Tag Archives: MMO

Game New World Jadi yang Terlaris di Steam Meski Belum Rilis Resmi

Game Massive Multiplayer Online atau MMO ternyata mampu membuktikan bahwa genre tersebut masih memiliki banyak fans. Di tengah-tengah gempuran game battle-royale dan shooter, ternyata satu game MMO berhasil muncul dan mendulang kesuksesan. Game tersebut adalah game terbaru dari Amazon yaitu New World.

Game ini memang telah ditunggu oleh para fans sejak awal diumumkan oleh Amazon pada 2016 silam. Setelah 5 tahun menunggu, para gamer dan pecinta MMO kelihatannya tidak mampu menahan hasrat untuk segera memainkan game ini.

Hal tersebut membuat para gamer menyerbu sesi beta tertutup yang diadakan oleh Amazon pada minggu kemarin. Beta yang berlangsung selama 7 hari tersebut langsung diserbu para pemain. Rekornya game ini berhasil memiliki 200.000 pemain secara bersamaan yang bahkan membuat server game-nya penuh.

Gelombang besar para gamer ini bahkan berhasil membuat New World menjadi game nomor satu Top Seller di Steam. Tidak hanya game standarnya, namun versi Deluxe-nya pun ikut menjadi runner-up dalam penjualan terbaik Steam.

Padahal New World baru akan dirilis pada 31 Agustus mendatang. Hal ini membuat New World menjadi salah satu game yang mampu laris terjual jauh sebelum game-nya dirilis. New World berhasil mengalahkan game-game baru lain seperti The Ascent, Tribes of Midgards, dan Orcs Must Die! 3.

Daya tarik utama dari game ini tentu adalah dari role-playing yang ditawarkan game-game MMORPG klasik seperti World of Warcraft atau Runescape. Namun New World memberi kebebasan para pemain untuk membangun karakternya tanpa harus terjebak dalam satu kelas tertentu.

Perbedaan lain ada pada gameplay-nya yang lebih terasa action, berbeda dengan game MMO yang biasanya berfokus pada kombinasi berbagai spell atau skill. Dalam New World pemain akan memainkan mekanisme aksi layaknya The Elder Scroll Online ataupun Black Desert Online.

Hal ini tentu membuat permainan berjalan lebih intuitif dan lebih fleksibel karena pemain juga dapat menghindar atau menangkis serangan lawan. Mekanisme gameplay ini juga membuat mode pemain versus pemain atau PvP menjadi lebih menarik.

New World direncanakan untuk dirilis pada akhir bulan Agustus ini eksklusif untuk platform PC. New World memang memiliki potensi untuk menjadi sensasi baru bagi industri game yang mulai jenuh dengan game battle royale dan shooter. Dan selama Amazon mampu memenuhi apa yang para pemain nanti inginkan, genre MMO bisa menjadi tren baru ke depannya.

Razer Naga X Dirilis, Masih dengan Selusin Tombol Macro tapi Lebih Enteng Sekaligus Lebih Terjangkau

Kombinasi sensor 20.000 DPI, optical switch, dan panel samping yang modular menjadikan Razer Naga Pro sebagai mouse idaman para gamer MMO. Sayangnya tidak semua bisa menyanggupi banderol harganya yang cukup mahal: $150, atau Rp2.399.000 di Indonesia. Padahal, seperti yang kita tahu, gamer MMO setidaknya ada dua macam: yang sultan, dan yang sebisa mungkin menghemat pengeluaran alias free player.

Kabar baiknya, Razer telah meluncurkan varian baru Naga untuk kaum non-gacha ini. Dinamai Razer Naga X, ia punya banyak kemiripan dengan Naga Pro dari segi spesifikasi. Utamanya berkat optical switch generasi kedua yang tertanam di tombol kiri dan kanannya, yang lebih responsif sekaligus tahan lama ketimbang mechanical switch.

Sensor yang tertanam memang belum secanggih milik Naga Pro, akan tetapi dengan sensitivitas maksimum 18.000 DPI dan kecepatan tracking 450 IPS, ia tetap agak overkill buat sebagian besar pemain. Tanpa harus terkejut, Naga X yang didedikasikan untuk kaum jelata ini tidak punya konektivitas wireless dan masih mengandalkan kabel. Namun untungnya Razer masih menyertakan kabel SpeedFlex-nya yang tebal sekaligus lentur.

