Tag Archives: Monita Moerdani

Mengikis stigma bias gender, mulai banyak pendiri dan jajaran C-level perempuan di perusahaan teknologi

Mendukung Kesetaraan Gender di Ekosistem Startup

Tahun 2019 bisa dibilang merupakan tahunnya entrepreneur perempuan di Indonesia. Makin maraknya startup yang didirikan perempuan dan menyasar perempuan dan aliran dana segar investor mendukung pertumbuhan bisnis femtech. Ekosistem startup dianggap memberi keterbukaan dan peluang bagi perempuan untuk berkarya. Perlahan tapi pasti, kesetaraan gender di Indonesia terjadi di berbagai startup teknologi.

“Menerima perempuan sebagai pemimpin di perusahaan, bukan hanya tentang mencapai kesetaraan gender. Namun juga berpengaruh kepada hasil yang lebih baik. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa lingkungan pekerjaan yang beragam dan inklusif akan menjadi lebih produktif dan lebih bahagia daripada rekan-rekan mereka yang homogen,” kata Managing Director Digitaraya Nicole Yap.

Di edisi Kartini bulan ini, DailySocial mengupas tantangan dan cara cerdas para perempuan menyelesaikan tugas sambil mengurusi rumah tangga.

Teknologi membuka peluang

Menurut para pemimpin di industri, teknologi secara langsung membuka kesempatan bagi perempuan untuk memberikan kontribusi lebih kepada perusahaan. Menurut CFO Ovo Sharly Rungkat, jumlah perempuan yang bekerja di perusahaan teknologi mulai banyak jumlahnya. Tidak hanya mendirikan startup, para perempuan mulai menyasar lapangan pekerjaan yang sebelumnya banyak didominasi laki-laki.

“Saya melihat industri teknologi mungkin berkembang lebih cepat daripada industri lain dalam menerima pegawai tanpa memandang jenis kelaminnya. Secara pribadi, dari pengalaman bekerja saya di New York atau di Jakarta, saya cukup beruntung untuk dianggap oleh orang-orang yang bekerja sama dengan saya secara adil. Di Ovo, kami tentunya melakukan perekrutan berdasarkan pada meritokrasi. Saya melihat banyak pemimpin perempuan di organisasi kami yang dapat memiliki departemen sendiri tanpa memiliki perbedaan gender,” kata Sherly.

Meritokrasi juga diterapkan CEO Kotoko Cynthia Krisanti. Menurutnya saat ini perusahaan di industri teknologi telah mengadopsi atau bergerak menuju budaya meritokratis. Perusahaan-perusahaan tersebut telah memiliki rencana atau struktur kerja yang berorientasi pada tujuan dan penilaian kinerja berbasis kepada hasil kuantitatif.

Dengan menjadi meritokratis, perusahaan-perusahaan di industri teknologi dapat meminimalkan, jika tidak menghilangkan, bias gender di tempat kerja. Lingkungan kerja yang produktif sudah banyak diterapkan industri teknologi.

Langkah selanjutnya, yang bisa diambil oleh perempuan bekerja, adalah bisa lebih berani mengambil keputusan.

“Saya cukup beruntung mengalami kesetaraan gender sepanjang perjalanan karier saya di industri teknologi. Sebagai seorang pemimpin, saya harus siap untuk membuat keputusan yang tidak sempurna setiap hari, dan belajar darinya. Kesalahan tidak bisa dihindari, tetapi yang penting bagi para pemimpin adalah bagaimana mereka bereaksi terhadap kesalahan ini dan bangkit dengan lebih baik lagi,” kata Cynthia.

Keterbukaan dan peluang yang diberikan startup dirasakan benar oleh SVP Transport Marketing Gojek Monita Moerdani. Dirinya melihat lingkungan kerja yang mendukung dan apresiasi dari rekan kerja laki-laki sehingga mendorong suasana kerja lebih positif.

“Setidaknya di perusahaan teknologi tempat saya bekerja, inklusi perempuan adalah topik utama. Saya melihat upaya nyata dari perusahaan untuk meningkatkan kesetaraan gender dalam hal kepemimpinan. Di saat yang sama mereka telah memberikan inspirasi kepada generasi muda perempuan menjajaki karier di bidang yang kurang populer di antara mereka [seperti engineering]. Saya pikir itu perlu dilakukan secara dua arah,” kata Monita.

Perusahaan juga perlu memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan dalam proses perekrutan dan pengembangan karier. Mereka memastikan bahwa bidang yang saat ini didominasi laki-laki dapat menarik lebih banyak perempuan.

“Saya juga percaya bahwa industri teknologi adalah tempat di mana seseorang dapat dan harus dievaluasi berdasarkan kemampuannya. Karena itu, fakta bahwa Anda adalah laki-laki atau perempuan, seharusnya tidak relevan. Saya sungguh berharap saya berada di tempat saya sekarang karena saya memiliki kualifikasi dan keterampilan yang tepat untuk pekerjaan, bukan karena saya seorang woman engineer,” kata VP Engineering DANA Ignatia Suwarna.

Peranan sebagai mentor

Tidak hanya kemampuan menyelaraskan anggota tim, pemimpin perempuan di startup teknologi juga harus bisa menjadi mentor untuk memotivasi anggota tim mereka. Peranan tersebut dirasakan benar oleh Software Engineer Lead (Fintech) Tokopedia Vania Christie Chandra. Sebagai seorang Lead, dirinya diberikan kepercayaan membangun dan membekali talenta software engineer dengan perspektif dan keterampilan baru.

