Tag Archives: Millennials

Rukita Co-Living

Konsep Co-Living Makin Diminati, Rukita Perbarui Aplikasi Targetkan Komunitas

Konsep hunian co-living menjadi semakin diminati, terutama di kota-kota besar di Indonesia. Penyewaan kamar pribadi jangka panjang dengan fasilitas dan ruang bersama sebenarnya bukanlah konsep yang baru, hanya saja di sini lebih akrab dengan sebutan indekos. Indekos dianggap terjangkau dan praktis, terutama bagi kalangan profesional muda, karena lebih terjangkau dan terletak dekat area institusi atau perkantoran.

Salah satu pemain yang menyasar segmen ini adalah Rukita, sebuah startup penyedia layanan co-living yang diklaim sangat praktis dan cocok untuk profesional muda dalam mencari hunian siap pakai. Belum lama ini Rukita meluncurkan aplikasi terbarunya, menawarkan informasi lengkap untuk eksplorasi ketersediaan unit sewa kost atau apartemen di lokasi terdekat.

“Profesional muda akan lebih mudah melihat dan memesan unit properti hanya dari gawai pribadi, baik ponsel atau pun komputer, di mana pun dan kapan pun,” ungkap Co-founder & CEO Rukita Sabrina Soewatdy.

Selain menawarkan kamar serta berbagai kebutuhan terkait hunian bagi pelanggan, dalam update aplikasi terbarunya, Rukita menyediakan fitur baru, “Community” untuk mendorong tenant dan masyarakat luas terutama para profesional muda saling berinteraksi dan membangun relasi yang lebih baik. Fitur ini diharapkan bisa semakin memberikan pengalaman co-living yang lebih optimal.

“Di aplikasi Rukita, masyarakat terutama para milenial dapat mencari pilihan unit, memantau status pembayaran, mendaftarkan diri dalam kegiatan komunitas, berinteraksi daring melalui kolom komentar, hingga mengakses kumpulan artikel menarik yang memperkaya wawasan,” ujar Sabrina.

Selama kurang lebih dua tahun berdiri, Rukita berhasil meningkatkan kerja sama dengan lebih dari 20.000 properti dalam platformnya. Hunian ini tersebar di area-area padat sekitar Jabodetabek dengan rentang harga yang ditawarkan beragam tergantung fasilitas dan posisi yang menunjang.

Sejalan dengan komitmen untuk membangun bisnis yang berkelanjutan di sektor proptech, Rukita menerapkan model bisnis yang berinvestasi pada kapasitas manajemen properti dari hulu ke hilir, meliputi pemeriksaan dan penilaian bangunan sebelum proses transformasi, pemasaran & akuisisi penghuni, operasional, pemeliharaan properti, hingga pasca-penyewaan.

“Para profesional muda yang punya sambilan investasi properti kosan juga akan dimudahkan dengan bermitra dengan Rukita. Mereka bisa terus bekerja seperti biasa dan sambil mendapatkan passive income tanpa ribet, karena semua sudah dikelola dengan baik oleh Rukita.” tambahnya.

Tren co-living di masa pandemi

Sebagai alternatif baru, perkembangan bisnis hunian co-living mulai mengalami peningkatan di awal 2020, terutama di Jakarta. Ketika pandemi Covid-19 melanda, alih-alih menurun seperti layanan coworking space, peminat hunian co-living justru melonjak. Hal ini seiring dengan berkembangnya tren bekerja dari rumah (WFH) serta kesadaran masyarakat akan harga beli properti yang tinggi dan akhirnya lebih memilih untuk menyewa hunian yang lebih terjangkau untuk menekan biaya.

Hal ini sempat disampaikan oleh Co-founder & COO Rukita Sarah Soewatdy yang mencatat jumlah penghuni baru bertumbuh hampir 2,5 kali lipat pada akhir tahun 2020. Pasalnya, konsep hunian ini menawarkan kenyamanan dengan harga terjangkau dan fasilitas yang lengkap, bahkan telah menjadi pilihan para milenial dan kaum urban.

Meskipun begitu, tidak sedikit dari penghuni indekos yang berfikiran untuk meninggalkan hunian saat ini dan memilih untuk pulang ke kampung halaman atau kembali ke rumah. Mengingat sebagian dari mereka adalah perantau, yang ketika mendapat kabar WFH tanpa pikir panjang langsung berkemas. Hal ini sebagai salah satu upaya menghemat biaya hidup di kota.

