Tag Archives: mirrorless medium format

Hasselblad Luncurkan Penerus Kamera Mirrorless Medium Format-nya, X1D II 50C

Tiga tahun lalu, Hasselblad menyingkap X1D, kamera mirrorless pertama di dunia yang mengemas sensor medium format, yang ukuran penampangnya jauh lebih besar ketimbang sensor full-frame. Kini giliran penerusnya yang unjuk gigi; X1D II 50C menghadirkan sejumlah penyempurnaan dari segi performa maupun pengoperasian.

X1D II masih menggunakan sensor medium format beresolusi 50 megapixel yang sama seperti pendahulunya. Namun kelemahan X1D generasi pertama bukanlah kualitas gambar, melainkan performanya. Itulah mengapa Hasselblad menyematkan prosesor baru pada X1D II, yang pada akhirnya sanggup memangkas waktu booting kamera hingga 46%, serta meningkatkan performanya secara keseluruhan.

Kemampuan burst shooting-nya naik sedikit menjadi 2,7 fps. Di samping itu, kehadiran prosesor baru ini juga berhasil mendongkrak refresh rate dari viewfinder elektronik (EVF) milik X1D II, yang kini berada di angka 60 fps. Tidak ketinggalan juga adalah peningkatan resolusi EVF menjadi 3,69 juta dot, serta tingkat perbesaran yang naik menjadi 0,87x.

Hasselblad X1D II 50C

Terkait pengoperasian, X1D II mengandalkan layar sentuh yang berukuran lebih besar, tepatnya 3,6 inci, dengan resolusi yang lebih tinggi pula di angka 2,36 juta dot. Tak hanya itu, tampilan menunya juga sudah disempurnakan agar lebih mudah dikuasai, dan menu-menunya pun kini juga dapat diakses lewat EVF.

Perubahan lain yang sepele namun tetap menarik adalah mode pemotretan JPEG-only. Sebelum ini, X1D orisinal hanya bisa memotret dalam format RAW atau JPEG+RAW saja. Juga menarik adalah bagaimana baterai 24,7 Wh miliknya kini dapat di-charge menggunakan adaptor atau langsung via colokan USB kamera, yang berarti X1D II dapat menerima suplai daya dari power bank di saat darurat.

Hasselblad X1D II 50C

Masih seputar USB, Hasselblad juga telah meng-update aplikasi pendamping X1D II yang bernama Phocus Mobile 2 agar dapat menyambung langsung ke iPad Pro generasi ketiga via kabel USB-C. Terakhir, X1D II juga telah mengemas GPS terintegrasi, tidak seperti pendahulunya yang memerlukan aksesori terpisah.

Bagian terbaiknya, Hasselblad X1D II juga dibanderol jauh lebih terjangkau daripada pendahulunya – meski tetap saja mahal – di angka $5.750 (body only), lebih mendekati harga Fujifilm GFX 50R yang bermain di segmen yang sama. Pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai bulan Juli mendatang.

Sumber: DPReview.

Fujifilm Belum Tertarik Mengembangkan Kamera Mirrorless Full-Frame

Hari ini (27/9/2018), Fujifilm Indonesia meresmikan kantor barunya di Surabaya. Sebelumnya menumpang di Sinarmas Land Plaza, kantor Fujifilm di Surabaya sekarang berdiri sendiri di Jalan Tegalsari No. 2D (sangat dekat dengan showroom-nya yang bertempat di Tunjungan Plaza).

Selain tentu saja untuk urusan operasional, kantor baru ini juga dirancang supaya Fujifilm bisa lebih mudah menyapa konsumen secara langsung; di lobi kantornya ada area hands-on kecil, meski untuk urusan penjualan masih diserahkan ke showroom sepenuhnya. Showroom-nya sendiri disebut menerima respon yang bagus dari konsumen, dan terbukti sanggup membantu meningkatkan angka penjualan.

