Tag Archives: mirrorless

Sony Perkenalkan Alpha 7 Mark IV: Entry Level 33 MP

Momen ini sepertinya yang ditunggu-tunggu oleh kebanyakan pengguna kamera DSLR Sony Alpha. Sony akhirnya meluncurkan kamera DSLR terbarunya, yaitu Alpha 7 (Mark) IV. Sang penerus dari Alpha 7 III ini resmi hadir di Indonesia semenjak tanggal 7 Januari 2022 yang lalu.

Koji Sekiguchi, President Director PT Sony Indonesia mengatakan, “Alpha 7 IV mengintegrasikan teknologi gambar terbaik dari Sony untuk melampaui ekspektasi kamera full-frame dasar. Alpha 7 IV juga memberikan pengalaman yang luar biasa baik dalam foto maupun video, memungkinkan pengguna untuk memotret dengan tepat gambar yang mereka inginkan, terlepas dari situasi yang mereka hadapi. Dengan sensor gambar Exmor R CMOS terkini yang dikombinasikan dengan mesin pemrosesan terbaru BIONZ XR, Alpha 7 IV memiliki performa pencitraan yang tinggi dan mampu menghasilkan resolusi 33 MP. Selain itu, dengan berbagai fitur untuk mendukung kebutuhan komunikasi jarak jauh yang terus meningkat, Alpha 7 IV memberikan makna baru pada apa yang dapat dicapai oleh kamera ‘dasar’.”

Dibandingkan dengan seri sebelumnya yang memiliki resolusi 24 MP, Alpha 7 IV hadir dengan sensor full frame resolusi 33 MP. Teknologi auto fokusnya pun juga baru, yaitu memiliki fitur Real-Time Tracking dengan 759 titik AF. Selain itu, teknologi Eye Auto Focus yang ada sudah mampu melacak mata burung dan hewan. Kamera ini juga mampu merekam video dengan resolusi 4K 60 fps dengan 10-bit depth 4:2:2 color sampling.

Dari sisi dapur pacunya, Sony Alpha 7 IV menggunakan prosesor BIONZ XR yang sama digunakan pada Alpha 7s III. Untuk sensornya, Sony Alpha 7 IV menggunakan Exmor R CMOS terbaru. Sensor ini memiliki sensitivitas ISO 50 hingga 204.800. Untuk penyimpanannya, kamera ini sudah mendukung CFExpress dan SDXC.

Untuk pertama kalinya dalam seri Alpha, kamera baru ini memiliki fitur Breathing Compensation untuk memerangi focus breathing dan mempertahankan sudut pandang yang konsisten selama perubahan fokus serta dapat dinyalakan atau dimatikan. Sony juga menanamkan fitur Creative Look di mana akan mengubah gambar dengan filter tertentu. Dan untuk para content creator, kamera ini juga sudah memiliki kemampuan untuk live streaming.

Sony Alpha 7 IV akan hadir di Indonesia pada bulan Januari 2022 dengan harga Rp36.999.000 untuk varian body only dan Rp39.999.000 untuk varian dengan lensa kit 28-70mm. 

Alpha 7 III akan discontinue?

Dengan lahirnya Alpha 7 IV, tentu saja semua mata akan tertuju pada kamera terbaru ini. Oleh karena itu, masih tanda tanya apakah Sony masih akan menjual Alpha 7 III yang saat ini masih banyak beredar di pasaran atau tidak. Hal tersebut tentu saja cukup lumrah di mana sebuah perusahaan akan menghentikan penjualan produk seri sebelumnya saat produk yang baru diluncurkan.

Takeshi Hatanaka, Head of Digital Imaging Product Marketing Sony Indonesia mengatakan bahwa mereka masih akan menjual kamera Sony Alpha 7 III di pasar Indonesia pasca peluncuran Alpha 7 IV. Sony juga masih akan menjualnya dengan harga yang sama dengan sebelumnya. Hal ini tentu akan membuat alternatif pemilihan kamera menjadi lebih luas lagi.

Hasil Foto

Agar tidak penasaran, berikut adalah beberapa contoh hasil foto dari Alpha 7 IV

Canon EOS R3 Hadir di Indonesia, Titisan EOS-1D X Mark III dengan Continuous Shooting 30 fps

Tahun 2021 ini, Canon hanya merilis satu model kamera mirrorless saja. EOS R3 namanya, kamera mirrorless full frame flagship yang dirancang untuk para fotografer profesional yang mementingkan kecepatan, kualitas gambar tinggi, dan tangguh untuk pengambilan gambar di segala medan. Contohnya seperti fotografi olahraga, margasatwa, dan jurnalisme foto.

Boleh dibilang ia adalah titisan dari kamera DSLR flagship termutakhir dari Canon yakni EOS-1D X Mark III, yang hadir dengan sistem kamera EOS R dan teknologi yang jauh lebih canggih. Beberapa fitur unggulannya antara lain continuous shooting 30 fps, Eye Control AF, Vehicle Priority AF, dan hingga perekaman 6K RAW.

Dalam acara peluncuran virtual bertajuk ‘Built for Speed‘, Canon melalui pt. Datascrip sebagai distributor tunggal produk pencitraan digital Canon di Indonesia, telah menghadirkan EOS R3 yang dibanderol dengan harga Rp117.370.000 untuk body only dan bergaransi 2 tahun dari Datascrip.

Fitur Unggulan Canon EOS R3

Dari segi spesifikasi, Canon EOS R3 mengusung sensor back-illuminated stacked CMOS 24,1MP generasi baru hasil rancangan dan produksi Canon sendiri yang dipadukan dengan prosesor DIGIC X.

Electronic shutter pada kamera ini mampu memotret pada mode continuous shooting hingga 30 fps pada resolusi penuh, dengan autofocus (AF) dan auto exposure(AE) yang tetap aktif. Kecepatan maksimum electronic shutter-nya mencapai angka 1/64.000 detik.

EOS R3 juga dapat mengurangi distorsi rolling shutter, teknologi sensor terbarunya membuat pengguna dapat dengan nyaman tanpa terganggu blackout pada layar. Sementara, kalau menggunakan shutter mekanik, kecepatannya turun menjadi 12 fps dan kecepatan shutter maksimumnya sampai 1/8.000 detik.

