Tag Archives: Monk’s Hill Ventures

Startup aquatech DELOS mengumumkan telah menutup putaran pertama pendanaan seri A dengan nominal yang dirahasiakan, dipimpin oleh Monk’s Hill Ventures. Namun, menurut data di situs Crunchbase, investasi yang diraih DELOS mencapai $5,75 juta (sekitar Rp88 miliar).

Pendanaan ini diumumkan selang sebulan setelah DELOS merumahkan sejumlah karyawannya.

DELOS akan memanfaatkan dana segar tersebut untuk melipatgandakan produksi melalui pengembangan AquaHero dan AquaLink, menggiatkan penelitian, dan mengembangkan fitur demi meningkatkan dampak pada efektivitas rantai pasok.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan pada hari ini (7/9), Co-Founder dan Managing Partner Monk’s Hill Ventures Kou-Yi Lim menuturkan, DELOS memajukan penggunaan ilmu dan teknologi data dalam industri budidaya udang di Indonesia. Perusahaan terbukti mampu meningkatkan produktivitas pertanian dengan mengurangi biaya input, sekaligus memungkinkan ketertelusuran dan keberlanjutan dalam praktik pertanian.

“Kami senang dapat bermitra dengan tim DELOS dalam mentransformasi industri akuakultur yang penting dan strategis, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh Asia Tenggara. Ini merupakan investasi yang berpotensi memberikan dampak besar bagi kami,” kata Lim.

DELOS didirikan pada 2021 oleh Guntur Mallarangeng, Aris Noerhadi, Alexander Farthing, dan Bobby Indra Gunawan Wibisono. DELOS punya misi memajukan Indonesia menjadi pusat produksi makanan laut berbasis akuakultur internasional pada dekade berikutnya.

Revolusi ini akan menjadi perubahan radikal untuk mendorong pertumbuhan dan modernisasi industri akuakultur Indonesia yang bernilai $2,5 miliar dan semakin mengintegrasikannya ke dalam rantai pasokan makanan laut global.

Sejak mendapat pendanaan putaran awal pada Maret 2022, DELOS telah meluncurkan produk pertanian, AquaHero, yakni sistem produktivitas pertanian lengkap yang menggabungkan keahlian ilmiah, teknologi, dan keunggulan operasional untuk meningkatkan hasil pertanian dan mempertahankan profitabilitas.

AquaHero menggunakan metode pengumpulan data kelas atas dan model biologis mutakhir untuk memprediksi dan memitigasi risiko panen, model yang akan dilatih di ratusan tambak udang dalam ekosistem DELOS di seluruh Indonesia. Hal ini dipadukan dengan teknologi yang diperlukan dan keahlian operasional, diklaim terbukti mampu meningkatkan produktivitas peternakan bagi industri akuakultur Indonesia.

Terdapat pula, AquaLink, sebuah platform pemanenan dan logistik yang memungkinkan DELOS menangkap dan menyediakan pasokan makanan laut yang berkelanjutan dan dapat ditelusuri di bagian hilir rantai nilai. Perusahaan ini saat ini bertanggung jawab memproduksi dan mendistribusikan ribuan ton udang setiap tahunnya, dan telah mengambil langkah-langkah untuk mengintegrasikan pasokannya ke pasar makanan laut global senilai $300 miliar.

CEO DELOS Guntur Mallarangeng mengatakan bahwa sektor budidaya perikanan di Indonesia membutuhkan pertumbuhan selama beberapa dekade terakhir. Sebagian besar keputusan bertani masih dibuat berdasarkan firasat dan tradisi, bukan berdasarkan data dan praktik pertanian empiris.

“Keunggulan alam Indonesia sebagai negara maritim tropis terbesar di dunia memberikan semua teka-teki yang dibutuhkan Indonesia untuk menjadi produsen makanan laut terbesar di dunia. Meningkatkan penerapan teknologi dan praktik terbaik di industri akuakultur akan membantu kita mewujudkan potensi sebenarnya. Ini bisa menjadi industri yang sangat strategis bagi Indonesia,” kata Guntur.

Industri akuakultur di Indonesia diketahui terhambat oleh sejumlah tantangan klasik pada aspek rantai pasok. Rendahnya adopsi teknologi hingga kurangnya akses terhadap fasilitas pembiayaan juga ikut menghambat produktivitas budidaya dan produksi udang yang ditargetkan tumbuh 250% dalam tiga tahun ke depan.

Tantangan-tantangan di atas dinilai membatasi output prosesor hilir hingga rata-rata 40%-60% dari total kapasitas. Selain itu, tak sampai 5% sektor pertanian yang memiliki produktivitas lebih dari empat kali dibandingkan pertanian tetangganya (40 ton vs 10 ton/Ha).

Co-Founder dan Country Manager Glints Indonesia Steve Sutanto dan Partner Monk's Hill Ventures Susli Lie / Glints

Tren Rekrutmen di Startup Tahun 2023

Pandemi berdampak signifikan pada industri talenta digital di Indonesia. Dengan banyaknya perusahaan yang menghadapi tantangan ekonomi, tidak sedikit dari mereka terpaksa mengurangi tenaga kerja yang dimiliki dengan dalih efisiensi, termasuk di sisi talenta digital.

Menurut laporan Asosiasi E-commerce Indonesia (iDEA), industri perdagangan digital pun juga mengalami peningkatan PHK yang signifikan akibat pandemi.

Dalam laporan yang dirilis oleh Glints dan Monk’s Hill Ventures bertajuk “Temuan Pergeseran Fokus Perekrutan ke Peran yang Lebih Menghasilkan Pendapatan bagi Startup di Indonesia”, terungkap bahwa krisis akan talenta teknologi terus berlanjut di Indonesia. Kebutuhan talenta teknologi tetap kuat, dengan penghasilan rata-rata 38% lebih tinggi daripada posisi non-teknologi lainnya.

“Terlepas dari PHK teknologi baru-baru ini, masih ada peluang untuk para pemain industri yang lebih tradisional karena mereka haus akan bakat. Untuk startup, mungkin ada beberapa tantangan, tetapi sekarang adalah waktu yang tepat untuk memulai dan mengembangkan bisnis dengan fokus pada profitabilitas,” kata Co-Founder dan Country Manager Glints Indonesia Steve Sutanto.

