri menjadi salah satu tahap yang perlu diambil apabila ingin meningkatkan skala bisnis digital. Dengan langkah ini, pihaknya dapat membuka akses bagi investor luar yang berminat menanamkan modalnya.

“Kami mempertimbangkan model opco seperti INDICO, di mana di bawahnya akan terdapat opco-opco lain. Salah satu yang akan [dilepas] untuk tahap awal adalah Pasar Digital (PaDi) dan Logee. Kami sedang jajaki ke [investor] yang berminat chip in di sini, serta menanti persetujuan [induk usaha]. Target kami dalam tiga bulan ke depan adalah eksekusi [PaDi] menjadi opco,” ungkap Komang.

Sekadar informasi, INDICO merupakan umbrella brand dari PT Telkomsel Ekosistem Digital (TED) yang menaungi tiga entitas digital, yakni Kuncie, Fita, dan Majamojo. Entitas ini resmi didirikan pada tahun lalu yang dipimpin oleh Andi Kristianto sebagai CEO.

Sementara, Telkom Digital Business memiliki umbrella brand bernama Leap-Telkom Digital untuk mengakselerasi pertumbuhan produk dan layanan digital, seperti PaDi, Logee, dan Agree. Leap diperkenalkan pada pertengahan 2022. Saat ini, pihaknya belum menentukan apakah akan memakai brand Leap atau tidak pada opco ini.

Lebih lanjut, ujar Komang, unit bisnis digital harus memenuhi sejumlah metrik agar dapat menjadi entitas mandiri, di antaranya memiliki roadmap menuju EBITDA positif dalam 3-5 tahun ke depan, pertumbuhan eksponensial, dan uniqueness yang sulit diduplikasi oleh kompetitor.

Telkom mengklaim Gross Merchandise Value (GMV) yang diperoleh PaDi di 2022 mencapai Rp3,7 triliun, tumbuh lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang sekitar Rp1,7 triliun. Adapun, GMV PaDi saat ini (year-to-date) mencapai Rp5,4 triliun.

Adapun, rencana spin-off bisnis digital Telkom sebelumnya telah disampaikan Direktur Digital Business Telkom M Fajrin Rasyid pada akhir tahun lalu.

Mengenal PaDi

PaDi merupakan online marketplace B2B yang menghubungkan supply dan demand untuk pengadaan dan kebutuhan bisnis. Sebagai entry point, PaDi membidik segmen BUMN sebagai pembeli dan UMKM sebagai penyedia barang dan jasa. Contohnya, perlengkapan kantor dan event organizer.

Dikatakan, pengembangan PaDi bermula ketika pandemi Covid-19 memukul sektor UMKM di 2020. Secara umum, pemberdayaan UMKM dinilai masih rendah karena kalah saing dengan perusahaan skala menengah dan besar. Maka itu, PaDi difokuskan untuk memberdayakan UMKM mengingat BUMN juga membina banyak UMKM sehingga dapat diikutkan ke dalam ekosistem PaDi. Potensi pasar BUMN juga sangat besar karena penyerapan belanjanya didominasi oleh perusahaan menengah dan besar.

Menurut data Kementerian Keuangan, potensi belanja negara dan daerah untuk Produk Dalam Negeri (PDN) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Daerah (APBN dan APBD) di 2022 mencapai lebih dari Rp700 triliun. “Dari total spending BUMN per tahun itu, sebanyak 97% diserap oleh perusahaan besar, sedangkan UMKM cuma mengambil porsi 3%,” tambah Tribe Leader SMB Digitalization Jimmy Karisma Ramadhan.

PaDi dirancang untuk menyederhanakan journey experience bagi BUMN dan UMKM. Proses pengadaan, pembayaran, hingga pengiriman dilakukan secara online. Pihaknya juga menghadirkan tools untuk menunjang aktivitas penjual, seperti accounting, legalitas, dan penjualan offline. Sudah ada 92 BUMN terdaftar sebagai buyer dan 68.000 penjual UMKM.