Sistem autofocus-nya menggunakan teknologi Dual Pixel CMOS AF II dan EOS R3 menawarkan fitur yang sangat menarik yaitu Eye Control AF. Fitur ini mampu membuat pengguna untuk memilih titik fokus menggunakan gerakan mata melalui electronic viewfinder (EVF).

Sebagai salah satu jurnalis foto yang telah mencoba EOS R3, Mast Irham merasa Canon EOS R3 sangat mendukung dan memudahkan meraih momen terbaik. “Teknologi Eye Control AF ini sangat berguna bagi saya yang membutuhkan titik fokus secara cepat, lebih cepat daripada memindahkan titik fokus melalui tombol di kamera. Kini dengan hanya menggerakan bola mata ke arah subjek yang saya inginkan, titik fokus dapat dengan cepat dan mudah didapat,” ujarnya.

Untuk framing, EOS R3 menyediakan electronic viewfinder dengan panel OLED beresolusi 5,76 juta titik dan didukung refresh rate 120 fps yang memberikan pengalaman memotret yang alami. Pengguna juga bisa leluasa melakukan pengambilan gambar dari berbagai sudut dengan adanya LCD sentuh vari-angle 3,2 inci 4,14 juta titik.

Selain itu, Mast Irham juga sangat terkesan dengan fitur Vehicle Priority AF. Canon terus mengembangkan EOS iTR (Intelligent Tracking & Recognition) AF X dengan teknologi deep-learning. Selain fitur Eye Detection AF dan Animal Detection AF, EOS R3 memiliki fitur baru yang sangat didambakan para penggemar fotografi aksi cepat otomotif yaitu Vehicle Priority AF.

Sistem autofocus pada EOS R3 dapat mendeteksi mobil dan sepeda motor yang bergerak cepat, bahkan untuk fokus yang lebih spesifik pada helm si pengemudi. Kamera ini memiliki deteksi AF hingga EV -7.5 yang sangat membantu pengguna mendapatkan fokus saat membidik di kondisi minim cahaya.

Dengan rentang ISO 100-102.400 yang dapat ditingkatkan hingga 204.800, sensor baru pada kamera ini memiliki kapabilitas untuk memotret pada kondisi minim cahaya tanpa khawatir dengan noise pada ISO tinggi.

Untuk memenuhi kebutuhan video profesional, EOS R3 mampu merekam video dengan format 6K 60p RAW atau 4K 120p 10-bit tanpa crop. Pengguna bisa mendapatkan video 4K 60p yang memiliki kualitas lebih tinggi dengan oversampling dari format 6K. Canon Log 3 dan HDR PQ 10bit 4:2:2 juga tersedia untuk memberikan fleksibilitas dan kemudahan pengguna dalam menyesuaikan berbagai alur kerja pascaproduksi.

Seperti EOS R5 dan R6, EOS R3 juga dilengkapi dengan 5 AXIS In-Body Image Stabilization hingga 5,5 stop dan saat dipasangkan dengan lensa RF yang kompatibel, efektivitasnya bisa mencapai 8 stop. Teknologi IS ini sangat dirasakan manfaatnya oleh Mike Sidharta sebagai fotografer profesional yang telah mencoba EOS R3 untuk Birding Photography.

Kombinasi teknologi Image Stabilization hingga 8 stop dengan lensa RF membuat kamera ini dapat diandalkan dalam pengambilan foto yang membutuhkan stabilisasi tinggi. Canon EOS R3 juga memiliki resolusi 24MP yang makin membuat saya nyaman pada ukuran file yang dihasilkan, termasuk kualitas gambar yang dihasilkan pada ISO tinggi,” ujar Mike.

Selain itu, Mike juga terkesan dengan bodi yang lebih ringkas dan ringan yakni 822 gram (R3) dibanding 1.250 gram (1D X Mark III) tanpa lensa. Sistem kontrol yang familier dan fitur Animal Detection AF sangat membantunya dalam mendeteksi burung.

Untuk penyimpanan, EOS R3 menyediakan dua slot kartu memori CFexpress Type B dan kartu SD. CFexpress Type B ini untuk mendukung mendukung transfer data berkecepatan tinggi hingga 2GB/detik. Dengan media ini pengambilan gambar secara burst hingga ribuan gambar dalam format RAW atau RAW+JPEG secara continuous dapat diwujudkan, serta mampu merekam video 6K RAW berkualitas tinggi.

Demi memastikan efisiensi dan efektivitas saat digunakan, EOS R3 dibekali baterai LP-E19 berkapasitas besar 2700 mAH untuk memastikan pengambilan gambar dalam waktu yang lama. Jika dibutuhkan, baterai juga dapat diisi menggunakan power bank yang mendukung Power Delivery (PD) melalui kabel USB-C yang kompatibel.

3-Setup-Kamera-Mirrorless-Pilihan-dan-Lensanya-Untuk-Pecinta-Fotografi

3 Setup Kamera Mirrorless Pilihan dan Lensanya Untuk Pecinta Fotografi

Saat ini bagi yang memiliki ketertarikan dengan fotografi, tentunya Anda bisa memulai menekuni hobi memotret menggunakan kamera smartphone. Setelah mantap jatuh hati pada dunia fotografi dan mendambakan pengalaman memotret yang lebih dalam, selanjutnya Anda bisa beralih ke kamera mirrorless.

Kenapa kamera mirrorless, bukan DSLR ataupun analog? Ketiganya menurut saya ‘luar biasa’, tetapi bila mempertimbangkan faktor teknologi, keandalan, desain, dan biaya yang harus dikeluarkan, maka mirrorless ialah pilihan paling ideal saat ini.

Bicara kamera mirrorless, saya memiliki tiga rekomendasi setup kamera mirrorless pilihan dan lensa-lensanya. Ketiganya berada direntang harga Rp10 jutaan, mereka sangat cocok sebagai ‘everyday carry‘. Langsung saja, kita mulai dari Nikon Z fc.

1. Nikon Z fc

Dia terlihat seperti kamera SLR legendaris Nikon FM2, tetapi di dalamnya tertanam sistem kamera baru Nikon Z. Ia mengusung sensor APS-C 21MP, prosesor gambar Expeed 6 yang mampu memotret beruntun hingga 11 fps dengan autofocus atau 9 fps untuk Raw 14-bit.