Laporan iterasi kedua ini memaparkan analisis mendalam tentang tren perekrutan, gaji, serta data ekuitas untuk pendiri, eksekutif C-suite, dan talenta startup dari 10.000 poin data dan melalui 30 wawancara dengan pendiri startup di Indonesia, Singapura, dan Vietnam.

Kebijakan perusahaan dan dan tunjangan

Terkait dengan tunjangan karyawan, banyak startup tampak mengurangi tunjangan dan fasilitas tambahan di luar gaji pokok (fringe benefit) guna memangkas biaya. Meski begitu, gaji ke-13, bonus berdasarkan kinerja, serta sistem kerja fleksibel (sudah makin umum di berbagai pasar) tetap dianggap wajib.

Pada kenyataannya, jika tunjangan yang diberikan hanya yang wajib saja, karyawan justru lebih memahami dan menghargai tunjangan yang diterimanya. Hal ini juga mengurangi ambiguitas dan keruwetan.

Dalam laporan tersebut juga terungkap, kebijakan sistem kerja di tahun 2023 yang menjadi opsi bagi pegawai di antaranya adalah, bekerja secara hybrid atau penggabungan kehadiran pegawai di kantor dan di rumah. Sebanyak 59%  responden di Indonesia memilih opsi tersebut.

Sementara sisanya seperti kembali bekerja di kantor hanya 33% saja, dan yang terakhir adalah kerja secara remote sebanyak 8%. Sebanyak 45% startup menawarkan opsi kerja hybrid dan 12% lain menawarkan remote working untuk karyawan di berbagai pasar.

Sementara itu terkait kompensasi ekuitas, lebih dari 86% startup di kawasan Asia Tenggara telah menawarkan ESOP, tetapi masih terkonsentrasi pada sepertiga talenta di perusahaan terkait. Sebagian besar ESOP baru diberikan kepada jajaran eksekutif dan talenta senior.

“Lingkungan startup memerlukan orang-orang dengan rasa kepemilikan yang tinggi. Kalau ingin orang-orang kita benar-benar merasa memiliki perusahaan, ya harus kita perlakukan sebagai pemilik perusahaan Karena itulah, kami meyakini bahwa semua orang di perusahaan harus menerima ESOP, tidak hanya sekelompok orang saja,” kata Co-founder dan CEO Glints Oswald Yeo.

Posisi strategis di startup

Untuk memenuhi kebutuhan pegawai yang relevan, beberapa perusahaan juga masih terus melakukan proses perekrutan pegawai. Sebanyak 86% pendiri perusahaan yang diwawancarai akan terus mengadakan perekrutan pada tahun 2023, meski tidak secara besar-besaran.

Dalam laporan tersebut terungkap, engineering masih merupakan fungsi dengan permintaan talenta tertinggi di Singapura, Indonesia, dan Vietnam. Ketiga pasar ini umumnya dianggap memiliki talenta fungsi engineering yang kuat oleh para pendiri perusahaan. Di antara semua peran di fungsi teknologi, peran di fungsi engineering juga masih berada di peringkat teratas dalam hal besaran gaji.

Dalam laporan tersebut juga disebutkan, DevOps tercatat menerima lonjakan gaji tertinggi (19%) di antara peran-peran di fungsi engineering lainnya di seluruh pasar. Peran DevOps kian penting karena startup baru hampir bisa dipastikan akan mengawali langkahnya dari komputasi awan.

Posisi lainnya yang juga akan makin populer tahun ini dicari oleh perusahaan adalah product. Fungsi product akan jadi prioritas startup yang berada di tahap awal, agar bisa cepat mencapai tahap product-market fit.

Setelah engineering dan product, data menyusul di posisi ketiga sebagai fungsi dengan permintaan tertinggi. Gaji peran-peran di fungsi data melonjak signifikan sejak laporan terakhir, seiring kian maraknya pemanfaatan ilmu data, pembelajaran mesin, dan AI oleh berbagai bisnis yang mendayagunakan teknologi dalam produknya (tech-enabled).

Sementara itu untuk posisi non-teknologi di startup yang juga semakin populer dicari tahun ini adalah, business development & sales. Di sisi lain, perekrutan di bidang marketing dan public relation (PR) kian populer karena pendiri perusahaan menggeser fokusnya ke pertumbuhan berkelanjutan.

Pendanaan seri D Glints

Rencana Bisnis Glints di Indonesia Usai Dapatkan Pendanaan Seri D 742 Miliar Rupiah

Platform pencarian kerja dan pengembangan karier Glints mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri D senilai $50 juta atau setara 742 miliar Rupiah. DCM Ventures, Lavender Hill Capital, dan investor sebelumnya PERSOL Holdings memimpin putaran investasi ini.

Sejumlah investor juga mendukung pendanaan ini, di antaranya Endeavor Catalyst dan investor sebelumnya termasuk Monk’s Hill Ventures, Fresco Capital dan Binny Bansal, salah satu pendiri Flipkart.

Dana segar akan difokuskan penguatan basis bisnis di Filipina, sekaligus memperkuat tim teknis yang mereka miliki dengan fokus pada pengembangan unit layanan di dalam platform.

“Misi kami adalah memberdayakan 120 juta profesional muda di Asia Tenggara dalam mewujudkan potensi mereka. Kami juga percaya bahwa karier seseorang adalah sebuah perjalanan, dan ekosistem talenta perlu dibangun secara keseluruhan untuk mendukung para profesional berbakat ini dalam hal pengembangan karier dalam hidup, dan bukan hanya pencocokan pekerjaan sekali,” ujar Co-Founder & CEO Glints Oswald Yeo.

Didirikan di Singapura pada tahun 2013, Glints saat ini telah memberdayakan lebih dari 6 juta talenta dan membantu 50 ribu perusahaan. Saat ini mereka telah beroperasi di 6 negara, termasuk Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, dan Taiwan.

