Tag Archives: Monetisasi

Tidak Hanya Dari Iklan, Ini 7 Sumber Penghasilan Youtuber yang Bikin Cuan Maksimal

YouTube adalah platform yang kini menjadi pilihan banyak orang untuk menghasilkan uang secara online dengan menjadi YouTuber. Anda mungkin adalah salah satu yang tertarik untuk menjadi YouTuber karena potensi cuannya yang sudah tidak perlu diragukan. Tapi, sebaiknya Anda pahami terlebih dahulu dari mana saja sumber penghasilan YouTuber.

Mengapa? Hal ini agar Anda dapat memaksimalkan semua sumber yang ada dan menghasilkan lebih banyak uang. Penasaran apa saja sumber penghasilan di YouTube? Simak informasinya pada artikel ini!

Sumber Penghasilan YouTuber

Berikut adalah 7 sumber penghasilan YouTuber dari platform YouTube:

Google AdSense

Google AdSense atau iklan ini adalah sumber penghasilan yang pastinya sudah diketahui oleh semua pengguna YouTube. YouTuber dengan jumlah subscribers minimal 1000 dan 4000 jam penayangan dapat memasukkan iklan ke videonya dan memperoleh uang dari sini.

YouTube Premium

Seperti yang Anda ketahui, YouTube kini menyediakan langganan YouTube Premium agar pengguna dapat menonton video di YouTube tanpa terganggu iklan. Meski iklan dapat memberikan uang kepada Anda selaku content creator, tapi jangan khawatir karena YouTube tetap memberikan komisi dari fitur langganan YouTube Premium ini.

Channel Membership

Selain iklan dan komisi dari YouTube Premium, Anda sebagai YouTuber juga bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari fitur Channel Membership dengan menawarkan subcribers Anda berlangganan konten eksklusif dari channel Anda. Konten eksklusif yang bisa Anda tawarkan antara lain video, emoji, badge, dan lain-lain.

Super Chat dan Super Stickers

Fitur lainnya yang dapat memberikan uang tambahan untuk Anda adalah Super Chat dan Super Stickers. Kedua fitur ini adalah sarana komunikasi antara penonton dengan YouTuber yang sedang melakukan live streaming dan juga sarana memberikan dukungan kepada live streamer.

YouTube Shorts Fund

Selain melalui video, Anda juga dapat memperoleh pendapatan tambahan dari membuat video YouTube Shorts. Kreator konten YouTube Shorts yang berhasil membuat video konten Shorts terbaik dan memenuhi kriteria nantinya akan menerima bayaran setiap bulannya dengan nominal berkisar antara USD 100 hingga USD 10.000.

Super Thanks

Fitur Super Thanks memungkinkan pengguna YouTube untuk memberikan Tip kepada YouTuber favorit mereka melalui opsi ‘Thanks’ atau ‘Terima Kasih’ yang dapat diakses dengan klik tombol tiga titik di samping tombol Download. Sehingga, Anda dapat menerima penghasilan tambahan dari apresiasi penonton video YouTube Anda.

Merchandise

Merchandise adalah fitur yang dapat digunakan oleh YouTuber mempromosikan dan menjual merchandise secara langsung di channel YouTube masing-masing. Tapi, fitur ini baru bisa Anda nikmati apabila Anda telah memiliki setidaknya 10.000 subscribers.

Demikian 7 sumber penghasilan YouTuber yang wajib diketahui oleh YouTuber pemula agar dapat cuan maksimal dari YouTube. Semoga informasi di atas membantu Anda merencanakan ide usaha menghasilkan uang dari internet sebagai YouTuber dengan lebih baik.

Header by Pexels.

Tips dan Hal-Hal yang Harus Dihindari untuk Mendapatkan Penghasilan dari Media Sosial

Di era digital seperti sekarang, banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menghasilkan uang, termasuk memonetisasi akun media sosial yang kita punya. Monetisasi media sosial juga merupakan pilihan yang tepat jika Anda merupakan seorang influencer atau content creator.

Apa Itu Monetisasi Media Sosial?

Monetisasi media sosial adalah proses memperoleh penghasilan dari audiens akun media sosial yang dimiliki. Memperoleh penghasilan dari media sosial ini sangat memungkinkan, terutama untuk Anda yang memiliki banyak pengikut aktif dan terbiasa berinteraksi dengan para pengikut Anda.

Lalu, bagaimana cara memulainya? Dan adakah tips untuk melakukan social media monetization ini? Untuk menjawab rasa penasaran Anda, Myre Gustam, Country Manager Impact.com membagikan informasi terkait topik ini yang selengkapnya akan dipaparkan secara lengkap pada artikel ini. Jadi, pastikan Anda membacanya hingga selesai!

Mengapa Monetisasi Media Sosial Itu Penting?

Monetisasi adalah cara seorang content creator mendapatkan penghasilan. Namun, menurut keterangan Myre, monetisasi bukanlah hal yang utama dalam bersosial media, melainkan konten itu sendiri.

“Media sosial adalah ruang di mana bersosialisasi dan keterlibatan komunitas terjadi. Pembuat konten membawa nilai ke ruang ini melalui konten yang bermanfaat dan menarik yang bermanfaat bagi audiens mereka,” ujar Myre.

Konten telah menjadi sarana hiburan dan informasi dari banyak pengguna media sosial. Untuk itu, idealnya, monetisasi dilakukan dengan tetap menghadirkan konten yang menghibur dan memberikan informasi lebih untuk audiens.

Strategi Membangun Akun Media Sosial yang Layak untuk Dimonetisasi

Pada dasarnya, setiap akun media sosial yang Anda miliki berpotensi untuk menghasilkan uang untuk Anda. Namun, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun akun media sosial tersebut agar nantinya layak untuk dimonetisasi.

Pertama, identifikasi tujuan awal. Media sosial memang merupakan salah satu platform untuk mencari hiburan. Namun, jika ingin mulai mendapatkan penghasilan dari media sosial, maka pastikan Anda menentukan goal yang akan dicapai di awal. Goal ini bisa berupa membangun branding, membangun komunitas, atau meningkatkan engagement dengan target audiens Anda.

“Anda harus terlebih dahulu mengidentifikasi tujuan yang ingin Anda capai bersama dengan target audiences Anda untuk memahami pendekatan yang perlu Anda lakukan dengan social media campaign Anda nantinya,” kata Myre.

Selain goal, Myre juga mengatakan bahwa memiliki keunikan dan gaya tersendiri sangat penting bagi sebuah akun media sosial. Gaya dan keunikan ini akan membantu menarik audiens dengan minat yang sama dan memudahkan Anda mengembangkan strategi social media campaign yang cocok untuk audiens Anda.

Haruskah Memiliki Followers yang Banyak untuk Monetisasi Media Sosial?