Tak berhenti pada tampilan, kita bisa merasakan sensasi pengalaman memotret seperti kamera analog berkat kontrol mekaniknya. Di pelat atas tersemat dial untuk mengatur ISO dan tuas untuk beralih mode autofocus.

Kemudian ada dial shutter speed dengan tuas untuk beralih ke mode foto dan video. Juga terdapat dial exposure compensation, serta dua roda putar di depan dan belakang untuk mengatur exposure.

Ya, hampir semua kontrol dapat dilakukan lewat bodi kamera. Bila perlu, Anda bisa membalikkan layar sentuh 3 inci 1,04 juta dot ke dalam yang memungkikan berkat mekanisme vari-angle. Lalu, memotret hanya dengan jendela bidik elektronik yang menggunakan panel OLED 2,36 juta dot.

Harga Nikon Z fc body only di Indonesia dibanderol Rp13.999.000 dan Rp15.999.000 dengan lensa kit Nikkor Z DX 16-50mm F3.5-6.3 VR. Pasangan serasi untuk lensa native ialah Nikkor Z 28mm F2.8 (SE) atau Nikkor Z 40mm F2 untuk mendapatkan setup kamera yang ringkas.

2. Fujifilm X-E4

Kalau Nikon Z fc menawarkan look dan feel layaknya kamera SLR Nikon zaman dulu, Fujifilm X-E4 mengusung desain klasik bergaya rangefinder yang tak kalah menarik. Dibanding Nikon Z fc, dimensi bodi Fujifilm X-E4 jauh lebih ramping apalagi bila dipasangkan dengan lensa XF 27mm F2.8 R WR.

Bila Nikon Z fc sangat ramai, Fujifilm X-E4 justru tampil minimalis dan sistem kontrolnya lebih simpel. Di pelat atas, hanya terdapat dial untuk mengatur shutter speed dan exposure compensation, serta satu roda putar di bagian belakang.

Ke bagian dalam, Fujifilm X-E4 mengemas sensor BSI-CMOS X-Trans 4 26MP dengan prosesor gambar quad-core X-Processor 4. Ia dapat memotret beruntun 20 fps dengan electronic shutter dan 8 fps dengan mechanical shutter.

Tentu saja, daya tarik kamera Fuji adalah film simulation. Total ada 18 film simulation pada Fujifilm X-E4, termasuk ETERNA Bleach Bypass dan Classic Negative.

Selain itu, layar sentuh 3 incinya memiliki resolusi 1,63 juta dot dan bisa ditarik dan ditekuk hingga 180 derajat ke depan. Lalu, jendela bidik elektroniknya menggunakan panel OLED beresolusi 2,36 juta dot.

Harga Fujifilm X-E4 body only di Indonesia dibanderol Rp13.499.000 dan Rp16.499.000 dengan lensa XF 27mm F2.8 R WR.

3. Sony Alpha ZV-E10

Pilihan yang satu ini menawarkan pengalaman memotret yang berbeda dengan opsi pertama dan kedua. Bodinya lebih kecil dari Fujifilm X-E4 dengan grip mungil yang memberikan cengkraman yang kuat dan kontrol kameranya paling sederhana tetapi sangat cepat.

Dari segi desain, Sony Alpha ZV-E10 tampak seperti hasil fusion dari kamera compact ZV-1 dan A5100, ia juga dirancang untuk pengambilan video vlog. Tanpa dibekali jendela bidik, namun memiliki layar vari-angle yang memberikan fleksibilitas lebih baik dalam menyusun komposisi foto.

Di dalamnya tertanam sensor CMOS Exmor APS-C 24,2MP dan mampu memotret berturut-turut hingga 11 fps dengan continuous autofocus. Untuk lensa native, Sony ZV-E10 sangat cocok bila dipasangkan dengan Sony E 35mm F1.8 OSS, Sony E 20mm F2.8, dan Sony E 16mm F2.8 Pancake.

Terakhir tetapi tak kalah penting adalah dukungan lensa pihak ketiga, terutama 7Artisans dan TTArtisan yang menawarkan lensa prime terjangkau dengan aperture besar. Lensa manual juga cocok sebagai teman berlatih untuk menambah jam terbang dan mengasah kreativitas.

Dari 7Artisans, lensa terbaru yang murah meliputi 7Artisans Photoelectric 50mm f/0.95 Rp2.990.000, 7Artisans 55mm F/1.4 Mark II Rp1.690.000, 7Artisans 35mm F1.2 Mark II Rp1.650.000, dan 7Artisans 35mm F0.95 Rp2.990.000. Sementara dari TTArtisan, meliputi TTArtisan 17mm F1.4 Rp1.799.000, TTArtisan 50mm F1.2 Rp1.499.000, TTArtisan 35mm F1.4 Rp1.099.000.

Sony-Venice-2-8

Sony Umumkan Kamera Sinema Venice 2, Dukung Perekaman Video 8,6K & Sensornya Dapat Ditukar

Sony telah mengumumkan kamera sinema digital flagship terbarunya, Venice 2. Penerus dari Venice generasi pertama yang dirilis tahun 2017 ini mampu merekam video 8,6K dalam mode full frame dan mendukung dynamic range hingga 16 stop.

Sejumlah pembaruan pun diusung oleh Venice 2, seperti form factor yang lebih ringkas sehingga lebih ditangani ketika menggunakan gimbal dan didukung dua opsi sensor berbeda. Termasuk sensor full frame 8,6K baru beresolusi 50MP dengan dynamic range 16 stop atau dapat menggunakan sensor full frame 6K 24,8MP dari Venice original yang menawarkan dynamic range 15 stop dan mampu menghasilkan refresh rate lebih tinggi.

Untuk menukar modul sensor gambar, memang belum sepraktis seperti mengganti lensa, Anda masih membutuhkan bantuan beberapa alat sederhana. Setelah mengganti sensor, kamera tidak membutuhkan pembaruan firmware atau penginstalan ulang, segera setelah sensor baru dipasang, kamera langsung siap digunakan.

Selain itu, Venice 2 juga mewarisi beberapa fitur populer dari Venice original. Mencakup dukungan color science yang sama, dual base ISO 800 dan 3200, serta ND filter bawaan 8 stop. Juga kemampuan untuk merekam footage dalam berbagai resolusi dan rasio crop berbeda, termasuk 4K anamorphic dalam mode full-frame, 4K Super35. dan banyak lagi.

