Tag Archives: mic

DJI Mic Adalah Solusi Wireless Bagi yang Serius Terhadap Kualitas Audio pada Konten Bikinannya

Peluncuran DJI Ronin 4D dan DJI Action 2 belum lama ini menjadi bukti bahwa drone bukan lagi satu-satunya bidang industri yang hendak mereka tekuni. Pabrikan asal Tiongkok itu sekarang juga serius menggarap segmen videografi, dan seperti yang kita tahu, audio merupakan elemen yang sama pentingnya di bidang ini. Itulah mengapa mereka turut menyingkap produk seperti DJI Mic berikut ini.

DJI Mic merupakan sebuah wireless microphone kit dengan konsep yang sangat mirip seperti Rode Wireless Go. Kit ini terdiri dari tiga bagian: transmitter (2 unit), receiver, dan charging case. Masing-masing unit transmitter-nya mengemas mikrofon terintegrasi, akan tetapi mereka turut mengemas jack 3,5 mm agar pengguna juga memiliki opsi untuk menghubungkan mic eksternal.

Transmitter-nya ini memancarkan sinyal ke receiver melalui gelombang 2,4 GHz. DJI mengklaim jangkauannya bisa sampai sejauh 250 meter. Sebagai perbandingan, Rode Wireless Go cuma bisa memancarkan sinyal sampai sejauh 200 meter — atau malah cuma 70 meter kalau Anda menggunakan generasi pertamanya.

Selain dijepitkan ke baju, transmitter-nya juga dapat ditempelkan ke klip magnetis yang terdapat pada paket pembeliannya. Di setiap unit transmitter-nya, tertanam penyimpanan internal sebesar 8 GB yang diklaim cukup untuk menyimpan rekaman audio lossless 24-bit dengan durasi total 14 jam. Dimensinya tergolong kecil — 47 x 30 x 20 mm — dan bobot masing-masing unit transmitter-nya pun tidak lebih dari 30 gram.

Beralih ke unit receiver-nya, ia dilengkapi sebuah layar sentuh berwarna untuk memudahkan pengoperasian. Kompatibilitasnya dengan berbagai perangkat juga sangat terjamin berkat sederet adaptor yang DJI sertakan; mulai dari adaptor hot shoe, USB-C, Lightning, sampai kabel TRS 3,5 mm.

Dalam posisi baterainya terisi penuh, unit transmitter-nya bisa beroperasi sampai 5,5 jam, sedangkan receiver-nya hingga 5 jam. Kalau digabungkan dengan suplai daya ekstra dari charging case-nya (ala-ala TWS), daya tahan baterainya diklaim bisa mencapai angka 15 jam.

Selagi beristirahat di dalam charging case, receiver-nya akan menampilkan status baterai milik tiap-tiap unit. Lalu saat dikeluarkan dari case, pairing pun akan berlangsung secara otomatis, baik untuk unit transmitter maupun receiver-nya.

Satu fitur yang cukup menarik dari DJI Mic adalah Safety Track, yang pada dasarnya akan merekam track audio cadangan secara otomatis dengan volume -6 dB. Dengan kata lain, selagi fitur ini diaktifkan, transmitter-nya akan menyimpan dua output hasil rekaman yang berbeda, dan output cadangannya itu bisa dipakai seandainya ada terdengar distorsi atau clipping pada rekaman aslinya.

Di Amerika Serikat, DJI Mic kabarnya akan dipasarkan mulai Januari 2022 dengan banderol $329. Sepintas kedengarannya mahal, tapi menurut saya cukup sepadan dengan fitur dan kelengkapan yang ditawarkan. Harganya juga terbilang kompetitif dan hanya terpaut $30 saja dari Rode Wireless Go II.

Sumber: CineD.

