Tag Archives: Maubelajarapa

MauBelajarApa

Cerita Startup Edutech MauBelajarApa Saat Ditunjuk sebagai Mitra Program Kartu Prakerja

Program kartu prakerja menimbulkan banyak polemik di masyarakat. Salah satu yang menjadi sorotan adalah kualitas konten dan harga yang ditentukan. Keduanya dinilai tidak relevan, bahkan tidak sedikit yang menyamakan dengan konten gratis yang ada di YouTube.

Kami berbincang dengan Jourdan Kamal selaku founder MauBelajarApa, salah satu platform yang menjadi mitra resmi program kartu prakerja; untuk mengetahui bagaimana proses yang terjadi di belakang penunjukan dan tentunya soal kualitas konten dan harga pelatihan yang ditawarkan.

Jourdan menjelaskan, dari awal pihaknya dikontak oleh Kantor Staff Presiden. Mereka menjelaskan sedang mencari platform untuk menyediakan training. Singkat cerita pada bulan Desember 2019 silam MauBelajarApa diminta untuk menjadi mitra.

Sebagai informasi, MauBelajarApa adalah sebuah platform yang mengkurasi berbagai macam bentuk workshop atau pelatihan secara offline atau tatap muka. Tapi karena permintaan dari pemerintah, mereka sedikit berinovasi dengan membuka kelas berbasis online memanfaatkan platform video conference seperti Zoom, Hangout, dan lainnya.

“Jadi sebenarnya prakerja ini pas kita di-approach mereka (pemerintah) mau fokusnya offline. Tetapi gara-gara pandemi Covid-19 ini dan mereka pikir daripada diundur lagi kartu prakerjanya akhirnya diubah ke online untuk sementara. Karena pengen banget orang bisa segera belajar dan dapat insentif, untuk membantu penerima kartu prakerja juga kan. Kalau nanti delay insentifnya juga delay,” jelas Jourdan.

Mengenai mengapa pelaksanaan pelatihan dilakukan secara online juga sudah dikonfirmasi oleh pemerintah melalui publikasi di situs resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, bahwasanya pelatihan online ini hanya sementara. Ketika pandemi berakhir pelatihan offline juga akan dijalankan.

Platform, harga, dan kualitas konten

MauBelajarApa sudah lebih dari tiga tahun menjadi platform yang mengkurasi workshop atau pelatihan. Ketika diminta sebagai mitra kartu prakerja mereka menyebutkan tetap membawa pakem mereka, bahwa pelatihan harus sesuai dengan standar yang ada atau yang selama ini dijalankan.

Jourdan bercerita, kurasi yang diterapkan ada dua lapis. Pertama kurasi internal oleh mereka sendiri dan yang kedua dari tim kartu prakerja. Kurasi ini tidak hanya membicarakan tentang konten, tetapi juga harga. Karena pemerintah menghimbau harga tidak terlalu tinggi untuk pelatihan yang ditawarkan untuk pemegang kartu prakerja.

“Saya sering banget ngobrol dengan vendor terkait dengan harga, karena ini juga membantu pemerintah kan. Tapi memang ada beberapa vendor yang tidak bisa menurunkan harganya, ada yang bisa tapi tidak yang murah banget (di bawah 100 ribu Rupiah) karena memang mereka sudah profesional dan harga kelas mereka di luar (MauBelajarApa) atau di kelas korporasi juga tinggi,” papar Jourdan.

Jourdan menambahkan, MauBelajarApa itu berbeda dengan platform pembelajaran lain. Karena pada dasarnya platform ini menjembatani pelatihan offline, jadi inti pembelajaran tidak hanya video materi saja, tetapi juga mentoring dan sharing pengalaman dari sang mentor/guru/atau pengisi workshop. Bahkan koneksi dengan guru atau mentor bisa dilanjutkan selepas kelas. Sesuatu yang membedakan MauBelajarApa dengan platform belajar lainnya.