Eko Yulianto, Branch Manager Fujifilm Indonesia untuk kantor cabang Surabaya, menjelaskan fasilitas-fasilitas kantor baru di depan area hands-on / Foto pribadi
Eko Yulianto, Branch Manager Fujifilm Indonesia untuk kantor cabang Surabaya, menjelaskan fasilitas-fasilitas kantor di depan area hands-on / Foto pribadi

Namun seperti yang bisa Anda lihat di judul, bukan itu yang ingin saya bahas lebih lanjut. Kesempatan ini saya manfaatkan untuk berbincang dengan sejumlah perwakilan Fujifilm Indonesia mengenai tren kamera mirrorless terkini. Dua sosok yang saya ajak bicara adalah Noriyuki Kawakubo (Presiden Direktur Fujifilm Indonesia) dan Anggiawan Pratama (Marketing Manager Fujifilm Indonesia).

Full-frame itu ‘nanggung’

Lini GFX adalah jawaban Fujifilm terhadap maraknya tren mirrorless full-frame / Fujifilm
Lini GFX adalah jawaban Fujifilm terhadap maraknya tren mirrorless full-frame / Fujifilm

Seperti yang kita tahu, mirrorless full-frame menjadi topik terhangat di industri kamera belakangan ini. Nikon, Canon, bahkan Panasonic semuanya telah memperkenalkan kamera mirrorless full-frame bikinannya untuk bersaing dengan lini Sony a7. Bagaimana dengan Fujifilm?

Fujifilm rupanya belum tertarik mengembangkan kamera mirrorless full-frame, setidaknya untuk saat ini. Ada sejumlah alasan yang dibeberkan, baik oleh Noriyuki maupun Anggiawan. Yang pertama, Fujifilm percaya lini kamera X-Series dengan sensor APS-C sudah cukup mampu bersaing dengan kamera bersensor full-frame.

Sikap Fujifilm ini sejatinya tidak berbeda dari ketika mereka memperkenalkan kamera X-Pro1 di tahun 2012. Kala itu, Fujifilm dengan percaya diri mengatakan bahwa sensor APS-C X-Trans bikinannya bisa disetarakan dengan sejumlah sensor full-frame.

Noriyuki sendiri mengakui bahwa sensor full-frame secara teknis memiliki keunggulan dibanding APS-C, meski perbedaan hasil fotonya mungkin tidak terlalu dramatis. Itulah mengapa Fujifilm punya lini GFX; daripada lompat ke full-frame, lebih baik langsung lompat lebih jauh lagi ke medium format.

Noriyuki Kawakubo (kanan), menyebut lini GFX dengan sensor medium format sebagai "super full-frame" / Foto pribadi
Noriyuki Kawakubo (kanan), menyebut lini GFX dengan sensor medium format sebagai “super full-frame” / Foto pribadi

Lini GFX pada dasarnya merupakan jawaban Fujifilm kepada mereka yang menanyakan “mana mirrorless full-frame dari Fuji?” Noriyuki pun sempat mengutarakan istilah super full-frame sebagai julukan lini GFX, dan Fuji memang menggunakan jargon tersebut untuk menjelaskan sensor medium format ke kalangan konsumen yang lebih awam.

Alasan yang kedua, kalau dikaitkan dengan Indonesia, pangsa pasar kamera mirrorless full-frame tergolong kecil; cuma sekitar 9%. Jadi ketimbang bersusah payah bersaing di pasar yang kecil, Fujifilm lebih memilih berfokus di pasar yang lebih luas, dalam konteks ini mirrorless APS-C – kamera terlaris Fuji di Indonesia sendiri adalah seri X-A yang masuk kelas entry-level.

Bukan tidak mungkin ke depannya Fujifilm bakal merilis kamera mirrorless full-frame, apalagi jika Nikon, Canon dan Panasonic terbukti bisa mencuri pangsa pasar yang selama ini didominasi Sony. Namun kemungkinannya terbilang kecil apabila Fuji tetap berpegang teguh pada prinsipnya untuk menawarkan sesuatu yang berbeda.