AKG Ara Adalah Mikrofon USB Kelas Profesional untuk Kreator dengan Dana Terbatas

Banyaknya pilihan platform podcasting dan livestreaming membuat kegiatan berkarya jadi lebih mudah. Untuk memulai, yang dibutuhkan hanyalah niat. Lalu kalau sudah jalan, barulah kita bisa memikirkan berbagai cara untuk meningkatkan kualitas konten yang dibuat. Salah satu caranya adalah dengan meng-upgrade kualitas audio.

Bagi yang selama ini masih mengandalkan mikrofon bawaan headset, opsi upgrade yang paling mudah adalah membeli mikrofon USB. Tidak perlu yang mahal-mahal, sebab dengan modal maksimum $100, kita sudah bisa mendapatkan mikrofon USB dengan kualitas jauh di atas bawaan headset. Salah satu contohnya adalah mic bernama AKG Ara berikut ini.

AKG Ara menawarkan dua pola penangkapan suara yang berbeda: cardioid dan omnidirectional. Cardioid fokus menangkap suara dari depan mikrofon, ideal untuk sesi livestreaming, sementara omnidirectional akan menangkap suara yang berasal dari segala arah, cocok untuk sesi podcasting atau rekaman dengan dua orang atau lebih.

Ara mampu menangkap audio dalam resolusi 24-bit/96kHz, sangat cukup untuk menghasilkan rekaman atau siaran langsung dengan suara yang jernih. Berbekal kabel USB-C ke USB-A, Ara kompatibel dengan perangkat apapun yang mendukung USB audio. Ara juga bisa disambungkan ke perangkat iOS maupun Android dengan bantuan adaptor (tidak termasuk dalam paket penjualannya).

Di sebelah port USB-C miliknya, pengguna juga bisa menemukan colokan headphone, berguna untuk memonitor audio yang ditangkap. Ara mempunyai dua kenop putar di sisi depannya; yang atas untuk memilih pola penangkapan suaranya tadi, yang bawah untuk mengatur volume. Kenop volumenya itu juga bisa ditekan untuk mute atau unmute.

Melihat desainnya secara keseluruhan, Ara tampak modern dengan sedikit sentuhan vintage. Selain menggunakan stand bawaannya, Ara juga mendukung sejumlah opsi mounting mikrofon yang umum dipakai dalam setup livestreaming maupun di studio.

AKG Ara saat ini telah dipasarkan dengan banderol $99. Di harga tersebut, saingan paling dekatnya adalah Yeti Nano besutan Blue Microphones.

Sumber: Engadget.

Blue Icepop Adalah Upgrade Premium untuk Mic Bawaan Headset Logitech G Pro

Produsen mikrofon USB kenamaan, Blue, meluncurkan produk baru yang menarik, khususnya buat mereka yang menggunakan headset Logitech G Pro. Dinamai Blue Icepop, produk ini dirancang sebagai mikrofon premium untuk menggantikan mikrofon bawaan headset.

Icepop mengandalkan modul electret condenser berdiameter 10 mm dengan pickup pattern unidirectional untuk menangkap suara pengguna secara lebih jelas selagi mengeliminasi suara-suara di sekitar. Juga esensial adalah sebuah pop filter terintegrasi yang diyakini mampu menghilangkan kesan kasar dari suara “b” dan “p” yang kerap terjadi saat menggunakan mic bawaan headset dengan kualitas di bawah rata-rata.

Namun bagian terpentingnya adalah kemudahan penggunaan. Tanpa bantuan kabel tambahan, Icepop dapat langsung ditancapkan ke colokan 3,5 mm milik headset Logitech G Pro, G Pro X, atau G Pro X Wireless. Alternatifnya, Blue turut menawarkan varian Icepop yang kompatibel dengan headset Astro A40. Buat yang tidak tahu, baik Blue maupun Astro Gaming sama-sama merupakan anak perusahaan Logitech.

Icepop sepenuhnya bersifat plug-and-play dan tidak memerlukan instalasi driver khusus. Meski begitu, pengguna Logitech G Pro punya opsi untuk mengutak-atik kinerja Icepop lebih jauh lagi dengan memanfaatkan fitur Blue Voice di software pendamping Logitech G Hub. Sebelumnya, mic bawaan Logitech G Pro memang sudah mendukung fitur ini.