Bobot Naga X juga tergolong ringan di angka 85 gram (tidak termasuk kabel), sekitar 40% lebih enteng daripada Naga Trinity yang dirilis di tahun 2017, atau 32 gram lebih ringan daripada Naga Pro. Namun perbedaan terbesarnya terletak pada panel sampingnya. Naga X memang masih mengemas 12 tombol macro di sisi kirinya, akan tetapi bagian tersebut tidak modular seperti yang terdapat pada Naga Trinity maupun Naga Pro.

Di Naga Trinity dan Naga Pro, panel sampingnya itu bisa dilepas dan diganti dengan dua panel lain yang memiliki layout tombol berbeda, sehingga dapat dicocokkan dengan jenis game yang dimainkan. Di Naga X tidak demikian. Mouse ini benar-benar dikhususkan untuk pemain MMO yang membutuhkan selusin tombol ekstra guna memberikan akses cepat ke seabrek skill yang karakternya miliki.

Seandainya selusin masih kurang, jumlahnya masih bisa dilipatgandakan berkat dukungan fitur Razer HyperShift. Untuk bisa menggunakan fitur ini, syaratnya tentu software Razer Synapse harus selalu aktif di laptop atau PC Anda. Dua hal terakhir yang membedakan Naga X dari Naga Pro adalah tombol pengganti DPI-nya cuma satu, dan scroll wheel-nya tidak bisa di-tilt ke kiri atau kanan.

Di Amerika Serikat, Razer Naga X saat ini sudah dijual dengan harga $80. Harganya ini sama persis seperti Razer Viper maupun Razer Basilisk V2, sehingga mungkin di Indonesia harganya akan berada di kisaran 1,3 sampai 1,4 juta rupiah (seandainya memang tersedia di sini), alias hampir separuh lebih murah daripada Naga Pro.

Via: Windows Central.

Riot Games Siap Kerjakan MMORPG League of Legends

Saya kira hampir semua gamer tahu bahwa MOBA bukanlah genre game yang berfokus pada penyajian cerita, akan tetapi hal itu tidak mencegah Riot Games untuk mengembangkan lore League of Legends yang begitu kaya. Mereka juga tidak mau menyia-nyiakan upaya tersebut dan terus berusaha untuk mengekspansi Runeterra (setting dunia League of Legends) ke media lain.

Runeterra dengan segudang naskah dan karakternya merupakan basis yang sangat menarik untuk dikembangkan menjadi game yang bukan MOBA. Sejauh ini, kita baru punya Legends of Runeterra yang merupakan digital collectible card game, lalu Ruined King dan Conv/rgence yang akan menyusul meski masing-masing hingga kini masih belum punya jadwal rilis pasti.

Kalau melihat lebih jauh lagi ke depan, sepertinya nanti kita juga akan disuguhi dengan League of Legends versi MMO. Indikasinya bisa kita lihat dari tweet yang diunggah oleh Greg Street, Vice President of IP and Entertainment di Riot Games, baru-baru ini. Dijelaskan bahwa Riot sedang sibuk merekrut karyawan baru untuk menggarap game besar yang sudah ditunggu-tunggu oleh para penggemarnya.

Saat ditanya apakah game yang dimaksud adalah MMO, Greg dengan santainya membenarkan bahwa game-nya adalah sebuah MMO. Lebih lanjut, konfirmasi yang diterima PC Gamer dari perwakilan Riot Games juga mengatakan bahwa mereka bakal mengerjakan sebuah massively multiplayer online role-playing game alias MMORPG.

Berhubung Riot masih dalam tahap rekrutmen, bisa diasumsikan proyek ini mungkin masih sangat jauh dari realisasi. CEO Riot Games, Marc Merrill, setahun yang lalu juga sempat mengatakan bahwa seandainya mereka bakal membuat sebuah MMO, yang pasti tidak akan dalam waktu dekat.

Terlepas dari itu, mereka yang selama ini mengimpikan agar lore League of Legends dapat dijadikan game seperti World of Warcraft setidaknya bisa sedikit lega mengetahui bahwa MMORPG memang sudah ada di radar Riot Games. Sekarang kita tinggal memberi mereka waktu untuk mengeksekusinya sematang mungkin.

Sumber: PC Gamer.