“Kami ingin menghadirkan proses pengadaan semudah berbelanja di e-commerce sebagai salah satu value. Sejak tiga tahun terakhir, kami melihat perilaku pembeliaan BUMN mulai terbangun di sini. Target kami tak hanya transparansi dan digitalisasi, tetapi juga efisiensi dan mencapai Produk Dalam Negeri (PDN),” papar Jimmy.

Bidik enterprise

Setelah BUMN, PaDi sedang menjajaki kemungkinan masuk ke pasar enterprise. Pihaknya juga berencana menggandeng bank pelat merah untuk memfasilitasi akses modal usaha bagi UMKM. Misalnya, invoice financing untuk kebutuhan pengadaan.

“Kami berhati-hati untuk masuk ke enterprise. Strategi kami adalah kurasi validitas seller untuk melihat kemampuan berjualan. Hal ini untuk menjaga confident level PaDi dengan baik,” tambah Komang.

Dalam lanskap pasar B2B, Telkom mengklaim belum ada pemain di Indonesia yang menguasai pasar dan unggul pada efisiensi. Menurutnya, saat ini PaDi punya posisi kuat karena didukung oleh ekosistem Telkom Group yang dapat dimanfaatkan untuk menjangkau lima bisnis utama B2B, antara lain pengadaan, marketplace, direct B2B, clasiffied ads, dan support service.

Pihaknya juga tengah mengeksplorasi untuk masuk ke layanan e-tender yang mana prosesnya belum terdigitalisasi. Platform PaDi baru sebatas memberikan informasi pengumuman tender BUMN, tetapi belum masuk sampai proses tendernya.

“Kami berupaya menghadirkan transparansi sehingga nantinya BUMN atau UMKM tidak perlu daftar setiap kali ada tender. Kami terhubung juga dengan daftar hitam di BUMN sehingga vendor yang sudah di-blacklist otomatis diketahui.”

Bio Farma, perusahaan pelat merah farmasi, meresmikan kehadiran marketplace B2B khusus farmasi Medbiz (Medicine Distribution Business Zone)

Bio Farma Luncurkan “Medbiz”, Platform Marketplace B2B Farmasi

Bio Farma, perusahaan pelat merah farmasi, meresmikan kehadiran marketplace B2B khusus farmasi Medbiz (Medicine Distribution Business Zone). Solusi ini berkat kolaborasi perseroan dengan SIRCLO sebagai penyedia solusi omnichannel commerce.

Medbiz merupakan strategi Bio Farma untuk mendigitalisasi distribusi produk obat-obatan dan alat kesehatan secara menyeluruh. Tak hanya itu, dalam rangka menciptakan inovasi bersama dalam penyediaan produk farmasi yang terintegrasi, cepat, dan efisien guna mendorong terciptanya ekosistem kesehatan berbasis digital di Indonesia.

“Hari ini kita launching beberapa produk yang luar biasa dan revolusioner, yang kita harapkan menjadi new revenue stream bagi Bio Farma. Tapi yang terpenting adalah produk yang kita launching hari ini dapat menjadi solusi kesehatan bagi masyarakat Indonesia dan global,” ucap Direktur Transformasi dan Digital Bio Farma Soleh Ayubi dalam keterangan resmi, Kamis (2/2).

Menurut dia, Medbiz bukan sekadar digitalisasi tapi merevolusi cara Bio Farma berjualan di ranah farmasi. Oleh karenanya, pihaknya mendorong industri farmasi, mulai dari klinik, apotek, dan rumah sakit untuk bertransaksi melalui Medbiz dalam memenuhi pengadaan mereka.

Diklaim solusinya dapat menghemat waktu hingga 20% dari yang biasanya dipakai untuk menangani penjualan. “Di mana nantinya waktu tersebut dapat digunakan untuk mencari pelanggan baru. Tapi kita tidak akan berhenti di sini, we are going to continue, we will not stop here.”