Ia juga mengklaim bahwa perusahaannya tidak pernah bermain-main soal kualitas. Ia sendiri memastikan setiap kelas yang ada di platformnya merupakan kelas yang dibuat oleh profesional dan orang yang sudah berpengalaman di bidangnya.

“Misalnya kelas masak, katakanlah ayam keju. Nanti peserta tidak hanya akan mendapatkan tutorial cara memasaknya. Tetapi juga pengalaman dari chef-nya mengenai cara menjadi chef yang benar, di mana mendapat bahan-bahan yang diperlukan, teknik masak, dan pengetahuan lain,” lanjut Jourdan.

Polemik harga dan kualitas konten platform mitra prakerja pun sudah sampai di telinga Jourdan. Menurutnya itu menjadi pilihan. Jadi jika terlalu mahal atau terlalu gampang yang tidak usah diambil kelasnya. Ia juga terbuka pada semua penilaian yang ada. Kendati demikian, ia dan tim berkomitmen menghadirkan kelas yang berkualitas, itu mengapa ia hanya membuka kelas dengan slot terbatas.

“Kita ada limit, misal 20 orang. Jadi 20 orang ini dipersilahkan memberikan rating. Jadi misal ada kualitas yang kurang bisa di-review. Jika review bagus makan slot akan ditambah, tetapi tetap pada batasan kemampuan mentor atau guru menghandel kelas tersebut,” lanjut Jourdan.

Ia juga menambahkan, bahwa ia tak hanya fokus pada pelatihan hard skill, tetapi juga mindset dan pengalaman dari profesional. Itu mengapa ia selalu mencari mentor yang sudah berpengalaman atau dari profesional yang benar-benar sudah terjun ke industri.

Sorotan tajam masyarakat, momen tepat evaluasi

Media sosial seminggu terakhir memang riuh dengan berbagai macam tanggapan masyarakat mengenai kartu prakerja. Tak hanya MauBelajarApa, platform lain juga disoroti. Jika dilihat dari sudut pandang yang lain, ini adalah momen yang tepat untuk evaluasi. Baik soal konsep pembelajaran online itu sendiri dan kesiapan pasar Indonesia.

Ini bisa jadi momentum yang pas untuk merumuskan seperti apa seharusnya pembelajaran online itu terjadi. Mengingat fokus program kartu prakerja ini adalah keterampilan, jadi jika sukses di program ini nantinya bisa diimplementasikan juga untuk masyarakat umum.

Keriuhan kemarin adalah gelombang pertama penerimaan kartu prakerja. Evaluasi sudah jadi kewajiban, baik untuk penyelenggara maupun pesertanya. Seperti halnya mulai lebih ketat lagi dalam proses seleksi dan kurasi, dan bagi para pesertanya, harus benar-benar sendiri sebelum memilih lembaga dan judul pelatihan.

Preemployment Cards and Opportunity for Edutech Startups to Validate Business

It is officially stated on the Employee Ministry’s site that the Preemployment Card is the government’s program for working competence development aimed at job seekers, layoff sufferers, or employees in need of skill improvements. Every cardholder will receive funds accordingly. It will be available to access any workshop/coaching through certain partners.

The notion is, as quoted from the official site, thee government partners with loads of digital startups as a place to “exchange” incentives through the Preemployment Card with various forms of coaching.

As the latest news arrived, the government is said to increase the budget for the Preemployment Card Program from Rp10 trillion to Rp20 trillion. The value added to each participant also increased to Rp3,550,000, including Rp1,000,000 available to disburse for the coaching session, Rp600,000 per month for 4 months as completing the coaching session, and Rp150,000 as employment survey incentives.

“The Preemployment Card is to train them for workplace. However, they have to complete some trainings. It’s not like unemployment benefit, but prepare them for job market,” Minister of Research & Technology / BRIN, Bambang Brodjonegoro said.

The participation of many digital platforms in the Preemployment Card development is quite freshening. First, the trust starts to grow, from the government to the citizens, and the transactions from participants can encourage business growth, improve the quality, and show off to the public.

An opportunity for edtech startups to validate business

MauBelajarApa and SkillAcademy, with Tokopedia, Bukalapak, Pintaria, SekolahMu, and Pijar Mahirm are some of the government’s selected platforms for the Preemployment Card program.