Fokus bisnis di Indonesia

Secara terpisah Co-Founder & Country Manager Glints Steve Sutanto mengatakan, di Indonesia basis pertumbuhan pemberi kerja mencapai 4x yoy. Saat ini Glints telah bekerja sama dengan sejumlah perusahaan seperti IKEA, Kawan Lama Group, BCA Digital, dan lainnya. Di sisi talenta aktif di platform, Glints juga melihat peningkatan 2x yoy dengan total 2,3 juta profesional muda terdaftar.

“Kami ingin terus mengembangkan basis pemberi kerja dan talenta di Indonesia. Untuk para profesional, kami terus berinovasi dan menyediakan alat dan sumber daya saat mereka tumbuh dalam karier mereka. Ini termasuk perluasan mentor, kursus peningkatan keterampilan, dan anggota komunitas,” imbuh Steve.

Model bisnis Glints dijalankan melalui sejumlah layanan utama, seperti Recruitment, Managed Talent, JobSearch, ExpertClass dan Community. Perusahaan pengatakan, pendapatan tahunan dan laba kotor tumbuh 2,5x lipat dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu. Sekaligus melanjutkan tren pendapatan tahunan yang tumbuh dengan persentase tiga digit.

Proposisi nilai yang ditawarkan

Tidak dimungkiri, di industri perekrutan Glints dihadapkan sejumlah pesaing, baik dari dalam maupun luar Indonesia. Salah satu tren yang kami amati, model perekrutan juga mulai tersegmentasi. Misalnya untuk talenta teknis (developer, data scientist, designer dll) saat ini ada platform khusus yang menawarkan talent pool terkurasi. Bahkan beberapa dari mereka juga menghadirkan supply melalui rangkaian program seperti bootcamp.

Kendati demikian Steve cukup percaya diri untuk bisa beradu dalam peta persaingan ini. Ia mengatakan, Glints punya proposisi nilai yang kuat — mengklaim sebagai satu-satunya pemain di pasar yang fokus membangun ekosistem talenta secara menyeluruh.

“Kami juga memiliki salah satu talent pool terbesar untuk talenta teknologi di Indonesia. Artinya, fokus kami melampaui pencocokan pekerjaan tradisional dan berupaya mendukung para profesional saat mereka maju dalam karier melalui peningkatan keterampilan dan komunitas. Dan bagi pemberi kerja yang membantu mereka menemukan talenta yang tepat di mana saja,” ujar Steve.

Ia melanjutkan, “Untuk pemberi kerja, kami melihat pergeseran, lebih banyak keterbukaan terhadap kerja jarak jauh. Selain itu, kami melihat minat yang meningkat dari pengusaha di luar Indonesia yang mencari talenta teknologi lokal seperti di Batam.”

Secara keseluruhan, layanan rekrutmen kerja remote lintas negara Glints tumbuh 2x lipat, seiring besarnya minat pengusaha secara global untuk merekrut karyawan berbakat di Asia Tenggara. Faktanya, peluang kerja secara remote di platform Glints juga telah meningkat lebih dari 10x lipat dari tahun ke tahun. Di antaranya, pemberi kerja mencari talenta di luar negara mereka atau peluang kerja cross-border juga meningkat lebih dari 3x dari tahun ke tahun.

Application Information Will Show Up Here

Dagangan Discloses Pre Series B Funding Worth of 95 Billion Rupiah

Dagangan social commerce announced pre-series B funding of $6.6 million (over 95 billion Rupiah) led by BPTN Syariah Ventura. Other investors participated in this round, including Monk’s Hill Ventures and Hendra Kwik (Payfazz) participated.

This investment also marks BPTN Syariah Ventura‘s debut after officially announcing its business today (3/6).

Dagangan will use the fresh capital to continue business expansion, increase team capabilities, and product development. Dagangan will soon to collaborate with other financial institutions in developing financial services.

In an official statement, Dagangan’s Co-founder & CEO, Ryan Manafe breaks down the team’s aspirations for the community in remote areas to lift up the economy in the village significantly. “This funding led by BTPN Syariah Ventura is not just an investment, it is the beginning of a joint effort to strengthen an inclusive digital ecosystem for Indonesian people in the future.”

He continued, “We have partnered with BTPN Syariah since 2020 and held the same passion for improving the living standards of Indonesian people in remote areas. Through this funding, BPTN Syariah Ventura provides us access to its ecosystem, hence giving us the opportunity to expand our business, including opportunities for users to gain access and the best financial services.”

Dagangan is a social commerce platform that provides a variety of household needs, ranging from basic necessities, fresh/frozen food ingredients, and fashion products, with same-day and next-day delivery services. The business model used is direct shopping through the Dagangan platform, resellers, and third parties who work with the company.

The Yogyakarta-based startup uses a hub-and-spoke model in its operations. In a sense, building a basic needs procurement center or micro fulfillment center (hub) for second-and third-tier cities, also rural areas. It is resulting in the logistics costs become more efficient. Consumers also have easier access to goods, large producers are also able to reach areas that were previously difficult to reach due to logistical limitations.

“Our main goal is to build the largest integrated retail and e-commerce company in Indonesia that is able to reach 90,000 tier 3-4 villages and cities, where 80% of the total Indonesian population lives,” added Dagangan Wilson Co-founder & President. Yanaprasetya.

Source: Dagangan

He also said, “Therefore, we are very focused on mapping the right business by creating an efficient organization, creating consistent growth, accompanied by the development of innovative technologies for our products. Currently, every transaction on the Dagangan application is able to provide a growing profit, which is rarely happen to the new startups.”

After obtaining series A funding of $11.5 million in September 2021, Dagangan is said to succeed in scoring business growth of up to five times. Currently, the company has over 40 hubs spread across various areas in Yogyakarta, Central Java, and West Java. Dagangan’s products and services have reached nearly 15,000 villages in 40 cities/districts.

BTPN Syariah Ventura

On a separate occasion, this strategic act marked the debut of BPTN Syariah Ventura obtaining Rp300 billion in capital from BPTN Syariah. In a disclosure on the Indonesia Stock Exchange, this venture has an authorized capital of Rp500 billion.