Sebelumnya Medbiz sudah melakukan soft-launching pada 31 Agustus 2022 dan memiliki distributor resmi, yakni Bio Farma, Kimia Farma, dan Indofarma. Pada tahap awal, Medbiz menggandeng 11 distributor yang tersebar di Bandung, Jabodetabek, dan Purwokerto. Disampaikan Medbiz telah menjangkau 100 pembeli terdaftar di aplikasinya.

Selama empat bulan, dari September hingga Desember 2022, diklaim Medbiz telah mencatatkan 3.807 transaksi dengan 3.309 pengguna terdaftar, dan 56 distributor yang tersebar di seluruh Indonesia. Soleh menerangkan, dengan kekuatan ekosistem healthcare yang dimiliki Holding BUMN Farmasi dan komitmen seluruh pihak, diharapkan Medbiz dapat menjadi solusi untuk memudahkan proses pengadaan obat, alat kesehatan, dan produk kesehatan lainnya.

Kemitraan dengan SIRCLO

Medbiz memosisikan dirinya sebagai one-stop medical supplies, yang menghadirkan fitur di aplikasi maupun situs, untuk membantu para penyedia jasa farmasi dalam menjelajah lebih banyak kategori produk dan pilihan distributor resmi. Kehadiran fitur-fitur tersebut merupakan hasil dari konsultasi yang dilakukan dengan ICUBE by SIRCLO, serta personalized solutions yang ditawarkan oleh SWIFT by SIRCLO.

ICUBE by SIRCLO menghadirkan layanan konsultansi strategi dan implementasi teknologi omnichannel berbasis Magento. Seiring dengan meningkatnya permintaan dari pemilik merek untuk memperkuat pengelolaan laman penjualannya, Swift by SIRCLO hadir sebagai penyedia solusi pengembangan teknologi omnichannel. Kedua produk dan solusi di bawah naungan SIRCLO Group inilah yang turut berperan dalam pengembangan Medbiz.

Chief Technology Officer Enterprise Solutions SIRCLO Muliadi Jeo menuturkan, perusahaan terus berupaya membantu berbagai lini bisnis dalam bertransformasi secara digital. Hal ini diwujudkan dengan mendukung upaya bisnis, termasuk di skala BUMN, untuk dapat terus bertransformasi.

“Melalui produk yang ditawarkan seperti ICUBE by SIRCLO dan Swift by SIRCLO, kami menghadirkan kemudahan bagi para pelaku bisnis melalui ekosistem teknologi yang terintegrasi dan dengan solusi yang berbasis custom,” ujarnya.

Kerja sama SIRCLO dengan korporasi bukanlah yang pertama. Sebelumnya, perusahaan bekerja sama dengan MNC Group, melalui unit bisnis e-commerce AladinMall. Solusi yang dimanfaatkan adalah SIRCLO Commerce, yakni solusi end-to-end channel management dari SIRCLO untuk brand berskala besar yang ingin memperluas pasarnya secara online.

SIRCLO Commerce menawarkan opsi bagi brand untuk memperluas jangkauannya melalui AladinMall. Tak hanya itu, brand yang bergabung di AladinMall lewat SIRCLO Commerce dapat melakukan penambahan produk atau product assortment ke platform AladinMall.

Startup marketplace B2B khusus konstruksi GoCement berhasil mendapatkan pendanaan tahap awal dari Arise, MDI Ventures, Beenext, dan Ideosource

GoCement Terima Pendanaan Tahap Awal, Digitalkan Industri Konstruksi Melalui Marketplace B2B

Startup marketplace B2B khusus konstruksi “GoCement” berhasil mendapatkan pendanaan tahap awal dari Arise (fund kolaborasi MDI Ventures dan Finch Capital), MDI Ventures, Beenext, dan Ideosource. Tidak disebutkan nominal dana yang didapat dalam putaran ini. Perusahaan memastikan dana segar akan dimanfaatkan untuk mempercepat pengembangan produk pasar B2B dengan memasukkan distributor besar ke dalam platform-nya, termasuk memanfaatkan jaringan Arise di perusahaan konstruksi pelat merah.