Sony juga menghadirkan rangkaian peningkatan berdasarkan umpam balik dari para penggunanya, yakni opsi perekaman internal untuk X-OCN, Apple 4K ProRes 444, dan Apple 4K ProRes 422 HQ. Berikut mode perekaman maksimum saat merekam dengan sensor 8,6K baru pada Venice 2.

  • 8.6K | 3:2 | 30FPS | Full Frame
  • 8.2K | 17:9 | 60FPS | Full Frame
  • 5.8K | 6.5 Anamorphic | 48FPS | Super35
  • 5.8K | 17:9 | 90FPS | Super35

Untuk menyimpan hasil video, Venice 2 menggunakan kartu memori AXS baru dari Sony yang dapat mentransfer data hingga 6,6 Gbps – lebih dari cukup untuk perekaman 8K 60 fps. Saat ini, Sony belum mengungkap detail harga dari Venice 2, namun rencananya Venice 2 dengan sensor 8.6K baru akan dikirim pada Februari 2022, sedangkan versi 6K akan dikirim pada Maret 2022.

Sumber: DPreview

Canon Indonesia Hadirkan Film Seri Dokumenter, Diambil Menggunakan Canon EOS R6

Sepanjang pandemi covid-19, meski merupakan persoalan kesehatan tetapi dampaknya sangat luas di sektor ekonomi. Untuk menginspirasi masyarakat untuk jangan mudah menyerah dengan keadaan, Canon melalui pt. Datascrip menghadirkan “CARRY ON – STORIES IN THE TIME OF CORONA”.

Serial dokumenter yang terdiri dari enam episode yang menceritakan tentang kisah para sosok pekerja yang berjuang di masa pandemi. Dengan melihat segala ciri khas tokoh di dalamnya, serta pelajaran tentang bagaimana cara mereka untuk tetap bertahan di tengah pandemi.

Tidak mudah mengangkat tema kehidupan ini karena banyak kisah pilu yang diceritakan. Namun, kami melihat kondisi ini justru menjadi satu titik balik bagi semua orang untuk bisa bangkit dari semua keterbatasan, karena pandemi dirasakan oleh semua orang, tidak memandang dari tingkat sosial, gender dan usia. Kami harap film seri dokumenter ini dapat menginspirasi dan menyampaikan pesan kepada penonton di Indonesia untuk tetap bangkit,” ujar Monica Aryasetiawan – Canon Business Unit Director pt. Datascrip.

6 Episode Film Seri Dokumenter dari Canon

Film seri dokumenter ini terdiri dari 6 episode dengan latar belakang profesi dan kisah hidup yang berbeda-beda tiap episodenya. Episode pertamanya berjudul ‘Bulanan jadi Harian’ sudah bisa disaksikan di channel YouTube Canon Indonesia dan judul baru akan tayang setiap minggu.

1. Bulanan Jadi Harian

Menceritakan sosok bernama Hidayat yang merupakan seorang mantan pegawai di perusahaan percetakan yang di-PHK karena omset perusahaannya yang terus merugi. Meski begitu, Hidayat tak patah semangat, ia tetap berjuang dan terus berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya mulai dari bekerja sebagai kuli serabutan hingga supir ojek online.

2. Geladi dari Kamar

Menceritakan seorang aktor teater yang mendadak kehilangan panggung ketika pandemi Covid 19 datang sehingga harus memutar otak untuk mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhannya. Muhammad Afrizal merasakan hobi dan finansial sama-sama jatuh menggelinding, dikejar dengan sisa tenaga namun setelahnya, hal itu menjadi rutinitas keseharian. Tidak ada katarsis, tidak ada opsi, tidak ada jaminan kapan kehormatan panggung dapat direbut kembali.

3. Guru Selamanya

Mengisahkan tentang seorang guru honorer yang berlokasi di Cikalongkulon bernama Deni yang tak kenal lelah mengajarkan pada muridnya berbagai pelajaran hidup. Kesederhanaan dan ketulusan untuk tetap berjuang di tengah keterbatasan yang ada. Apresiasi kehormatan dari Canon untuk seluruh guru di Indonesia dengan perjuangan tanpa lelah, sekaligus pada setiap murid dan wali murid yang memperjuangkan pendidikan dari keterbatasannya masing-masing.

4. Perawat Sejak Pikiran

Bercerita tentang Minola Rivai atau biasa dipanggil Mimi, seorang ibu dua anak yang berprofesi sebagai perawat untuk pasien rawat rumah (homecare) yang juga melayani pengetesan rapid-antigen. Mimi bercerita tentang bagaimana dirinya berhadapan dengan situasi pandemi Covid-19, mulai dari dilematis memilih antara pengabdian menjadi seorang perawat atau keluarga sendiri, hingga pengalaman unik para pasien positif Covid-19 yang ia rawat untuk sehat kembali.

5. Jadi Ayah Sepenuhnya

Bercerita tentang Muhammad Hamidun atau Dudun yang berprofesi sebagai Wedding Photographer dan baru saja diberkahi seorang anak. Ketika Covid-19 menyerang, seketika ia kehilangan order pekerjaan karena dilarangnya acara resepsi pernikahan, perannya sebagai ayah dipertaruhkan, hingga akhirnya ia beralih menjadi penjual produk makanan demi bisa bertahan hidup dibantu oleh istrinya.

6. Goyang Tulang Punggung

Menceritakan kisah Nia Izzati, seorang biduan dangdut sekaligus ibu dua anak yang harus berjuang seorang diri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mulai dari makan, hingga kebutuhan lainnya tanpa didampingi oleh suami. Namun, keadaan berubah saat pandemi Covid-19 datang dan membuatnya berhenti dari profesi tersebut yang merupakan sumber pendapatan utama karena sepinya permintaan untuk tampil. Demi memenuhi kebutuhan kedua anaknya, Nia pun rela bekerja apa saja, mulai dari supir, pelayan cafe hingga kurir jualan online.

Proses Produksi

Film seri dokumenter ini digarap oleh salah satu EOS Creator Indonesia, Reyhan Aliy, seorang fotografer dan videografer profesional sekaligus founder of Carito Films Creative House. Produksi seluruhnya menggunakan kamera Canon EOS R6, dengan lensa prime Canon RF 35mm F1.8 IS STM Macro dan Canon RF 50mm F1.8 STM.