MauBelajarApa’s Founder, Jourdan Kamal told DailySocial, the Presidential Staff Office has contacted their team in the mid of last year. The government is said to be looking for a platform that provides training,  MauBelajarApa comes up because of their concept matches the needs of the government.

MauBelajarApa is an e-commerce-like online platform, especially for training for both online and offline.

Simply put, the agreement was made, the government and MauBelajarApa decided to collaborate and make MauBelajarApa one of the platforms where the beneficiary cards received their training.

“Furthermore, [the mechanism] is more for us to do business as usual. The only difference is the classes for Preemployment Card must be approved and curated by the government. Once it has been approved, the beneficiary cardholders will be directed to our landing page maubelajarapa.com/karturprakerja to join the approved classes,” Kamal said.

Currently, MauBelajarApa provides approximately 1000 classes each month, both offline and online, with a total of 20,000 users.

Meanwhile Ruangguru, a rising education technology startup, is also involved in providing training for the beneficiaries of the Preemployment Card through one of their services, Skill Academy. Slightly different from MauBelajarApa, Skill Academy offers a wide variety of choices online.

“The appointment and announcement of the Skill Academy as an official partner of the Preemployment Card program is a great honor for us. It has been our mission in Ruangguru to be able to facilitate access to lifelong education. Skill Academy is launched as a business unit in Ruangguru that focuses on helping professionals and potential employees to improve their skills in order to get relevant to the needs of today’s industry,” Ruangguru’s Co-Founder, Iman Usman said.

This is the right time for startups in the education sector to prove that they are ready to be the leading platform to improve the skills of the Indonesian people.

Other educational startups, for example those specifically focused on languages ​​such as Cakap and Bahaso, Hacktiv8 for technological solutions, and others can also take this opportunity.

With the number of beneficiaries reaching 5.6 million people, this could be the right time to contribute to the country while proving that edtech in Indonesia is qualified enough to be a learning choice.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Inisiatif kartu prakerja ini bisa jadi salah satu ajang startup pendidikan membuktikan diri, dari kualitas layanan maupun kualitas konten

Kartu Prakerja dan Kesempatan Startup Pendidikan Buktikan Diri

Di situs resmi Kemenaker disebutkan bahwa Kartu Prakerja merupakan program pemerintah untuk pengembangan kompetensi kerja yang ditujukan untuk para pencari kerja, pekerja yang terkena PHK, atau pekerja yang membutuhkan peningkatan kompetensi. Setiap pemegang kartu ini bakal disuntik dana secara bertahap. Dana ini nantinya harus digunakan untuk mengakses pelatihan melalui mitra yang ditunjuk.

Menariknya, dikutip dari situs resminya, pemerintah menggandeng banyak statup digital sebagai tempat untuk “menukarkan” insentif yang ada di dalam Kartu Prakerja dengan beragam bentuk pelatihan.

Kabar terbaru, pemerintah disebut akan menaikkan anggaran untuk Program Kartu Prakerja ini yang semula Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun. Nilai manfaat yang diterima peserta juga meningkat, totalnya mencapai Rp3.550.000 dengan rincian Rp1.000.000 hanya bisa dicairkan untuk biaya pelatihan, Rp600.000 per bulan selama 4 bulan untuk insentif penuntasan pelatihan, dan Rp150.00 untuk insentif survei kebekerjaan.

“[Kartu] Prakerja itu menyiapkan mereka agar bisa masuk ke lapangan kerja. Tapi harus ikut pelatihan dulu. Jadi bukan unemployment benefit, tapi benar-benar menyiapkan orang ke pasar kerja,” terang Menristek / BRIN Bambang Brodjonegoro.

Keikutsertaan banyak platform digital di dalam pelaksanaan program Kartu Prakerja ini sedikit banyak membawa angin segar. Pertama perkara kepercayaan yang mulai tumbuh, mulai dari pemerintah dan perlahan-lahan ke masyarakat, dan yang kedua transaksi dari penerima manfaat ini bisa jadi momen yang tepat untuk mendorong pertumbuhan bisnis, memperbaiki kualitas dan show off untuk lebih dikenal dengan baik masyarakat luas.