GoCement didirikan pada 2020 di tengah pandemi oleh Djonny Suwanto dan Asanga Abhayawardhana yang berpengalaman lebih dari 30 tahun di industri konstruksi karena keduanya berasal dari latar belakang pabrikan dan distributor. Dengan pengalaman matang di industri perdagangan bahan bangunan, menjadi bekal yang baik untuk mendorong tingkat pertumbuhan teknologi konstruksi.

Layanan tersebut berusaha mendigitalkan industri konstruksi yang ada dengan menciptakan pasar yang memanfaatkan distribusi bahan bangunan terdesentralisasi melalui manufaktur cloud. Model ini dicapai dengan mengarahkan produsen, distributor, membangun toko ritel, kontraktor, dan konsumen individu lainnya ke dalam satu platform. Dengan memanfaatkan manufaktur cloud, GoCement akan memberdayakan produsen UKM lokal untuk meningkatkan load cell mereka agar dapat menjaring klien yang lebih besar.

Kebutuhan dramatis untuk transformasi digital telah diperkuat melalui pandemi, pertumbuhan pasar B2B melonjak 16% selama beberapa tahun terakhir. Alasan ledakan teknologi konstruksi terutama berkisar pada tantangan yang dihadapinya dengan fragmentasi yang tinggi, komunikasi yang buruk, dan kurangnya transparansi data. GoCement memberikan solusi inovatif untuk menjawab tantangan yang ada di pasar tersebut.

CEO & Founder GoCement Djonny Suwanto menuturkan, konstruksi adalah industri yang masif, ekosistem yang kompleks dari pemilik proyek, pengembang, arsitek, kontraktor umum, subkontraktor hingga tukang (mandor/tukang), dan banyak lagi. Ia bahkan menyebut industri ini sebagai dinosaurus terakhir yang siap untuk disrupsi teknologi.

Selama bertahun-tahun, ia mengamati beberapa masalah signifikan dalam industri konstruksi, terutama didorong oleh pengadaan material yang tidak efisien dan pengangkutan barang-barang berukuran besar yang bernilai rendah. Masalahnya nyata. Kontraktor harus dapat menghemat waktu dan kerumitan untuk menghasilkan produktivitas.

“GoCement hadir untuk merevolusi industri dengan menghadirkan transparansi dan pengadaan bahan bangunan serta perekrutan peralatan yang efisien melalui inovasi & teknologinya,” ucapnya dalam keterangan resmi, Senin (18/10).

Partner Arise Aldi Adrian Hartanto menjelaskan, industri konstruksi Indonesia mirip dengan India karena didominasi oleh beberapa pemain besar. Kesempatan tersebut memungkinkan pemain seperti Infra.Market untuk membangun jaringan yang membantu produsen kecil mengembangkan bisnis mereka dan bersaing dengan perusahaan yang lebih mapan. Infra.Market adalah startup sejenis asal India yang memiliki pangsa pasar besar di negara tersebut.

Semangat tersebut membentuk visi yang sama bagi GoCement untuk mengurangi kelebihan kapasitas di industri ini melalui digitalisasi dan pemberdayaan seluruh pemangku kepentingan terkait di Indonesia.

“Kami memiliki keyakinan penuh bahwa Djonny dan Asanga, mengingat latar belakang mereka yang sangat kompatibel, bergabung dengan sumber daya dan jaringan kami yang kuat dalam ledakan konstruksi nasional untuk menjadi ujung tombak keberhasilan GoCement,” terangnya.

Partner Ideosource Edward Chamdani menambahkan, ”Kami percaya bahwa GoCement akan menjadi hal besar berikutnya dalam industri ConTech (construction tech) melalui digitalisasi rantai pasokan; sehingga kehadiran GoCement akan memungkinkan pengguna akhir untuk mengakses produk berkualitas tinggi namun terjangkau dan mengirimkannya ke daerah yang kurang dapat diakses bahkan.”