Canon EOS R6 memang merupakan kamera mirrorless full frame terbaru Canon yang video-centric, ia mengusung sensor 20MP dan dapat merekam video 4K UHD ataupun DCI hingga frame rate 60 fps. Meski film diedit pada resolusi 1080p, Reyhan Aliy mengambil footage b-roll pada resolusi 4K untuk mendapatkan fleksibilitas crop dan refarming komposisi pada post processing.

Fitur lain yang sangat membantu ialah mekanisme layar yang fully articulating, sistem Dual Pixel AF II yang andal, baterai baru Canon LP-E6NH yang tahan lama, dan tentu saja in-body image stabilization. Berkat dukungan frame rate tinggi, IBIS, dan IS di lensa, hal itu memungkinkan hampir 90% pengambilan gambar dilakukan secara handheld.

Itulah kenapa ia memilih menggunakan lensa prime untuk mendapatkan setup kamera seringkas mungkin. Menurutnya Canon RF 35mm F1.8 IS STM Macro adalah lensa yang serbaguna, karena tetap dapat menangkap gambar cukup luas bila mundur beberapa langkah dan dapat mengambil bidikan closeup.

Anggota timnya hanya terdiri dari tiga orang, termasuk dirinya, satu untuk assist dan satu lagi untuk mengambil BTS. Bukan tidak ingi menambah orang, karena proses produksi dilakukan secara pandemi.

Tiga-Lensa-Prime-Terbaru-dari-Panasonic,-Yongnuo,-dan-Viltrox-1

Tiga Lensa Prime Terbaru dari Panasonic, Yongnuo, dan Viltrox Untuk Eksplorasi Fotografi

Bagi pecinta fotografi, salah satu hal yang sangat menyenangkan ialah ketika mendapatkan lensa baru, terutama lensa prime. Karena biasanya bentuknya lebih ringkas dan aperture-nya besar sehingga sangat cocok untuk eksplorasi fotografi. Ditambah pilihan focal length-nya beragam dan harga yang sangat bervariasi, baik lensa native maupun dari pihak ketiga.

Minggu ini, tercatat ada tiga pengumuman lensa baru. Mulai dari Panasonic Lumix S 35mm F1.8 untuk sistem kamera L-mount, Yongnuo 50mm F1.8S DF DSM untuk Sony E-mount, dan Viltrox 85mm F1.8 untuk Canon RF-mount.

Panasonic Lumix S 35mm F1.8

Panasonic melengkapi rangkaian lensa prime mereka dengan Lumix S 35mm F1.8. Sebelumnya sudah ada Lumix S 85mm F1.8, diikuti Lumix S 50mm F1.8, dan Lumix S 24mm F1.8. Saat ini, Panasonic juga sedang mengembangkan Lumix S 18mm F1.8.

Lumix S 35mm F1.8 adalah lensa full frame untuk sistem L-mount Alliance, artinya bisa dipasang juga pada kamera Leica dan Sigma. Dari segi optik, ia mengusung 11 elemen dalam 9 grup, termasuk 3 elemen aspherical dan 3 elemen ED (Extra-Low Dispersion).

Bodinya sudah dust dan moisture resistant, memiliki curved aperture diaphragm 9 blade, fokus minimum 24 cm, ukuran filter 67mm, dan beratnya 295 gram. Harga Lumix S 35mm F1.8 dibanderol US$699.99 atau sekitar Rp9,9 jutaan.

Yongnuo 50mm F1.8S DF DSM

Dari Yongnuo, ada lensa AF YN 50mm F1.8S DF DSM untuk sistem kamera mirrorless full frame Sony E-mount. Ia dibanderol dengan harga dengan harga 1.999 Yuan atau Rp4,4 jutaan.

Secara optik, YN 50 mm F1.8S DF DSM dibuat dari 11 elemen dalam 8 grup. Termasuk 4 elemen high-refractive, 1 elemen low-dispersion, dan 1 elemen aspherical.

Lebih lanjut, sistem autofocus-nya digerakkan oleh digital stepping motor (DSM) dan dilengkapi tuas on/off untuk fungsi AF pada bodi lensa dan tombol fisik FN yang bisa disesuaikan di pengaturan kamera. Fitur lain ialah aperture diaphragm 9 blade, filter depan 58 mm, jarak pemfokusan minimum 45 cm, dan port USB-C untuk memperbarui software lensa.

Viltrox 85mm F1.8

Beralih ke Viltrox 85mm F1.8, ia merupakan lensa AF pertama perusahaan untuk sistem kamera mirrorless full frame Canon. Ia dibuat dari 10 elemen dalam 7 grup, termasuk 4 elemen short-wavelength dan satu elemen ED (Extra-Low Dispersion).

Fitur lainnya termasuk aperture diaphragm 9 blade, filter depan 72 mm, jarak pemfokusan minimum 80 cm, dan bobotnya 530 gram. Autofocus-nya digerakkan melalui stepping motor (STM), ia dilengkapi chip terintegrasi untuk mentransfer metadata dari lensa ke kamera dan memungkinkan perubahan aperture dari kamera, karena memang tidak ada ring aperture fisik.

Pada bodi lensa terdapat tuas on/off untuk fitur autofocus. Viltrox juga menyertakan port USB-C pada dudukan lensa untuk pembaruan firmware di masa mendatang. Harga lensa AF Viltrox 85mm F1.8 untuk Canon RF-mount dijual US$399 atau Rp5,7 jutaan.

Sumber: DPreview 1, 2, 3

Jajaran Manajemen PT Sony Indonesia

Sony FE 70-200mm F2.8 GM OSS II Lebih Ringan dan Cepat, Harga Rp37.999.000

Bagi penggemar fotografi, serta fotografer dan videografer profesional, tentu sudah mengetahui keserbagunaan lensa dengan focal lenght 70-200mm. Mulai dari buat foto portrait, 200mm dan ditambah aperture F2.8, bokeh yang dihasilkan pun sangat fantastis.

Kemudian untuk foto landscape, traveling, dokumentasi, dan videografi, lensa 70-200mm sangat powerful karena menawarkan fleksibilitas dalam mengambil variasi ukuran bidikan dan komposisi. Lensa yang serbaguna yang sangat membantu  workflow produksi Anda.