As the core capital authorized, issued and paid-up by the subsidiaries, the composition of BPTN Syariah Ventura becomes Bank BPTN Syariah with a total of 2.97 billion shares with a nominal value of Rp297 billion or 99% of the total issued/paid-up shares in the subsidiary.

Moreover, Bank BTPN has as many as 30 million shares with a nominal value of Rp3 billion or 1% of the total issued/paid-up shares in the subsidiary.

“Referring to the copy of the Decree of the Member of the Board of Commissioners of the Financial Services Authority Number KEP-23/D.05/2022 dated May 20, 2022, which was received by the Company on May 30, 2022 regarding the Granting of a Sharia Venture Capital Company Business License to PT BTPN Syariah Ventura, then The Company’s subsidiaries have effectively run their business as a sharia venture capital company,” the management stated in the announcement.

This formation is a strategic move from BPTN Syariah to chip in to the digital banking competition. One way is to support business activities and create a digital ecosystem for the segments it serves.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Startup social commerce Dagangan mengumumkan perolehan pendanaan Pra-Seri B senilai $6.6 juta yang dipimpin oleh BPTN Syariah Ventura

Dagangan Umumkan Pendanaan Pra-Seri B Senilai 95 Miliar Rupiah

Startup social commerce Dagangan mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri B senilai $6,6 juta (lebih dari 95 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh BPTN Syariah Ventura. Dalam putaran ini turut berpartisipasi investor lainnya, seperti Monk’s Hill Ventures dan Hendra Kwik (Payfazz).

Investasi ini menandai debut perdana BPTN Syariah Ventura setelah diumumkan secara resmi beroperasi yang bertepatan pada hari ini (3/6).

Dana segar akan dimanfaatkan Dagangan untuk meneruskan ekspansi bisnis, meningkatkan kapabilitas tim, dan pengembangan produk. Dagangan juga akan bekerja sama dengan institusi keuangan lainnya untuk mengembangkan layanan finansial.

Dalam keterangan resmi, Co-founder & CEO Dagangan Ryan Manafe menjelaskan pihaknya memiliki aspirasi agar dapat melayani masyarakat hingga ke pelosok, sehingga perekonomian di desa dapat tumbuh secara signifikan. “Pendanaan yang dipimpin BTPN Syariah Ventura ini bukan sekadar investasi semata, namun ini adalah permulaan dari ikhtiar bersama untuk memperkuat ekosistem digital yang inklusif bagi masyarakat Indonesia ke depannya.”

Ia melanjutkan, “Kami telah bermitra dengan BTPN Syariah sejak 2020 dan kami melihat semangat yang sama dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia di pelosok. Melalui pendanaan ini, BPTN Syariah Ventura memberikan kami akses terhadap ekosistem yang mereka miliki, sehingga memberi kami kesempatan memperluas bisnis, termasuk memberikan kesempatan bagi para pengguna untuk mendapatkan akses dan layanan keuangan terbaik.”

Dagangan merupakan platform social commerce yang menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga, mulai dari sembako, bahan makanan segar/beku, hingga produk fesyen, dengan layanan pengantaran di hari yang sama dan esok hari. Model bisnis yang dipakai adalah berbelanja langsung melalui platform Dagangan, reseller, dan pihak ketiga yang bekerja sama dengan perusahaan.

Startup yang berbasis di Yogyakarta ini menggunakan model hub-and-spoke dalam operasionalnya. Dalam artian, membangun pusat pengadaan kebutuhan pokok atau micro fulfillment center (hub) ke kota lapis dua dan tiga dan pedesaan. Alhasil, biaya logistik jadi lebih efisien. Konsumen pun memperoleh akses barang secara lebih mudah, produsen besar juga mampu menjangkau area yang sebelumnya sulit diraih akibat keterbatasan logistik.

“Tujuan utama kami adalah membangun perusahaan ritel dan e-commerce terintegrasi terbesar di Indonesia yang mampu menjangkau 90 ribu desa dan kota-kota tier 3-4, di mana 80% dari total penduduk Indonesia tinggal,” tambah Co-founder & President Dagangan Wilson Yanaprasetya.

Sumber: Dagangan

Ia melanjutkan, “Oleh karena itu, kami sangat fokus pada pemetaan bisnis yang tepat dengan membuat organisasi yang efisien, menciptakan pertumbuhan yang konsisten, dan tentunya disertai dengan pengembangan teknologi yang inovatif untuk produk kami. Saat ini, setiap transaksi pada aplikasi Dagangan mampu memberikan profit yang bertumbuh, yang mana hal ini jarang terjadi pada
startup yang baru berdiri.”

Pasca menerima pendanaan seri A sebesar $11,5 juta pada September 2021, diklaim Dagangan berhasil mencetak pertumbuhan bisnis hingga lima kali lipat. Saat ini, Dagangan telah memiliki lebih dari 40 hub yang tersebar di berbagai area di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Produk dan layanan Dagangan telah menjangkau hampir 15.000 desa di 40 kota/kabupaten.

BPTN Syariah Ventura

Secara terpisah, menandai mulai beroperasinya BPTN Syariah Ventura memperoleh modal ditempatkan sebesar Rp300 miliar dari BPTN Syariah. Dalam keterbukaan di Bursa Efek Indonesia, entitas ventura ini memiliki modal dasar sebesar Rp500 miliar.

Dengan efektifnya penambahan modal dasar serta modal ditempatkan dan disetor entitas anak perseroan, maka susunan di BPTN Syariah Ventura menjadi Bank BPTN Syariah sebanyak 2,97 miliar saham dengan nominal Rp297 miliar atau senilai 99% dari jumlah seluruh saham yang telah ditempatkan/disetor dalam entitas anak.

Kemudian, Bank BTPN sebanyak 30 juta saham dengan nominal Rp3 miliar atau 1% dari jumlah seluruh saham yang telah ditempatkan/disetor dalam entitas anak.

“Merujuk kepada salinan Surat Keputusan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-23/D.05/2022 tertanggal 20 Mei 2022, yang diterima Perseroan pada tanggal 30 Mei 2022 tentang Pemberian Izin Usaha Perusahaan Modal Ventura Syariah kepada PT BTPN Syariah Ventura, maka entitas anak Perseroan telah efektif menjalankan bidang usaha sebagai perusahaan modal ventura syariah,” tulis manajemen dalam pengumumannya.

