Tag Archives: monetize

Monetisasi Pengembang Aplikasi Mobile di Tengah Hingar Bingar Bisnis Berbasis Layanan

Jika kita melihat ke belakang sekitar 10 tahun yang lalu, ketika pertumbuhan startup digital masih di tahap yang sangat awal, pengembangan aplikasi mobile menjadi salah satu bisnis yang memulai tren startup. Model aplikasi hiburan, aplikasi permainan, aplikasi produktivitas banyak ditemukan dari pengembang lokal sebagai basis bisnis. Namun sekarang keadaannya sudah sangat berbeda. Startup baru umumnya mengusung sistem bisnis berbasis layanan, sangat jarang yang menjual kreasinya dalam bentuk aplikasi. Terlebih saat kita melihat startup yang berada di top level.

Kendati demikian sejatinya ekosistem pengembang aplikasi mobile tersebut masih ada, dan terus berkreasi. Nama-nama aplikasi seperti PicMix, Catfiz atau liteBIG masih berkarya sampai saat ini. Mereka memulai debutnya sejak platform “BlackBerry berjaya”, era baru perubahan habit pengguna ponsel menuju smartphone. Artinya dengan kualitas produk yang apik, inovasi berbasis aplikasi tersebut membuktikan dirinya masih mampu bertahan dengan bisnis proses yang bergantung pada kreasinya dalam mobile app.

DailySocial mencoba mengulas kembali tentang model bisnis yang saat ini diterapkan oleh para pengembang aplikasi mobile. Kami berdiskusi bersama beberapa pengembang aplikasi dengan beragam karakteristik, baik dari sisi bisnis, jenis aplikasi hingga model monetisasi yang diterapkan.

Didominasi oleh pengembang aplikasi permainan

Ketika berbincang soal bisnis atau pengembangan yang memfokuskan pada “menjual aplikasi”, kategori permainan (game) saat ini paling banyak diminati oleh mobile app developer lokal. Dari data narasumber yang berhasil kami himpun, mulai dari indie developer hingga startup, minat unduhan untuk aplikasi permainan menunjukkan angka statistik yang cukup memuaskan. Dari para pengembang, sebagian besar dari mereka menunjukkan data bahwa aplikasinya telah diunduh lebih dari 30 ribu kali, bahkan sudah ada yang menembus hingga puluhan juta.

Dari pengakuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa peminat aplikasi lokal sejatinya masih banyak. Masih ada ekosistem konsumen yang besar untuk para pengembang aplikasi mobile. Tantangannya justru sekarang pada monetisasi, sehingga aplikasi tersebut dapat memberikan keuntungan secara finansial kepada pengembang untuk menyelaraskan laju bisnis. Saat ini ada beberapa opsi yang umum digunakan untuk monetisasi aplikasi, baik oleh indie developer ataupun startup. Mulai dari model bisnis freemium, ads-placement hingga aplikasi berbayar.

Iklan masih diandalkan sebagai pemasukan

Saat diskusi tentang bagaimana mereka membisniskan aplikasi, model iklan digital mendominasi jawaban, disusul oleh model freemium, in-app purchase hingga brand placement. Pemilihan model iklan diungkapkan oleh para pengembang karena pasar Indonesia dinilai belum siap dengan B2C (Business to Consumer).

Muhamad Nur Awaludin dari Kakatu mengungkapkan masih tertanam kuat mindset “ketika ada yang gratis, buat apa bayar, untuk harga murah sekalipun”.

Pemasangan iklan pun juga bukan berarti tanpa tantangan. Beberapa pengembang mengaku bahwa ia dihadapkan pada kesadaran konsumen yang rendah terkait strategi monetisasi ikalan tersebut, salah satunya Anwar Fuadi pengembang game dari Madura. Ia mengatakan konsumen umumnya acuh dan tidak peduli dengan iklan tersebut sebagai pemasukan pengembang, sehingga banyak yang memberikan masukan untuk menghilangkan iklan. Taruhannya pada rating aplikasi. Di sini para pengembang harus berpikir keras untuk menempatkan iklan sesuai dengan porsinya.

Di sisi implementasi, iklan digital memang yang paling mudah. Jika harus menetapkan aplikasi berbayar, maka kualitas produk harus teruji betul. Ketika menerapkan premium, maka dari awal aplikasi harus memiliki digital item menyesuaikan flow aplikasi yang dirancang. Menyasar B2B (Business to Business) maka pengembang harus memiliki proses bisnis yang jelas.

Beberapa yang menyajikan konten premium merasa bahwa diperlukan energi lebih besar untuk memberikan edukasi kepada pasar. Target pasar untuk pengguna premium sedikit berbeda. Begitupun untuk in-app purchase. Proses optimasi dan desain agar konversi dari player ke purchase tinggi menjadi tantangan para pengembang.