Yang terbaru, Sony Indonesia telah meluncurkan lensa FE 70-200mm F2.8 GM OSS II​. Lensa zoom telephoto premium seri G Master ini akan tersedia di Tanah Air pada bulan November 2021 dengan harga Rp37.999.000.

Pembelian secara pre-order sudah dapat dilakukan dari tanggal 29 Oktober 2021 hingga 14 November 2021 di seluruh Sony Authorized Dealer. Untuk pembelian dalam masa pre-order, Sony menawarkan paket spesial berupa H&Y Magnetic ND Filter Kit senilai Rp1.999.000.

Lensa 70-200mm F2.8 Teringan

Seperti namanya, perangkat ini adalah penerus dari FE 70-200mm F2.8 GM OSS yang dirilis tahun 2016. Dibanding pendahulunya, model baru punya berat sekitar 29% lebih ringan, 1.480 gram vs 1.045 gram.

Dengan bobot 1.045 gram, Sony mengklaim bahwa FE 70-200mm F2.8 GM OSS merupakan lensa zoom 70-200mm F2.8 teringan di dunia. Kalau saya bandingkan dengan kompetitor terbarunya, ia memang sedikit lebih ringan dari Canon RF 70-200mm F2.8L IS USM yang memiliki berat 1.070 gram. Nikon Nikkor Z 70-200mm F2.8 VR S 1.440 gram dan Panasonic Lumix S Pro 70-200 F2.8 O.I.S. 1.570 gram.

FE 70-200mm F2.8 GM OSS II adalah lensa yang ringan dan menawarkan penanganan luar biasa dalam situasi apa pun. Tambahan terbaru dari seri G Master kami akan menjadi zoom telephoto tambahan yang sempurna untuk perlengkapan kreator mana pun yang ingin memaksimalkan potensi peralatan mereka baik untuk foto maupun video,” ungkap Kazuteru Makiyama, President Director PT Sony Indonesia.

Kualitas Optik

Lensa FE 70-200mm F2.8 GM OSS II​ menawarkan kualitas gambar dengan resolusi dan kejernihan tinggi. Pengguna dapat mengharapkan gambar yang jernih dari ujung ke ujung di seluruh rentang zoom, bahkan pada saat aperture terbuka lebar.

Berkat dua elemen lensa aspherical, termasuk satu elemen XA (extreme aspherical) yang diproduksi hingga presisi permukaan 0,01-micron, sehingga dapat secara efektif mengontrol variasi aberasi terkait jarak. Serta, dua elemen kaca spherical ED (extra-low dispersion) dan dua elemen kaca spherical Super ED untuk secara signifikan mengurangi aberasi kromatik tanpa color bleeding.

Ia dapat menghasilkan bokeh indah berkat aperture maksimum F2.8 dan unit aperture melingkar 11-blade. Desain optik canggih termasuk elemen XA dapat menekan efek ‘onion ring‘ yang tidak diinginkan secara menyeluruh.

Jarak pemfokusan minimum hanya 15,7 inci (0,4 meter) pada 70mm dan 32,3 inci (0,82 meter) pada 200mm, dengan perbesaran maksimum 0,3x. Lebih lagi, ia mendukung penggunaan teleconverter 1,4x atau 2,0x Sony untuk memperpanjang focal length hingga 400mm pada bukaan F5.6.

Untuk menghindari flare dan ghosting dalam kondisi pencahayaan yang menantang, Nano AR Coating II asli Sony menghasilkan lapisan anti-pantulan yang seragam pada permukaan lensa. Desain optiknya juga dapat secara efektif menekan pantulan internal untuk meningkatkan kejernihan.

Kemampuan Autofokus

Lensa FE 70-200mm F2.8 GM OSS II menggunakan empat XD (extreme dynamic) Linear Motors asli Sony untuk kecepatan dan ketepatan AF tinggi. Sekitar empat kali lebih cepat dan dengan pelacakan fokus ditingkatkan sebesar 30% jika dibandingkan dengan model sebelumnya.

Saat dipasangkan dengan kamera flagship Sony Alpha 1, lensa ini mampu melakukan pengambilan gambar beruntun berkecepatan tinggi hingga 30 fps. Pelacakan AF juga tersedia bahkan saat menggunakan teleconverter. Untuk video, ia menawarkan AF yang halus dan senyap untuk mengunci fokus serta melacak subjek yang bergerak cepat, bahkan saat melakukan zoom, sehingga pengguna dapat menyerahkan fokus ke kamera.

FE 70-200mm F2.8 GM OSS II​ merupakan pilihan yang sempurna untuk video berkat aperture maksimum F2.8 yang konstan. Lensa ini didesain untuk secara signifikan mengurangi focus breathing, focus shift dan axis shift saat melakukan zoom, sehingga meminimalkan gerakan gambar yang tidak diinginkan dan variasi sudut pandang.

Untuk pengoperasian penggunaan video yang mudah, lensa dilengkapi dengan ring kontrol independen untuk fokus, zoom dan bukaan (iris), memungkinkan pengoperasian manual yang presisi. Ring aperture juga memiliki tombol klik ON/OFF. Lebih lagi, Linear Response MF Sony memastikan kontrol fokus manual yang responsif dengan lag rendah. Hood lensa yang disertakan juga memiliki bukaan yang memungkinkan kemudahan pengoperasian dari filter polarisasi melingkar atau filter ND variabel.

Nikon Z9 Resmi Diungkap, Sanggup Hasilkan Footage 8K dan Memotret Beruntun 30fps

Nikon akhirnya merilis kamera mirrorless flagship untuk segmen profesional atas, mari berkenalan dengan Nikon Z9. Ia akan tersedia pada akhir tahun 2021 dengan harga US$5.499 atau mencapai Rp77,8 jutaan.

Dari segi desain, Nikon Z9 mengusung bodi tipe ala large SLR seperti Nikon D6 – seolah punya battery grip tetapi menyatu dalam bodi. Dimensinya memang bongsor, 149x150x91 mm dan bobotnya 1.340 gram. Itu termasuk baterai tipe EN-EL18d yang dalam sekali pengisian, Nikon Z9 dapat memotret sekitar 740 jepretan.