Dari segi fisik, Icepop mengadopsi desain yang cukup simpel sehingga tidak kelihatan terlalu mencolok ketika dipasangkan bersama Logitech G Pro. G Pro sendiri tergolong cukup elegan untuk ukuran headset gaming, dan kombinasi keduanya semestinya bakal sangat ideal untuk menemani sesi WFH.

Blue Icepop saat ini sudah dipasarkan secara global dengan banderol $50. Harga tersebut tidak bisa dibilang murah. Sebagai perbandingan, mic USB termurah yang Blue punya saat ini, Snowball Ice, juga dijual dengan harga $50.

Sumber: Logitech.

Sennheiser Luncurkan Dua Mic Baru untuk Kreator Konten

Salah satu cara termudah untuk meningkatkan kualitas suatu video adalah dengan meningkatkan kualitas audionya, sebab bagaimanapun juga, video merupakan sebuah produk audio visual. Untuk mewujudkannya, kita perlu lebih dari sebatas mic bawaan yang tertanam pada kamera atau smartphone.

Pilihan mikrofon eksternal yang tersedia sangatlah beragam, dan di antaranya mungkin Anda pernah mendengar nama Sennheiser MKE 400 sebagai salah satu rekomendasi. Kabar baiknya, shotgun mic yang populer itu telah diperbarui dengan sederet penyempurnaan.

Yang paling utama, desainnya kini tampak jauh lebih modern. Namun bukan sekadar manis di mata saja, desain barunya juga jauh lebih fungsional; spesifiknya berkat housing yang merangkap peran sebagai windshield standar. Saat merekam di tengah-tengah tiupan angin yang sangat kencang, tentu saja pengguna masih bisa membungkusnya dengan windshield eksternal yang juga termasuk dalam paket penjualan.

Kompatibilitas juga menjadi faktor yang diperhatikan oleh Sennheiser. Jadi selain kabel TRS untuk menyambungkan mic ke kamera DSLR atau mirrorless, paket penjualannya turut mencakup kabel TRRS sehingga pengguna juga bisa menghubungkannya ke smartphone via headphone jack.

Bicara soal headphone jack, MKE 400 rupanya juga memiliki sambungan headphone-nya sendiri. Ini tentu sangat berguna ketika pengguna hendak memonitor audio yang direkam, tapi ternyata kamera yang digunakan tidak dilengkapi jack mikrofon.

Tidak seperti iterasi sebelumnya, MKE 400 versi anyar ini bisa menyala atau mati dengan sendirinya mengikuti kamera. Pada beberapa smartphone, MKE 400 juga bisa mati sendiri ketika dilepaskan. Tentu saja ia tetap dilengkapi tombol power untuk pengoperasian secara manual.

Fitur auto on/off ini penting mengingat baterainya bukanlah yang paling awet, terutama jika dibandingkan dengan pendahulunya. Menggunakan dua baterai AAA, mikrofon ini bisa beroperasi selama sekitar 100 jam perekaman. Beruntung harga jualnya masih sama, yakni $200.

Alternatifnya, kreator juga bisa memanfaatkan mic model lavalier yang mudah sekali dikaitkan ke kerah baju. Buat yang lebih senang dengan bentuk clip-on seperti ini, mereka bisa melirik Sennheiser XS Lav yang juga baru diluncurkan.

Lagi-lagi kompatibilitas menjadi salah satu fitur yang paling diunggulkan. XS Lav terdiri dalam dua model, satu dengan colokan TRRS, satu lagi dengan colokan USB-C. Bagi kreator yang menggunakan smartphone yang tidak dilengkapi headphone jack, varian USB-C ini tentu bakal menjadi opsi yang paling ideal.