Di mata pengembang, mereka banyak yang menilai ekosistem aplikasi mobile (khususnya untuk karya lokal) belum begitu matang, bahkan dikatakan merangkak. Namun di sisi lain, berkat tren baru dari industri digital, seperti e-commerce dan on-demand, ada sebuah kesempatan bisnis yang baik. Masyarakat semakin aware dengan mobile payment, kanal pembayaran semakin luas, artinya memberikan kesempatan bagi produk premium untuk mudah diterima oleh masyarakat.

Dukungan yang dibutuhkan untuk pengembang aplikasi lokal

Mulai dari dukungan pemerintah, investor, media, dan berbagai kalangan lain sangat ditunggu para pengembang aplikasi mobile lokal. Selain terkait dengan promosi dan edukasi pasar, menurut Adam Ardisasmita dari Arsanesia, banyaknya pagelaran (baik berupa kompetisi, workshop, hingga inkubator) sangat berarti untuk menumbuhkan pengetahuan mereka, baik dari sisi teknis pengembangan maupun berbagai hal lain yang perlu mereka perhatikan untuk mempertahankan bisnisnya.

Salah satu pengembang game Tebak Gambar Irwanto Widyatri mengatakan hal lain terkait dukungan, menurutnya penting adanya pihak yang mampu mengurasi aplikasi dan melakukan hubungan dengan brand potensial. Hal ini akan membantu pengembang menemukan alur bisnis yang lebih mapan dan memiliki sinergi yang baik dari sisi penyampaian konten dan iklan.


Randi Eka terlibat dalam penulisan artikel ini

A lesson from Net Impact : Indonesia need more clones!

After attending the Net Impact Conference event a few days ago, I have come to a revelation that based on what’s happening in emerging markets like Vietnam, Thailand etc : Indonesia need more clones. The guys from Rocket Internet would be laughing at me by now, but allow me to further elaborate.

I saw presentations from gaming companies in Vietnam, social networking sites from China, an ad agency / portal from Japan that also shared their experience on doing business in their local market. I have to say that I’m a bit envious looking at these companies that makes millions of dollars each month as the result of a solid business model and a monetizable market. That is something that Indonesia is still lacking on.

Continue reading A lesson from Net Impact : Indonesia need more clones!

Posterous Mulai Mendatangkan Uang

posterousTrend blogging memang tidak akan pernah hilang, ketahanannya telah teruji dengan kehadiran banyak social networking baru dan trend microblogging yang terus populer tapi blogging masih terus bertahan, malah inovasi blogging gaya baru terus berdatangan, setidaknya ada dua penyedia jasa blogging gaya baru yang populer di kalangan user internet, Tumblr dan satu lagi Posterous.

Meski tidak sepopuler aplikasi blog Tumblr, pengguna Tumblr dari Indonesia sekitar 1.6% sedangkan posterous 1,1% (data dari Alexa), tapi Posterous punya tempat tersendiri di penggunanya. Terutama bagi mereka para user yang sangat akrab dengan fasilitas e-mail, karena Posterous tidak memerlukan tata cara pendaftaran atau sign up, cukup mengirim e-mail ke akun post di Posterous, maka blog anda sudah dibuat, dan posting anda langsung di upload.

Continue reading Posterous Mulai Mendatangkan Uang

Ini Dia Model Bisnis Twitter

twitterBeberapa waktu lalu, Twitter menjelaskan bahwa model bisnis Twitter akan diluncurkan pada akhir tahun, kemudian integrasi dengan Citysearch membuka sedikit tirai, bagaimana Twitter akan mengimplementasikan model bisnis yang paling relevan untuk mendapatkan revenue.

Dengan kerjasama yang didapatkan Twitter untuk Google dan Bing, memang memberikan suntikan dana bagi Twitter, tapi bisnis model yang sebenarnya belum bisa dilihat secara jelas. Pertumbuhan pengguna aplikasi real-time sudah tidak usah diperbincangkan lagi karena memang terus bertambah, kini perbincangan bisa dialihkan pada bagaimana Twitter menjalankan model binis dan bagaimana pihak pengembang serta saingan mereka akan menanggapi apa yang dilakukan oleh Twitter.

Continue reading Ini Dia Model Bisnis Twitter

GigaOm Rilis Konten Premium

Memang ada banyak cara untuk meraup keuntungan dari bisnis online. Namun ketika kita menjual konten berupa berita atau artikel, belum banyak model bisnis yang berlaku selain hanya mengandalkan banner iklan saja. Hal ini lalu mendorong Wall Street Journal untuk mencoba menerapkan model bisnis konten premium dengan sistem langganan berbayar. Pada awal banyak yang meragukan langkah WSJ ini, namun sekarang suara ejekan tersebut meredup sembari WSJ meraup keuntungan besar dari konten premium yang disajikan kepada pelanggannya.

