Dalam pembahasan mengenai degradasi lingkungan, ilmuwan PBB menyatakan bahwa memelihara hewan untuk dimakan adalah salah satu penyebab utama masalah lingkungan yang mendesak di dunia. Setara dengan pemanasan global, degradasi lahan, polusi udara dan air, serta hilangnya keanekaragaman hayati.
Analisis dari Universitas Johns Hopkins menunjukkan bahwa produk protein alternatif dapat menghemat hingga 93% emisi gas rumah kaca, 89% air, dan 98% penggunaan lahan, dibandingkan dengan protein hewani konvensional.
Atas dasar isu dan potensi tersebut, perusahaan modal ventura yang fokus mendukung startup tahap awal Asia Pasifik (APAC) di sektor protein alternatif “Better Bite Ventures” mengumumkan peluncuran dana kelolaan senilai $15 juta. Perusahaan memiliki misi untuk mendukung para pendiri tahap awal mengembangkan alternatif penting ramah iklim untuk protein hewani dalam apa yang digambarkan sebagai ‘pasar makanan terbesar di dunia’.
Perusahaan menargetkan investasi terhadap 20-30 perusahaan di Asia Pasifik. Investasi ini akan fokus menjangkau perusahaan tahap pre-seed dan seed dengan rentang nilai $200-$700 ribu. Dana kelolaan tersebut turut didukung oleh investor impact terkemuka, manajer dana kelolaan untuk perusahaan tahap lanjut, perusahaan konglomerat, serta pengusaha makanan dan teknologi dari Asia, AS, dan Eropa. LP terbesar datang dari Asia Tenggara.
Better Bite Ventures didirikan oleh Michal Klar dan Simon Newstead, keduanya memiliki latar belakang yang kuat dalam industri protein alternatif dengan pengalaman lebih dari 20 tahun termasuk menjalankan media Future Food Now dan podcast Vegan Startup. Selain itu, mereka juga aktif sebagai angel investor di segmen terkait. Berawal dari kesamaan visi dan misi, mereka memutuskan bahwa sudah saatnya untuk mengambil langkah lebih maju dan fokus membangun ekosistem protein alternatif di Asia Pasifik.
“Kami di sini untuk berinvestasi pada pendiri yang berani membangun unicorn teknologi pangan masa depan Asia,” ujar Michal Klar sebagai General Partner. “Sekarang adalah momentum untuk Asia. Kami percaya perusahaan dengan wawasan lokal akan mengambil peran utama di pasar yang berkembang pesat ini”.
Dalam wawancara singkat bersama tim DailySocial.id, Michal juga mengungkapkan bahwa investasi ini sangat terkait dengan dampak secara keseluruhan, namun juga tetap melihat dari sisi potensi profitabilitas dan pertumbuhannya.
Hingga saat ini, Better Bite Ventures telah berinvestasi di 10 startup regional yang mencakup keseluruhan teknologi protein alternatif, dari pertanian berbasis tanaman hingga solusi rantai pasok. Sejauh ini, dana tersebut telah disalurkan pada para pengembang solusi yang memimpin pasar Green Rebel dari Indonesia.
Fokus di pasar Indonesia
Menurut studi Boston Consulting Group baru-baru ini, pasar protein alternatif global diproyeksikan mencapai lebih dari $290 miliar pada tahun 2035, sekitar 11 persen dari total pasar protein secara keseluruhan, yang dua pertiganya disinyalir adalah kontribusi dari wilayah APAC.
Lembaga nirlaba Good Food Institute menerbitkan data yang menunjukkan bahwa lebih dari $3 miliar telah diinvestasikan ke dalam perusahaan rintisan protein alternatif pada tahun 2020, dengan perusahaan rintisan APAC menyumbang lebih dari $230 juta. Angka 2021 diperkirakan menunjukkan pertumbuhan yang lebih besar lagi.
Melihat angka tersebut, Michal meyakini potensi pertumbuhan di segmen ini ke depannya. Michal juga menyebutkan bahwa jumlah tersebut hanya sebagian kecil dari total potensi keseluruhan. “Pada dasarnya kami percaya bahwa ini adalah saat yang tepat, momentumnya sudah ada, dan Asia akan tumbuh beriringan dengan seluruh dunia. Hal ini membuat kami sangat bersemangat,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan salah satu pasar terbesar dan paling menarik di Asia. Selain karena pengalamannya yang pernah lima tahun tinggal di negara ini, co-founder yang lain, Simon, juga merupakan keturunan Indonesia. Maka dari itu, mereka merasa memiliki ikatan personal dengan area ini.
Selain itu, Michal juga mengakui bahwa masyarakat Indonesia, utamanya kaum urban, memiliki pikiran yang sudah sangat terbuka untuk adopsi tren baru. Sepuluh tahun yang lalu, ungkapnya, masih sulit untuk menemukan tempat makan vegetarian di area ini. Sekarang, banyak resto yang sudah menawarkan menu tersebut.
“Saya rasa, perlahan tapi pasti, konsumen semakin berkembang. Menurut saya ada dua hal yang akan jadi penggerak industri di segmen ini. Pertama, konsumen semakin menyadari manfaatnya dari sisi kesehatan personal dan juga potensi sustainability di segmen ini,” ujarnya
Salah satu pionir di segmen protein alternatif di Indonesia adalah Green Rebel. Rintisan karya anak bangsa ini didirikan oleh Max Mandias dan Helga Angelina – pasangan aktivis praktisi pola makan sehat dan ramah lingkungan untuk di Indonesia. Mereka menjadi startup teknologi pangan pertama di Indonesia yang memproduksi daging dan keju nabati “Michal dan Simon percaya pada kami dan potensi kami sejak awal, melalui semua pasang surut” ungkap Helga Angelina, salah satu pendiri Green Rebel.
“Satu hal yang paling penting yang kami lihat pada Green Rebel adalah konsep lokal yang ditawarkan. Di antara sekian banyak restoran yang menawarkan konsep protein alternatif dengan gaya western food, Green Rebel hadir dengan pendekatan yang lebih lokal, menggunakan menu-menu tradisional,” ungkap Michal.