Aplikasi sejenis di Indonesia

Populasi anak muda yang besar serta proses urbanisasi di Indonesia yang sangat cepat mendorong terjadinya pertumbuhan permintaan untuk model hunian co-living. Dalam segmen ini, Rukita tidak sendiri. Setidaknya ada empat platform lain yang menawarkan layanan sejenis di Indonesia, seperti Mamikos, Flokq, Travelio, Roomme, dan Cove yang berbasis di Singapura.

Aplikas Properti kelolaan Area Unduhan Rating
Rukita 20 ribu+ Jabodetabek 10 ribu+ 4.0
Mamikos 2 juta+ 140 kota 1 juta+ 4.5
Flokq Jabodetabek, Bali 1.000+ 3.9
Travelio 8.000+ 25 kota 1 juta+ 4.5
Cove 1.000+ (Jakarta) Singapura, Jakarta
Roomme 10 ribu+ Jabodetabek 50 ribu+ 3.4

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan real estat termasuk sektor bisnis yang tumbuh sepanjang kuartal I/2021. Data dari Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) juga menunjukkan bahwa apartemen siap huni menjadi salah satu subsektor yang paling terlihat pertumbuhannya. Sektor properti yang terus bertumbuh diproyeksi akan menjadi pendorong meningkatnya peluang bisnis co-living di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here
3 Alasan Bagi Millennials untuk Beli Rumah Sekarang Juga

3 Alasan Bagi Millennials untuk Beli Rumah Sekarang Juga

Memiliki rumah yang nyaman pastinya merupakan impian setiap orang, termasuk para millennials. Namun, harga rumah yang mahal membuat kebanyakan orang berpikir dua kali, atau bahkan berkali-kali untuk memiliki rumah. Bahkan ada sebagian orang yang memilih untuk tetap mengontrak atau menyewa rumah, meskipun sudah memiliki keluarga.

Menurut riset yang dilaksanakan oleh Rumah123.com, pada tahun 2020 nanti hanya 5% dari kaum millennials yang sanggup membeli rumah. Sebanyak 95% sisanya terancam tak akan mampu memiliki tempat tinggal. Hal ini tentu menjadi keresahan bagi banyak orang, terutama para millennials kelahiran tahun 1981-1994.

Untuk mengatasi hal tersebut, rencana memiliki rumah dapat mulai dijalankan saat usia muda. Saat usia masih muda dan produktif, sesorang tentu dapat melakukan berbagai hal untuk mencari penghasilan. Sebab energi yang dimiliki juga masih besar. Ada banyak keuntungan yang akan dirasakan jika memiliki rumah saat masih muda. Lewat artikel berikut, kami akan jabarkan 3 keuntungan jika Anda membeli rumah saat ini juga.

 

1. Investasi yang Menjanjikan

Aset berupa properti, termasuk di antaranya rumah cenderung mengalami peningkatan nilai jual setiap tahunnya. Apalagi jika lingkungan di sekitar rumah tersebut semakin ramai. Dalam kurun waktu 10 tahun saja, rumah yang Anda beli saat ini mungkin saja memiliki nilai jual beberapa kali lipat dibandingkan harga pada saat Anda membelinya. Sebab, rumah memang menjadi kebutuhan pokok bagi banyak orang.

Investasi dalam bentuk properti, termasuk rumah tentu sangat menjanjikan. Apalagi jika Anda memanfaatkan rumah tersebut untuk mendapatkan penghasilan. Misalnya dengan menyewakan rumah tersebut kepada orang lain, atau mungkin menjalankan usaha di rumah tersebut. Dengan begitu, Anda dapat menggunakan dana yang didapatkan dari keuntungan usaha, atau dari si penyewa rumah untuk membayar cicilan rumah setiap bulannya.

 

2. Menghindari Naiknya Harga Rumah

Sesuai penjelasan dalam poin sebelumnya, setiap tahun harga jual properti cenderung meningkat. Saat Anda terus menunda dan menunggu untuk membeli rumah, sama saja dengan membiarkan harga rumah impian Anda menjadi semakin mahal. Menabung terus menerus hingga mampu membeli rumah secara tunai juga sangat sulit dilakukan. Solusi terbaik adalah memanfaatkan fasilitas cicilan. Dengan mulai membeli dan mencicil rumah dari sekarang, maka Anda dapat mempersiapkan diri dengan lebih matang.

Jika Anda telah memiliki cukup dana, minimal untuk membayar uang muka, maka bersegeralah membeli rumah dengan cara mencicil atau mengajukan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) / KPA (Kredit Pemilikan Apartemen) ke Bank BTN. Apalagi jika Anda merencanakan untuk mulai berkeluarga. Dengan adanya rumah tinggal, tentu perasaan Anda akan menjadi lebih tenang, sebab salah satu kebutuhan pokok dalam hidup Anda dan keluarga telah terpenuhi.