Langkah ini pun diikuti oleh Techcrunch dengan merilis laporan tahunan yang dapat anda download dengan membayar US$ 450, dan ReadWriteWeb juga melakukan hal serupa dengan laporan khusus seharga US$ 249. Kini giliran GigaOm yang melakukan hal serupa dengan memberikan konten premium kepada pelanggan berbayar di GigaOm Pro. Untuk mengakses konten di GigaOm Pro pelanggan diharuskan membayar US$ 79 untuk biaya berlangganan selama satu tahun.

Metode ini memang terlihat mudah dan tidak terlalu menganggu para pelanggan secara keseluruhan seperti yang dilakukan Wall Street Journal, namun menjangkau pembaca-pembaca dengan kebutuhan-kebutuhan khusus yang bersedia membayar untuk konten premium yang bermutu.

Dan yang pasti, dengan konten premium seperti ini sangat cocok untuk diterapkan di blog-blog yang niche dengan pembaca yang niche pula. Namun hati-hati, strategi ini bisa menjadi boomerang dan membuat blog anda ditinggalkan pembaca jika anda salah menerapkan strategi ini. Pastikan konten yang anda berikan layak untuk dibaca (dan dibayar) oleh pelanggan, dan konten yang bersifat khusus (niche) akan sangat mendukung ketertarikan pembaca untuk berlangganan.

Apakah DS cocok dibuat versi berbayar? Kalau NavinoT? Bagaimana dengan video podcast dari BitesMedia? :p

ps:baca tulisan saya di Spasi mengenai konten premium 😉

Jangan Sisipkan Iklan di Video YouTube Anda!

YouTube dalam persaingan panasnya dengan Hulu, mulai menggaet publisher-publisher video sebanyak-banyaknya untuk masuk ke YouTube dan menggunakan layanan premiumnya. Namun hari ini kabarnya YouTube mulai resah dan mengirimkan notifikasi ke produser video yang menggunakan media video di YouTube sebagai sarana transaksi langsung dengan advertiser. YouTube mengklaim bahwa hal tersebut melanggar Terms of Service dimana pengguna dilarang mem-publish video komersial tanpa ijin.

Langkah halus dari YouTube ini makin menegaskan bahwa YouTube menyadari banyak advertiser yang lebih memilih beriklan langsung ke video publisher daripada lewat Google Video Ad Platform, mengingatkan saya akan strategi monetisasi video a la Revver. YouTube dengan pesan ini berusaha menyadarkan para video publisher agar menyerahkan proses advertising melalui platform Google Video Ad, dan tentu saja mendatangkan revenue untuk Google. Sebuah kerja keras untuk mempertahankan video publisher yang sudah ada agar tidak melarikan diri ke layanan lain, namun di satu sisi berusaha mendatangkan revenue untuk perusahaan, benar-benar tidak mudah.

Sayangnya (dan pastinya) ada beberapa keluhan dari pengguna setia YouTube yang sudah menggunakan YouTube untuk koleksi video buatan-sendiri yang berisi iklan komersial yang selama ini dibiarkan saja oleh Google. Notifikasi ini tentu mengganggu untuk beberapa pihak yang sudah nyaman menggunakan YouTube untuk alasan komersial, namun jangan sampai YouTube justru di-dikte oleh penggunanya dan mengabaikan kebutuhan dasar layanannya, seperti kesalahan yang dilakukan Facebook.

Lagipula, alasan untuk langkah yang diambil YouTube nampaknya cukup logis dan beralasan. At least untuk saya 🙂

Iklan Teks di Twitter?

Ada yang berbeda dengan halaman web Twitter pagi ini, mungkin tidak terlalu terlihat mencolok namun jelas terdapat perbedaan. Sekarang di halaman home web Twitter, dibawah lokasi Following/Followers/Updates terdapat block link, dalam kasus saya berupa tulisan “Widget”. Memang sih, link widget ini nantinya masuk ke salah satu halaman lain di Twitter yaitu halaman widget namun sepertinya hal ini membuka sebuah peluang baru untuk Twitter.

Kesulitan monetizing yang dihadapi Twitter, meskipun memiliki basis pengguna yang sangat besar, seperti memaksa Twitter untuk bekerja keras mencari peluang mendatangkan revenue. Iklan di website Twitter merupakan pilihan yang banyak disarankan, karena sebenarnya kebanyakan pengguna Twitter menggunakan aplikasi third party via API Twitter. Tentu saja tidak terlalu mengganggu bukan? Dan saya pribadi-pun tidak keberatan ada iklan di web Twitter selama tidak terlalu mengganggu.