Kemampuan untuk menjangkau audiens dalam jumlah besar adalah salah satu keunggulan yang dapat memudahkan Anda dalam monetisasi media sosial. Namun, terkadang, jumlah tidak selalu menjadi hal yang penting asalkan Anda menjangkau audiens yang tepat.

“Audiens yang besar tidak selalu menghasilkan hasil terbaik untuk brand,” ujar Myre.

Ia juga memaparkan bahwa saat ini tidak jarang brand lebih terbuka untuk bekerja sama dengan nano influencers/content creators (<10K pengikut) dan micro influencers/content creators (10K-75K pengikut). Meski memiliki pengikut dengan jumlah sedikit, nano influencers tetap memiliki kemampuan untuk mempengaruhi audiensnya.

“Sementara selebritas memiliki jangkauan yang lebih luas, pembuat konten yang lebih kecil lebih unggul dalam hal keterlibatan yang berdampak karena mereka cenderung memiliki hubungan yang erat dengan komunitasnya. Jadi, menjangkau audiens tidak hanya tentang mendapatkan lebih banyak perhatian, tetapi juga benar-benar menarik dan terhubung dengan audiens yang tepat,” lanjutnya.

Tips Dalam Monetisasi Media Sosial

Dalam memonetisasi media sosial, Myre juga menyampaikan beberapa tips yang perlu diperhatikan. Di antaranya mengenai personal branding dan bagaimana Anda sebaiknya terhubung dengan brand.

Be Authentic

Hal pertama yang disebutkan Myre ketika berbicara mengenai tips menghasilkan uang dari media sosial adalah menjadi otentik. Menunjukkan diri sendiri dan konten secara otentik akan memudahkan Anda untuk membangun hubungan dengan audiens.

“Saya pikir hal pertama yang harus diperhatikan oleh content creators atau influencers adalah apakah mereka membuat konten dan menampilkan diri mereka secara otentik atau tidak. Membangun hubungan dan kepercayaan dengan audiens mereka adalah kunci untuk kesuksesan dalam pertumbuhan.”

Pahami Value

Menurut Myre, monetisasi sebaiknya dilakukan bersama brand yang memiliki value yang sama. Maka dari itu, sebaiknya Anda sendiri memahami value apa yang ingin Anda pegang dan sebarkan melalui konten atau personal branding.

“Memilik gambaran yang jelas akan value mereka akan memudahkan proses penyelarasan dengan klien atau brand,” ujar Myre.

Myre juga menegaskan bahwa umumnya brand akan senang bekerja sama dengan seseorang yang bersemangat di bidang yang menjadi ketertarikannya.

Monetisasi yang berorentasi pada tujuan, seperti meningkatkan traffic bisnis atau penjualan, adalah salah satu jenis monetisasi yang direkomendasikan oleh Myre dibandingkan monetisasi yang berfokus pada jumlah likes, komentar, dan shares

Ketika content creators dan influencers memiliki value yang sama, maka akan lebih mudah bagi keduanya mencapai tujuan yang diinginkan.

Ketahui Angka dan Data

Angka dan data hasil analisis adalah hal yang penting bagi seorang content creator ataupun influencer. Mengapa? Karena analisis dan data menjadi alat negosiasi terbaik yang bisa digunakan oleh content creators dan influencers dalam membangun kerjasama dengan brand.

Selain sebagai laporan dari performa kerjasama sebelumnya, analisis dan data ini juga penting bagi brand karena memudahkan brand dalam melacak kinerja kolaborasi yang dlakukan.

“Itulah sebabnya brand akan sering beralih ke teknologi untuk mengelola pemasaran influencer mereka karena kesuksesan sering kali diinformasikan oleh data. Selain itu, content creator yang memiliki pemahaman yang kuat tentang data mereka sendiri juga akan memiliki keunggulan meyakinkan merek untuk bekerja dengan mereka,” jelas Myre.

Permudah Akses dengan Brand

Selain menjadi otentik serta memahami value dan data, jangan lupa untuk membuka akses untuk terhubung dengan mudah kepada brand. Faktanya memang ketika content creators atau influencers telah berhasil membangun komunitasnya, akan mudah bagi mereka untuk mulai bekerja sama dengan brand. Namun, bagaimana cara brand dan influencers dapat terhubung?

“Jangan hanya menunggu kesempatan datang, terutama ketika ada banyak program afiliasi dari berbagai brands yang bisa Anda pilih,” ujar Myre.

Alih-alih hanya menunggu hingga brand menemukan Anda, sebaiknya Anda juga secara aktif mempermudah akses brand kepada Anda dengan bergabung ke media partner seperti Impact.com.

Dengan bergabung dengan platform seperti impact.com, konten, audiens, dan metrik penting lainnya akan dapat dilhat oleh berbagai brand dan dijadikan pertimbangan untuk melakukan kerja sama. 

Ketika akhirnya brand berhasil menjangkau dan terhubung dengan Anda, selanjutnya brand akan menentukan tipe monetisasi terbaik untuk Anda.

Hal-Hal yang Harus Dihindari Dalam Monetisasi Media Sosial

Bagi Anda yang tertarik untuk mulai mendapatkan penghasilan dari akun media sosial Anda, Anda juga perlu memperhatikan serta menghindari hal-hal berikut ini.

Bekerja Sama dengan Brand yang Berbeda Value

Seperti yang telah disebutkan di atas, bekerja sama dengan brand yang memiliki core value yang sama akan memudahkan baik influencer dan brand mencapai tujuan yang diinginkan. Untuk menghindari ketidaksesuaian antara produk atau jasa yang ditawarkan dengan target audiens, influencer atau content creator dapat melakukan sedikit riset mengenai brand tersebut sebelum mulai bekerja sama.

“Hal ini dapat diminimalisir dengan sedikit riset tentang brand sebelum menandatangani kerjasama. Lagi pula, Anda tidak ingin bekerja untuk tujuan yang tidak Anda yakini, atau menjual produk dan layanan yang tidak relevan dengan citra dan target audiences Anda,” jelas Myre.

Berkolaborasi dengan Brand yang Tidak Memiliki Infrastruktur Memadai

Selain value, pastikan juga brand yang akan bekerja sama dengan Anda memiliki infrastruktur untuk berkolaborasi yang memadai. Salah satu contoh infrastruktur yang tidak memadai di sini adalah dokumen syarat dan kesepakatan yang memiliki objectives kurang jelas.

Meski terdengar sepele, namun hal ini nantinya dapat berkembang menjadi masalah yang lebih besar, termasuk dalam mendapatkan bayaran yang adil dan tepat waktu.

“Salah satu cara terbaik untuk melindungi kepentingan tersebut adalah bekerja dengan jaringan dan platform yang akan menguraikan sifat hubungan bisnis dengan jelas sambil menghubungkan Anda ke brand yang tepat untuk media sosial Anda.”