Kesempatan startup edtech buktikan diri

MauBelajarApa dan Skill Academy, bersama dengan Tokopedia, Bukalapak, Pintaria, SekolahMu, dan Pijar Mahir, adalah platform yang dipilih pemerintah sebagai tempat para penerima manfaat Kartu Prakerja untuk memilih pelatihan yang mereka minati.

Founder MauBelajarApa Jourdan Kamal berkisah, pihaknya dihubungi Kantor Staff Presiden pada pertengahan tahun lalu. Pemerintah disebut mencari sebuah platform yang menyediakan pelatihan, MauBelajarApa menjadi salah satu yang dihubungi karena konsep yang diusung cocok dengan kebutuhan pemerintah.

MauBelajarApa merupakan platform online semacam e-commerce, khususnya untuk pelatihan, baik yang diselenggarakan secara online maupun offline.

Singkat cerita kesepakatan terjalin, pemerintah dan MauBelajarApa memutuskan untuk berkolaborasi dan menjadikan MauBelajarApa sebagai salah satu platform tempat para penerima manfaat Kartu Prakerja mendapatkan pelatihannya.

“Jadi [mekanismenya] lebih ke kita menjalankan bisnis seperti biasa saja. Cuma yang berbeda kelas-kelas yang buat Kartu Prakerja harus di-approve sama kurasi dulu oleh pemerintah. Jadi kalau sudah di-approve, nanti orang-orang pemegang Kartu Prakerja diarahin ke landing page maubelajarapa.com/karturprakerja untuk ikut kelas-kelas yang sudah di-approve tadi,” cerita Jourdan.

Saat ini MauBelajarApa menyediakan kurang lebih 1000 kelas tiap bulannya, dalam bentuk offline maupun online, dengan total pengguna 20.000.

Sementara itu Ruangguru, startup teknologi pendidikan yang sedang naik daun, juga terlibat dalam penyediaan pelatihan bagi penerima manfaat Kartu Prakerja ini melalui salah satu layanan mereka, Skill Academy. Sedikit berbeda dengan MauBelajarApa, Skill Academy menyediakan berbagai macam pilihan kursus dalam bentuk online.

“Penunjukan dan pengumuman Skill Academy sebagai mitra resmi Kartu Prakerja adalah kehormatan yang amat besar bagi kami. Sudah menjadi misi kami di Ruangguru untuk bisa memudahkan akses terhadap pendidikan seumur hidup. Skill Academy kami luncurkan sebagai unit usaha di Ruangguru yang fokus membantu profesional dan calon pekerja untuk bisa meningkatkan kompetensinya agar bisa relevan dengan kebutuhan industri saat ini,” ujar Co-Founder Ruangguru Iman Usman.

Ini adalah waktu yang tepat bagi startup di sektor pendidikan membuktikan bahwa mereka siap menjadi alternatif untuk meningkatkan keterampilan masyarakat di Indonesia.

Startup pendidikan lainnya, misalnya yang memiliki fokus khusus bahasa seperti Cakap dan Bahaso, Hacktiv8 untuk solusi teknologi, dan lainnya juga bisa mengambil kesempatan ini.

Dengan jumlah penerima manfaat mencapai 5.6 juta orang, hal ini bisa jadi waktu yang tepat untuk berkontribusi terhadap negara sambil membuktikan edtech di Indonesia sudah cukup mumpuni untuk jadi pilihan belajar.

Ada beberapa jenis segmen yang dirambah layanan teknologi pendidikan di Indonesia, mulai dari "video on demand" hingga portal tanya jawab tentang pelajaran

Ragam Layanan Teknologi Pendidikan di Indonesia

Berbelanja online sudah menjadi bagian gaya hidup masyarakat di kota-kota besar di Indonesia. Demikian pula penggunaan aplikasi transportasi online. Semua kebiasaan tersebut terbentuk dalam beberapa tahun belakangan. Semakin meluas dan menguat tiap tahun berkat tumbuhnya industri startup di Indonesia. Ada satu sektor lagi yang mulai tumbuh dan seharusnya bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat. Belajar secara online.