Fujifilm kini lebih serius di sektor video

Setelah X-H1, Fujifilm X-T3 sekali lagi menghadirkan banyak penyempurnaan di sektor video / Fujifilm
Setelah X-H1, Fujifilm X-T3 sekali lagi menghadirkan banyak penyempurnaan di sektor video / Fujifilm

Fujifilm X-T3 yang dirilis baru-baru ini adalah kulminasi keseriusan Fuji untuk berbenah di sektor video, setelah sebelumnya lebih dulu dibuktikan melalui Fujifilm X-H1 yang benar-benar video-oriented. Apa yang sebenarnya menjadi motivasi Fujifilm? Apakah karena tren yang digalakkan kompetitor belakangan ini?

“Bukan karena kompetitor,” jelas Anggiawan. Sejak awal Fuji memang berfokus pada aspek fotografi, tapi semakin lama semakin banyak konsumen yang menginginkan paket lengkap dari kamera mirrorless yang dibelinya – bukan hanya untuk foto, tapi juga video. Masukan dari konsumen inilah yang menjadi dorongan utama bagi Fujifilm.

Bicara soal X-T3, saya pun tergerak untuk menanyakan kabar mengenai seri X-Pro. Sebelumnya, seri X-Pro selalu menjadi yang pertama kebagian sensor X-Trans generasi terbaru – X-Pro2 yang dirilis di bulan Januari 2016 adalah kamera pertama yang membawa sensor X-Trans III, disusul X-T2 di bulan Juli 2016. Namun situasinya berubah tahun ini; X-T3 adalah kamera pertama yang mengusung sensor X-Trans generasi keempat.

Menurut Anggiawan, nasib seri X-Pro masih belum bisa dipastikan. Mereka belum menerima kabar dari Fujifilm pusat apakah seri ini masih akan dilanjutkan atau tidak. Kalau melihat pasar, seri X-T yang juga diposisikan sebagai flagship mendampingi seri X-Pro memang terbukti lebih laris, dan ini sejatinya bisa menjelaskan mengapa X-T3 dirilis lebih dulu ketimbang X-Pro3.

Fujifilm Siapkan Kamera Mirrorless Medium Format Ketiga dengan Resolusi 102 Megapixel

Fujifilm GFX 50R bukan satu-satunya kamera mirrorless medium format yang diumumkan Fuji di ajang Photokina 2018. Mereka rupanya juga tengah menyiapkan kamera GFX yang ketiga. Kamera ini belum bernama, tapi saya yakin nantinya bakal ada label angka “100” pada namanya sebagai penanda resolusi sensornya yang mencapai 102 megapixel (dengan dimensi fisik sensor yang sama: 43,8 x 32,9 mm).

Resolusi setinggi itu sebenarnya bukanlah hal baru di industri fotografi digital. Hasselblad H6D yang dirilis di tahun 2016 juga mengemas sensor medium format semasif itu, akan tetapi ia tidak masuk kategori mirrorless. Fujifilm GFX 100 (sementara kita juluki itu dulu supaya gampang) di sisi lain merupakan kamera mirrorless.

Dimensinya memang lebih besar daripada GFX 50S yang sudah termasuk bongsor. Ini dikarenakan ada battery grip yang tertanam langsung ke bodi GFX 100. Kalau dilihat sepintas, wujudnya memang mirip GFX 50S yang sedang dipasangi aksesori battery grip.

Fujifilm GFX lineup

Namun resolusi tinggi rupanya belum menceritakan kapabilitas GFX 100 selengkapnya. Kamera ini turut membawa sejumlah peningkatan signifikan dibanding dua pendahulunya. Utamanya adalah sistem phase-detection autofocus (PDAF), dengan PDAF pixel yang tersebar di seluruh penampang sensor, menjadikannya lebih cekatan mengunci fokus pada subjek bergerak, sekaligus lebih akurat dalam mode continuous autofocus.