Ternyata untuk mulai mendapatkan penghasilan dari media sosial terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dan dihindari, termasuk dalam membangun akun media sosial itu sendiri.

Menjadi otentik, memahami value dan membuka akses kepada brand adalah tiga hal yang paling ditekankan oleh Myre. Bagaimana? Tertarik mulai menerapkan tips di atas untuk menghasilkan uang dari media sosial?

Pitchplay

Platform Distribusi Konten Video Pitchplay Tawarkan Alat Monetisasi Baru di Industri Musik

Industri musik menjadi salah satu yang terkena dampak paling besar dari pandemi Covid-19 di Indonesia. Kebijakan pemerintah untuk menetapkan protokol kesehatan termasuk Perlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menyebabkan seni pertunjukan terhenti total. Ditiadakannya konser offline serta pembatasan-pembatasan dalam interaksi sosial nyatanya sangat berpengaruh terhadap aktivitas musisi.

Salah seorang musisi Febrian Nindyo Purbowiseso atau dikenal sebagai Febrian HIVI menyebut bahwa sekitar 55 persen dari musisi Indonesia kini telah menjual alat musiknya untuk bertahan hidup selama masa pandemi Covid-19. Angka ini didapatnya saat melakukan survei bersama Federasi Serikat Musisi Indonesia (Fesmi) kepada 186 orang, dalam wilayah kerja untuk DKI Jakarta dan Jawa Barat.

Seiring dengan berjalannya waktu, industri musik mulai bangkit dengan inovasi-inovasi yang tercipta melalui platform digital. Lalu, dengan protokol kesehatan yang ketat dan selebihnya pertunjukkan offline mulai kembali diadakan namun lebih banyak yang beralih ke virtual. Meskipun begitu, tidak sedikit musisi yang mengaku kesulitan untuk memonetisasi karyanya secara virtual. Salah satu pemain yang coba menawarkan solusi untuk masalah ini adalah Pitchplay.co.

Co-Founder & CEO Pitchplay Fauzan Rezda mengungkapkan bahwa saat ini eksistensi para musisi tanah air sedang terguncang. Selain karena live performance yang menjadi salah satu sumber pendapatan utama musisi berkurang signifikan di masa pandemi, namun juga polemik revenue model pada digital music streaming yang hanya berpihak pada musisi berskala besar.

Melalui Pitchplay, Fauzan beserta timnya berkomitmen ingin menyediakan sebuah sustainable revenue model untuk musisi tanpa menggantikan revenue model yang telah ada sebelumnya.

Alat monetisasi baru di industri musik

Pitchplay pertama didirikan pada Juni 2020 oleh tiga founder, yaitu Fauzan Rezda sebagai CEO, Egi Purwana sebagai CTO, dan Daus Gonia sebagai CMO. Platform ini dirilis secara resmi pada Oktober 2020.

Ia turut mengungkapkan bahwa ide dibalik pembentukan Pitchplay adalah keinginan untuk menciptakan sebuah model bisnis yang memungkinkan musisi mendapatkan revenue stream baru tidak hanya dari produk jadinya (karya lagu) tetapi juga dari proses kreatifnya dalam bentuk konten video dan langsung kepada penggemar, tidak ketergantungan kepada sponsor/brand.

Saat ini, Pitchplay memiliki 3 fitur yaitu rent-to-view, bundle, dan support. Fitur utamanya sendiri adalah rent-to-view, yang memungkinkan musisi menjual konten video langsung kepada fans. Sekali membayar, penggemar dapat menonton konten tersebut tanpa batas selama 7 hari dan Pitchplay hanya akan
mengenakan biaya potongan kepada musisi per transaksi.

Sedangkan untuk bundle, musisi dapat menjual lebih dari satu konten atau dengan merchandise. Selain itu, ada juga fitur support yang memungkinkan fans memberikan dukungan dalam bentuk uang dan juga pesan kepada musisi kesayangannya.

Sekilas mungkin terlihat tidak ada bedanya dengan platform distribusi konten lain seperti YouTube atau sejenisnya. Namun, salah satu yang menjadi musuh bebuyutan para musisi adalah piracy atau pembajakan. Sementara konten virtual yang didistribusikan secara gratis melalui platform digital rentan sekali dengan isu pembajakan. Dalam hal ini, Pitchplay juga menawarkan wadah bagi musisi untuk mendistribusikan karya dengan nyaman dan aman dari ancaman pembajakan.

Dari sisi teknologi, timnya mengaku telah menerapkan beberapa teknologi penunjang untuk memenuhi standar keamanan konten, seperti DRM, blocker third party download, serta watermarking untuk mencegah pembajakan. “Kita yakin pembajakan tidak bisa 100% dihilangkan, tapi bisa dioptimalkan dalam pencegahannya baik preventif atau penanggulangannya,” tambah Fauzan

Merujuk kepada peraturan Pasal 3 PP 56/2021 yang menyebutkan bahwa setiap orang bisa menggunakan lagu dan atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan catatan harus membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta dan atau pemilik hak terkait.

Untuk konten sendiri, timnya juga melakukan proses kurasi yang akan dipajang di platform. Jika isi dan kualitas konten dirasa tidak relevan, maka konten tersebut tidak akan dinaikkan atau secepatnya di take down.

Sebagai platform yang memiliki model B2B2C, Pitchplay berfokus kepada akuisisi artis sebagai penyedia konten. Untuk mendukung strategi akuisisi, timnya juga telah melakukan beberapa program edukasi baik secara langsung ke artis atau melalui program di media sosial.

Tantangan dan peluang

Sejauh ini, analisa dan tesis awal Pitchplay menunjukkan bahwa adopsi pasar terbilang cukup baik bahkan dengan biaya pemasaran yang kecil. Namun ada beberapa tantangan yang muncul, salah satunya adalah banyak fans yang bahkan belum memiliki akun e-wallet atau m-banking untuk pembayaran. Maka dari itu, selain OVO dan GoPay, platform ini juga menyediakan pembayaran lewat Alfamart.

Dari sisi pengguna sendiri, Pitchplay mengaku antusiasmenya cukup kuat bahkan dari segmen yang sebelumnya tidak bisa diprediksi. Kekuatan eksklusifitas dan tipe konten masih menjadi faktor utama bagi pengguna untuk mau membeli konten.

Menurut Fauzan, potensi konten berbayar sendiri masih sangat besar dan terus berkembang di Indonesia. Kuncinya adalah bagaimana bisa menjangkau target market yang menjanjikan tidak hanya dari sisi kualitas namun juga kuantitas.

“Hal tersebut yang membuat kami berfokus pada musik, karena bagi kami musik merupakan hal yang dekat dengan target market di Indonesia terutama jika kita berbicara segmen milenial dan second-tier cities, yang mana secara angka terbilang sangat besar,” ujarnya.