Pangsa pasar marketplace B2B

Dalam unggahannya, Arise menjelaskan dengan meningkatnya adopsi digital yang didorong oleh pandemi secara global, marketplace B2C telah menjadi salah satu yang paling diuntungkan. Namun di Asia, segmen ini menyumbang hampir 80% dari penjualan transaksi B2B global, mencapai $6,1 triliun. “Angka tersebut menunjukkan peluang signifikan yang belum dimanfaatkan di sisi lain, yang menarik perhatian kami di Arise,” tulis perusahaan.

Tidak seperti marketplace B2C, sektor marketplace B2B menghadapi batasan yang signifikan karena sifat industri yang berbeda – membutuhkan pendekatan yang disesuaikan dan khusus. Tren serupa juga muncul di Asia Tenggara yang mengambil jalan berbeda tentang aturan main marketplace B2C.

Alih-alih “pemenang mengambil semua” (winner takes all) menjadi “berbagai pemenang di setiap vertikal” seperti: agrikultur, ritel F&B, consumer goods, perlengkapan konstruksi, manufaktur, perlengkapan kantor, dan lainnya.

Strategi Bisnis Ralali

Ralali Targetkan Balik Modal dalam Satu Tahun ke Depan

Kondisi pandemi memaksa platform marketplace B2B Ralali memilih jalan yang lebih konservatif. Founder dan CEO Ralali Joseph Aditya menegaskan bahwa untuk saat ini tak akan ada ekspansi atau pengeluaran yang gila-gilaan dari perusahaan di masa tak menentu seperti ini.

Patut diingat e-commerce B2B seperti Ralali ini merupakan salah satu yang paling terdampak dari lesunya ekonomi selama wabah Covid-19 melanda dunia. Lemahnya daya beli masyarakat dan rusaknya rantai pasokan bisnis memaksa Ralali untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Masih segar di ingatan bagaimana startup marketplace B2B Stoqo gulung tikar pada April lalu.

Kehati-hatian dalam menghadapi potensi krisis tercermin dari ucapan Aditya. Dalam konferensi pers virtual siang tadi, Aditya menekankan bahwa selain tak akan ada pengeluaran besar-besaran, keputusan mereka harus berorientasi untung.

“Intinya yang kami lakukan itu membuahkan revenue atau return. Artinya semua cost yang berubah seperti variable cost harus bisa diukur menjadi revenue. Sementara untuk yang menjadi operasional harus dioptimalkan bertahan tidak naik drastis,” jelas Aditya.

Dengan kerangka berpikir demikian, Aditya berani memasang target Ralali memperoleh break even point sebelum ulang tahun perusahaan berikutnya. “Kami inginnya bukan jadi e-commerce yang bakar-bakar duit, tapi menjadi e-commerce yang profitable,” imbuh Aditya.

Sumber keyakinan Aditya berasal dari kenaikan e-commerce B2B yang selama ini selalu didominasi oleh e-commerce B2C. Edukasi produk dan teknologi yang cukup lama dari para pelaku B2C menurutnya membantu Ralali dikenal lebih cepat oleh target pengguna.

Strategi bisnis ke depan

Ralali yang baru berusia 7 tahun sekarang punya sejumlah strategi untuk bertahan dari kencangnya guncangan ekonomi akibat pandemi. Salah satu di antaranya adalah dengan merancang hyperlocal business. Konsep ini memungkinkan satu titik bisa menyuplai kebutuhan bisnis di radius 15-20 kilometer.

Strategi lain yang diutamakan oleh Ralali adalah pendanaan UKM. Bedanya pendanaan yang disediakan oleh Ralali berbentuk barang. Menurut Aditya, pendanaan jenis ini dibutuhkan oleh para UKM yang kesulitan beroperasi kembali.

“Kita punya tim di lapangan untuk profiling yang nanti kita bisa beri bantuan dana dalam bentuk supply chain financing atau dengan kata lain pendanaan dalam bentuk barang. Jadi nanti dikasih barangnya dulu, lalu ketika produknya sudah terjual baru mereka bisa bayar ke kami,” terang Aditya.