“Sebagai seorang mentor yang mengelola 15 talenta digital, saya terus berupaya mengetahui segala kebutuhan tim dari setiap aspek sekaligus memberikan dukungan penuh agar mereka terus berkarya lewat teknologi,” kata Vania.

Peranan sebagai mentor juga dirasakan Sharly yang selama ini bertanggung jawab mendukung pertumbuhan bisnis salah satu ekosistem digital terbesar di Indonesia. Dalam mengelola Ovo, Sharly harus menggabungkan semua strategi bisnis, proses peningkatan dan ketekunan keuangan untuk memastikan pertumbuhan OVO yang berkelanjutan. Mengelola faktor internal dan eksternal akan menjadi sangat penting untuk menjaga perusahaan tetap agile menyesuaikan kondisi ekonomi.

Tantangan terbesar yang masih banyak ditemui entrepreneur perempuan adalah minimnya jaringan. Tidak hanya di Indonesia namun juga secara regional. Dengan alasan itulah  Simona Accelerator diluncurkan pada tahun 2019 yang mempertemukan para entrepreneur perempuan di Indonesia dan regional. Agar lebih banyak perempuan terjun ke teknologi dan startup, Gojek juga memiliki program Gojek Xcelerate yang di salah satu batch-nya berkomitmen mengembangkan 10 startup terbaik oleh perempuan dari Indonesia dan Asia Pasifik.

Mengatur urusan keluarga dan pekerjaan

Salah satu kendala yang kerap dirasakan perempuan bekerja adalah menentukan prioritas antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Mereka harus bisa mengelola semua tanggung jawab di rumah dan di kantor. Cara yang banyak diterapkan oleh mereka adalah berbagi tugas dengan suami dan tidak hanya membebankan urusan rumah tangga kepada satu pihak saja.

“Saya cukup beruntung bahwa saya bekerja di sebuah organisasi yang mendukung saya untuk berada di rumah hampir setiap hari ketika anak-anak saya kembali dari kegiatan sehari-hari. Sebelum mereka tidur, saya mencoba untuk memiliki kualitas dan waktu yang menyenangkan bersama mereka. Setelah mereka pergi tidur, saya kembali bekerja,” kata Ignatia.

Setiap orang memiliki keunikannya masing-masing. Yang perlu diperhatikan semua perempuan bekerja adalah tidak perlu khawatir metode pendekatan yang diterapkan untuk mengelola keluarga dan pekerjaan. Lakukan cara yang dianggap paling ideal sebagai istri dan seorang pimpinan di perusahaan.

“Saya pikir bukan hal yang mudah untuk menyeimbangkan karier dan keluarga. Namun, keuntungan yang dimiliki perempuan adalah kemampuan mereka menangani berbagai tugas. Tinggal di Indonesia pasti telah membantu dalam hal memiliki sistem pendukung. Secara pribadi kadang-kadang bisa cukup menantang. Sebagai profesional perempuan, saya pikir kita cenderung memikul tanggung jawab keluarga, rumah tangga, dan pekerjaan secara otomatis. Jadi bagi saya, memiliki hak bekerja dan lingkungan di rumah, dengan pasangan, tim, rekan kerja dan atasan yang mendukung menjadi kunci keberhasilan,” kata Sharly.

Hal yang sama juga dirasakan para perempuan yang sudah menikah dan belum memiliki anak. Kebebasan dan kesempatan untuk menentukan waktu yang ideal berkumpul bersama pasangan dan melanjutkan pekerjaan dirasakan benar selama menjadi pimpinan di startup.

“Secara pribadi, saya belum memiliki pengalaman sebagai orang tua. Saya sudah menikah tetapi belum memiliki anak. Untuk berbagi sedikit pengalaman pribadi, saya dan pasangan telah menyetujui pembagian tanggung jawab yang sama. Kami tidak percaya bahwa merawat rumah adalah hanya tugas istri. Oleh karena itu, bagi saya, dengan keluarga yang terdiri dari dua orang [hanya saya, suami saya, dan 2 anjing], tugas saya sebagai seorang istri cukup sederhana, work-life balance yang dapat dicapai,” kata Cynthia.

Bagi mereka yang masih lajang, fasilitas yang diberikan perusahaan menjadi motovasi tersendiri untuk bekerja. Salah satunya adalah ruang bermain dan penitipan anak saat ibu atau ayah mereka bekerja. Fasilitas ini sudah banyak ditawarkan startup, termasuk Tokopedia.

“Walau saya belum berkeluarga, yang bisa saya sampaikan bahwa selain memberikan fleksibilitas jam kantor dan berbagai fasilitas lainnya, Tokopedia telah menyediakan Kid’s Room yang memudahkan orang tua tetap dapat menikmati waktu berkualitas dengan anak sambil bekerja. Dengan berbagai inisiatif lainnya, harapannya Nakama [sebutan pegawai Tokopedia], baik yang juga berperan sebagai seorang ibu maupun ayah, dapat memenuhi kebutuhan yang beragam dengan menjalankan tanggung jawab karier maupun rumah tangga,” kata Vania.

Hal senada diungkapkan Monita yang melihat fasilitas lengkap di kantor bisa mendukung produktivitas perempuan bekerja. Meskipun belum memiliki pengalaman berkeluarga, dirinya melihat banyak rekan kerja di kantor yang merasakan benar keuntungan kebijakan dan fasilitas yang diberikan perusahaan.

“Saya bersyukur bahwa Gojek secara aktif memfasilitasi kebutuhan tersebut dengan menyediakan tempat penitipan anak untuk orang tua yang bekerja, di mana mereka bisa mendapatkan perawatan dan pendidikan yang tepat untuk anak-anak,” kata Monita.