Dalam industri musik tanah air, sudah ada beberapa platform yang juga menawarkan revenue tambahan bagi para musisi. Salah satunya adalah GoPlay Live yang sudah dikostumisasi sedemikian rupa untuk menawarkan pengalaman real-time melalui platformnya. Selain itu juga ada aplikasi Modular yang memungkinkan konser virtual menggunakan teknologi Augmented Reality.

Selain itu, tantangan yang kemudian muncul adalah sulitnya musisi untuk membuat konten baru dengan terkendala masalah kreatif ataupun pendanaan. Platform ini pun sedang mempersiapkan solusi untuk masalah tersebut lewat beberapa fitur yang akan dirilis ke depannya.

Target ke depan

Terlepas dari tantangan yang muncul, layanan ini mendapat cukup banyak respons positif dari para musisi. Fauzan juga menyebutkan bahkan muncul permintaan dari industri lain selain musik yang memiliki masalah dan kebutuhan yang sama.

Saat ini sudah ada 43 artis terdaftar di Pitchplay dengan 20 konten eksklusif dan jumlah tersebut terus berkembang seiring diskusi dengan beberapa artis yang masih berjalan. Terkait pengguna sendiri, saat ini telah terdaftar lebih dari 3.500 pengguna terdaftar aktif. Beberapa band ternama yang sudah memajang konten eksklusif di Pitchplay seperti Mocca (Mocca’s Valentine Special), Burgerkill (25th Annivesary Virtual Concert), juga The SIGIT (Footnote: The SIGIT – Behind the Stage) dan lain-lain.

Sejak didirikan, Pitchplay menjalankan kegiatan operasional secara bootstrapping. Di tahun ini, timnya mengaku sudah berhasil mendapatkan pendanaan eksternal pertama, namun untuk saat ini, nama investor dan jumlahnya masih belum bisa disebutkan.

Melalui musik, platform ini yakin dapat menjangkau untapped market yang selama ini belum terjamah secara optimal. Timnya juga sempat mengadakan survey yang menunjukkan 4 dari 5 pengguna berbayar Pitchplay melakukan pembelian konten digital pertama di Pitchplay. Sebelumnya mereka belum pernah berlangganan/membeli konten digital termasuk layanan music streaming/VOD.

Selain memposisikan platformnya yang berfokus pada musik, Pitchplay juga berusaha menyediakan layanan 360° bagi musisi yang tidak hanya dapat menjual konten berbayar, tapi juga menyediakan fanengagement lewat beberapa fitur baru mendatang.

Saat ini, Pitchplay disebut sedang menyiapkan untuk merilis mobile app dan beberapa fitur baru. “Lewat beberapa fitur baru tersebut, fokus kami akan tetap memperkuat solusi sustainable revenue model bagi musisi dan juga menyediakan pengalaman yang lebih menyenangkan bagi pengguna,” tambah Fauzan.

Twitter Resmi Luncurkan Super Follow, Kreator Punya Makin Banyak Opsi Monetisasi

Twitter bukan lagi sebatas tempat untuk bercengkerama secara digital. Bagi para kreator, Twitter sekarang juga merupakan salah satu medium untuk mencari nafkah. Pergeseran ini ditandai oleh peluncuran resmi Super Follow, semacam fitur membership yang Twitter umumkan pertama kali pada bulan Februari lalu.

Prinsip fitur ini sederhana: pengguna bisa subscribe ke akun kreator yang disukainya dengan membayar tarif bulanan, dan itu akan menjadikan sang pengguna sebagai seorang Super Follower. Kreator kemudian bisa memublikasikan cuitan yang hanya bisa dilihat oleh para Super Follower-nya. Cuitan standarnya tetap bisa dilihat oleh para follower-nya yang tidak membayar.

Tidak semua kreator bisa menikmati fitur ini. Untuk sekarang, Super Follow baru tersedia di Amerika Serikat dan Kanada saja, dan kreator wajib mengajukan pendaftaran terlebih dulu. Kreator juga harus memiliki minimum 10.000 follower, dan mengunggah setidaknya 25 cuitan dalam sebulan terakhir.

Super Follow sejauh ini juga baru tersedia di aplikasi Twitter versi iOS, sementara versi Android dan desktop-nya dikabarkan bakal segera menyusul. Jatah untuk negara-negara selain AS dan Kanada diprediksi bakal menyusul dalam beberapa minggu ke depan.

Di dua negara tersebut, kreator bebas menentukan tarif subscription-nya berdasarkan tiga opsi yang tersedia: $3, $5, atau $10 per bulan. Twitter hanya mengambil untung 3% dari pendapatan kreator, tapi itu cuma berlaku sampai total pendapatan yang dihasilkan kreator mencapai angka $50.000. Setelahnya, Twitter akan mengambil potongan sebesar 20%.

Kabar buruknya, apabila pengguna berlangganan via aplikasi Twitter di iOS dan Android, maka uang yang diterima kreator akan dipotong lagi 30%, sesuai dengan kebijakan yang Apple dan Google terapkan perihal in-app purchase.

Menjadi seorang Super Follower sekarang berarti pengguna dapat membaca cuitan-cuitan eksklusif dari kreator. Namun ke depannya, Super Follower juga bisa mendapat akses ke Spaces maupun newsletter eksklusif.

Kreator nantinya juga dapat menawarkan tier subscription yang berbeda-beda; misalnya $3 untuk cuitan eksklusif saja, $5 untuk cuitan plus Spaces eksklusif, dan $10 untuk cuitan plus Spaces plus newsletter.

Super Follow juga bukan satu-satunya opsi monetisasi yang bisa dimanfaatkan oleh kreator di Twitter. Mei lalu, Twitter sempat menghadirkan fitur Tip Jar yang memungkinkan pengguna untuk mengirim donasi ke akun-akun tertentu yang mencakup kreator, jurnalis, maupun organisasi nirlaba. Kemudian baru-baru ini, Twitter juga merilis fitur Ticketed Spaces yang memungkinkan kreator untuk menggelar Spaces berbayar.

Sumber: TechCrunch dan Twitter. Gambar header: Alexander Shatov via Unsplash.

Vanessa Hendriadi dari GoWork Mengikuti Passion untuk Menjembatani Masyarakat

Vanessa Hendriadi memiliki kerinduan untuk melakukan hal yang lebih berdampak dalam bisnis real estate keluarganya, maka ia mulai menginisiasi salah satu coworking space ternama di Indonesia, GoWork.

Indonesia adalah tempat bernaung lebih dari 88 juta populasi millennial. Negara ini diprediksi untuk menjadi ekonomi terbesar ke-delapan di dunia pada tahun 2020, berdasarkan penelitian perusahaan konsultan Deloitte. Kota-kota besar di sini adalah pasar yang sangat ideal untuk bisnis co-working space.