Makin banyak startup yang menyediakan layanan untuk belajar secara online di Indonesia. Mulai dari startup asli Indonesia, seperti Ruangguru, KelasKita, MauBelajarApa, hingga layanan luar negeri yang masuk ke Indonesia, seperti Quipper dan Brainly.

Ada banyak bentuk konsep dan model bisnis yang diusung masing-masing penyedia layanan. Ada yang berkonsep kursus on demand, kursus live berbasis panggilan video (video call), hingga berbentuk platform tanya jawab. Semua berkembang dengan target pasar masing-masing dan mengusung tujuan yang sama, mengubah cara belajar dan memudahkan akses belajar.

Video on demand pembelajaran

Bentuk startup yang mengusung konsep video on demand ini cukup banyak di Indonesia. Bahkan tersedia untuk beragam jenis materi atau tingkat pembelajaran. Ruangguru, salah satu layanan teknologi pendidikan paling populer di Indonesia pun mulai menyajikan konten-konten video yang bisa dimainkan kapan pun oleh pengguna.

Startup yang digawangi Adamas Belva Devara dan Iman Usman tersebut sudah memiliki banyak fitur dan layanan, salah satunya Ruangbelajar yang diresmikan setahun silam. Layanan tersebut memungkinkan pengguna yang berlangganan mendapatkan akses ke video tutorial yang dirumuskan pengajar, lengkap dengan kurikulum dan tahapan belajar yang sesuai dengan kurikulum yang digunakan sekolah. Konsep Ruangbelajar juga dilengkapi dengan layanan Ruangguru On-the-Go, kumpulan video belajar dari Ruangguru yang disajikan dalam format penyimpanan OTG.

Hal yang sama juga bisa ditemui di layanan Quipper Video. Baik Ruangguru dan Quipper pun sama-sama fokus pada pembelajaran formal, salah satunya SMP dan SMA. Membantu para siswa lulus hingga menemukan universitas idaman.

Meramu konsep serupa namun segmen yang sedikit berbeda adalah KelasKita, IndonesiaX, hingga StudiIlmu. Semuanya mengusung konsep on demand untuk masyarakat umum dan para profesional. Ada yang menyuguhkan secara gratis ada juga yang berbentuk kursus premium.

Konsep ini membawa unsur fleksibilitas yang tinggi sehingga tidak mengganggu keseharian para penggunanya. Dengan dikombinasikan dengan kurikulum, review, dan evaluasi, video on demand menjadi pilihan untuk belajar di luar lembaga pendidikan atau institusi formal.

Pembelajaran langsung jarak jauh

Salah satu perkembangan pembelajaran dengan video adalah dengan pembelajaran langsung melalui panggilan video (video call). Hal ini contohnya disajikan Squline, layanan untuk belajar beragam bahasa. Termasuk dalam layanan Squline adalah pembelajaran Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Bahasa Jepang, sampai bahasa Mandarin.

Biasanya pembelajaran jarak jauh ini dilengkapi dengan pilihan kelas atau privat. Pengguna akan mendapatkan kurikulum dan akses ke sistem pembelajaran (atau sering disebut Learning Management System). Di sana pengguna bisa mengunduh materi, mengerjakan evaluasi, hingga melihat laporan hasil belajar.

Di dalam pembelajaran online, guru atau mentor diharuskan “online” di jam dan hari yang sama atau menyesuaikan jika berbeda zona waktu. Selanjutnya pembelajaran akan dilakukan melalui sambungan video kelompok atau privat. Tanya jawab melalui percakapan langsung (chat) dan interaksi lainnya.

Salah satu kelebihan konsep belajar seperti ini adalah pengajar bisa langsung bertatap muka dan berkomunikasi dengan siswa sehingga membangun suasana seperti kelas offline pada umumnya.