Bungie Sudah Siapkan Expansion Pack Destiny 2 Sampai Dua Tahun ke Depan

Bungie meluncurkan Destiny pertama kali di tahun 2014. Lalu di tahun 2017, Destiny 2 datang menyusul. 2020 adalah tahun ketiga bagi Destiny 2, dan bersamanya muncul pertanyaan: “Apakah Bungie bakal segera merilis Destiny 3?”

Pertanyaan tersebut cukup wajar mengingat kita juga akan berjumpa dengan console generasi baru tahun ini. Destiny 3 sebagai salah satu game andalan PlayStation 5 dan Xbox Series X merupakan premis yang terdengar menjanjikan. Namun Bungie rupanya tidak sependapat.

Ketimbang merilis Destiny 3 dan melupakan Destiny 2 sepenuhnya, Bungie lebih memilih untu mengembangkan Destiny 2 lebih lanjut. Komitmen mereka tidak main-main, tiga expansion pack bahkan sudah mereka jadwalkan untuk dirilis setiap tahunnya sampai 2022: “Beyond Light” (September 2020), “The Witch Queen” (2021), dan “Lightfall” (2022).

Destiny 2 expansion packs

Singkat cerita, Bungie tidak ingin mengulangi kesalahan sebelumnya, di mana mereka menghidangkan konten baru lewat Destiny 2, tapi di saat yang sama memaksa pemain mengabaikan seluruh progresnya selama memainkan Destiny orisinal. Meski begitu, Bungie mengaku ada tantangan lain yang harus mereka hadapi dengan mengambil rute baru ini.

Tantangan yang dimaksud adalah menumpuknya konten, yang sebagian mungkin sudah tidak lagi relevan saat suatu expansion baru telah dirilis. Untuk mengatasinya, Bungie sudah menyiapkan solusi dalam bentuk Destiny Content Vault (DCV). DCV bakal menjadi sejenis wadah sirkulasi bagi konten-konten lama yang sudah jarang dimainkan.

Lewat DCV, Bungie juga berencana menghadirkan konten-konten dari Destiny pertama yang sangat populer pada masanya (yang tentu saja sudah dioptimalkan untuk Destiny 2). Menurut Bungie, sirkulasi konten ini penting demi menjaga agar Destiny 2 tidak kelewat kompleks dan tidak dibanjiri bug, tapi di saat yang sama masih bisa menyuguhkan konten-konten baru.

Beyond Light bakal menghadirkan lokasi baru bernama Europa / Bungie
Beyond Light bakal menghadirkan lokasi baru bernama Europa / Bungie

Lalu bagaimana Bungie akan mengantisipasi kedatangan PS5 dan Xbox Series X? Well, Bungie memastikan Destiny 2 bakal tersedia di kedua console tersebut, dan performanya akan dioptimalkan supaya bisa berjalan di resolusi 4K 60 fps.

Namun yang lebih penting lagi, pemain Destiny 2 di PS4 dan Xbox One tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk bisa memainkannya di PS5 dan Xbox Series X. Sederhananya, Bungie bakal menyediakan upgrade secara gratis, dan ini termasuk semua konten ekstra yang pernah pemain beli.

Lebih lanjut, fitur cross-play juga sudah Bungie rencanakan, yang berarti nantinya para pemain PS4 dan PS5 bisa saling bertemu, demikian pula para pemain Xbox One dan Xbox Series X.

Sumber: Destructoid.

Seed Adalah MMO Simulasi Berskala Masif yang Meleburkan Elemen Sejumlah Sub-Genre Strategi

Selama beberapa tahun terakhir, sebuah startup bernama Improbable berhasil mencuri perhatian industri gaming, terutama di mata developer indie yang tertarik mengembangkan game MMO (massively multiplayer online), dan bahkan Google sekalipun. Platform yang mereka kembangkan, SpatialOS, dirancang supaya developer bisa berfokus pada komponen utama game-nya, dan tidak usah memusingkan elemen online-nya.

Hingga kini memang belum banyak game yang memanfaatkannya, dan beberapa malah masih dalam tahap pengembangan awal (pre-alpha). Seperti salah satunya game berjudul Seed garapan Klang Games berikut ini. Yang unik dari Seed adalah peleburan elemen-elemen dari banyak genre sekaligus, mulai dari RTS, 4X, simulasi sampai survival.

Seed by Klang Games

Dalam Seed, tugas pemain pada dasarnya adalah mengendalikan sejumlah karakter yang tengah berusaha membangun ulang peradaban di suatu planet asing usai meninggalkan Bumi. Kira-kira seperti The Sims, tapi jauh lebih kompleks, apalagi karena Seed merupakan sebuah game MMO.