Setelah lulus dari University of Southern California pada tahun 2002, Vanessa mengawali portfolio profesionalnya di tahun 2004 dengan bekerja sebagai Direktur Marketing di PT Atlantic Biruaya, sebuah perusahaan air mineral dibawah Mikatasa Group milik keluarganya, yang juga melayani bisnis jual-beli, minuman, bahan-bahan kimia, dan lainnya. Pada akhirnya, ia dipromosikan menjadi Direktur Operasional di holding grup pada tahun 2009. serta menerapkan perubahan dalam rangka perampingan bisnis.

Pada Juni 2013, ia memberanikan diri lalu membangun sistem perangkat lunak untuk manajemen properti yang disebut Gaea. Vanessa, bagaimanapun, belum merasa puas dengan karir profesionalnya, karena ia memiliki keinginan untuk membangun bisnis yang berkaitan dengan hobi dan passion. “Saya menyukai makanan dan aktivitas yoga, dan saya pun menyadari bahwa semua industri tersebut akan berujung pada satu tujuan — yaitu membangun komunitas. Jadi, saya akhirnya memilih untuk membangun ruang kerja bersama, yang menggabungkan pengalaman profesional saya dalam manajemen properti dan hasrat saya untuk menghubungkan orang-orang,” jelasnya kepada KrASIA dalam sebuah wawancara baru-baru ini.

Pada tahun 2016, dengan modal dari keluarga, teman, dan grup Ismaya, perusahaan yang membawahi rantai F&B dan perhotelan populer di Indonesia, Vanessa mendirikan perusahaan co-working space pertamanya, Rework, yang mengintegrasikan beberapa coworking space dengan toko kopi yang dijalankan oleh Ismaya grup di beberapa lokasi strategis di Jakarta.

Sebagai pendiri solo, ia membangun Rework dari awal, dengan beban kerja yang berat. Padahal, pada waktu itu putra keduanya baru berusia sembilan bulan, jadi ia juga memiliki tanggung jawab sebagai seorang ibu. “Rasanya kepala seperti mau pecah, tidak peduli sebanyak apa yang sudah saya lakukan, masih akan ada banyak hal yang menanti di depan. Hal ini sangat gila. Saya tidak ingin terlalu khawatir, tetapi saya harus. Kerap kali saya bertanya-tanya, pantaskah saya menjalankan startup, tetapi juga sebagai wanita dan seorang ibu, saya harus membangun akar keluarga yang kuat. Untungnya, pasangan dan keluarga saya sangat mendukung dan tidak pernah menghakimi saya,” ungkap Vanessa.

Pada tahun 2017, ia menghadiri grand opening co-working startup GoWork, di mana ia bertemu dengan co-founder perusahaan, Richard Lim dan Donny Tandianus. Hendriadi kembali terhubung dengan Lim, yang merupakan teman lama. Mereka bertiga, tanpa basa basi menyadari bahwa mereka memiliki tujuan yang sama: untuk membangun coworking space terbesar di Indonesia. Hal ini terjadi tidak lama sebelum keduanya mengeksplorasi peluang kemitraan.

“Ketika saya memulai Rework, saya tidak melihat seberapa besar hal itu sampai saya terjun ke bisnis. Saya akhirnya memutuskan bahwa saya harus menemukan pasangan, karena saya tidak bisa melakukan semuanya sendirian. Setelah kami berbagi beberapa diskusi dan visi kami untuk memberdayakan banyak perusahaan dan menjadi pemain yang dominan, kami bergabung pada awal 2018,” ujar Vanessa.

Hendriadi’s Rework bersama dengan Lim dan Tandianus ‘GoWork bergabung menjadi sebuah perusahaan baru bernama Go-Rework, yang awalnya memiliki lima lokasi dengan total 3.500 meter persegi di Jakarta. Perusahaan ini kemudian berganti nama menjadi GoWork pada pertengahan 2018 karena alasan pemasaran.

Pada Oktober 2018, Go-Rework menutup putaran Seri A dan mengumpulkan USD 9,9 juta dari Mitra Gobi dan The Paradise Group, dengan partisipasi dari Mahanusa Capital dan dana “Durian” kedua dari 500 Startups. GoWork melipatgandakan jejaknya pada tahun 2019, menurut Richard Lim selaku CFO.

Hari ini, GoWork berhasil mengoperasikan 18 cabang yang mencakup lebih dari 35.000 meter persegi, dengan sebagian besar berlokasi di ibukota dengan satu cabang di Bali. Perusahaan juga mengumumkan rencana untuk meluncurkan lokasi baru di Surabaya dan beberapa kota di Indonesia pada pertengahan 2020, memperluas jejaknya menjadi 65.000 meter persegi. GoWork hanya beroperasi di Indonesia dan tidak memiliki rencana untuk ekspansi internasional.

Menurut Hendriadi, lokasi GoWork tetap mempertimbangan tingkat hunian yang tinggi, biasanya di kisaran 90-100%.

GoWork di Senayan City. Dokumentasi oleh GoWork
GoWork di Senayan City. Dokumentasi oleh GoWork

Untuk menjadi pemain dominan di Indonesia, Hendriadi, Lim, dan Tandianus menetapkan strategi yang berfokus pada pelanggan premium yang bersedia membayar tarif berlangganan GoWork yang lebih tinggi. Karenanya, mereka mengoperasikan GoWork di tempat-tempat seperti pusat perbelanjaan atau gedung perkantoran, yang mudah dijangkau dengan menggunakan transportasi umum. “Hampir 70% anggota mengunjungi lebih dari satu lokasi,” kata Hendriadi. Ia juga mengklaim bahwa pelanggan “dapat memperoleh lebih banyak kredibilitas dengan bekerja di coworking space premium milik GoWork.”

“Ada banyak lokasi coworking space di Indonesia, seperti CoHive atau Outpost, tetapi ada beberapa pemain yang menargetkan kelas premium, yang kami pikir merupakan pasar yang berpotensi besar. Melalui segmen ini, kami dapat memperoleh lebih banyak klien, tidak hanya dari startup, tetapi juga dari perusahaan konvensional serta multinasional,” tambahnya.

Persaingan semakin ketat. Pada 2017, WeWork mengakuisisi Spacemob, sebuah coworking space yang berbasis di Singapura, lalu memulai bisnis di Indonesia dengan mendirikan cabang di Jakarta pada kuartal ketiga 2018. Tidak berapa lama, WeWork membuka enam lokasi di ibukota Indonesia.