Facebook Incar Pasar Mobile

Facebook, situs jejaring sosial terbesar di dunia ini sedang berusaha mengembangkan layanan mobile-nya untuk mendukung handset seperti Nokia, Apple, dan tentunya BlackBerry dengan menjaring beberapa rekanan penyedia layanan wireless dan produsen telepon genggam. Mengingat fakta bahwa 13% pengunjung Facebook masuk menggunakan perangkat mobile, maka hal ini merupakan strategi yang sangat masuk akal.

Sampai saat ini Facebook sudah mengembangkan aplikasi Facebook untuk iPhone dan Blackberry, yang memungkinkan pengguna mengirimkan update status dan pesan ke rekan2 mereka di Facebook. Dan sekarang Facebook berusaha untuk membawa penggunanya “lebih dekat” via perangkat mobile dengan mengijinkan penggunanya untuk menggabungkan nomor telepon di daftar kontak dengan rekan-rekannya di Facebook.

Tidak hanya Facebook, namun para pengembang perangkat juga mendukung, misalnya perangkat INQ1 (UK only) yang sudah menampilkan foto profile facebook ketika seorang kontak menelpon tentunya jika sudah disesuaikan dengan daftar kontak.

Facebook saat ini juga sedang berdiskusi dengan Nokia untuk memasukkan aplikasi Facebook secara default ke dalam handphone besutan produsen telepon genggam terbesar di dunia itu. Jejaring terbesar di dunia bekerja sama dengan produsen handphone terbesar di dunia, kombinasi yang mantap dan mematikan! Tentu saja strategi ideal ini dijalankan Facebook untuk menarik lebih banyak pengguna, dan hal ini tentu saja menguak pertanyaan lama yang masih menyelimuti Facebook dan beberapa situs jejaring sosial lainnya : How do you convert traffic and community into revenue?

Gosip yang tersebar di Twitter dan beberapa situs berita lainnya adalah Twitter dan Facebook akan men-charge account atas nama organisasi terutama organisasi komersil. Twitter mungkin akan menghadapi sedikit kesulitan menerapkan strategi ini karena sudah banyak perusahaan komersil seperti Dell, Zappos, dan Yahoo yang sudah menggunakan Twitter secara gratis. Namun Facebook kemungkinan tidak akan mendapat banyak masalah menerapkan strategi ini karena pada terms & condition miliknya, organisasi/perusahaan/komersil tidak boleh mendaftar di Facebook dan Facebook hanya menerima pendaftaran untuk individual.

sumber : bloomberg

Info tidak penting

Ngomong2 soal mobile, DailySocial juga sudah memiliki versi mobile lho, anda sudah mencobanya? 😀

Silahkan coba akses dailysocial.net melalui perangkat/browser mobile anda 🙂

Monetisasi Jejaring Sosial

Oke, anda punya ide dan konsep brilian untuk membangun sebuah situs jejaring online. Ide yang sangat orisinil, belum ada yang punya, unik! Anda langsung mengkontak teman-teman web developer, programmer, dan designer untuk mengajak rapat mengenai ide ini. Wah! Responnya ternyata sangat positif! Pasti akan banyak yang bergabung ke komunitas ini, pindah dari Friendster atau Facebook. Continue reading Monetisasi Jejaring Sosial

Pixsy : Monetize Konten Video

Pixsy Corp, sebuah startup yang berkecimpung di bisnis lisensi gambar dan video hari meluncurkan “Premium Feed” di situs video miliknya, Pixsy. Premium Feed ini menawarkan metode monetisasi untuk para publisher video dengan meletakkan iklan di dalam tiap video. Pixsy Corp didirikan tahun 2005 oleh beberapa karyawan dari Microsoft yang mengelola mesin pencari milik Microsoft, Live.com.

Pixsy sendiri lebih mengincar pasar B2B (Business to Business) dan juga menawarkan full customize video player untuk semua rekanannya seperti The Washington Post, Lycos, National Lampoon, dll. Satu fitur monetize yang membedakan Pixsy dengan penyedia layanan lain, adalah anda dapat melakukan pencarian video yang sudah tersisip iklan didalamnya, dan anda pun dapat bagian revenue dari pencarian tersebut. Jadi ketika pengguna  melakukan pencarian video di situs anda dengan kata kunci “mobil”, lalu ditampilkan video (berisi iklan) dari  *misal* The Washington Post, maka The Washington Post akan men-share revenue dari iklan yang ditampilkan tersebut dengan anda. Lumayan bukan?

Pixsy sendiri sekarang sudah memiliki koleksi 2 juta video di Premium Feed miliknya, dan Pixsy sedang mengusahakan untuk meng-embed iklan AdSense juga didalamnya sebagai sumber revenue, dan menjadi semacam “makelar” iklan di video.