Tag Archives: modest commerce

Pendiri dan CEO HijUp Diajeng Lestari berbagi tentang perjalanan bisnis HijUp. Dari strategi bakar uang hingga kembali menguntungkan dalam waktu 6 bulan

Cerita Bisnis HijUp: Pelajaran Berharga bagi Komunitas Startup

Saya memulai HijUp pada 2011. Pada bulan pertama HiJup diluncurkan, bisnis ini sangat menguntungkan. Perusahaan ini saya kelola bersama dua asisten. Berbekal kamar 4×4, kami mencoba menjalankan perusahaan. Saat itu, kami berhasil menghasilkan keuntungan senilai $20.000 dari pendapatan di bulan pertama hasil jerih payah bertiga. Tak pelak, ini adalah bisnis yang sangat menguntungkan.

Pada pertengahan 2019, setelah 8 tahun berdiri, kami berhasil mengumpulkan dana senilai $5 juta. Bisnis tumbuh lebih dari 20x lipat sejak saat itu. Namun, masih belum mencapai profit. Tak terhitung berapa banyak dana yang sudah “dibakar”, dan terkadang kami panik ketika ada pertanyaan tentang berapa lama ini akan berlangsung. Saya sendiri tidak bisa tidur nyenyak. Saya menyadari pada waktu itu bahwa memiliki banyak uang tidak berarti semua baik-baik saja. Kami kaya, kami punya banyak uang dari pendanaan (sebagai sebuah bisnis yang sangat menguntungkan). Kami berpikir akan mendapatkan dana yang lebih besar lagi tahun depan. Lalu, kami menggunakan strategi “bakar uang” untuk mencapai pertumbuhan. Beberapa orang mengatakan kepada saya bahwa jika kita tumbuh lebih cepat, investor akan terus datang. Mereka meyakinkan untuk “tidak usah khawatir masalah uang”. Sayang sekali, kenyataannya tidak seperti itu. Investor tidak datang. Saya mulai tidak percaya pada aturan main ini lagi. Kita harus punya cara sendiri untuk bertahan hidup. Kita harus bisa mengendalikan takdir.

Kami memiliki waktu selama 6 bulan. Saya membuat analisis tentang bagaimana bisa kita kehabisan uang. Mengapa begitu berbeda dari masa-masa awal yang bisa meraup banyak untung. Jadi, berikut adalah beberapa temuan yang kemudian menjadi dasar dari keputusan-keputusan saya.

Jumlah Pegawai

Banyak founder yang merasa bangga dengan jumlah tim yang mereka miliki di perusahaan. Saya adalah salah satu dari mereka. Namun, ini menjadi pola pikir yang salah. Hal ini lebih kepada sisi emosional dan ego seorang founder. Saya menyadari hal ini ketika menganalisis tim yang ada. Saat itu ada sekitar 160 pegawai. Pendapatan per orang berkurang setiap kali saya menambah jumlah pegawai. Tentu saja, jumlah pegawai yang banyak membuat saya merasa lebih baik, tetapi dari jumlah itu, perusahaan tidak terlihat lebih baik. Lebih buruk lagi, banyaknya pegawai menjadi salah satu pendorong utama dari biaya besar lainnya seperti gedung, listrik, administrasi, dll. Setiap satu orang yang saya tambahkan akan menghabiskan setengah atas gaji mereka. Sesuatu yang tidak saya sadari.

Saya berbicara dengan tim SDM serta mengusulkan untuk merumahkan sebanyak mungkin orang, dengan memastikan operasi HijUp tetap berjalan dengan baik. Mereka mengusulkan untuk mengurangi 100 pegawai. Mereka mengatakan HijUp akan tetap berjalan dengan baik walaupun dengan pengurangan 70% stafnya. Saya terkejut, setelah bertahun-tahun, kami baru menyadari hal ini. Kami dibutakan oleh uang yang kami miliki. Ini adalah pelajaran yang sangat mahal bagi saya sebagai pendiri dan CEO.