Pelajaran yang di ambil dari kasus WeWork: Monetisasi jadi kunci sukses jangka panjang

Meskipun GoWork dan WeWork memposisikan diri sebagai ruang kerja bersama premium, Vanessa mengklaim bahwa GoWork telah mencapai profit pada pertengahan 2019. Namun, dia menolak untuk mengungkapkan lebih detail. Terdapat sekitar 5.000 pelanggan, termasuk karyawan perusahaan dan pekerja lepas. Biaya bulanan berkisar USD 150-200, tergantung pada layanan yang diperlukan.

Semua pendiri GoWork memiliki hubungan yang kuat dan dekat dengan pengembang properti, kata Hendriadi. Ini membantu perusahaan mencari ruang yang melayani tujuan mereka.

“Kami membahas bagaimana GoWork dapat meningkatkan trafik pengunjung ke pusat perbelanjaan atau properti lain yang dijalankan oleh pengembang ini. Ketika pengembang melihat konsep lalu trafik yang datang melalui masing-masing lokasi kami, mereka sebagian besar ingin mengamankan kemitraan, bahkan berinvestasi di GoWork, ”katanya. Sejauh ini, perusahaan memiliki investornya di antaranya Sinar Mas Land, Indonesia Paradise Property, Agung Podomoro Land, Lippo Group, dan MNC Land.

Saat ini, GoWork memiliki tiga fokus utama: menyediakan ruang kerja bersama yang fleksibel dengan interior yang menarik untuk memfasilitasi interaksi klien; mengorganisir acara atau lokakarya, di mana anggota dapat terlibat satu sama lain; dan membangun keterlibatan pengguna melalui aplikasi seluler.

Saat ini, klien GoWork terdiri dari perusahaan besar dan startup yang sudah matang, seperti perusahaan milik pemerintah PT Pegadaian, Gojek, dan Oyo.

“Kami menjadikan ‘sustainabilitas’ sebagai prioritas. Jika kita melihat lanskap startup saat ini, sebagian besar perusahaan kebanyajan fokus pada pertumbuhan dilanjutkan dengan membakar uang. Kami tidak percaya bahwa itu perlu, “kata Hendriadi.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

TikTok di Indonesia

Strategi TikTok Mengembangkan Ekosistem dan Bisnis di Indonesia

Memasuki akhir tahun 2019, platform distributor konten asal Tiongkok TikTok menjabarkan sejumlah pencapaian di Indonesia. Platform yang enggan disebut sebagai media sosial ini, hingga akhir tahun 2019 mengklaim telah banyak digunakan oleh kreator konten dari gen-z, milenial, hingga pemerintahan. TikTok telah tersedia di lebih dari 150 negara dalam 75 bahasa.

Kepada media Head of Content & User Operations TikTok Indonesia Angga Anugrah Putra mengungkapkan, platformnya sudah mulai banyak dilirik oleh Kementrian hingga dinas pariwisata di Indonesia untuk mempromosikan kegiatan hingga melakukan interaksi dengan masyarakat umum.

“Saat ini kami melihat kreator konten bukan hanya dari gen-z dan milenial saja, namun media hingga pemerintahan sudah mulai banyak menggunakan TikTok. Kami melihat ke depannya akan lebih banyak lagi pihak terkait yang bakal memanfaatkan TikTok.”

Meskipun di awal peluncuran di Indonesia TikTok lebih banyak menghadirkan konten hiburan dan permainan saja, namun saat ini sudah mulai digunakan oleh kreator konten untuk membagikan ilmu atau pengetahuan seperti belajar bahasa asing, kelas khusus hingga tips dan tata cara yang dibagikan oleh pakarnya yang tergabung dalam kanal TikTok for Good.

Tren ini menurut Angga cukup meningkat, menjadikan TikTok sebagai platform “Go-To” untuk belajar online. Dengan durasi singkat 15-60 detik, mampu menarik perhatian pengguna untuk melihat konten edukasi, fesyen, travel dan gaya hidup.

“Sudah banyak konten kreator yang membuka kelas melalui platform TikTok. Mulai dari cara tepat olah raga hingga belajar bahasa Jepang. Kami harapkan ke depannya akan makin banyak lagi konten kreator yang fokus kepada edukasi untuk pengguna,” kata Angga.

Strategi komersial

Ilustrasi kreator konten Tik Tok / Pexels
Ilustrasi kreator konten TikTok / Pexels

Sebagai platform yang menerapkan teknologi artificial inteligence (AI), TikTok memiliki beberapa filter hingga kurasi lagu pilihan yang statusnya legal dan bisa digunakan oleh pengguna secara bebas. Sepanjang tahun 2019, TikTok mencatat beberapa efek popular pengguna, di antaranya adalah TikTok Moji dan Anti Lemes adalah efek yang paling populer di Indonesia.

Disinggung berapa jumlah kreator konten dan pengguna TikTok hingga saat ini di Indonesia, Angga enggan menyebutkan lebih lanjut. Namun bisa dipastikan jumlahnya terus bertambah di seluruh Indonesia.

“Fokus kami adalah mengembangkan ekosistem dan menghadirkan konten yang beragam. Kami juga ingin memperluas kemitraan dengan pihak terkait untuk bisa menggunakan TikTok sebagai platform promosi hingga kreator konten untuk kepentingan pemasaran,” kata Angga.

TBeberapa layanan e-commerce hingga korporasi besar juga terlihat sudah melakukan kegiatan pemasaran dan memasang iklan di platform TikTok yang akan langsung terlihat di feed pengguna.

Model bisnis yang diterapkan oleh TikTok tidak melakukan monetisasi dari kreator konten. Untuk iklan juga tidak ditempatkan panjang di awal konten video, karena akan merusak pengalaman pengguna.

Dijelaskan lebih lanjut, jika brand tertarik untuk melakukan kegiatan pemasaran bisa mengajak kreator konten pilihan yang direkomendasikan oleh TikTok atau pihak pengiklan untuk membuat konten yang menarik.

Konsep ini tentunya berbeda dengan YouTube yang mengandalkan jumlah view agar kreator konten bisa menghasilkan uang dari konten yang mereka ciptakan. Sementara di TikTok, jumlah pengikut dari kreator konten tidak akan mempengaruhi jumlah video konten yang mereka ciptakan.

“Salah satu cara agar proses tersebut dapat tercipta adalah dengan algoritma yang kami terapkan. Sehingga pengguna tidak akan terganggu dengan iklan, dan semua view tidak mempengaruhi profil dari kreator konten tersebut,” kata Angga.

Disinggung apakah tahun 2020 mendatang TikTok akan semakin agresif melancarkan monetisasi, Angga enggan untuk menyebutkan lebih lanjut. Namun dengan ditempatkannya tim lokal di Indonesia dan mengklaim terus bertambah jumlahnya, rencana tersebut tentunya sudah menjadi bagian dari perusahaan.