Guna melewati masa-masa sulit saat ini, Ralali juga meluncurkan kampanye untuk mendukung dan menggandeng UMKM kembali bangkit. Kampanye tersebut meliputi promo, diskon, ongkir gratis, yang bisa dinikmati pembeli di platform Ralali.

Selama 7 tahun beroperasi, Ralali tercatat digunakan lebih dari 11.000 pemasok dan 160.000 UMKM. Angka-angka tersebut menjadikan Ralali sebagai salah satu e-commerce B2B terbesar di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here
Marketplace B2B Ralali

Ralali Tambah Fitur Baru Dukung Kemudahan Transaksi dan Pengembangan Bisnis Mitra

Platform marketplace B2B Ralali merilis tiga fitur baru untuk dukung kemudahan transaksi di dalam platformnya. Perusahaan berambisi menjadi super app yang memiliki berbagai layanan untuk permudah transaksi.

Founder dan CEO Ralali Joseph Aditya menjelaskan, tiga fitur ini hadir dalam situs dan aplikasi Ralali. Pertama adalah Radar (Ralali Darat Air Udara), fitur baru yang akan membantu peran logistik Ralali Kargo untuk terhubung dengan berbagai vendor logistik pengiriman barang di berbagai pelosok, sehingga pengiriman barang pesanan tidak terpusat di satu kota saja.

“Solusi ini menjawab masalah yang sering dikeluhkan pelaku usaha mengenai biaya logistik yang sangat besar,” terangnya, kemarin (30/8).

Fitur kedua adalah Octopus untuk mitra brand dari Ralali. Ini berfungsi memudahkan brand monitor performa produk dan tingkat kebutuhan berbagai daerah terhadap kebutuhan produknya melalui aplikasi keagenan Ralali, bernama Big Agent. Octopus memberikan dampak yang signifikan bagi mitra untuk mengontrol pasar dan distribusi sesuai dengan karakter pembeli di berbagai daerah.

Terakhir, adalah fitur fintech yang di dalamnya ada payment, financing (akses pendanaan), asuransi, dan investasi. Keempatnya difokuskan untuk bantu pengembangan dan perkuat bisnis UKM itu sendiri.

Joseph menjelaskan fitur fintech adalah hasil kolaborasi dengan para mitra penyedia jasa keuangan. Ke depannya perusahaan akan menambahkan digital goods di dalam fitur ini, seperti pembelian pulsa, paket data, PLN, PDAM, BPJS, dan uang elektronik.

“Fitur fintech sudah resmi tersedia, namun baru menyediakan financing dan insurance. Sisanya akan segera menyusul. Demikian pula untuk Radar dan Octopus, keduanya kami rencanakan meluncur sebelum akhir tahun ini.”

COO Ralali Alexander Lukman menambahkan, fitur fintech ini telah dipasarkan oleh para agen ke lebih dari 1.500 pelaku UKM. Total pendanaan yang tersalurkan mencapai Rp18 miliar.

“Pasar yang sebelumnya belum pernah tergarap pun sekarang bisa mendapatkan akses untuk perluasan dan pengembangan,” kata Alexander.

Agen adalah motor pertumbuhan Ralali

Joseph menerangkan jalur keagenan adalah salah satu motor pertumbuhan bisnis di Ralali. Makanya, aplikasi Big Agent diperkuat dengan berbagai fitur untuk dukung produktivitas agen. Dalam pemasaran produk B2B, memang tidak bisa disamakan dengan apa yang dilakukan oleh e-commerce B2C seperti kebanyakan.

Dia melihat, cara paling ampuh untuk mendekati konsumen B2B, terutama UKM yakni dengan menemui langsung di lapangan karena mayoritas dari mereka belum tersentuh oleh teknologi. Secara potensi, e-commerce B2B itu dinilai lebih besar dari B2C, terlebih dari berbagai data menyebut 60% dari total PDB Indonesia ditopang oleh UKM.

