Perkembangan teknologi memasuki level perangkat yang saling terhubung atau akrab di sebut dengan IoT (Internet of Things). Dalam kurun waktu lima tahun belakangan, perkembangan IoT berkembang pesat baik dari segi perangkat maupun pemanfaatannya. Di Indonesia pun demikian. IoT mulai dilihat banyak orang sebagai bentuk inovasi sebagai generasi selanjutnya perkembangan teknologi. Banyaknya perusahaan telekomunikasi yang berinvestasi dan startup-startup yang hadir bertema IoT menjadi tanda bahwa IoT akan terus tumbuh.
Industri IoT secara umum membutuhkan persediaan perangkat dan infrastruktur yang memadai, baik dari segi ketersediaan server, cloud, maupun koneksi yang mumpuni untuk mendukung penggunaan secara maksimal. Di level perusahaan, perusahaan telekomunikasi menjadi salah satu yang terlihat gencar berinovasi di segmen IoT ini. Nama-nama seperti Telkomsel, Indosat Ooredoo, XL Axiata, dan Smartfren menjadi nama yang sering diberitakan terkait inovasi mereka di segmen IoT.
Indosat Ooredoo mengembagkan Vessel Monitoring System, sebuah layanan yang dirancang untuk memonitoring pergerakan kapal dan aktivitasnya. Telkomsel juga menguji cobakan jaringan NB-IoT (Narrowband Internet of Things) di jaringan 4G yang dirancang khusus untuk menyambut tren IoT di Indonesia.
Tak jauh beda, Smartfren pun demikian. Melalui wawancara beberapa waktu lalu, Smartfren mulai fokus ke bisnis M2M (machine to machine) meski masih dalam tahap “siap-siap” meluncur di tahun ini.
Prediksi di 2017
Co-Founder IoT.co.id Martin Kurnadi berpendapat bahwa tren IoT di Indonesia di tahun 2017 akan lebih fokus ke arah B2B. Solusi akan dibutuhkan perusahaan dalam membantu memudahkan operasional, alasan lainnya karena dapat memangkas anggaran dan meningkatkan efisiensi kerja. Solusi dari IoT pun diprediksi akan dikombinasikan dengan beberapa teknologi lain seperti pengolahan data dan kecerdasan buatan.
Martin lebih jauh menjelaskan ada beberapa faktor yang akan berpengaruh pada perkembangan industri IoT di tanah air, yakni faktor teknis dan non teknis. Dari segi teknis, ketersediaan perangkat dan kompetisi dari pemain luar menjadi tantangan berarti. Ketersediaan komponen untuk perangkat masih jarang di Indonesia. Dari segi non teknis, Martin menilai masih ada kesulitan mencari model bisnis.
Salah satu penggiat IoT tanah air Andri Yadi, yang juga merupakan pendiri Dycode X, bercerita ada beberapa hal yang akan mempengaruhi industri IoT tanah air. Andri menyoroti ketersediaan jaringan yang membutuhkan low power sehingga perangkat tidak membutuhkan daya yang besar atau bisa memanfaatkan daya dari batere.
Belum lagi masalah frekuensi. Diharapkan pemerintah bisa mengatur frekuensi-frekuensi yang nantinya digunakan untuk perangkat IoT agar tetap terkendali dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Selain itu ketersediaan perangkat “mentah” masih menjadi masalah bagi para pengembang-pengembang IoT tanah air. Harapannya pemerintah bisa membantu memudahkan import perangkat-perangkat mentah ini untuk membantu inovasi para pengembang.
Untuk permasalahan lainnya, Andri melihat keamanan akan tetap menjadi concern utama. Meski para pengembang sudah sangat memperhatikan keamanan, baik dari segi data, firmware, atau perangkat mereka, keamanan perangkat-perangkat IoT ini masih tetap harus menjadi fokus seiring mulai banyaknya implementasinya.
Sofian Hadiwijaya, seorang profesional yang juga mengamati dunia IoT, menganggap pergerakan industri IoT di tanah air masih belum terlihat signifikan. Hanya saja pendidikan dan inovasi akan semakin luas mengingat semakin banyak maker di Indonesia. Untuk inovasi, Sofian melihat smart home dan smart farming masih menjadi dua sektor yang akan dikembangkan di Indonesia saat ini.
Seperti dikutip dari laporan Computer Weekly, tren IoT di Asia Tenggara akan menghadapi sejumlah tantangan tahun ini. Beberapa di antaranya adalah latency dan pengelolaan data.
Global Vertical Strategy and Marketing Equinix Tony Bishop dalam sebuah artikel menjelaskan bahwa akses ke jaringan, cloud, dan kemampuan bekerja di berbagai lingkungan aplikasi adalah faktor sukses sebuah solusi IoT. Hanya saja semakin banyak perangkat IoT yang terhubung dan mengharuskan koneksi real time mengakibatkan permasalahan latency dan performa. Kaitannya tidak hanya dengan kecepatan akses tapi juga ketahanan.
Infrastruktur adalah salah satu jalan utama bagi inovasi dan terobosan teknologi di era sekarang. Peran pemerintah dan perusahaan telekomunikasi sangat dibutuhkan di sini. Semakin baik infrastruktur yang dibangun semakin mungkin Indonesia akan mendapatkan manfaat optimal dari perkembangan teknologi IoT.
Fenomena bernama drone
Wearinasia, startup yang secara khusus menjual perangkat-perangkat wearable dan drone bercerita kepada DailySocial bahwa pertumbuhan transaksi pembelian drone meningkat 100% secara YoY untuk tahun 2015-2016. Prediksinya tahun ini akan terus meningkat.
Harga drone diprediksi akan mulai membumi dengan semakin banyaknya pilihan drone di entry level, drone mini misalnya. Drone mini saat ini paling banyak dicari di Wearinasia.
CMO Wearinasia Andrew Gunawan lebih lanjut memaparkan drone ke depannya tidak hanya digunakan untuk industri hiburan, tetapi juga untuk keperluan lain yang lebih teknis.
“Saat ini penggunaan drone intensitasnya makin tinggi di industri media dan perfilman. Belakangan ada beberapa calon mitra yang menawarkan produk produk drone untuk keperluan industri, misalnya drone instalasi listrik sampai drone yang dilengkapi tear gas,” ujarnya.