Tag Archives: Microsoft Kinect

Microsoft Resmi Berhenti Memproduksi Kinect

Microsoft Kinect, dulunya sempat digadang-gadang sebagai salah satu inovasi teknologi tercanggih di industri hiburan, resmi dipensiunkan oleh penciptanya. Kabar ini disampaikan langsung oleh Alex Kipman selaku kreator Kinect itu sendiri, dan Matthew Lapsen selaku General Manager untuk Xbox Devices Marketing, melalui wawancaranya dengan Fast Company.

Kinect merupakan sebuah gebrakan teknologi ketika diumumkan pertama kali pada tahun 2009. Kehadirannya memungkinkan pengguna console Xbox 360 untuk bermain tanpa menggunakan controller, melainkan dengan gerakan tubuh dan tangannya.

Konsepnya memang mirip seperti yang ditawarkan Nintendo Wii, hanya saja Kinect tidak mengharuskan pemain memegang apa-apa. Kinect pada dasarnya merupakan bentuk upaya Microsoft dalam menghadirkan jenis input baru di samping keyboard, mouse dan layar sentuh, dengan sentuhan humanis yang melibatkan tubuh manusia.

Kinect untuk Xbox One / Microsoft
Kinect untuk Xbox One / Microsoft

Namun seiring berjalannya waktu, respon konsumen terhadap Kinect perlahan jadi berkurang ketika versi barunya diluncurkan bersama Xbox One. Kala itu, Microsoft sengaja membundel Kinect bersama Xbox One dengan visi bahwa sistem yang mereka ciptakan lebih dari sekadar gaming console.

Pada kenyataannya, mayoritas konsumen tidak sependapat dengan visi tersebut. Mereka menginginkan performa gaming yang lebih baik, bukan fitur yang terkesan gimmicky seperti menyalakan console menggunakan perintah suara. Situasi pun memburuk ketika sang rival asal Jepang, Sony, meluncurkan PlayStation 4.

Kala itu, Sony mencoba menyerang kelemahan Xbox One, yaitu performanya yang harus terbatasi karena harus ada porsi kecil yang disisakan untuk menenagai Kinect setiap saat. Sebaliknya, Sony berjanji tidak akan membatasi kinerja PS4 sama sekali, dan fokusnya murni hanya untuk gaming.

Mendapat perlawanan seperti itu, Microsoft dengan terpaksa memutuskan untuk tidak lagi membundel Kinect dengan Xbox One hanya setahun setelahnya, yang secara langsung memangkas harga jual console tersebut. Alhasil, perhatian terhadap Kinect pun terus menurun sampai di titik dimana perangkat tersebut terkesan terlupakan.

Teknologi yang dipakai Kinect juga terus dikembangkan dan disematkan ke perangkat macam HoloLens / Microsoft
Teknologi yang dipakai Kinect juga terus dikembangkan dan disematkan ke perangkat macam HoloLens / Microsoft

Keputusan Microsoft untuk berhenti memproduksi Kinect bisa saja dianggap sebagai kegagalan produk tersebut. Akan tetapi pada kenyataannya Kinect dan proses pengembangannya berjasa melahirkan teknologi-teknologi baru lainnya, macam asisten virtual Cortana dan headset HoloLens.

Kinect juga merupakan inspirasi di balik teknologi Face ID yang Apple sematkan pada iPhone X, dengan cara kerja yang cukup mirip. Singkat cerita, Kinect boleh tinggal sejarah, tapi ke depannya teknologi dasar yang menjadi fondasinya masih akan terus dikembangkan untuk berbagai macam keperluan lainnya.

Sumber: Fast Co Design.

Teknologi Pengenal Wajah iPhone X Berasal dari Pengembang Kinect

Saat melihat iPhone X, saya akan memaklumi jika Anda berpikiran kalau sebagian besar fiturnya terkesan ‘dipinjam’ dari smartphone lain. Layar yang nyaris tanpa bezel misalnya, sudah ada sejak sekitar satu tahun yang lalu ketika Xiaomi pertama kali meluncurkan Mi Mix, lalu diikuti oleh pabrikan lain seperti Samsung, LG dan Essential.

Wireless charging malah sudah eksis sejak lebih lama lagi, begitu pula dengan teknologi pengenal wajah. Namun tidak tepat apabila kita menuding Apple meminjam teknologi pengenal wajah ini dari kompetitornya, sebab pada kenyataannya teknologi di balik Face ID berasal dari pengembang Microsoft Kinect.

Microsoft Kinect for Xbox 360

Kinect, bagi yang tidak tahu, adalah aksesori untuk console Xbox yang bertugas membaca gerakan dan menerjemahkannya menjadi input kontrol. Diumumkan pertama kali pada bulan Juni 2009, Kinect pada awalnya menggunakan teknologi racikan sebuah perusahaan asal Israel bernama PrimeSense.