Online to offline

Konsep online to offline nyatanya tidak hanya dimiliki layanan e-commerce. Di sektor layanan teknologi pendidikan konsep ini diusung beberapa startup, di antaranya MauBelajarApa dan Pintaria yang dikembangkan HarukaEdu.

MauBelajarApa mengusung konsep portal untuk mengetahui informasi mengenai penyelanggaraan workshop atau pelatihan offline dengan berbagai kategori. Pengguna yang mendaftar bisa langsung mendaftarkan diri untuk setiap kursus atau workshop yang dipilih dan menyelesaikan pendaftaran. Selanjutnya kursus akan diseleggarakan di tempat yang ditentukan secara offline.

Sementara Pintaria, menggabungkan konsep belajar online (e-learning) dengan pertemuan tatap muka. Pintaria juga menawarkan program kuliah (formal) dari beberapa universitas dengan metode e-learning dan tatap muka. Konsep online dan offline ini biasanya menggabungkan kemudahan mengelola materi, evaluasi dan kurikulum secara online dengan pembelajaran offline yang bisa berinteraksi langsung di kelas dengan mentor dan anggota kelas lainnya.

Portal tanya jawab pelajaran

Konsep tanya jawab ini cukup unik. Brainly adalah pelopornya. Layanan ini mengembangkan sebuah portal yang memungkinkan pengguna saling membantu belajar dalam bentuk tanyak jawab. Pengguna bisa bertanya sekaligus menjawab.

Di Indonesia Brainly cukup banyak digunakan para pelajar. Baik itu hanya untuk membantu dalam mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah. Mereka juga bisa menggunakan platform ini untuk mencoba memecahkan masalah pengguna lainnya. Dalam perkembangannya, Brainly berencana menyuguhkan konten-konten video sebagai media penjelasan solusi terhadap pertanyaan para penggunanya.

Bagaimana Pendiri Pemula Menemukan Ide dan Beradaptasi dengan Kondisi

Clapham Startupfest 2018 kembali digelar untuk yang ketiga kalinya. Episode kali ini menghadirkan lebih banyak narasumber dengan harapan bisa memberikan banyak manfaat bagi para peserta yang datang, baik sebagai startup, individu atau mahasiswa yang ingin tahu dan terjun di bidang startup. Salah satu yang dibahas cukup banyak dibahas adalah mengenai bagaimana memulai startup.

Di hari pertama Jourdan Kamal, founder MauBelajarApa, membuka sesi dengan sebuah presentasi tentang bagaimana pentingnya sebagai individu untuk terus belajar, disambung dengan diskusi dengan tiga founder startup, Wilton Halim dari MobilKamu, Ronny Wuisan untuk UrbanAce, dan Jourdan yang membagikan kisah tentang bagaimana menemukan ide dan kapan memulainya.

Kemampuan beradaptasi

Acara Clapham Startupfest 2018 dibuka dengan presentasi cukup inspirasional dari Jourdan. Ia menceritakan bagaimana perjalanan karirnya hingga sampai sekarang membawahi MauBelajarApa dan terus berusaha untuk membawanya ke tahap yang lebih baik. Ada tiga poin penting yang ditekankan dari pemaparan Jourdan. Pertama tentang bagaimana belajar, atau learning, bagaimana mendeteksi pengetahuan yang sudah mulai usang, atau disebut unlearning, dan kembali lagi mempelajari hal baru atau re-learning.

Ketiga hal itu bisa membantu untuk terus belajar dan untuk terus beradaptasi. Di tengah persaingan yang semakin ketat, akses informasi yang tak lagi terbatas menjadi pembelajar yang terus belajar adalah sebuah hal wajib untuk tidak terlindas dalam arus persaingan yang semakin deras.

“Jadi dalam hidup kamu harus belajar bagaimana caranya untuk unlearn dan bagaimana caranya untuk re-learn. Jadi ketika pengetahuan berubah dengan cepat kemampuanmu untuk untuk melupakan pengetahuan yang lama dan mempelajari pengetahuan yang baru merupakan hal penting,” ujar Jourdan.