“Memang sekarang di Indonesia itu yang lebih besar saat ini adalah B2C. Namun di Tiongkok itu, bisnis B2B itu dua kali lebih besar dari B2C. Artinya, tugas kita masih banyak untuk edukasi ke pasar. Setelah enam tahun berdiri, kami lihat potensi B2B di luar Jawa itu besar, banyak permintaan mau gabung sebagai agen.”

Joseph melanjutkan, “Kehadiran Big Agent membedakan kami dengan e-commerce lainnya, kami mendefinisikan cara baru melakukan bisnis.”

Aplikasi Big Agent ini sebenarnya sudah dirilis sejak tahun lalu. Data terkini menyebut, ada 300 ribu agen tergabung, dengan dominasi di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Malang, Semarang, Padang, dan Palembang.

Mereka tidak hanya pekerja lepas, tapi ada juga dari karyawan, mahasiswa, pelajar, dan pengemudi ojek online. Rentang usianya antara 21-25 tahun. Pekerjaan yang bisa dilakukan para agen melalui aplikasi Big Agent diklaim ada ratusan ribu jenis.

Namun ada tiga layanan pekerjaan untuk pelaku bisnis, yakni survei pasar (14,29%), promosi (74,52%), dan akuisisi (4,25%). Sistem kerjanya fleksibel dan ada komisi yang diberikan tergantung pekerjaan yang diselesaikan.

CTO Ralali Irwan Suryadi menjelaskan, seluruh pekerjaan yang diselesaikan ini akan menjadi data yang diolah sebagai salah satu mesin utama big data untuk mengenali konsumen lebih baik dan memetakan pola transaksi pembeli. Harapannya, dari pengolahan data ini bisa menjadi rujukan tepat sasaran bagi perusahaan untuk memahami berbagai kebutuhan dalam satu ekosistem digital.

Sejauh ini perusahaan telah memiliki 20 layanan dalam ekosistemnya, termasuk di antaranya ketiga fitur baru di atas, dan aplikasi Big Agent. Joseph mengklaim rata-rata jumlah transaksi perusahaan tumbuh hingga empat kali lipat. Bahkan pada tahun lalu, jumlah transaksi secara nominal tembus sekitar Rp10 triliun.

Dia optimis tahun ini pencapaian bisnis bisa naik hingga lima kali lipat dari pencapaian setahun sebelumnya. Perusahaan telah menjangkau lebih dari 750 ribu UKM di 25 provinsi sebagai pembeli. Juga, telah rambah Singapura dan Thailand. Dalam pipeline, perusahaan berencana untuk perluas ke Vietnam dan Filipina.

“Mungkin tahun depan. Ada beberapa negara lain juga, mirip-mirip dengan Indonesia. Di mana negara tersebut banyak penduduknya, butuh pekerjaan juga,” tandasnya.

Selama 6 tahun, Ralali melayani lebih dari 13.000 pemasok (sellers), lebih dari 160.000 pembeli (UKM) dan menangani hampir 300.000 produk (SKU) di dalam platformnya, dengan setengah juta pengguna terdaftar dan lebih dari 5 juta pengunjung bulanan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Ralali Receives Series C Funding Worth Over 181 Billion Rupiah

The B2B marketplace, Ralali announced Series C funding worth of $13 million (equivalent to 181.9 billion Rupiah) led by Arbor Ventures, TNB Aura, and ZIFExN Co., Ltd., founder, Jo Hirao. As previous investors, AddVentures and Qualgro also participate in this round.

Ralali‘s CEO, Joseph Aditya explained the fresh funding is to be used for technology development and team building to accelerate market penetration. Also to make innovation for SMEs to get better in the business assessment.

The thing is, business players in this segment have no access to the distribution of assessment, finance, logistics, and others. It’s because they have no information regarding technology and economic scale for data management and reporting. While we have more than 60% SMEs, only 8% of those aware of digital technology.