“Kami optimis dengan pertumbuhan tren video singkat di pasar, dan semakin banyak orang Indonesia yang bukan hanya bisa mengekspresikan diri mereka, tapi juga terinspirasi dari komunitas kreator TikTok di seluruh dunia,” kata Angga.

Rencana meluncurkan aplikasi streaming musik “Resso”

Beberapa waktu yang lalu TikTok dikabarkan segera merilis aplikasi streaming musik. Menurut laporan dari Financial Times, aplikasi tersebut akan dirilis pada bulan Desember. Indonesia, India, dan Brazil menjadi tiga negara pertama yang bakal menjajalnya.

Disinggung apakah aplikasi tersebut sudah siap diluncurkan di Indonesia dalam waktu dekat, Angga enggan untuk menjawab lebih lanjut. Aplikasi bernama Resso tersebut nantinya tidak hanya sekadar berfungsi sebagai aplikasi streaming musik. ByteDance akan menambah unsur video yang terdiri dari klip video pendek, mungkin bersumber dari TikTok. Pengguna dapat menyinkronkan ke lagu ke klip tersebut saat mendengarkan lagu.

Application Information Will Show Up Here

Super Stickers Lengkapi Opsi Monetisasi Para Kreator Konten di YouTube

Hampir tiga tahun yang lalu, YouTube meluncurkan fitur Super Chat. Dirancang untuk mempererat interaksi antara kreator dan penonton, fitur tersebut sekaligus menjadi salah satu opsi monetisasi baru buat kalangan kreator. Sekarang, YouTube sudah menyiapkan fitur baru yang serupa bernama Super Stickers.

Prinsipnya kurang lebih sama seperti Super Chat: penonton bisa membeli sticker untuk dipakai menyelamati atau sekadar menyapa YouTuber favoritnya dalam sebuah sesi live streaming. Berhubung wujudnya sticker yang sebagian besar animated, pesan tersebut otomatis akan ter-highlight dalam kolom live chat.

Kalau Super Chat dihargai $5 per lima jam, YouTube bilang bahwa tarif Super Stickers lebih bervariasi berdasarkan sticker pack-nya. Sejauh ini sudah ada 8 sticker pack yang berbeda, dan 5 di antaranya berisikan sticker yang animated. Selain dalam bahasa Inggris, deretan sticker pack-nya juga telah tersedia dalam beberapa bahasa lain.

YouTube Super Stickers

Memangnya sebesar apa pemasukan yang bisa diperoleh kreator dari fitur semacam ini? Menurut YouTube, saat ini sudah ada lebih dari 100.000 channel yang mengaktifkan fitur Super Chat, dan sebagian di antaranya bisa memperoleh lebih dari $400 per menit.

Tentunya tidak semua YouTuber bisa mencari uang lewat fitur ini begitu saja. Sama seperti Super Chat, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk bisa mengaktifkan Super Stickers: usia pemilik channel harus di atas 18 tahun, jumlah subscriber-nya melebihi 1.000 orang, dan opsi monetisasi untuk channel-nya sudah aktif.

Super Chat dan Super Stickers juga belum tersedia di semua negara, dan sangat disayangkan YouTuber tanah air masih belum bisa mengaktifkan keduanya. Buat kreator yang sudah bisa mengaktifkan Super Chat, Super Stickers juga otomatis bakal ikut diaktifkan, namun sifat fiturnya yang opt in berarti mereka bebas menonaktifkannya bila tidak berkenan.

Sumber: YouTube. Gambar header: Kon Karampelas via Unsplash.

Personalisasi untuk Meningkatkan Monetisasi Esports?

Esports semakin menyerupai olahraga tradisional. Mulai tahun depan Overwatch League akan menggunakan sistem kandang-tandang, mengharuskan tim-tim yang berkompetisi untuk memiliki stadion sebagai markasnya. Sayangnya, jumlah uang yang didapatkan oleh para atlet esports dari fans-nya masih jauh lebih rendah daripada atlet olahraga konvensional. Atlet american football yang bertanding di liga nasional AS bisa mendapatkan US$50 per fan sementara atlet esports hanya US$3,2.

Ini tidak aneh, mengingat industri esports memang masih sangat baru jika dibandingkan dengan olahraga konvensional lainnya. Itu artinya, esports masih bisa berkembang. Kabar baiknya, potensi industri esports sangat besar. Menurut laporan Global Entertainment & Media Outlook buatan PwC, pendapatan esports diperkirakan akan mencapai US$30 miliar pada 2023. Sementara Newzoo menyebutkan bahwa pendapatan esports tahun ini telah menembus US$1,1 miliar.

Untuk merealisasikan potensi industri esports, ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh para pelaku industri, menurut laporan VentureBeat. Salah satunya adalah personalisasi. Sebagian besar fans esports merupakan generasi milenial dan generasi Z, yang jauh lebih terbiasa menggunakan teknologi jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Itu artinya, mereka lebih tahu cara untuk menghindari iklan, membuat mereka menjadi konsumen yang sulit untuk dijangkau. Menurut HubSpot, 90 persen dari mereka menggunakan pemblokir iklan saat menggunakan internet.

Karakteristik penonton esports | Sumber: HubSpot
Karakteristik penonton esports | Sumber: HubSpot

Personalisasi bisa jadi salah satu cara untuk membuka jalan bagi para pengiklan. Untuk memberikan iklan yang sesuai dengan ketertarikan fans esports, pengiklan bisa memanfaatkan artificial intelligence dan machine learning. Sejauh ini, AI memang sudah mulai digunakan di industri esports dan gaming, seperti untuk melatih pemain pemula agar bisa menjadi lebih baik. Sementara contoh penggunaan AI untuk periklanan di gaming atau esports dilakukan oleh Anzu.io, yang menawarkan untuk menampilkan iklan yang dinamis yang terintegrasi dengan gameplay sebuah game.

Hal lain yang bisa dilakukan oleh pelaku industri esports untuk meningkatkan pemasukan adalah dengan memberikan insentif agar para penonton lebih aktif berinteraksi. Saat Anda menonton pertandingan olahraga, seperti sepak bola, Anda tidak hanya menonton para pemain, tapi juga ikut berteriak menyemangati, menyoraki musuh, dan bahkan ikut merayakan gol dari tim yang Anda dukung.

Sayangnya, penonton esports cenderung pasif, terutama ketika mereka tidak menonton pertandingan di stadium besar. Padahal, jauh lebih mudah bagi para penonton esports untuk berinteraksi dengan tim kesayangan mereka karena pertandingan dilangsungkan di dunia digital. Salah satu interaksi yang bisa menjadi sumber pendapatan di industri esports adalah dengan menjual skin yang akan dipakai oleh para tim esports. Dengan begitu, penonton akan merasa lebih dekat dengan para atlet profesional. Ini mirip dengan cara layanan streaming game Tiongkok memonetisasi layanannya, yaitu dengan mendorong para penonton membeli virtual gift untuk para streamer.