Untuk harganya sendiri, XS Lav versi standar dibanderol $50, sedangkan XS Lav versi USB-C dihargai $60. Sennheiser pun tidak lupa menyertakan windshield eksternal pada paket penjualan kedua model XS Lav.

Baik MKE 400 maupun XS Lav versi USB-C juga akan ditawarkan dalam bentuk bundel berlabel “Mobile Kit” yang dihargai lebih mahal $30 dari banderol masing-masing perangkat. Perangkat yang didapat sama persis, tapi plus sebuah tripod kecil besutan Manfrotto dan sebuah clamp mount untuk smartphone.

Sumber: The Verge dan Sennheiser.

Rode Wireless Go II Mudahkan Perekaman Audio dengan Dua Subjek yang Berbeda

Diumumkan di tahun 2019, Rode Wireless Go merupakan sebuah mikrofon nirkabel mungil yang sangat praktis untuk digunakan. Namun Rode rupanya sudah punya versi yang lebih baru, yang menghadirkan sederet penyempurnaan signifikan.

Secara estetika, Rode Wireless Go II memang tidak banyak berubah, baik unit transmitter maupun receiver-nya. Yang baru adalah adanya satu unit transmitter ekstra pada paket penjualannya. Berbeda dari pendahulunya, unit receiver milik Go II dapat menerima input dari dua unit transmitter sekaligus, sangat cocok bagi yang hendak membuat konten dengan dua subjek yang berbeda.

Seperti sebelumnya, unit transmitter-nya dilengkapi mikrofon omnidirectional dan mekanisme clip-on sehingga bisa langsung digunakan untuk menangkap suara. Alternatifnya, pengguna juga dapat menyambungkan lavalier mic (dijual terpisah) via colokan 3,5 mm. Dengan begitu, unit transmitter-nya bisa disembunyikan agar tidak tertangkap kamera.

Unit receiver-nya turut menerima upgrade yang tidak kalah substansial. Yang paling utama, pengguna kini bisa memilih opsi output antara TRS 3,5 mm atau USB-C. Ini berarti pengguna bisa langsung menyambungkan unit receiver-nya ke PC, laptop, maupun perangkat Android dan iOS menggunakan kabel USB-C, tidak perlu lagi bantuan kabel SC7 TRRS.

Jangkauan transmisinya juga sudah ditingkatkan dari 70 meter menjadi 200 meter, dengan catatan tidak ada objek yang menghalangi di antara unit transmitter dan receiver-nya. Unit transmitter-nya juga dapat menyimpan hasil rekaman secara otomatis ke storage internalnya (on-board recording), dengan durasi total sekitar 24 jam. Baterainya sendiri diperkirakan bisa bertahan sampai 7 jam pemakaian dalam sekali charge.

Sepintas fitur on-board recording ini mungkin terdengar sepele, tapi pada praktiknya bisa sangat berguna. Jadi seandainya koneksi sempat terputus, pengguna masih bisa mengakses rekaman audio lengkapnya dari penyimpanan milik transmitter-nya tersebut.

Secara keseluruhan, Rode Wireless Go II terkesan semakin user-friendly dan kian praktis lagi. Harganya memang lebih mahal daripada versi pertamanya – $299 – tapi itu wajar mengingat paket penjualannya mencakup dua unit transmitter sekaligus.

Sumber: The Verge.

HyperX Luncurkan Solocast, Mikrofon USB Berharga Terjangkau dengan Fitur Cukup Lengkap

Bagi para kreator konten, mikrofon USB merupakan cara termudah untuk meningkatkan kualitas audio pada karya-karya besutannya. Entah itu podcaster, streamer, atau YouTuber secara umum, mikrofon USB bisa dipandang sebagai aset yang tak kalah penting dari sebuah kamera.

Seperti halnya kamera, tentu ada banyak pilihan mikrofon yang tersedia di pasaran. Kendati demikian, mikrofon USB kerap menjadi pilihan karena kepraktisannya; cukup colokkan ke PC, maka mikrofon bisa langsung berfungsi tanpa perlu bantuan mixer maupun perangkat sejenis lainnya.