Diajeng Lestari, HijUp's Founder and CEO
HijUp’s Founder and CEO, Diajeng Lestari

Bagi saya, memecat orang bukanlah hal yang mudah. Itu adalah keputusan yang sangat sulit dan sangat pribadi. Saya menaruh rasa percaya pada tim yang sudah ada. Mereka adalah orang-orang hebat. Jauh di lubuk hati saya, rasa bersalah menyelimuti. Saya terus menuding diri sendiri sebagai seorang CEO yang tidak kredibel. Kesadaran saya dipertanyakan, saya terlalu emosional. Ada perasaan campur aduk dalam diri saya dan saya pun kehilangan kepercayaan diri. Pada akhirnya, saya mengumumkan kepada semua tim bahwa keputusan besar telah diambil, untuk mengurangi 70% jumlah staf.

Dengan perampingan ini, kami berhasil memotong 80% tingkat pembakaran uang. Waktu kami semakin lama. Namun, itu saja tidak cukup. Saya ingin kembali ke masa-masa keemasan awal HijUp, masa kebebasan di mana kami jadi bisnis yang sangat menguntungkan.

Menyederhanakan teknologi dan operasional

Biaya teknologi menjadi salah satu perhatian. Memang benar, saya bukan pendiri dengan latar belakang teknologi. Hal ini benar-benar menjadi tantangan besar, sebuah titik buta bagi saya. Lalu, saya kemudian bertanya kepada suami, Achmad Zaky, yang merupakan pendiri dengan bakat teknologi yang lebih besar. Dia mengatakan bahwa kami seharusnya bisa memotong 80% teknologi yang tidak perlu. Menurutnya, teknologi yang kami bangun terlalu rumit, terlalu canggih untuk startup kecil seperti HijUp. “Ya Tuhan,” kataku.

Saya menelepon tim teknologi saya dan meminta mereka untuk memotong 80% dari biaya teknologi yang tidak perlu. Kami akhirnya berhasil memotong biaya yang cukup berarti. Proyek ini memotong setengah dari laju pembakaran yang ada. Menambah waktu kami lebih lama.

Kami juga menemukan banyak proses yang sebenarnya tidak perlu. Beberapa proses juga ikut disederhanakan. Ini hanya sebagian kecil dari laju pembakaran kami. Tetapi dampak pada produktivitas dan kebahagiaan bagi staf banyak, mereka dapat membuat dampak yang sama dengan sedikit usaha.

Fokus pada pelanggan dan partner yang membawa profit

Temuan saya berikutnya terletak pada mitra atau penyewa. Kami memiliki banyak penyewa dan kami menemukan bahwa setiap penyewa tidak sama dalam hal keuntungan. Seseorang dapat menghasilkan banyak keuntungan, sedangkan yang lain “membakar uang” menggunakan sumber daya yang sama. Jadi, kami mengusulkan untuk memangkas para penyewa yang tidak menghasilkan profit.

Kami menggandakan usaha dan investasi kami hanya kepada penyewa yang menguntungkan. Hasilnya luar biasa. Para penyewa juga menaruh lebih banyak sumber daya di dalam bisnis kami. Jadi, profit kian menanjak.

Kami mulai menuai profit 6 bulan setelah semua proyek ini dimulai. Di era Covid-19 ini, saya merasa bersyukur bahwa kami membuat keputusan ini. Kami merasa siap sekarang. Kami sangat gesit dan siap menghadapi lingkungan Covid-19 ini.

Dari pengalaman ini, saya menyadari bahwa penting bagi pendiri dan CEO untuk menjadi sadar dan selalu rasional. Apakah kita benar-benar membutuhkan satu dan lain hal. Kita juga harus berpikir bahwa pendanaan adalah uang kita sendiri, bukan uang investor. Dengan memiliki pola pikir seperti itu, kita akan membelanjakan dengan bijak, karena uang tidak akan datang dua kali.

Saya juga menyadari bahwa tidak semua startup sama. Mungkin sebuah unicorn bisa mengikuti alur pertumbuhan. Namun, startup seperti HijUp tidak bisa memberlakukan hal itu. Model bisnis dan faktor skala berbeda. Semuanya harus mengarah pada profit serta pertumbuhan yang stabil.

Semoga pengalaman yang saya bagikan bisa berguna bagi banyak founder di manapun berada.


Artikel ini adalah artikel tamu yang ditulis oleh Diajeng Lestari. Ia adalah Founder dan CEO HijUp.