“This funding is to support us in building better technology and team to assist millions of Indonesian SMEs for business assessment through Ralali. With us being the ‘super app’, buyers in segmented business can have curated and related solutions for assessment, finance, and logistics,” he stated officially.

There are 12 thousand suppliers have been connected through the company, including big brands as Unilever, Food Solutions, PaperOne, Asus, and many more. More than 160 thousand entrepreneurs have been using Ralali, maintaining almost 300 SKU products in the platform.

Around 500 thousand SMEs registered into the platform with more than 5 million visitors per month.

Innovation has made to reach out to entrepreneurs by presenting BIG Agent, on-demand freelancers to work on the survey and market education to “go digital”. There are currently 120 thousand agents around Jakarta, Java, Sumatra, and Kalimantan.

Ralali was created as a one-stop solution for SMEs to book, look for a business assessment, micro-lending product, and term of payment. There are 1,500 SMEs have been using the financial solution.

Ralali is said to have significant GMV as 5 times over the last year and up for 3-4 times this year.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Ralali

Ralali Raih Pendanaan Seri C Lebih dari 181 Miliar Rupiah

Startup B2B marketplace Ralali mengumumkan perolehan pendanaan seri C sebesar $13 juta (setara 181,9 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Arbor Ventures, TNB Aura, dan founder ZIGExN Co., Ltd., Jo Hirao. Investor sebelumnya AddVentures dan Qualgro turut berpartisipasi dalam putaran ini.

CEO Ralali Joseph Aditya menerangkan, perusahaan berencana menggunakan dana segar tersebut untuk perkuat teknologi dan tim agar penetrasi pasar Ralali semakin kuat. Serta berinovasi untuk memperkuat UKM dalam pemenuhan kebutuhan usaha.

Pasalnya, para pengusaha di segmen ini tidak memiliki akses pemerataan dalam pemenuhan kebutuhan, pembiayaan, logistik, dan kebutuhan lainnya karena tidak memiliki skala ekonomi dan teknologi untuk mengelola dan merekam data. Sementara, ada lebih dari 60 juta UKM namun hanya 8% di antaranya yang sudah melek digital.

“Pendanaan ini akan membantu kami meningkatkan teknologi dan tim untuk melayani jutaan UKM Indonesia dalam memenuhi kebutuhan usaha mereka melalui Ralali. Dengan menjadi ‘super app’, pembeli dengan segmen usaha spesifik dapat menemukan solusi yang terkurasi untuk produk kebutuhan usaha, pembiayaan, dan logistik yang relevan dengan usaha masing-masing,” ucap Aditya dalam keterangan resmi.

Saat ini perusahaan menghubungkan 12 ribu pemasok termasuk brand besar seperti Unilever, Food Solutions, PaperOne, Asus, dan lainnya. Lebih dari 160 ribu pengusaha telah memanfaatkan Ralali, menangani hampir 300 ribu produk SKU dalam platform.

Selanjutnya, sekitar 500 ribu UKM telah terdaftar dan platform Ralali dikunjungi lebih dari 5 juta pengunjung tiap bulannya.

Salah satu inovasi perusahaan dalam menjangkau para pengusaha adalah menghadirkan platform BIG Agent, tenaga lepas on-demand yang mengerjakan survei dan mengedukasi pasar untuk “go digital“. Terhitung ada 120 ribu agen tersebar di Jakarta, Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.

Platform Ralali didesain sebagai one stop solution untuk UKM yang ingin memesan, mencari solusi pemenuhan kebutuhan usaha, pinjaman mikro dan ketentuan pembayaran (term of payment) untuk permudah akses pembiayaan. Disebutkan ada 1.500 UMKM yang telah memanfaatkan solusi pembiayaan ini.

Diklaim Ralali mencatatkan GMV yang cukup signifikan sebanyak 5 kali lipat di 2018 dan on-track menuju pertumbuhan 3-4 kali lipat untuk tahun ini.

Application Information Will Show Up Here