Mikrofon USB sendiri ada yang mahal ada yang murah. Salah satu mikrofon USB kelas budget terbaru datang dari HyperX. Dinamai HyperX Solocast, mic ini bisa menjadi alternatif yang sangat menarik dengan banderol hanya $60.

Harga tersebut menempatkan Solocast di level yang sama seperti Razer Seiren Mini, yang baru saja diluncurkan pada bulan Oktober lalu. Solocast memang dihargai $10 lebih mahal dan punya dimensi yang sedikit lebih bongsor, akan tetapi ia juga punya satu kelebihan yang tak dimiliki Seiren Mini, yakni tombol mute.

Tombol mute kapasitif ini terletak di bagian atas mic, jadi cukup dengan menyentuhnya sekali, mic pun otomatis akan berhenti menangkap suara. Sentuh sekali lagi, maka mic akan kembali berfungsi secara normal. Simpel dan tidak neko-neko. Selagi dalam posisi mute, indikator LED-nya yang berwarna merah akan berkedip.

Dudukan bawaan Solocast cukup fleksibel. Mic bisa diposisikan sepenuhnya miring (180°) dan diselipkan di bawah monitor jika perlu. Buat yang berniat menggunakan boom arm atau dudukan lain, terdapat drat 3/8 inci dan 5/8 inci di bagian bawah Solocast.

Seperti kebanyakan mikrofon USB, unit condenser di dalam Solocast mengandalkan pickup pattern cardioid, yang berarti ia paling sensitif terhadap suara yang berasal langsung di depannya. Tidak ada keterangan seberapa besar unit condenser-nya, tapi semestinya tidak lebih kecil daripada milik Seiren Mini.

Dengan harga yang cukup terjangkau, HyperX Solocast tentu bisa menjadi opsi upgrade yang menarik bagi kreator yang masih mengandalkan mic bawaan headset atau kamera. Produk ini memang berasal dari sebuah brand gaming, tapi saya kira streamer bukan satu-satunya target pasar yang dituju.

Sumber: Business Wire.

Shure MV7 Adalah Mikrofon untuk Podcaster dengan Sambungan USB dan XLR Sekaligus

Seperti halnya YouTuber, gear yang dimiliki seorang podcaster tentu akan berkembang seiring berjalannya waktu dan bertumbuhnya channel. Dari yang awalnya cuma mengandalkan mikrofon bawaan headset, lalu naik pangkat ke mikrofon USB, hingga akhirnya memiliki setup profesional dengan mikrofon XLR sebagai tonggak utamanya.

Alternatifnya, podcaster juga bisa memilih ‘jalur aman’ dengan membeli mikrofon jenis hybrid yang menawarkan dua jenis konektor sekaligus: USB dan XLR. Dengan begitu, mereka bebas menyambungkannya ke PC via USB, atau ke mixer via XLR ketika sudah tiba saatnya bagi mereka untuk naik ke level produksi yang lebih tinggi lagi.

Mikrofon yang masuk di kategori hybrid ini ada banyak sebenarnya, seperti Blue Yeti Pro misalnya, akan tetapi yang terbaru datang dari dedengkot mikrofon itu sendiri, Shure. Pabrikan asal Amerika Serikat itu baru saja memperkenalkan Shure MV7, mic pertamanya yang dilengkapi konektor USB sekaligus XLR.

Secara fisik, MV7 jauh lebih mirip seperti mikrofon legendaris Shure SM7B ketimbang Shure MV51 yang sepenuhnya mengandalkan konektor USB. Dimensinya cukup ringkas untuk dipakai dalam konteks rumahan, tapi ia juga siap digantungkan di atas saat berada di dalam sebuah studio rekaman profesional, terutama mengingat ia juga dilengkapi sambungan XLR.