GFX 100 juga bakal menjadi kamera medium format pertama yang dilengkapi sistem image stabilization internal, sehingga penggunanya nanti tidak harus selalu bergantung pada tripod. Juga baru pada GFX 100 adalah kemampuan merekam video dalam resolusi 4K 30 fps – baik GFX 50S maupun GFX 50R hanya bisa 1080p 30 fps.

Keluarga kamera dan lensa GFX / Fujifilm
Keluarga kamera dan lensa GFX / Fujifilm

Fuji bilang bahwa kemampuan 4K ini dimungkinkan berkat penggunaan chip quad-core X Processor 4, seperti yang ada pada Fujifilm X-T3. Selain itu, chip yang sama rupanya juga berjasa menghadirkan fitur Film Simulation pada GFX 100, yang sudah menjadi ciri khas lini X-Series sejak lama.

Kamera ini baru akan diresmikan dan dipasarkan tahun depan. Pastinya kapan tidak diketahui, akan tetapi harganya diestimasikan berada di kisaran $10.000. Kalau saya boleh menyimpulkan, pengumuman kamera GFX yang ketiga ini semakin memperkuat anggapan bahwa Fuji memang tidak tertarik dengan mirrorless full-frame.

Sumber: PetaPixel.

Kamera Mirrorless Medium Format Kedua Fujifilm Punya Dimensi Jauh Lebih Ringkas

Satu per satu produsen kamera bergantian menantang Sony di pasar kamera mirrorless full-frame. Setelah Nikon dan Canon, tidak lama lagi datang giliran Panasonic. Bagaimana dengan Fujifilm? Rupanya mereka tidak latah dan masih teguh pada pendiriannya. Daripada full-frame, Fujifilm lebih memilih lompat lebih jauh ke medium format.

Prototipe Fujifilm GFX 50S yang dipamerkan di tahun 2016 pada akhirnya menjadi kamera mirrorless medium format kedua setelah Hasselblad X1D. Tahun ini, Fuji rupanya telah menyiapkan model lain untuk lini medium format mereka, yakni Fujifilm GFX 50R.

Fujifilm GFX 50R

GFX 50R pada dasarnya merupakan versi lebih ringkas dari GFX 50S. Spesifikasinya nyaris identik dengan GFX 50S, dan yang sangat berbeda cuma desainnya saja. Sepintas, GFX 50R dengan desain ala rangefinder-nya kelihatan seperti Fujifilm X-E3 sehabis fitness selama setahun.

Karena lebih kecil, bobotnya jelas lebih ringan, tepatnya 145 gram lebih enteng ketimbang GFX 50S. Bodinya pun juga lebih tipis 25 mm. Kendati demikian, GFX 50R rupanya masih mempertahankan sasis weather-resistant seperti milik kakaknya. Dimensi viewfinder elektroniknya juga lebih kecil, tapi masih tinggi resolusi (3,69 juta dot) dan tingkat perbesarannya (0,77x).

Fujifilm GFX 50R

Di bawah jendela bidik tersebut, ada LCD 3,2 inci yang dilengkapi panel sentuh, yang menggantikan peran tombol empat arah pada GFX 50S. Sayang sekali layarnya ini cuma bisa di-tilt ke atas atau bawah, tidak bisa ke samping.

Spesifikasi yang sama itu mencakup sensor medium format (43,8 x 32,9 mm) beresolusi 51,4 megapixel dan chip X Processor Pro. Slot SD card-nya ada dua (keduanya mendukung tipe UHS-II), sedangkan baterainya sama-sama berdaya tahan hingga 400 kali jepret seperti GFX 50S. Yang berbeda, tidak ada aksesori battery grip untuk GFX 50R.

Fujifilm GFX 50R

Juga berbeda adalah kehadiran konektivitas Bluetooth (GFX 50S tidak punya) di samping Wi-Fi untuk memudahkan proses pairing sekaligus transfer gambar ke smartphone. Fuji bakal memasarkannya mulai bulan November seharga $4.499, lebih murah $2.000 daripada GFX 50S.

Sumber: DPReview.