A Story of HijUp Turnaround: Lesson Learned for Startup Community

I started HijUp in 2011. The first month I launched HijUp, it was a very profitable business. I managed the company with two of my assistants. We occupied a 4×4 room to run the company. We generated $20,000 of revenue in the first month of our launch with only 3 of us. And yes, it was a very profitable business.

In mid of 2019, 8 years after it was founded, we have been raising $5 million so far. The business grew more than 20x since then. But, it was not profitable. We burned a lot of money, and sometimes we panicked when asking questions about how long our runaway was. I myself could not sleep well enough. I realized at that time that having too much money was not necessarily good. We were rich, we had a lot of money from funding (because we were a very profitable business). We thought we would get bigger funding again next coming year. So, we burned money to grow. Some people told me that if we grow faster, the investor will keep coming. They said “don’t worry about money”. But, the reality is not like that. They were not coming. I started to not believe in this rule of game anymore. We have to survive in our own way. We should define our own destiny.

We had a 6 months runaway. I made an analysis why we still lose money. What made it different from the early days that were very profitable. So, here are some of my findings and I made a decision based on these findings.

Number of People

Many founders are really proud about the number of teams that they have in the company. I was one of them. But, this is the wrong mindset. This is more emotional and the ego of a founder. I realized when I analyzed my team. I had 160 people back then. The revenue per people was decreasing every time I added more people. Of course, I felt better with many people, but from the number, the company did not look better. Even worse, people were actually the key driver of the other big costs like building, electricity, administration, etc. Every one person I added, cost half of their salary on top of their salary. Something that I was not aware of.

I talked to my HR team and proposed to cut as many as people but still make sure HijUp operations still went well. They came up to me and proposed to cut 100 people. They said HijUp would be still running well even if it cuts 70% of its staff. I was surprised, after many years, we didn’t realize this. We were blinded by the money that we had. This is a very expensive lesson for me as a founder and a CEO.

Diajeng Lestari, HijUp's Founder and CEO
Diajeng Lestari, Founder and CEO of HijUp

For me, cutting people is not my thing. It was a very hard and personal decision to me. I always believe in the team that I have already hired. They are great people. Deep in my heart, I felt very guilty. I kept telling myself it looked like I was a very bad CEO. I was not aware, I was too emotional. I had mixed feelings about myself and I lost my confidence. In the end, I announced to all the team that we would take this big decision, cutting 70% of the people.

By cutting the people, we cut 80% of the burn rate. Our runaway was getting longer. But it was not enough. I want to go back to the early days of HijUp feeling, freedom because we were so profitable.

Simplify tech & operation

I also looked up at our tech cost. I know, I’m not a tech founder. This part is really a big hole for me, my blind spot. So, I managed to ask my husband, Achmad Zaky, who is a more tech founder. He said that we actually can cut 80% of unnecessary tech. He said the tech that we built was too complicated, too advanced for a small startup like HijUp. “Oh my God,” I said.

I called my tech team and asked them to cut 80% of unnecessary tech costs. We finally managed to cut quite a meaningful cost. This project cut the existing burn rate by half. Make our runaway even longer.

We also found that we had a lot of unnecessary processes. We simplify that process too. This was only a small part of our burn rate. But the impact on productivity and happiness to the staff is a lot, they can make the same impact with less effort.

Focus on profitable customer and partner

My next finding was on partners or tenants. We had a lot of tenants and we found that each tenant is not the same in terms of profitability. One can generate a lot of profit, and one can generate a lot of money burn with the same resource. So, we proposed to cut the unprofitable tenants.

We double down our effort and investment to the profitable tenants only. The result was amazing. The tenants also put more resources in us. So the profitability is increasing too.

We started being profitable 6 months after all of this project started. In this Covid-19 era, I feel grateful that we made these decisions. We feel prepared now. We are very agile and ready to face this Covid-19 environment.

From these experiences, I realized that it is important for the founder and CEO to be aware and always being rational. Do we really need this and that. We also have to think that funding money is our own money, not investor money. By having that kind of mindset, we will spend wisely, because money will not come twice.

I also realized that not all startups are the same. Maybe a unicorn can follow the growth path. But startups like HijUp can not follow the growth path. The business model and scale factor is different. It has to follow a profitable path, but steady growth.

Hopefully this sharing will be insightful for many founder throughout the world.


Disclosure: this guest post is written by Diajeng Lestari, CEO and Founder of HijUp