 

3. Memotivasi Diri untuk Bekerja Keras

Karena harga yang sangat mahal, maka sangat jarang orang yang mampu membeli rumah secara langsung dan tunai. Bagi sebagian orang, membeli rumah dengan uang muka yang besar mungkin akan terasa menjadi beban. Apalagi kemudian harus mencicil dengan jangka waktu yang cukup lama. Namun jika Anda memiliki pikiran yang positif, maka hal ini harusnya menjadi motivasi bagi diri Anda sendiri untuk bekerja semakin keras dan mendapatkan penghasilan yang lebih banyak. Sehingga mencicil akan terasa lebih ringan.

Salah satu cara yang biasa dilakukan adalah dengan cara memanfaatkan program KPR, salah satunya dari Bank BTN. Anda juga dapat mengunjungi situs btnproperti.co.id untuk mencari rumah yang tersedia serta lokasinya, mengetahui prosedur pengajuan KPR, atau bahkan langsung mengajukan permohonan KPR secara online.

Bank BTN telah sejak lama dikenal dan menjadi yang terdepan dalam penyediaan KPR bagi masyarakat Indonesia. Bahkan istilah KPR-BTN seolah menjadi sebuah kesatuan yang cukup familiar didengar oleh telinga masyarakat. Bank BTN juga menyadari bahwa perkembangan teknologi digital saat ini semakin pesat. Sehingga, teknologi juga perlu dimanfaatkan dalam bidang perumahan dan KPR.

Oleh karena itu, Bank BTN menyelenggarakan BTN MortgTech. Ajang BTN MortgTech merupakan wadah bagi para millenials, khususnya para IT Developer untuk menyalurkan ide unik dan gagasan menarik dalam membuat produk teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam bidang mortgage technology, alias teknologi yang mendukung kepemilikan rumah.

Disclosure: Artikel ini adalah konten bersponsor yang didukung oleh Bank BTN.

8 Strategi Pemasaran Produk untuk Generasi Z

Penjual yang baik adalah mereka yang mampu menyesuaikan diri dengan konsumennya. Mereka paham apa konsumen inginkan, kapan konsumen menginginkannya, dan bagaimana menyampaikannya.

Untuk mengetahui seluruh hal tersebut, perlu pemahaman tingkat tinggi dengan melakukan berbagai studi. Seperti yang dilakukan oleh banyak brand besar pada akhir-akhir ini, mereka mulai beralih ke generasi Z sekadar untuk mendapatkan nasehat dan masukan.

Dua pemasar dari generasi Z tersohor seperti Connor Blakley (17) dan Deep Patel (18) disebut telah menjadi kontributor untuk perusahaan sekelas Fortune 500 selama bertahun-tahun. Keduanya mengerti bagaimana cara generasi Z berpikir dan bagaimana melibatkan membangun hubungan yang langgeng dengan orang-orang dari generasi tersebut.

Artikel ini akan membahas lebih jauh strategi promosi seperti apa saja yang perlu dilakukan untuk menyasar generasi Z sebagai konsumen Anda, berikut rangkumannya:

1. Kolaborasi dengan social influencer

Pertumbuhan orang-orang dari generasi Z itu dibantu karena kehadiran smartphone yang selalu ada dalam genggaman mereka. Karena itulah, mereka dapat menjalin hubungan yang sangat baik dengan para influencer di seluruh platform seperti YouTube, Snapchat, dan Instagram.

Pasalnya, para social influencer berhubungan cukup intens dengan para pengikutnya, menciptakan timbulnya hubungan emosional.

Perlu diketahui, social influencer kini dikategorikan sebagai sebuah profesi baru. Banyak brand yang mulai melirik orang-orang yang menekuni profesi tersebut dalam rangka mempromosikan produknya.

2. Jangan mengandalkan situs

Generasi Z itu tidak akan mencari tahu produk Anda lewat mesin pencari Google untuk berselancar di situs Anda. Mereka lebih menyukai berselancar di media sosial.

Perilaku ini mengindikasikan bahwa untuk meraih perhatian dari generasi Z, produk Anda perlu menemukan sebuah saluran di mana konsumen tersebut pergunakan. Kemungkinan besar, saluran informasi tersebut akan berada di tempat lain, di luar situs.

3. Kedepankan unsur visual

Perbedaan besar antara generasi Z dengan generasi sebelumnya adalah rentang perhatian yang lebih pendek. Artinya pemasar dan produk perlu membangun konten yang bisa dicerna konsumen dengan mudah dan cepat.