Dibanding Nikon D6, Nikon Z9 8% lebih ringan dan volumenya sekitar 20% lebih kecil. Bagian belakang menampilkan LCD monitor sentuh 3,2 inci beresolusi 2,1 juta dot dengan mekanisme tilting yang bisa ditarik secara vertikal maupun horizontal. Kemudian di atasnya terdapat jendela bidik elektronik beresolusi 3,68 juta dot dengan perbesaran 0,8x.

Lebih jauh, keunggulan utama Nikon Z9 ialah keberadaan sensor full frame tipe stacked CMOS dengan resolusi 46MP. Ia mampu memotret beruntun 30fps dalam format JPEG atau 20fps dalam format Raw. Nikon juga menyediakan dua opsi format Raw baru efisiensi tinggi, HE* dan HE yang masing-masing berukuran sekitar 1/2 dan 1/3 lebih kecil dari ukuran data yang tidak terkompresi.

Nikon Z9 menjadi kamera mirrorless Nikon pertama yang mengadopsi sistem AF 3D Tracking yang dapat dikombinasikan dengan sistem pengenalan subjek terlatih dari machine-learning kamera. Sistem autofocus-nya telah dilatih untuk mengenali tiga set subjek yang meliputi orang, hewan, dan kendaraan. Dalam mode otomatis, Nikon Z9 dapat menganalisis scene untuk mendeteksi subjek secara otomatis.

Nilai jual utama lain dari Nikon Z9 ialah kemampuan perekam videonya. Ia mampu merekam video 8K 30fps dalam pilihan 8-bit H.264, 8-bit atau 10-bit H.265, dan low-compression 10-bit ProRes HQ. Nikon juga menjanjikan pengambilan footage 8K 60fps 12-bit Raw lewat pembaruan firmware di masa mendatang.

Selain itu, Nikon Z9 dapat merekam video 4K hingga 120fps menggunakan lebar penuh sensornya. Kamera juga mendukung Log secara internal, baik dalam format N-Log atau HDR TV-ready Hybrid Log Gamma.

Bersama Nikon Z9, Nikon juga mengumumkan dua lensa baru untuk sistem Nikon Z. Mulai dari Nikkor Z 24-120mm F4 S yang dibanderol US$1099.95, lensa ini menggantikan Nikkor Z 24-105mm F4 pada roadmap lensa Nikon. Secara optik, ia terdiri dari 16 elemen dalam 13 grup, termasuk tiga elemen ED glass (extra-low dispersion), tiga elemen aspherical dan satu elemen ED aspherical.

Kemudian Nikkor Z 100-400mm F4.5-5.6 VR S, lensa zoom telephoto ini dibanderol US$2699.95. Secara optik, ia punya 25 elemen dalam 20 grup, termasuk enam elemen ED dan dua elemen Super ED. Nikon menggunakan elemen Nano Crystal Coat dan ARNEO Coat untuk mengurangi ghost dan flare dalam kondisi backlit.

Sumber: DPreview

Sony a7 IV 10

Sony a7 IV Adalah Penerus a7 III, Bisa Rekam Video 4K 60fps & Punya LCD Monitor Vari-angle

Sony a7 mark III dirilis pada Februari 2018, ia adalah kamera mirrorless full frame profesional model dasar dari Sony. Kemampuannya tak perlu dipertanyakan lagi, a7 III merupakan kamera hybrid yang dapat diandalkan oleh fotografer maupun videografer profesional.

Ketika Nikon dan Canon memperkenalkan kamera mirrorless perdana mereka dengan sistem full frame barunya, a7 III kerap kali dijadikan benchmark. Ia mampu bersaing sangat baik dengan para kompetitornya karena fiturnya cukup lengkap termasuk IBIS dan dukungan ekosistem lensa yang kuat.

Sampai saat ini, a7 III masih sangat seksi – namun seiring waktu, ada beberapa hal yang akhirnya mencapai batasnya dan berujung menjadi deal breaker bagi beberapa peminatnya. Ya, tetapi kekurangan yang ada sudah diperbaiki oleh Sony. Setelah hampir empat tahun, Sony akhirnya merilis penerus dari a7 III – selamat datang a7 mark IV.

Resolusi Lebih Tinggi

Dari a7 generasi pertama sampai ketiga, resolusi yang ditawarkan ialah 24MP. Pada a7 IV, Sony akhirnya menggunakan sensor baru BSI-CMOS beresolusi 33MP dengan prosesor gambar terbaru Bionz XR.

Sony a7 IV dapat memotret beruntun tanpa gangguan hingga 10 fps dengan AF/AE tracking dan punya buffer lebih besar. Ia juga mewarisi algoritme AF paling mutakhir dari flagship Sony a1, Real-time Tracking lebih baik dengan 759 titik phase-detection AF yang mencakup sekitar 94% area gambar.

Selain itu, fitur Real-time Eye AF pada a7 IV tak hanya dapat melacak mata manusia, tetapi juga mata burung dan hewan baik untuk still maupun video. Dibanding generasi sebelumnya, akurasi face dan eye detection untuk manusia pada a7 IV meningkat sekitar 30%.

Perekam Video

Salah satu kekurangan yang ada pada a7 III dan makin kesini hal itu semakin penting ialah ia hanya mampu merekam video 4K UHD dengan frame rate sebatas 30 fps dan mekanisme LCD monitor yang hanya bisa dimiringkan. Kini a7 IV sudah memiliki LCD monitor vari-angle yang memberikan fleksibilitas lebih saat pengambilan video, ukurannya tetap 3 inci tetapi ditopang resolusi sedikit lebih tinggi yakni 1,04 juta dot.

Perekam video a7 IV juga meningkat, ia dapat merekam video 4K UHD hingga 30 fps menggunakan lebar penuh sensornya (oversampled diambil dari 7K) atau 60 fps dalam mode Super 35mm (oversampled dari 4.6K). Sony a7 IV juga sudah dilengkapi picture profile S-Cinetone yang diadopsi dari kamera Cinema Line Sony. Semua mode video itu dapat ditangkap dalam detail 10-bit 4:2:2 atau 4:2:0, dengan pilihan kompresi H.265, H.264 Long GOP, atau H.264 All-I.