Pembentukan ini merupakan langkah BPTN Syariah dalam bertarung dalam perbankan digital. Salah satu caranya dengan menunjang kegiatan usaha dan mewujudkan ekosistem digital bagi segmen yang mereka layani.

Application Information Will Show Up Here

CrediBook Closes Series A Round of 116 Billion Rupiah Led by Monk’s Hill Ventures

A digital bookkeeping SaaS startup, CrediBook, announced Series A funding of $8.1 million (over 116 billion Rupiah) led by Monk’s Hill Ventures, with participation from several former investors, including Insignia Ventures Partners and Wavemaker Partners. Both were invested in the $1.5 million pre-series A round that closed in January 2021.

The company will use the fresh fund for national expansion, technology development, employee recruitment. Furthermore, the expansion of CrediMart’s digital wholesale services, through the addition of product categories and conventional wholesale store partnerships along with the expansion of operational areas.

In an official statement, CrediBook’s Co-founder & CEO Gabriel Frans said, the company will focus on answering operational problems faced by wholesalers, as well as working on great potential in the wholesale segment through CrediMart. Based on the data he quoted, there are around 200 thousand wholesale businesses serving 65 million retailers in Indonesia, contributing more than 60% to GDP.

Moreover, based on non-agricultural MSME activities, the estimated size of the market is $260 billion. “This is a very large number, therefore, CrediBook wants to work on this potential through the launch of a digital wholesale service, CrediMart, in September 2021,” Gabriel said, Tuesday (5/4).

Solving the grocery’s operational issue

CrediMart was born from operational problems experienced by conventional wholesale stores that do not have similar digital wholesale services. For wholesalers, CrediMart provides an online ordering application to make it easier for wholesale stores to receive orders and stock management quickly, and is equipped with digital bookkeeping features. As for retail, CrediMart provides online wholesale shopping services, overdue payments, and next-day delivery services.

Since its launching, CrediMart has served around 60 thousand wholesalers and retailers spread across more than 40 cities. Its partners provide a variety of wholesale products, ranging from daily necessities, leading medicines, stationery and office supplies, to building materials. Its revenue growth is claimed to increase up to seven times, increase 50% daily sales of wholesale partners, and increase unique retail customers by 56%.

“Through the digital bookkeeping application, CrediBook wants business actors to have neat financial reports and facilitate access to financing. Meanwhile, CrediMart is increasing the digital capacity of conventional wholesalers through order management and store inventory. CrediMart’s wholesale partners also welcome the digital services we provide because CrediMart helps to improve their business from the aspect of daily sales.”

For CrediBook alone, it is claimed that 40% of its users come from districts and villages in Indonesia. This application has also helped wholesale and retail players make neat financial reports in less than five minutes and has been proven to help speed up the process of applying for People’s Business Credit (KUR).

Regarding this funding, Monk’s Hill Ventures Partner Susli Lie said, for the last two years his team has been observing Gabriel and the CrediBook team working to comprehensively digitize wholesalers. Currently, the process of procuring wholesale and retail goods is still performed manually and is in dire need of digitization. In terms of potential, there are more than 65 million MSME players can be targeted.

“CrediBook has identified issues that need to be resolved, there are operational efficiency (digital bookkeeping applications and digital wholesalers), access to financing, and encouraging expansion for wholesalers to larger retail customers. We are very pleased to be a part of CrediBook’s journey which has mapped the potential of digitizing bookkeeping and digital wholesalers in Indonesia,” Susli said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Startup SaaS pembukuan digital CrediBook mengumumkan perolehan pendanaan Seri A sebesar $8,1 juta yang dipimpin Monk’s Hill Ventures

CrediBook Tutup Pendanaan Seri A 116 Miliar Rupiah Dipimpin Monk’s Hill Ventures

Startup SaaS pembukuan digital CrediBook mengumumkan perolehan pendanaan Seri A sebesar $8,1 juta (lebih dari 116 miliar Rupiah) yang dipimpin Monk’s Hill Ventures, dengan partisipasi dari beberapa investor terdahulu, yaitu Insignia Ventures Partners dan Wavemaker Partners. Keduanya merupakan investor pada putaran pra-seri A sebesar $1,5 juta yang berhasil ditutup pada Januari 2021.

Perusahaan akan memanfaatkan dana segar ini untuk ekspansi nasional, pengembangan teknologi, perekrutan karyawan. Lalu, ekspansi layanan grosir digital CrediMart, melalui penambahan kategori produk dan kemitraan toko grosir konvensional dan perluasan area operasional.

Dalam keterangan resmi, Co-founder & CEO CrediBook Gabriel Frans mengatakan, perusahaan akan fokus menjawab masalah operasional yang dihadapi pelaku grosir, sekaligus menggarap potensi besar di segmen grosir melalui CrediMart. Berdasarkan data yang ia kutip, di Indonesia terdapat sekitar 200 ribu usaha grosir yang melayani 65 juta ritel dan berkontribusi lebih dari 60% terhadap PDB.

Lebih dari itu, berdasarkan aktivitas UMKM nonpertanian, estimasi besarnya pasar tersebut mencapai $260 miliar. “Angka ini sangat besar, sehingga CrediBook ingin menggarap potensi tersebut melalui peluncuran layanan grosir digital, CrediMart, pada September 2021 lalu,” kata Gabriel, Selasa (5/4).

Menyelesaikan isu operasional toko grosir

CrediMart lahir dari permasalahan operasional yang dialami toko grosir konvensional yang tidak memiliki layanan grosir digital sejenis. Bagi rekan grosir, CrediMart menyediakan aplikasi online ordering untuk permudah toko grosir menerima pesanan dan manajemen stok lebih cepat, serta dilengkapi dengan fitur pembukuan digital. Sementara bagi ritel, CrediMart menyediakan layanan belanja grosir online, pembayaran tempo, hingga layanan pengantaran next-day.