Visual berformat gif adalah adalah alat yang bagus untuk suatu produk dalam menyampaikan pesan mereka secara ringkat dan meninggalkan kesan yang kuat. Gif itu dapat mengemas kesan yang kuat dan dapat dikirim ke berbagai platform media untuk menemukan audiens mereka. Selain gif, format lainnya yang bisa digunakan adalah klip video berdurasi singkat.

4. Ikuti tren media sosial terbaru

Perilaku generasi Z yang dinamis, maka brand harus senantiasa menyesuaikan strategi dengan tren yang berlaku. Akan tetapi, pada dasarnya generasi Z itu menyukai merek yang dapat melibatkan mereka, memberikan pengalaman yang dapat dikaitkan dan dipersonalisasi lewat media sosial. Kemudian, merek yang menghargai kesetiaan mereka dan menjaga kepatuhan di semua saluran.

5. Tetap mengutamakan kualitas

Meski generasi Z menyukai keringkasan, mereka tetap mencari kualitas. Tak hanya itu, mereka juga sadar dengan biaya dan bakal menghargainya saat melihatnya. Sebab pada akhirnya, generasi Z akan selalu berpihak pada produk dan konten yang berkualitas tinggi daripada sesuatu yang dianggap keren saja.

6. Gabungkan antara unsur offline dan online

Bagi generasi Z, tidak pemisah antara dunia offline dan online. Mereka beranggapan bahwa mereka hanya perlu berinteraksi dan membentuk hubungan secara pribadi dengan orang-orang yang mereka temui di dunia online.

Fenomena ini tidak terjadi pada orang saja, tapi juga brand dan perusahaan. Perusahaan akan selalu berusaha menjadi yang terdepan ketika berbicara membangun koneksi online yang kuat dengan pelanggan mereka. Tujuannya agar perusahaan bisa memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan dengan sebaik-baiknya.

7. Kenali pemicu daya beli

Menurut sebuah studi yang dilakukan Penn Schoen Berland, hampir setengah dari generasi Z mengatakan bahwa biaya adalah faktor penentu sebelum melakukan pembelian. Faktor kedua adalah apakah produk tersebut membantu mereka dalam mencapai tujuan tertentu. Kedua hal ini adalah penyimpangan penting dari standar pemasaran tradisional.

Generasi Z adalah pelanggan yang tangguh, namun akan sangat berharga jika Anda dapat meyakinkan mereka bahwa produk atau layanan Anda memiliki harga yang layak dan bernilai tinggi. Jika Anda dapat menyelesaikan tugas ini, Anda bisa mendapat pelanggan generasi Z dalam jangka panjang.

8. Tetap konsisten

Konsistensi adalah hal terpenting ketika Anda berinteraksi dengan konsumen dari generasi Z. Mereka tangguh dan keras kepala. Mereka juga tergolong pengingat yang baik atas seluruh interaksi yang telah mereka lakukan dengan berbagai brand dan perusahaan.

Bisa dikatakan hal ini baik dan buruk. Generasi Z akan memberi Anda hadiah jika produk Anda itu berharga. Namun mereka tidak akan pernah melupakan interaksi yang buruk, baik secara langsung atau online. Menciptakan interaksi yang berkualitas dan konsisten dengan generasi Z adalah hal penting untuk masuk ke kelompok konsumen yang sangat memberi berpengaruh saat ini.

Generasi Millennial Butuh Pemimpin yang Mau Mendengar

Kini di belahan dunia manapun sedang terjadi pergeseran usia produktif. Perlahan tapi pasti, generasi millennial atau dikenal dengan Gen Y mulai memosisikan diri sebagai pekerja. Menghadapi pekerja dari segmen usia ini, terbilang gampang-gampang susah, sebab mereka mudah bosan dan bergonta-ganti pekerjaan bila tidak sesuai dengan minatnya.

Namun bila Anda sebagai founder, jika memiliki strategi yang tepat dalam menghadapi pekerja millennial, mereka dapat menjadi tim terbaik Anda. Sebab ide yang mencuat dari pikiran mereka seringnya adalah suatu hal yang fresh, kontribusinya pun sangat membantu tim menemukan solusi dari masalah tertentu dan cara-cara yang ditawarkan juga lebih inovatif.

Millennial memiliki kecenderungan ingin terlibat dalam suatu pekerjaan yang penting dalam perusahaan, seolah mau membuktikan bahwa mereka berkompeten di bidang tersebut. Lewat tulisan ini, Aaron Painter selaku General Manager Microsoft Business Solutions & Dynamics 365 ingin memberitahu Anda bahwa cara yang paling mujarab untuk meningkatkan kompetensi pekerja millennial adalah menguasai keterampilan mendengar.