Fitur Lain

Dari segi desain, a7 IV mendapatkan beberapa pembaruan termasuk LCD monitor vari-angle, ukuran grip dan tombol-tombolnya juga lebih besar, serta memiliki antarmuka baru seperti a7S III. Resolusi jendela bidiknya juga meningkat dengan panel OLED Quad-VGA 3,69 juta dot.

Fitur 5-axis optical in-body image stabilization-nya dapat mengkompensasi getaran 5.5-step. Punya dua slot SD card yang mendukung CFexpress Type A/UHS-II SD dan UHS-II SD, serta baterai tetap sama NP-FZ100.

Untuk harganya, Sony a7 IV body only dibanderol US$2499 atau kurang lebih Rp35,3 jutaan dan rencanya akan mulai tersedia pada akhir Desember 2021. Sekedar mengatahui, a7 III body only di Indonesia saat ini dibanderol dengan harga promo Rp24.999.000.

Sumber: DPreview

Peluncuran Sony Alpha ZV-E10

Sony Alpha ZV-E10 Adalah Kamera Vlogger Ringkas dengan Sensor APS-C dan Lensa yang Dapat Ditukar

Sony Indonesia akhirnya resmi meluncurkan Alpha ZV-E10, kamera mirrorless dengan lensa yang dapat ditukar dan didesain khusus untuk para vlogger. Harganya dibanderol Rp10.999.000 dengan lensa kit 16-50 mm, akan hadir di Indonesia pada bulan November 2021 dalam warna hitam dan putih.

Bila mengikuti pre-order yang dibuka dari tanggal 29 September 2021 hingga 17 Oktober 2021. Anda bisa mendapatkan keuntungan berupa program purchase with purchase spesial untuk produk Shooting Grip GP-VPT2BT seharga Rp1.199.000 dan microphone ECM-W2BT seharga Rp3.399.000.

Kazuteru Makiyama, President Director PT Sony Indonesia menyampaikan, “Kami menilai bahwa diperlukan cara baru dalam memperlihatkan serta menyalurkan karya secara lebih kreatif, seru, dan ekspresif. Maka dari itu, kami sangat antusias untuk memperkenalkan kamera seri Alpha terbaru yang secara khusus didesain untuk para vlogger.”

Alpha ZV-E10 adalah kamera mirrorless dengan sensor besar – APS-C Exmor CMOS yang didesain untuk memudahkan penggunanya dalam berkreasi secara maksimal. Kamera ini juga memungkinkan para pengguna untuk mengganti-ganti lensa dengan mudah, sesuai dengan kebutuhan, agar dapat berkarya secara maksimal. Alpha ZV-E10 sangat cocok bagi para vlogger yang ingin beralih pada pengaturan yang lebih canggih, namun memiliki fitur yang mudah digunakan“, tambahnya.

Desain Video-first dan Fitur Alpha ZV-E10

Seperti yang sudah saya bahas saat peluncuran global ZV-E10, ia merupakan versi advanced dari ZV-1, kamera compact 1 inci yang nyaris sempurna untuk daily vlog. Lewat ZV-E10, Sony menawarkan semua fitur yang dibutuhkan untuk pembuat konten awal atau yang ingin meningkatkan kualitas produksinya dengan sensor lebih besar CMOS Exmor APS-C 24,2MP dan sistem Sony E-mount yang membebaskan pengguna memasang lensa yang dibutuhkan.

Meski begitu, Sony mengemasnya dengan desain video-first dalam bentuk yang ringkas. Di mana sudah dilengkapi dengan layar LCD vari-angle bukaan samping, hot shoe, dan port mikrofon yang memungkinkan para vlogger menghubungkan mikrofon eksternal di atas kamera.

Selain itu, ZV-E10 juga didukung dengan berbagai fungsi lain yang mudah digunakan dan dirancang khusus untuk foto dan video. Termasuk tombol still/movie/slow dan quick motion baru yang terletak di atas kamera. Fitur video khusus dari ZV-1 juga turut dihadirkan, termasuk background defocus yang dapat beralih antara latar belakang bokeh dan tajam dengan mulus. Serta, mode product showcase setting yang memungkinkan kamera mengalihkan fokus dari wajah subjek ke objek yang disorot secara otomatis.

Saat dipasangkan dengan Shooting Grip opsional dengan Wireless Remote Commander (GP-VPT2BT), pengambilan gambar satu tangan disederhanakan dengan kemudahan akses zoom, record dan tombol yang dapat disesuaikan. Lampu perekaman (tally light) juga tersedia di bagian depan bodi untuk indikasi status perekaman. Frame merah pada layar LCD juga muncul saat perekaman untuk memberitahu pengguna dengan cepat dan mudah jika perekaman aktif saat berada di belakang kamera.

Untuk perekaman videonya, ZV-E10 mendukung hingga resolusi video 4K melalui pixel readout penuh tanpa pixel binning dengan Codec XAVC S dan bitrate 100Mbps. Juga Slow Motion 1080p 120fps dan turut didukung picture style seperti hybrid Log-Gamma (HDR), S-Gamut3.Cine, S-Log3, S-Gamut3, dan S-Log3. Serta, dilengkapi dengan stabilisasi gambar elektronik dengan mode aktif yang menghadirkan perekaman video stabil, bahkan pada saat berjalan dan pengambilan gambar dengan tangan.

Tentu saja, ZV-E10 sudah dilengkapi Fast Hybrid AF dan Real-time Eye AF untuk video, serta Real-time Tracking yang dapat melacak wajah dan mata subjek untuk pemfokusan otomatis yang cepat dan tepat. Menggunakan algoritma Face Priority AE, ZV-E10 secara otomatis dapat mengoreksi pencahayaan sehingga wajah subjek tidak terlalu terang maupun terlalu gelap ketika gambar diambil dalam pengaturan berbeda dengan perubahan cahaya yang dramatis.

Alpha ZV-E10 juga merupakan kamera yang sangat cocok untuk menunjang kegiatan para pengguna yang sedang menerapkan work from home, school from home, atau kegiatan online lainnya. Karena kamera ini dapat digunakan sebagai webcam atau kamera live streaming berkualitas tinggi hanya dengan menghubungkannya ke PC atau smartphone untuk meningkatkan mobilitas saat streaming tanpa memerlukan software tambahan. Alpha ZV-E10 mendukung standar yang digunakan untuk kamera USB seperti UVC (USB Video Class) / UAC (USB Audio Class).