Berkat platform rancangan Improbable, ribuan pemain Seed (dengan sejumlah karakternya masing-masing) dapat bertemu dan berkolaborasi dalam misi kolonisasi atas planet tersebut. Interaksi antar pemain yang berujung pada pengambilan keputusan demi keputusan bakal berdampak langsung pada kesehatan ekonomi di planet tersebut.

Seed by Klang Games

Filosofi community-driven ini pasti bakal mengingatkan kita pada EVE Online, dan ternyata sejumlah pentolan Klang Games memang punya pengalaman dalam pengerjaan EVE. Pada akhirnya, skenario endgame Seed bisa sangat beragam tergantung bagaimana pemain berinteraksi satu sama lain dalam upaya kolonisasinya.

Video teaser Seed yang ada di bawah masih berstatus pre-alpha, akan tetapi kita bisa mendapatkan gambaran terkait skala masifnya yang dipadukan dengan dunia yang persistent. Seed belum punya jadwal rilis, akan tetapi pengembangnya semestinya bakal bekerja lebih keras mewujudkannya usai mendapat suntikan dana investasi segar sebesar $8,95 juta belum lama ini.

Via: TechCrunch.

Mavericks: Proving Grounds Siap Sajikan Medan Tempur Battle Royale Berisi 400 Pemain

Meski bukan yang pertama menyajikan formula battle royale, PlayerUnknown’s Battlegrounds berjasa mempopulerkan genre ini dan membuatnya jadi fenomena global. PUBG kini juga dianggap sebagai standar formula last man standing, mendorong developer-developer game terkenal untuk mengimplementasikan mode tersebut di permainan mereka.

Sejak tahun lalu, satu studio game independen asal Inggris bernama Automaton sempat mengungkap rencana untuk menggarap permainan battle royale yang jauh lebih ambisius dari para kompetitornya: Project X. Dan di bulan Februari ini, Automaton mengumumkan nama resmi game tersebut sembari memublikasikan trailer perdananya di PC Gamer Weekender. Permainan mengusung judul resmi Mavericks: Proving Grounds.

Detail mengenainya masih terbilang, tapi yang jelas, developer sedang menyiapkan mode battle royale yang dapat menampung 400 pemain sekaligus. Gameplay berskala masif tersebut bisa tersaji berkat dukungan teknologi SpatialOS ciptaan Improbable. Teknologi ini memungkinkan desainer game memanfaatkan sistem komputasi cloud sebagai solusi keterbatasan koneksi dari penggunaan model client-server tradisional.

Seperti dalam permainan battle royale lain, misi Anda di Mavericks: Proving Grounds adalah menjadi satu-satunya pemain yang bertahan hidup. Namun yang membuat Mavericks istimewa adalah perhatian developer pada detail, grafis, dan skala konten. Permainan ini menjanjikan ‘medan tempur dinamis’ seluas 12-kilometer persegi. Dunianya dikatakan dinamis karena benar-benar hidup.

Ketika peta PUBG hanya disiapkan untuk menampung pertempuran; dunia Mavericks juga dihuni oleh fauna liar yang bisa bereaksi terhadap perilaku pemain hingga ditunjang sistem perairan dinamis. Tiap elemen di map akan berinteraksi dengan pemain sehingga dapat memengaruhi strategi Anda dalam pertandingan. Developer menjelaskan, Mavericks ialah separuh game action dan separuh simulasi.

Menariknya lagi, mode battle royale 400 pemain di Mavericks: Proving Grounds hanyalah batu lompatan tim Automaton mencapai sasaran mereka yang sesungguhnya. Ketika Project X baru disingkap, developer mendeskripsikan kreasi mereka itu sebagai ‘permainan online 1000-pemain’.

Di tahun 2019 nanti, tim berencana untuk memperluas gameplay Mavericks sehingga menjadi MMO open world sejati, lengkap dengan area hub serta fitur-fitur perdagangan.

Informasi lebih jauh mengenai SpatialOS bisa Anda baca di sini.

Video wawancara PC Gamer bersama salah seorang pengembang (yang dapat Anda simak di atas) menunjukkan perbedaan konsep antara Mavericks dan sejumlah game battle royale sejenis. Namun tanpa memperlihatkan potongan gameplay-nya, yang Automaton ungkapkan di sana hanyalah sekadar janji…

Sumber: PC Gamer.