Sejak diluncurkan, CrediMart telah menggaet sekitar 60 ribu pelaku grosir dan ritel yang tersebar di lebih dari 40 kota. Para mitranya menyediakan beragam produk grosir, mulai dari kebutuhan sehari-hari, obat-obatan terkemuka, alat tulis dan perlengkapan kantor, hingga bahan bangunan. Pertumbuhan pendapatannya diklaim naik hingga tujuh kali lipat, meningkatkan 50% penjualan harian rekan grosir, dan meningkatkan unique retail customers hingga 56%.

“Melalui aplikasi pembukuan digital, CrediBook ingin pelaku usaha memiliki laporan keuangan yang rapi dan memudahkan akses pembiayaan. Sementara CrediMart meningkatkan kapasitas digital para pelaku grosir konvensional melalui manajemen pesanan dan inventaris toko. Rekan grosir CrediMart juga menyambut baik layanan digital yang kami sediakan karena CrediMart turut membantu meningkatkan bisnis mereka dari aspek penjualan sehari-hari.”

Untuk CrediBook sendiri, diklaim sebanyak 40% penggunanya berasal dari kabupaten dan desa di Indonesia. Aplikasi ini juga telah membantu pelaku grosir dan ritel membuat laporan keuangan yang rapi dalam waktu kurang dari lima menit dan terbukti bantu mempercepat proses pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Terkait pendanaan ini, Partner Monk’s Hill Ventures Susli Lie menuturkan, selama dua tahun terakhir pihaknya telah mengamati Gabriel dan tim CrediBook yang bekerja untuk mendigitalkan grosir secara komprehensif. Saat ini proses pengadaan barang grosir dan ritel masih dilakukan secara manual dan sangat membutuhkan digitalisasi. Bicara potensinya pun sangat besar ada lebih dari 65 juta pelaku UMKM yang dapat menjadi target pengguna.

“CrediBook telah mengidentifikasi masalah yang perlu diselesaikan, yaitu efisiensi operasional (aplikasi pembukuan digital dan grosir digital), akses pembiayaan, dan dorongan ekspansi bagi pelaku grosir ke pelanggan ritel yang lebih besar. Kami sangat senang menjadi bagian dari perjalanan CrediBook yang telah memetakan kembali digitalisasi pembukuan dan grosir digital di Indonesia yang berpotensi,” ujar Susli.

***
Ikuti kuis dan challenge #NgabubureaDS di Instagram @dailysocial.id selama bulan Ramadan, yang akan bagi-bagi hadiah setiap minggunya berupa takjil, hampers hingga langganan konten premium DailySocial.id secara GRATIS. Simak info selengkapnya di sini dan pantau kuis mingguan kami di sini.

Application Information Will Show Up Here

Gajiku Snags 16 Billion Rupiah Seed Funding

The earned wage access (EWA) and HR platform, Gajiku, announced an early-stage investment worth of $1.1 million (approximately 16 billion IDR). This round was led by AC Ventures, with the participation of Agung Ventures, Monk’s Hill Ventures Scouts Program, Sampoerna, and several Indonesian angel investors.

The fresh money will be used for product, sales and business development to bring in new customers, focus on large companies, and increase the number of employees across all functions.

The startup was founded in January 2021 by several founders, including Sherman Tanuwidjaja (CEO), with expertise in developing technology focused HR solutions for large clients including Temasek; and Herry Gunawan (CTO), who was the former Head of Engineering at Ruangguru and Lead Engineer at Tokopedia.

The platform

Gajiku is a payroll and employee management solution provider that enables employees to access on-demand payroll through an employer-centric approach. Gajiku offers a complete suite of employee management processes for attendance, payroll disbursement, and KPI tracking, helping employers digitize their human capital and accounting operations.

Companies generally work with large corporations, such as large retail and manufacturing companies with over 1,500 employees per company in average. 90% of employees registered at Gajiku transact at least once a month through partnerships with conglomerates and Indonesian companies.

Gajiku is usually used by labor-intensive companies that employ thousands of blue-collar workers, most of whom are considered unbanked and may work in informal settings. Low financial literacy among Indonesian blue-collar workers has made them particularly vulnerable to moneylenders and other predatory lenders.

These workers are likely to live from paycheck to paycheck or possible to disappear from the workplace due to immense financial stress. By offering Gajiku’s on-demand payroll services, employers can provide a lifesaver for employees, helping them relieve financial stress and reduce employee turnover.

By combining access to earned wages with human resources and financial services, Gajiku is able to provide a complete range of services that increase business efficiency, reduce employee turnover, and provide financial well-being for the Indonesian working class.

“Indonesia’s blue-collar workforce has enormous potential, when assisted with the right tools and opportunities to develop. With more businesses putting Indonesia as part of a global supply chain, we are working with employers to improve employee management, while ensuring that their employees are in the best financial position to succeed,” Gajiku’s Co-founder and CEO, Sherman Tanuwidjaja said in an official statement, Thursday (27/1).

AC Ventures’ Managing Partner, Adrian Li added, considering the Indonesian workers often sign informal agreements, employee management is business’ top priority to increase efficiency and reducing turnover.

He believes that Gajiku’s company-centric approach will enable employers to positively impact the majority of employees through access to early wages (EWA) and other financial services possibilities. “We are very excited to support the Gajiku team as they change the way for managing employees in Indonesia,” Li said.

EWA’s penetration

In Indonesia, there are several startups that specifically provide EWA solutions, including GajiGesa, Gigacover, wagely, KoinGaji (from KoinWorks), and HaloGaji (from Halofina). The EWA concept is an adoption of similar solutions that have previously been present in developed countries.

Its existence most likely due to money as the main source of stress in Indonesia, citing the Health Living Index published by AIA. Household finances cause Indonesians more stress than work, relationships, or even physical health.

Another global survey by PwC in 2019 found that 67% of workers reported struggling with financial stress, resulting more than two-thirds of the working population are prone to migraines, depression and anxiety. Many studies have highlighted the effects of employee financial stress on business performance.

According to PwC, workers spend three or more hours per week focusing on financial matters rather than their work. Of the employees who reported financial stress, 12% lost their jobs because of the problem, and 31% felt their productivity was affected. One of three workers admit to being less productive at work because of financial stress.