MV7 mengandalkan pickup pattern jenis cardioid yang memang sangat cocok untuk keperluan podcasting karena hanya akan menangkap suara sesuai arah ia dihadapkan. Terdapat jack 3,5 mm untuk menyambungkan headphone sehingga pengguna dapat memonitor suaranya, dan MV7 turut dilengkapi panel sentuh untuk mengontrol gain maupun volume headphone yang terhubung.

Berhubung MV7 merupakan mikrofon USB, tentu saja ia turut hadir bersama sebuah aplikasi pendamping di PC (ShurePlus MOTIV) supaya pengguna dapat melakukan pengaturan secara lebih merinci. Di saat yang sama, kehadiran sejumlah preset tentu akan memudahkan pengguna yang masih masuk tahap pemula, dan perangkat turut dibekali fitur Auto Level Mode sehingga hasil rekaman tetap terdengar konsisten meski pengguna mungkin banyak bergerak.

Saat ini Shure MV7 sudah dipasarkan dengan harga $250, jauh lebih murah daripada SM7B yang dibanderol $400, dan hanya terpaut $50 dari MV51 yang USB-only. Kebetulan harganya juga sangat bersaing dengan produk serupa yang ada di pasaran, alias sama persis dengan harga Blue Yeti Pro tadi.

Sumber: Adorama.

Mikrofon USB Blue Yeti X Diciptakan untuk Menunjang Kebutuhan Streamer, Podcaster dan Kreator Konten Lainnya

Blue, produsen mikrofon yang kini merupakan anak perusahaan Logitech, baru saja merilis produk anyar dari seri mic terlarisnya, Yeti. Dijuluki Yeti X, desainnya memang tidak banyak berubah dibanding seri Yeti sebelumnya, akan tetapi secara fungsionalitas, ia jauh lebih superior.

Perubahan fisik yang paling kentara adalah indikator LED yang mengitari kenop bagian depan, yang bakal sangat membantu para streamer atau podcaster dalam memantau volume suaranya dengan mudah. Kenopnya ini juga multi-fungsi dan bukan sebatas untuk menyesuaikan volume input saja.

Saat kenopnya ditekan, mic otomatis masuk dalam mode mute. Kalau ditekan dan ditahan, pengguna bisa memilih antara dua mode: volume dan blend. Mode blend ini menarik, terutama bagi para streamer Twitch yang perlu menyeimbangkan volume game dan volume suaranya. Berkat mode blend ini, pengguna tinggal memutar-mutar kenop sampai ketemu titik imbang yang dikehendaki.

Blue Yeti X

Yeti X dilengkapi empat modul mic tipe kondensor, dan ia juga memiliki kenop tambahan di sisi belakangnya untuk mengaktifkan satu dari empat mode pengambilan suara yang tersedia: cardioid untuk menangkap suara dari depan mic, omni untuk menangkap suara dari sekeliling mic secara merata, bidirectional untuk menangkap suara dari depan dan belakang mic, serta stereo untuk menangkap suara dari kiri dan kanan mic.

Juga menarik adalah integrasi fitur Blue Voice, yang pertama diperkenalkan melalui headset Logitech G Pro X belum lama ini. Blue Voice sejatinya merupakan fitur berbasis software untuk menyesuaikan karakteristik suara yang diinginkan secara cepat, serta untuk menambahkan beragam efek vokal jika diperlukan.

Menimbang segala fiturnya, tidak heran apabila Blue Yeti X ditargetkan untuk para streamer, podcaster maupun kreator konten lain yang membutuhkan kustomisasi input audio tingkat profesional. Harganya pun tidak bisa dibilang murah: $170 saat dipasarkan mulai bulan Oktober mendatang.

Sumber: Logitech.

Beyerdynamic Luncurkan Mikrofon USB untuk Para Musisi, Podcaster dan Live Streamer

Mikrofon USB belakangan bertambah populer seiring semakin melonjaknya tren live streaming dan podcasting. Para streamer yang kerap mangkal di Twitch mungkin lebih memercayakan mikrofon dari brand gaming seperti Razer, sedangkan kalangan podcaster mungkin lebih memilih produk dari dedengkot audio seperti Beyerdynamic berikut ini.