Impian Akan Pokemon Go Versi MMO Perlahan Mulai Mendekati Kenyataan

Sejak game Pokemon Go dirilis, kita telah melihat internet dibanjiri dengan foto-foto massa (pemain Pokemon Go) yang menyerbu suatu lokasi demi menangkap spesies Pokemon langka. Begitu masifnya jumlah pemain game ini, wajar apabila ada yang mengimpikan Pokemon Go versi MMO (massively multiplayer online) macam World of Warcraft.

Impian ini bukanlah suatu hal yang mustahil, sebab pengembang Pokemon Go, Niantic Labs, baru-baru ini mengakuisisi sebuah startup AR bernama Escher Reality. Teknologi augmented reality yang dikembangkan Escher bukan sembarangan, melainkan yang mengedepankan pengalaman multi-user dan multi-platform.

Artinya, teknologi buatan Escher memungkinkan lebih dari satu pengguna untuk bertemu dan berinteraksi di dalam dunia AR yang bersifat kontinu (peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya akan terus berlanjut meski Anda sedang tidak online). Teknologi Escher sanggup mengingat posisi tiap-tiap objek AR di dalam suatu ruangan, lalu membagikan informasi tersebut ke beberapa perangkat sehingga pengalaman semua pengguna bisa sinkron.

Ilustrasi teknologi AR multi-platform yang dikembangkan Escher Reality / Escher Reality
Ilustrasi teknologi AR multi-platform yang dikembangkan Escher Reality / Escher Reality

Lebih istimewa lagi, Escher mengandalkan teknologi computer vision dan pemetaan 3D, yang berarti di ruang tempat kita bermain tidak perlu ada penanda-penanda khusus untuk dibaca oleh kamera milik perangkat. Semua informasi ini dikemas dalam jaringan cloud yang kemudian dapat diakses oleh perangkat Android maupun iOS. Multi-user sekaligus multi-platform.

Ketika teknologi semacam ini bisa diimplementasikan di Pokemon Go, maka terwujudlah impian akan Pokemon Go versi MMO tersebut. Pada kenyataannya, ini merupakan visi jangka panjang yang hendak dituju oleh Niantic dan Escher sendiri. Suatu hari nanti, kita dapat berburu Pokemon bersama-sama tanpa harus menyerbu suatu area publik dan membuat pengunjungnya jadi merasa tidak nyaman.

Sumber: Glixel.

Mouse Asus ROG Spatha Diramu Untuk Bantu Anda Taklukkan Game MMO

Di CES 2016 bulan Januari lalu, Asus melengkapi deretan gaming gear mereka dengan memperkenalkan sejumlah periferal baru. Mereka meliputi keyboard Republic of Gamers Claymore, mouse ROG Spatha, serta headphone ROG 7.1. Saat itu detail mengenai produk tersebut masih terbilang minim, dan memang belum lama Asus menyingkap informasinya lebih lengkap.

Di artikel ini, kita akan mengulik ROG Spatha, mouse gaming yang Asus sengaja ramu untuk menjadi periferal spesialis permainan massively multiplayer online, biasa disingkat MMO. Ia merupakan salah satu gear high-end produsen asal Taiwan itu. Asus tak menganggapnya sebagai mouse biasa, melainkan ‘simbol status bahwa Anda serius’, dirancang agar segala fungsi game berada di genggaman Anda.

ROG Spatha 2
Tampilan atas ROG Spatha.

Asus ROG Spatha mengusung arahan desain ergonomis, bukan ambidextrous, sehingga ia kurang cocok digunakan gamer kidal – terutama bagi mereka yang memakai mouse di tangan kiri. Namun bagi mayoritas, Spatha berpeluang besar untuk jadi periferal favorit. Chassis-mya terbuat dari logam magnesium, sisi-sisinya dipisahkan garis tebal, dan ada tiga zona lampu LED terpisah.

Desain tersebut bukan sekedar pemanis penampilan. Tombol sebelah kanan lebih panjang karena umumnya ukuran jari tengah kita lebih panjang dari telunjuk, lalu pola ‘kuil suku Maya’ di sisi samping dibubuhkan di sana demi menjaga cengkeraman tetap mantap meski Anda memiliki telapak tangan yang besar. Spatha juga cocok untuk dua tipe pemakaian mouse, yaitu palm atau claw grip.