Salah satu hal yang dicontohkan Jourdan adalah proses bagaimana ia belajar memasarkan sesuatu. Ia menceritakan bahwa pada mulanya Google dan SEO dianggap sebagai kanal pemasaran digital paling efektif, namun seiring berjalannya waktu anggapan ini berubah. Proses menyadari sesuatu sudah tidak bekerja dengan baik itulah yang dikatakan sebagai unlearning. Kemudian ia mulai mempelajari teknik pemasaran digital baru yang akhirnya menuntunnya pada Instagram, hal ini yang disebut dengan re-learning. Siklus ini yang harusnya diterapkan para founder dari startup. Proses belajar dan beradaptasi.

Presentasi Jourdan Kamal dari MauBelajarApa
Presentasi Jourdan Kamal dari MauBelajarApa

Mentransformasi ide jadi eksekusi

Setelah belajar tentang bagaimana caranya untuk bertahan yang dimulai dari pribadi atau diri seorang founder rangkaian acara Clapham Startupfest 2018 kembali menghadirkan para founder startup untuk membagikan pengalamannya mengenai ide dan bagaimana mulai mengeksekusinya.

Dalam sebuah sesi tanya jawab dengan founder ini menghadirkan tiga narasumber, yakni Founder MobilKamu Wilton Halim, Founder UrbanAce Ronny Wuisan, dan Founder MauBelajarApa Jourdan Kamal. Ketiganya membahas mengenai bagaimana menemukan ide dan eksekusi yang dilakukan.

Latar belakang yang beragam dari narasumber memberikan perspektif yang menarik. Wilton misalnya, mengawali karier di Australia dan memboyong Mobilkamu ke Indonesia di bulan April 2016. Selama beberapa bulan ia berusaha menemukan permasalahan sebenarnya yang coba ia selesaikan, sampai akhirnya kini membantu masyarakat dalam membeli mobil dengan klaim lebih mudah dan murah.

Sementara Ronny Wuisan berpengalaman dalam bidang penjualan properti. Pengalaman itulah yang dibawanya untuk mengembangkan UrbanAce. Sedangkan Jourdan Kamal, terinspirasi adiknya yang ingin menjadi guru dan dipromosikan secara online. Berdasarkan pemahaman bahwa workshop yang dikelola secara online akan membuahkan hasil, ia akhirnya mendirikan MauBelajarApa.

Ketiganya melalui proses yang berbeda-beda, terutama dalam menemukan ide. Salah satu poin dari pemaparan para narasumber adalah pentingnya menemukan dan mengelola ide, terutama sebelum melanjutkan ke eksekusi. Bagi Ronny, ide biasanya lahir dari pengalaman pribadi. Dengan merasakan sendiri permasalahan, biasanya ide bisa lebih valid.

Sementara itu bagi Wilton, menemukan ide (atau mengetahui masalah) itu mudah, hal terberat justru memastikan bahwa itu adalah problem yang sesungguhnya atau hanya noise.

“Sebenernya hal terberat itu adalah mengetahui, apakah itu problem [sesungguhnya]?,” ujar Wilton.

Menurutnya, noise dalam identifikasi ide itu bisa menimbulkan bias dan bisa mempengaruhi eksekusi jika terburu-buru.

Sementara Jourdan memiliki cara tersendiri untuk membedakan ide dengan bias yang sering ditemukan. Bagi Jourdan, menuliskan ide dan membiarkannya dalam beberapa waktu bisa memisahkan ide dengan bias.

“Biasanya saya tidak langsung mengeksekusi ide yang ada. Saya menunggu tiga bulan. […] kalau ide itu masih stuck di saya dan passion itu [masih ada] setelah tiga bulan baru saya eksekusi,” terang Jourdan.