Namanya Beyerdynamic Fox, dan ia merupakan mic tipe kondensor dengan wujud kapsul yang cukup ringkas. Komponen diaphragm berukuran cukup besar menjanjikan konversi sinyal suara yang akurat, dibarengi oleh sampling rate maksimum 24-bit/96kHz. Fox turut dilengkapi jack headphone untuk keperluan monitoring.

Jack-nya ini diposisikan di sisi depan demi kepraktisan, tepat di bawah kenop untuk mengatur volume dan menyeimbangkan sinyal input dan output (mix), serta sebuah tombol mute. Sisi belakangnya cuma dihuni oleh sebuah tuas kecil untuk mengatur gain. Secara keseluruhan, desainnya terkesan simpel, namun tetap elegan khas produk Jerman.

Beyerdynamic Fox

Fox mengandalkan konektivitas USB-C, meski kabel yang tersedia dalam paket penjualannya memiliki konektor USB-A (standar) di ujung satunya. Sangat disayangkan Beyerdynamic tidak menyertakan adaptor Lightning ataupun USB-C, padahal belakangan mulai banyak podcaster yang merekam menggunakan ponsel, terlebih sejak kehadiran aplikasi seperti Anchor.

Di Amerika Serikat, Fox bakal dijual seharga $179 mulai tanggal 16 Juli mendatang. Banderolnya terbilang kompetitif jika dibandingkan dengan produk serupa dari brand seperti Blue, Shure, Rode dan Apogee, yang sudah cukup lama bermain di segmen ini.

Sumber: The Verge.

Sennheiser Luncurkan Mikrofon Khusus untuk Action Cam GoPro Hero4

Aksi-aksi menakjubkan yang diabadikan dengan GoPro seringkali jadi kurang berkesan karena kualitas audionya buruk, atau yang terdengar hanya desiran angin saja. Spesialis audio asal Jerman, Sennheiser, ingin mengubah hal itu lewat produk terbarunya, MKE 2 Elements.

Sennheiser MKE 2 Elements merupakan mikrofon yang dirancang secara khusus untuk lini action cam GoPro Hero4. Perangkat ini sejatinya merupakan aksesori BacPac yang dapat dipasangkan dengan mudah ke bagian belakang casing anti-air bawaan GoPro, sehingga kinerjanya dipastikan bisa selalu optimal dalam segala kondisi.

Berwujud BacPac, Sennheiser MKE 2 Elements dapat dipasangkan dengan mudah ke belakang casing anti-air bawaan GoPro / Sennheiser
Berwujud BacPac, Sennheiser MKE 2 Elements dapat dipasangkan dengan mudah ke belakang casing anti-air bawaan GoPro / Sennheiser

Sennheiser tidak sekadar membual soal ini, MKE 2 dapat terus beroperasi meski terendam air, asalkan tidak lebih dalam dari 1 meter dan tidak lebih lama dari 30 menit. Gampangnya, surfing tidak akan menjadi masalah besar buatnya. Lebih lanjut, kinerjanya juga dipastikan tidak akan menurun di tempat bersuhu dingin atau bahkan bersalju sekalipun.

Memang performanya sebagus apa? Biar video yang berbicara. Anda bisa melihat perbandingan kualitas suara yang dihasilkan MKE 2 Elements dan mikrofon internal GoPro dalam video di bawah ini.

Satu-satunya kelemahan MKE 2 Elements adalah menyangkut kompatibilitas; ia tidak bisa digunakan bersama GoPro Hero5 yang notabene merupakan model terbaru. Mungkin saja Sennheiser sempat melakukan survei dan hasilnya menunjukkan bahwa pengguna Hero4 masih lebih banyak.

Terlepas dari itu, Sennheiser MKE 2 Elements saat ini sudah tersedia dengan banderol harga $200.

Sumber: DPReview.