Teknologi itu melibatkan sebuah proyektor dan kamera inframerah, serta chip khusus untuk mengolah datanya. Pertama-tama, proyektor akan memproyeksikan titik-titik inframerah (tidak kelihatan oleh mata telanjang) ke sebuah objek untuk dideteksi oleh kamera, sebelum akhirnya informasi yang ditangkap diproses oleh chip khusus itu tadi.

iPhone X TrueDepth camera system

Cara kerjanya sepintas terdengar mirip seperti penjelasan Apple mengenai FaceID dan sistem kamera depan TrueDepth milik iPhone X. Pada kenyataannya, PrimeSense telah diakuisisi oleh Apple pada tahun 2013, dan dari situ Apple tampaknya sudah berhasil menciptakan miniatur Kinect dan menanamkannya ke satu-satunya porsi bezel yang tersisa pada iPhone X.

Face ID bekerja dengan menganalisa lebih dari 30.000 titik inframerah yang diproyeksikan pada wajah pengguna guna membuat pemetaan wajah yang sangat presisi. Chip A11 Bionic kemudian bertugas mengolah datanya secara aman dan tanpa mengandalkan bantuan jaringan cloud sama sekali.

Apple bilang kalau Face ID tidak akan bisa dikelabui oleh foto maupun video wajah penggunanya, dan mereka yakin bahwa Face ID jauh lebih aman ketimbang Touch ID. Selain itu, Face ID juga diklaim mampu mengenali wajah pengguna meski penampilannya berubah, ketambahan jenggot atau memakai kacamata hitam misalnya.

Sumber: The Verge.

Datang Dari Iran, Surena III Siap Saingi Robot Honda Asimo

Semenjak diperkenalkan lebih dari 15 tahun silam, robot Asimo atau Advanced Step in Innovative Mobility telah sering digunakan di berbagai belahan dunia dari mulai untuk sekedar demonstrasi hingga fungsi praktis. Nama seperti Boston Dynamics juga berusaha menyaingi Honda lewat Atlas mereka, dan kompetisi jadi kian menarik dengan kehadiran robot asal Iran.

Sebetulnya ini bukanlah pertama kalinya Iran ‘bermain-main’ di bidang robotik karena tim Center for Advanced Systems and Technologies asal University of Tehran sudah mulai melakukan riset sejak 2007. Meneruskan upaya tersebut, para ilmuwan Iran memperkenalkan jelmaan generasi ketiga dari robot Surena di pertengahan minggu lalu. Secara garis besar, kemampuan dasarnya mirip Asimo, namun tampaknya arah pengembangan Surena III sedikit berbeda.

Surena III memiliki bobot 98-kilogram dan berdiri setinggi 190 sentimeter – lebih tinggi dari rata-rata manusia. Casing plastik putih menutupi mayoritas permukaan tubuh, dipadu dengan kedua mata LED yang ditempatkan di area visor. Layaknya robot humanoid, ia mempunyai sepasang kaki dan tangan. Penampilannya lebih apik dibandingkan versi kedua yang menyerupai Asimo.

Surena 02

Dr. Aghil Yousefi-Koma, profesior teknik mesin yang bertanggung jawab memimpin proyek tersebut menjelaskan pada IEEE Spectrum bahwa Surena didesain sebagai platform riset demi mengeksplorasi sistem pergerakan bipedal, interaksi robot dan manusia, serta tantangan-tantangan lain di ranah robotik. Menurutnya, robot ialah sebuah simbol ‘kedamaian dan kemanusiaan’ dalam kemajuan teknologi.

Sang robot dilengkapi sejumlah sensor, di antaranya modul pengelihatan 3D Microsoft Kinect. Persendiannya ditenagai 31 servomotor, dengan enam level pergerakan di masing-masing kaki, dua di leher, tujuh di tiap lengan, satu di tangan, dan satu di tubuh. Software berbasis Robot Operating System (ROS) bertanggung jawab dalam pengendalian robot, diawasi oleh seorang operator.

Kombinasi semuanya memungkinkan Surena III berjalan di permukaan tanah yang tidak rata, menendang bola, dan menggenggam objek. Terdapat kenaikan 19 level gerakan dari tipe kedua, dan ia memiliki kecepatan laju tujuh-inci per detik. Selain itu, Surena III juga sanggup berinteraksi dengan manusia berbekal fitur pengenal suara dan modul percakapan, meskipun saat ini robot baru bisa berbicara bahasa Farsi.

Dr. Yousefi-Koma bilang bahwa Surena tidak diciptakan untuk berpartisipasi dalam ‘rivalitas pengembangan robot’, lebih ditujukan pada implementasi di skenario bencana. Proses pembuatan generasi ketiga Surena kabarnya memakan waktu hampir empat tahun, dikerjakan oleh 70 orang dari institut berbeda.