Switch Omron di dalam memastikan ROG Spatha tetap berfungsi normal hingga 20 juta kali klik. Ia menyuguhkan total 12 tombol yang bisa dikustomisasi, termasuk enam thumb button. Soket switch-nya upgradable sehingga Anda dimudahkan mengkustomisasi ‘feel‘ dari mouse tersebut. Spatha dapat dipakai sebagai mouse wired ataupun wireless, menyuguhkan sensor laser 8.200dpi, mampu mendeteksi kecepatan 150-inci per detik dan akselerasi 30g.

ROG Spatha
Bundel pembelian ROG Spatha.

Ada sedikit perbedaan polling rate antara mode kabel (via iUSB 2.0) dan wireless, masing di 2.000Hz dan 1.000Hz. Asus ROG Spatha mengusung koneksi berkecepatan 2,4GHz untuk berkomunikasi dengan PC, sehingga level latency-nya minimal. Mouse dibundel bersama dua tipe kabel – kabel karet 1-meter serta braided sepanjang 2-meter. Warna dan pola lampu LED, serta fungsi tombol dapat Anda konfigurasi melalui software ROG Armory, tersedia berupa download.

Menarik bukan? Sayangnya meskipun Asus telah memublikasikan press release di awal minggu ini, mereka belum memberi tahu harga serta kapan ROG Spatha tersedia di Indonesia.

Sumber: Asus.com.

Ubisoft Pamerkan Keanggunan The Division Versi PC Lewat Trailer Baru

Melihat reputasinya, Ubisoft sangat mahir dalam membangun hype. Hasilnya, antisipasi gamer terhadap Tom Clancy’s The Division melampaui judul-judul blockbuster mereka sebelumnya. The Division sudah melewati dua kali masa tes beta, closed pada akhir Januari lalu dan open yang rampung di akhir minggu kemarin. Kini kita tinggal menunggu perilisan globalnya.

Beberapa minggu sebelum momen itu tiba, publisher memutuskan buat memublikasikan trailer baru, diambil dari potongan gameplay versi PC. Di sana Ubisoft mencoba memamerkan efek-efek visual cantik sembari menunjukkan bahwa aspek teknis game telah dioptimalkan. Video berdurasi satu menit 48 detik ini direkam di 60 frame rate per detik, dan Ubisoft mengingatkan kita untuk menyimaknya dengan device serta browser terbaru. Saksikan di sini:

Sejumlah aspek permainan kembali Ubisoft coba tekankan di sana. Anda mungkin sudah tahu, The Division adalah game MMO open world yang mengambil latar belakang kota New York, di tengah-tengah krisis setelah merebaknya virus cacar generasi baru. Mekanisnya mirip shooter berperspektif orang ketiga, ditambah elemen survival dan role-playing seperti penggunaan poin experience, serta kustomisasi senjata dan perlengkapan.

Jika hardware Anda sanggup menanganinya, Tom Clancy’s The Division versi PC menyuguhkan fitur-fitur grafis cantik, misalnya volumetric fog (kabut terlihat tebal dan mengisi ruang), dynamic global illumination (cahaya terpantul dari permukaan objek, warnanya saling memengaruhi), sistem real-time destruction (benda-benda di dalam permainan bisa rusak/hancur seperti aslinya), efek cuaca realistis, serta real-time reflection.

Belum lama, Ubisoft juga melepas trailer berjudul ‘Enemy Factions’, fokus menjelaskan faksi-faksi antagonis yang menjadi lawan di The Division. Anda bermain sebagai agen anggota Strategic Homeland Division, disingkat ‘The Division’, yaitu angkatan bersenjata rahasia yang diberi mandat langsung oleh presiden untuk mengembalikan ketertiban jika terjadi keadaan darurat – apapun caranya.

Menyertai upaya promosi The Division, Ubisoft juga mengungkap Collapse, sebuah ‘the end of society simulator‘ di mana Anda bisa melihat simulasi virtual yang menggambarkan penyebaran wabah cacar mematikan dari lingkungan rumah (menyerupai  Plague, Inc). Tool unik ini memanfaatkan data lokasi Google serta informasi terkait (jumlah penduduk, posisi rumah sakit, dan sebagainya), dan Anda dapat menyaksikan seberapa cepat dunia runtuh.

Tom Clancy’s The Division akan meluncur pada tanggal 8 Maret 2016 di Windows PC, PlayStation 4, dan Xbox One.