Terakhir, perusahaan bisa memberikan hadiah pada penonton untuk menunjukkan bahwa mereka menghargai waktu dan perhatian yang penonton berikan. Hadiah yang diberikan bisa berupa sesuatu sesederhana item dalam game. Sliver TV, salah satu platform streaming, menerapkan strategi ini. Mereka mendorong penonton agar lebih aktif berinteraksi dengan memberikan mereka token yang bisa mereka gunakan untuk membeli barang, baik di dunia virtual atau di dunia nyata.

Industri esports memang memiliki potensi besar, memungkinkan banyak pihak untuk mendapatkan untung. Namun, karena industri esports relatif muda jika dibandingkan dengan industri olahraga konvensional, masih belum ada sistem monetisasi yang terbukti. Karena itu, para pelaku industri esports harus bisa menemukan cara yang tepat agar industri esports tidak hanya bertahan, tapi juga berkembang.

WhatsApp Bakal Mulai Menampilkan Iklan Lewat Fitur Status-nya

2016 merupakan tahun penting buat WhatsApp. Pasalnya, di awal tahun tersebut WhatsApp resmi menjadi aplikasi gratis, setelah sebelumnya menarik tarif berlangganan kepada para konsumennya. Sontak jumlah penggunanya bertambah drastis, sampai akhirnya sekarang menjadi aplikasi pesan instan terpopuler sejagat raya.

Pergantian model bisnis ini tentu saja memunculkan pertanyaan: “Lalu dari mana WhatsApp mendapatkan uang?” Sebagai sang empunya, Facebook tentu ingin aset besarnya ini bisa menghasilkan pemasukan ekstra, apalagi mengingat dana akuisisi yang mereka gelontorkan mencapai angka $16 miliar.

Pertanyaan tersebut akhirnya terjawab. Melalui wawancara dengan The Economic Times, Chris Daniels selaku Vice President WhatsApp menyingkap rencana mereka untuk mulai menampilkan iklan melalui fitur WhatsApp Status yang dirilis tahun lalu.

Iklan di Status ini bakal menjadi taktik monetisasi utama WhatsApp ke depannya, sekaligus membuka peluang bagi pemilik bisnis untuk menjangkau lebih banyak konsumen. Kapan pastinya iklan di WhatsApp Status ini akan muncul masih belum bisa dipastikan.

Satu hal yang pasti, keputusan ini menyalahi visi awal yang ditetapkan oleh para pendiri WhatsApp, yang berkomitmen untuk tidak berjualan iklan, bahkan sampai aplikasinya digratiskan dua tahun lalu.

Ini juga yang menjadi alasan mengapa Brian Acton, salah satu pendiri WhatsApp, memutuskan untuk minggat dan sempat membuat heboh dengan tagar #DeleteFacebook pada bulan Maret lalu, seperti yang ia ungkapkan sendiri kepada Forbes. Diakuisisi Facebook merupakan suatu pencapaian besar, tapi di saat yang sama juga berarti kompromi terhadap komitmen.

Via: The Verge.

YouTube Siapkan Tiga Cara Baru untuk Memperoleh Penghasilan Buat Para Kreator

Zaman jelas sudah berganti. “Menjadi YouTuber” adalah salah satu jawaban favorit anak-anak ketika ditanyai mengenai cita-citanya sekarang, dan memang sudah menjadi rahasia umum apabila YouTube berhasil membantu banyak kreator memperoleh penghasilan yang melimpah.

Selama ini, penghasilan tersebut murni berasal dari bisnis iklan, tidak peduli jumlahnya besar atau kecil. Namun ke depannya, bakal ada sejumlah cara baru untuk memonetisasi konten yang dapat dimanfaatkan oleh para kreator video di platform YouTube, seperti yang diumumkan oleh salah satu petinggi YouTube di ajang VidCon 2018 baru-baru ini.

Channel Membership

YouTube Channel Membership

Yang pertama adalah channel membership, yang pada dasarnya merupakan kelanjutan dari fitur sponsorship yang selama ini menjadi andalan platform YouTube Gaming. Cara kerja membership sama persis: penonton dapat membayar biaya berlangganan sebesar $5 bulan untuk mendapatkan sejumlah konten eksklusif.

Konten eksklusifnya bisa berupa badge dan emoji unik dalam live chat, maupun akses ke live stream eksklusif dan konten lainnya melalui tab “Community” pada suatu channel. Dari total pemasukan yang didapat lewat membership, YouTube akan mengambil 30 persennya, dan sisanya masuk ke kantong masing-masing kreator.

Dalam waktu dekat, membership bisa dimanfaatkan oleh kreator (channel) yang memenuhi syarat dan memiliki lebih dari 100.000 pelanggan di YouTube.

Merchandise

Fitur yang kedua adalah kemudahan bagi para kreator untuk menjual merchandise resmi langsung lewat channel-nya masing-masing. Di sini YouTube bekerja sama dengan Teespring untuk mewujudkannya, dan kreator bebas memilih dari 20 jenis merchandise yang dapat mereka jual, mulai dari kaos sampai casing ponsel, tanpa ada sepeser pun yang harus disetor ke YouTUbe.

Fitur ini sudah tersedia bagi para kreator yang memiliki lebih dari 10.000 subscriber, tapi sayang baru yang berdomisili di Amerika Serikat saja untuk sekarang. YouTube sudah berencana untuk melakukan ekspansi fitur ini dengan menggandeng lebih banyak mitra yang bergerak di bidang merchandising.

Premiere

Terakhir, kreator sudah bisa memanfaatkan fitur bernama Premiere, di mana mereka dapat menyiarkan suatu video yang sudah direkam dan diedit sebagai suatu momen yang sedang live. Tinggal pilih opsi untuk memublikasikan video sebagai Premiere, maka YouTube secara otomatis akan membuatkan landing page khusus agar para penonton bisa berkumpul sebelum jadwal penyiaran dimulai.

Dari situ mereka dapat berpartisipasi dalam live chat, termasuk halnya berinteraksi langsung dengan sang kreator. Sesuai namanya, Premiere ibarat suatu komunitas tengah berkumpul bersama di sebuah teater guna menyaksikan karya sang kreator.

Berhubung yang menjadi bahasan utama adalah monetisasi, Premiere rupanya juga bisa dimanfaatkan untuk mengumpulkan penghasilan tambahan. Caranya dengan mengandalkan fitur Super Chat, yang sekarang tidak hanya terbatas pada video live saja berkat adanya Premiere. Kalau perlu, Premiere juga bisa dijadikan konten eksklusif bagi penonton yang tergabung dalam membership tadi.

Sumber: VentureBeat dan YouTube.