Salah satu cara paling aman untuk menghindari kesia-siaan dalam mencoba dan mengeksekusi inovasi adalah meyakinkan diri sendiri dan terus berusaha memilah mana yang sebenarnya jadi permasalahan, mana yang berpeluang, dan mana ide yang paling mungkin dieksekusi.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Clapham Startupfest 2018

Cari Kelas Workshop dengan Mudah Melalui Marketplace MauBelajarApa (UPDATED)

Jika kita berbicara bisnis digital di Indonesia tidak bisa tidak kita akan turut menyematkan pembicaraan mengenai e-commerce, secara lebih spesifik marketplace. Konsep bisnis yang satu ini merupakan yang banyak diterapkan oleh perusahaan rintisan atau startup di Indonesia dalam lima tahun belakangan. Bentuk layanan atau produk yang ditawarkan pun beragam. Salah satunya adalah MauBelajarApa, startup marketplace asal Jakarta ini mengusung konsep marketplace yang menjual tiket workshop.

Startup yang memulai bisnisnya sejak tahun 2014 tersebut digagas oleh Jourdan Kamal, yang sekarang menjabat sebagai CEO dan Daniel Liejardi yang sekarang berperan sebagai CTO.

“MauBelajarApa adalah sebuah platform marketplace yang connect para guru/institution/facilitator workshop kepada para pelajar. Jadi jika ada orang ingin meng-organize sebuah workshop atau mengajar di dalam 1 workshop, mereka bisa daftar sebagai educator dan workshop mereka akan di-publish di website kita (setelah kami review) dan jika ada peminat workshop ingin ikut, mereka tinggal register dan bayar,” papar Jourdan.

Sejak awal kemunculannya MauBelajarApa mencoba membantu pasar pendidikan non akademik di Indonesia untuk bisa dijangkau banyak orang. Di platform MauBelajarApa bisa ditemukan berbagai macam workshop dengan berbagai macam tema. Pengajar-pengajar workshop akan dengan mudah memasarkan kelasnya, demikian juga dengan pengguna yang mudah mencari kelas-kelas workshop yang mereka inginkan.

“Pasar pendidikan non-akademik di Indonesia agak tersebar di Indonesia, sehingga sulit bagi orang-orang untuk menemukan, membandingkan dan membeli kelas-kelas yang mereka inginkan. Misalnya untuk orang-orang yang mau cari tahu untuk belajar calligraphy atau coding class di Jakarta, mungkin mereka agak kesulitan untuk mencari tahu info-info workshop di web. Selain itu, kami (dengan komunitas dan perusahaan lain) juga ingin mencoba membantu orang2 yang mau belajar extra skill di dalam pekerjaannya seperti personal development, social media skill, dan lainnya,” ujar Jourdan.

Untuk memberikan pengalaman pengguna yang baik pihak MauBelajarApa menerima dengan terbuka evaluasi dan masukan dari para peserta workshop agar selanjutnya penyelenggara bisa menghadirkan kelas yang lebih baik dari sebelumnya.

“Biasanya setelah peserta mengikuti sesuatu workshop, kami akan kirim review form ke mereka. Dari sana yang workshop-nya terima banyak hal positif dari peserta, akan kami membuat workshop yang sama lagi. Tapi jika tidak, akan kami beri tahu para pengajarnya dan coba minta mereka untuk improve di workshop yang akan datang,” lanjut Jourdan.

Rencana di tahun ketiga beroperasi

Selama dua tahun terakhir MauBelajarApa telah berhasil mengelola penjualan kelas lebih dari 1.000 workshop dan dipakai 10.000 pengguna. Di tahun 2017 ini, di tahun ketiga mereka beroperasi MauBelajarApa mencoba meningkatkan apa yang telah mereka capai sebelumnya dengan menargetkan bisa mengelola lebih dari 100 workshop per bulan.

“Fokus kami tahun ini akan lebih mengelola workshop yang lebih banyak lagi (selama ini kami hanya handle 100an workshop per bulan) dan target tahun ini kami mau mencapai 500an workshop per bulan. Dan fokus kami juga mau kerja sama dengan lebih banyak komunitas untuk membuat workshop yang bisa meningkatkan skill2 pegawai di dalam pekerjaan mereka.”

Update : Sebelumnya kami menulis MauBelajarApa berasal dari Medan.