PwC estimates for a company with 10,000 workers, all these financial stress-related problems could cost up to $3.3 million in one year.

In Indonesia alone, the lower middle class workers still dominate the working class. The World Bank noted that out of a total of 85 million income recipients which include employees, casual workers, and self-employed, only 13 million workers or 15% have enough income to support a middle class life with four family members.

Of this group, only 3.5 million or 4% of workers with middle-class income while enjoying full social benefits and having permanent employee status.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup EWA dan platform SDM Gajiku mengumumkan perolehan investasi tahap awal sebesar $1,1 juta dipimpin oleh AC Ventures, dengan partisipasi dari Agung Ventures, Monk’s Hill Ventures, Sampoerna

Startup EWA Gajiku Raih Pendanaan Awal 16 Miliar Rupiah

Startup earned wage access (EWA) dan platform SDM Gajiku mengumumkan perolehan investasi tahap awal sebesar $1,1 juta (sekitar 16 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh AC Ventures, dengan partisipasi dari Agung Ventures, Monk’s Hill Ventures Scouts Program, Sampoerna, dan beberapa angel investor Indonesia.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk pengembangan produk, mendorong penjualan dan pengembangan bisnis untuk mendatangkan pengguna baru, fokus pada perusahaan besar, dan meningkatkan jumlah karyawan di semua fungsi.

Startup ini didirikan pada Januari 2021 oleh sejumlah founder, termasuk Sherman Tanuwidjaja (CEO), dengan pengalaman yang mendalam dalam mengembangkan teknologi yang fokus pada solusi SDM untuk klien besar termasuk Temasek; dan Herry Gunawan (CTO), yang sebelumnya menjabat sebagai Head of Engineering di Ruangguru dan Lead Engineer di Tokopedia.

Platform Gajiku

Gajiku merupakan penyedia solusi penggajian dan manajemen pegawai yang memungkinkan karyawan mengakses gaji sesuai permintaan melalui pendekatan yang berpusat pada pemberi kerja. Gajiku menawarkan rangkaian lengkap proses manajemen karyawan untuk kehadiran, pencairan gaji, dan pelacakan KPI, membantu pemberi kerja mendigitalkan sumber daya manusia dan operasi akuntansi mereka.

Perusahaan umumnya bekerja sama dengan korporasi besar, seperti perusahaan ritel dan manufaktur besar dengan rata-rata lebih dari 1.500 karyawan per perusahaan. 90% dari karyawan terdaftar di Gajiku bertransaksi setidaknya satu bulan sekali melalui kemitraan dengan konglomerat dan perusahaan Indonesia.

Gajiku biasanya digunakan oleh perusahaan padat karya yang mempekerjakan ribuan pekerja kerah biru, yang sebagian besar dianggap tidak memiliki rekening bank dan mungkin bekerja dalam pengaturan informal. Literasi keuangan yang rendah di antara pekerja kerah biru Indonesia telah membuat mereka sangat rentan terhadap rentenir dan pemberi pinjaman predator lainnya.

Para pekerja ini kemungkinan besar hidup dari gaji ke gaji atau cenderung menghilang di tempat kerja karena tekanan keuangan yang sangat besar. Dengan menawarkan layanan penggajian sesuai permintaan Gajiku, pemberi kerja dapat memberikan penyelamat bagi karyawan, membantu mereka meringankan tekanan keuangan dan mengurangi pergantian karyawan.

Dengan menggabungkan akses upah yang diperoleh dengan sumber daya manusia dan layanan pembiayaan, Gajiku mampu menyediakan rangkaian lengkap layanan yang meningkatkan efisiensi bisnis, mengurangi pergantian karyawan, dan memberikan kesejahteraan finansial bagi kelas pekerja Indonesia.

“Tenaga kerja kerah biru Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, bila dibantu dengan alat dan kesempatan yang tepat untuk berkembang. Dengan semakin banyaknya bisnis yang melihat Indonesia sebagai bagian dari rantai pasokan global, kami bekerja sama dengan pemberi kerja untuk meningkatkan manajemen karyawan, sekaligus memastikan bahwa karyawan mereka berada dalam posisi keuangan terbaik untuk sukses,” ucap Co-founder dan CEO Gajiku Sherman Tanuwidjaja dalam keterangan resmi, Kamis (27/1).

Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, mengingat pekerja Indonesia sering menandatangani perjanjian informal, manajemen karyawan merupakan prioritas utama bagi bisnis dalam meningkatkan efisiensi dan mengurangi pergantian.

Dia percaya bahwa pendekatan yang berpusat pada perusahaan oleh Gajiku akan memungkinkan para pemberi kerja untuk memberikan dampak positif bagi sebagian besar karyawan melalui akses upah yang lebih awal (EWA) dan kemungkinan layanan keuangan lainnya. “Kami sangat bersemangat untuk mendukung tim Gajiku saat mereka mengubah cara masuk yang besar prises mengelola karyawannya di Indonesia,” kata Li.

Faktor pendorong kehadiran EWA

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa startup yang spesifik menyediakan solusi EWA. Mereka adalah GajiGesa, Gigacover, wagely, KoinGaji (dari KoinWorks), dan HaloGaji (dari Halofina). Kehadiran EWA ini merupakan adopsi dari solusi serupa yang sebelumnya sudah hadir di negara maju.

Faktor pendorongnya, karena uang adalah sumber utama faktor stres di Indonesia, mengutip dari Health Living Index yang diterbitkan oleh AIA. Keuangan rumah tangga menyebabkan orang Indonesia lebih stres daripada pekerjaan, hubungan, atau bahkan kesehatan fisik mereka.

Survei global lainnya yang diselenggarakan PwC pada 2019 menemukan bahwa sebanyak 67% pekerja melaporkan berjuang pada tekanan finansial, yang berarti lebih dari dua pertiga populasi pekerja rentan terhadap migrain, depresi, dan kecemasan. Banyak penelitian menyoroti efek stres keuangan karyawan terhadap kinerja bisnis.