Mendengar itu buat pekerja millennial merasa dihargai

Painter mengutip ucapan dari Mary Kay Ash seorang founder dari Mary Kay Cosmetics. Ash bilang, setiap orang memiliki tulisan tak kasat mata tergantung di lehernya tertulis “Buat saya merasa dibutuhkan.”

Menurut Painter, bila Anda ingin berhasil melibatkan diri dengan millennial, artinya Anda harus memosisikan diri sebagai pelatih, bukan sebagai bos. Anda harus mampu memahami preferensi, ambisi, dan fokus mereka, demi kepentingan perusahaan maupun tujuan karier mereka.

Untuk mengelola millennial dengan baik, Anda harus memahami perbedaan antara mendengar karena pekerjaan dengan mendengar karena ada rasa ingin tahu. Teknik ini disebut oleh Edgar Schein sebagai penyelidikan murni.

Ketika Anda mendengar karena itu adalah pekerjaan, Anda tidak dapat memberikan perhatian 100% kepada lawan bicara. Ini berdampak pada hasil akhirnya karena Anda tidak mampu memberikan apa yang terbaik untuk mereka.

Sebaliknya, bila Anda mendengar karena ada rasa ingin tahu secara alami pertanyaan Anda akan terbentuk dengan sendirinya.

Ketika Anda jadi pendengar yang baik, orang akan merasa dihormati, dan rasa hormat adalah bentuk dasar dari sebuah hubungan yang kuat. Ini adalah metode yang kuat dan ampun digunakan untuk menghasilkan rasa kepercayaan yang luar biasa dengan sesama rekan pekerja.

Mungkin pendekatan seperti ini menjadikan Anda sebagai sosok yang lembut. Namun, bagi sebagian besar kasus teknik pendekatan seperti sangatlah tepat. Ketika anggota tim merasa Anda memahami mereka, maka loyalitas dan motivasi mereka akan meroket.

Keluarkan rasa cemas, masukkan energi

Artinya, Anda harus meluangkan waktu untuk memahami dan mengatasi masalah mereka. Bukan berarti Anda yang harus memecahkan masalah mereka, justru Anda harus membimbing pemahaman mereka bagaimana hal itu dapat meningkatkan kinerjanya.

Hal ini akan memberi beberapa keuntungan, misalnya anggota tim mampu belajar sendiri, meningkatkan keterampilan, dan dapat mentransfer energi ke anggota tim lainnya.

Millennial tidak bisa bekerja tanpa keselarasan

Millennial itu memiliki keyakinan bahwa mereka melakukan sesuatu yang berdampak pada perubahan dunia, sesuai dengan kemampuannya dan temperamen masing-masing. Beda halnya dengan generasi sebelum mereka yang fokus menutupi kekurangan, justru millennial lebih cenderung fokus pada hal yang menjadi kelebihannya,

Preferensi ini bukan karena mereka takut meninggalkan zona nyamannya, tapi lebih disebabkan adanya keinginan untuk menciptakan dampak dalam pekerjaan mereka. Apabila millennial tidak percaya dengan misi perusahaan Anda atau tidak menikmati pekerjaannya, siapa sangka bahwa mereka dapat menjadi racun yang dapat merusak suasana kerja dan moral di seluruh tim.

Hal ini terjadi kemungkinan besarnya karena mereka tidak cocok dan setiap orang dalam tim mencuri keuntungan satu sama lain. Millennial merasa diperlukannya keselarasan dengan pekerjaannya.

Jika ada pekerja yang percaya dengan perusahaan Anda, tapi tampaknya tidak bisa unggul dengan posisi mereka saat itu. Berarti Anda harus memperbaikinya dengan memahami keterampilan mereka dan mengubah tanggung jawab.

Bagi millennial, loyalitas itu dimulai saat mendengar

Ketika pekerja merasa didengar oleh perusahaan, mereka akan merasa dimengerti. Setelahnya, mereka akan merasa dihargai. Kemudian, mereka akan bekerja dengan sangat baik untuk mengungkapkan rasa loyalitasnya kepada pemimpin mereka.

Prinsip seperti ini memang berlaku untuk semua generasi, tapi ini sangat akut bagi millennial. Ketika pemimpin memperlakukan mereka tidak baik, mengabaikan kekhawatiran mereka dan tidak menghargai, mereka akan meresponsnya dengan meninggalkan perusahaan secepat mungkin.

Maka dari itu, dengarkan pekerja millennial Anda. Dengan demikian Anda bisa mendapatkan loyalitas dan produktivitas yang mungkin belum pernah Anda bayangkan sebelumnya dari mereka.