Menurut PwC, pekerja menghabiskan tiga jam atau lebih per minggu untuk fokus pada masalah keuangan daripada pekerjaan mereka. Dari karyawan yang melaporkan stres keuangan, sebanyak 12% kehilangan pekerjaan karena masalah tersebut, dan 31% merasa produktivitas mereka terpengaruh. Satu dari tiga pekerja mengaku kurang produktif di tempat kerja karena stres finansial.

PwC memperkirakan bahwa untuk sebuah perusahaan dengan 10.000 pekerja, semua masalah yang berkaitan dengan tekanan keuangan ini dapat menelan biaya hingga $3,3 juta dalam satu tahun.

Di Indonesia sendiri, pekerja kelas menengah ke bawah masih mendominasi dari kelas pekerja. Bank Dunia mencatat dari total 85 juta penerima pendapatan yang meliputi, pegawai, pekerja kasual, dan wiraswasta, hanya 13 juta pekerja atau 15% yang memiliki pendapatan cukup untuk membiayai kehidupan kelas menengah dengan empat anggota keluarga.

Dari kelompok tersebut, hanya 3,5 juta atau 4% pekerja dengan pendapatan setara kelas menengah sekaligus menikmati manfaat sosial secara utuh dan memiliki status pegawai tetap.

CEO Doyobi John Tan / Doyobi

Platform Edtech Doyobi Fokus Hadirkan Kurikulum STEM di Sekolah

Besarnya peranan pengajaran berbasis Science, Technology, Engineering dan Math (STEM) untuk anak menjadi salah satu alasan mengapa platform seperti Doyobi hadir. Didirikan pada tahun 2020 di Singapura, secara khusus platform ini memberdayakan para guru melalui penerapan metode pembelajaran berbasis STEM. Perusahaan di bulan Oktober ini telah menerima pendanaan Pra-Seri A yang dipimpin Monk’s Hill Ventures.

Melalui platform coding tanpa perlu dasar kemampuan pemrograman, pendidik Doyobi mengajar dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis STEM dengan cara yang menyenangkan dan interaktif. Selain di negara-negara Asia, sejumlah sekolah di negara-negara benua Afrika juga telah mengadopsi kurikulum Doyobi.

Kepada DailySocial, CEO Doyobi John Tan menyebutkan, “Kami percaya guru merupakan bagian penting untuk mengubah pengalaman anak-anak di dalam kelas. Doyobi berfokus pada pemberdayaan guru dan memberikan dukungan dalam meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengajar dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis STEM dan keterampilan abad ke-21.”

Belajar secara langsung


Memberikan materi dari kelas 1 hingga kelas 12 (SD hingga SMA), perusahaan ingin memosisikan guru sebagai pelatih, mentor atau pemandu dari siswa saat belajar di kelas.

“Untuk itu tim Doyobi memberikan pelatihan kepada para guru agar bisa tampil lebih percaya diri saat proses belajar secara langsung dilakukan. Dengan demikian fungsi mereka bukan hanya sebagai guru namun juga pemandu siswa,” kata John.

Beberapa sekolah yang saat ini sudah menjadi mitra Doyobi adalah Leap Surabaya, Codercadamy, HighScope Indonesia, Mutiara Harapan Islamic School, dan Stella Gracia School. Strategi monetisasi yang diterapkan adalah pengenaan biaya ke sekolah. Sejak diluncurkan, lingkungan pembelajaran virtual Doyobi telah digunakan oleh hampir 2 ribu guru di lebih dari 10 negara. Indonesia dan Filipina adalah dua pasar terbesar Doyobi.

Didukung semangat pemerintah yang mulai melihat pentingnya pengembangan wawasan dan skill STEM, Doyobi berharap dalam beberapa waktu ke depan akan lebih banyak lagi mitra di Indonesia yang bergabung.

“Ke depannya jika memungkinkan Doyobi bisa menjalin kerja sama strategis dengan pemerintah Indonesia dengan memberikan kurikulum STEM di sekolah. Kami melihat Mentri Pendidikan Indonesia, yang memiliki latar belakang teknologi, bisa mendukung program dan kurikulum dari kami,” kata John.

Pendanaan Pra-Seri A

Bulan Oktober ini Doyobi telah berhasil menyelesaikan putaran pendanaan Pra-Seri A senilai $2,8 juta (Rp39 miliar) yang dipimpin Monk’s Hill Ventures. Investor lainnya yang berpartisipasi dalam putaran ini adalah Tresmonos Capital, Novus Paradigm Capital, dan XA Network.

Turut terlibat dalam putaran kali ini adalah angel investor terkemuka Singapura, seperti Quek Siu Rui (CEO Carousell), Oswald Yeo dan Seah Ying Cong (Co-Founder Glints), dan Reuben Lai (Head of Grab Financial Group).

Dana segar tersebut akan dimanfaatkan untuk meluncurkan kursus dan pelatihan kelompok yang bertujuan meningkatkan keterampilan guru. Inisiatif ini ditujukan untuk mengembangkan sumber daya yang dibutuhkan untuk membantu guru mengajar dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis STEM secara efektif. Juga menjadi fokus adalah keterampilan terkini, seperti berpikir kritis dan kreatif di kelas.

Doyobi juga akan menggunakan dana tersebut untuk mendukung komunitas Teachers as Humans, sebuah komunitas online bagi para guru untuk saling mendukung dan mendapatkan peluang untuk mengembangkan diri secara profesional.

“Pendekatan yang dilakukan John dan timnya dalam menggabungkan metode pembelajaran berbasis STEM dengan keterampilan abad ke-21 yang disampaikan melalui lingkungan pembelajaran virtual akan mendorong sistem pendidikan ke depannya,” kata Co-Founder dan Managing Partner Monk’s Hill Ventures Peng T. Ong.

Di Indonesia sendiri platform pembelajaran sains, yang kebanyakan berhubungan dengan pembelajaran ilmu pemrograman, dilakukan secara informal. Sementara platform STEM untuk anak sekolah biasanya tercakup di platform edtech secara umum.

“Tujuan kami adalah bagaimana Doyobi bisa merangkul lebih banyak anak untuk belajar edukasi dan skill baru untuk mendukung karier mereka di masa depan,” tutup John.