Tag Archives: Monster Hunter: World

Resident Evil 7 - Featured

[Opini] Rasa Takut Adalah Candu, dan Game Horor Adalah Buktinya

Bulan Oktober selalu jadi momen seru dalam industri game setiap tahunnya. Sebagai bulan di mana perayaan hari Halloween jatuh di dalamnya, bulan ini adalah alasan tepat bagi developer untuk merilis game yang memiliki tema horor atau mistis. Sepanjang Oktober 2019 ini contohnya, kita bisa menemukan judul-judul seperti Luigi’s Mansion 3, MediEvil, hingga game lokal Ghost Parade. Sementara di game yang bersifat live service, Oktober jadi motivasi untuk merilis/menjual konten baru, entah berupa event atau item kosmetik. Apalagi para pengguna Steam, pasti sudah banyak yang bersiap menyambut kehadiran Halloween Sale untuk memborong sejumlah game horor incaran.

Sayangnya untuk orang yang tidak menyukai horor seperti saya, momen Oktober ini tidak begitu terasa relatable. Tentu saja saya tidak menolak kehadiran skin Wheatfield Nightmare untuk Franco di Mobile Legends, atau ekspansi The Devils Awaken yang memunculkan konten Devil May Cry 5 di Teppen. Namun rasanya tidak ada beda bila konten semacam ini hadir tidak pada momen Halloween. Steam Halloween Sale pun lebih sering saya lewatkan, karena game di Wishlist saya biasanya tidak ikut terkena diskon.

Rainbow Six Siege - Doktors Curse
Event Halloween di Rainbow Six: Siege | Sumber: Ubisoft

“Memangnya apa yang salah dengan game horor?” Sebetulnya tidak ada yang salah, hanya saja saya tidak merasa bisa menikmatinya. Bukan saya menolak main game horor karena terlalu takut, tapi bagi saya game (atau film) horor itu melelahkan. Bikin tegang dan bikin kaget, bertentangan dengan tujuan saya main game yang salah satunya adalah untuk istirahat.

Jelas banyak orang yang tidak setuju dengan pandangan di atas, karena hingga kini masih banyak game dan film horor yang laku di pasaran. Tapi terkadang saya juga bertanya-tanya, kenapa sih horor jadi salah satu genre hiburan yang terus populer? Bagaimana bisa rasa takut—yang harusnya mendorong kita untuk menjauh—malah jadi sumber kesenangan yang adiktif bagi sebagian orang?

Ketegangan membawa nikmat

Daya tarik horor adalah sesuatu yang sudah cukup banyak diteliti oleh para akademisi. Jamie Madigan dalam artikelnya yang berjudul The Psychology of Horror Games misalnya, mengatakan bahwa motivasi seseorang untuk memainkan game horor secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori.

Pertama adalah kelompok orang pencari sensasi. Kelompok ini adalah orang-orang yang memang pada dasarnya senang mencari rasa “mabuk” (high) secara emosional. Mereka suka mengalami situasi-situasi menegangkan yang biasanya tak terjadi dalam kehidupan normal. Contohnya merasakan ketakutan dari film horor, atau melakukan olahraga ekstrem seperti sky diving.

Dr. Andrew Weaver, seorang peneliti bidang horor yang berasal dari Indiana University, mengatakan dalam tulisan Madigan bahwa pengalaman merasakan sensasi tersebut bisa menjadi sarana berlatih untuk menghadapi situasi menyeramkan di dunia nyata. Terutama bagi anak-anak muda, pengalaman seperti ini mengajari mereka untuk mengendalikan emosi dengan cara yang aman. “Kita bisa mengalami kejadian tidak menyenangkan lewat fim dan kita tahu kejadian itu akan berakhir, kita akan melaluinya, dan akan lanjut menjalani kehidupan,” papar Weaver.

Anehnya, kenikmatan dari sensasi ini sepertinya hanya berlaku bila kita sudah jelas tahu bahwa apa yang kita lihat itu palsu (misalnya game atau film). Dalam sebuah riset, orang-orang yang menyukai film horor dan sudah terbiasa melihat adegan sadis, ketika ditunjukkan kejadian sadis sungguhan (video dokumenter) ternyata tidak bisa menikmatinya. Mereka menolak menonton video tersebut sampai habis, padahal film-film horor yang biasa mereka tonton mungkin punya adegan yang lebih sadis atau lebih menjijikkan.

Resident Evil Revelations 2
Resident Evil Revelations 2 | Sumber: Steam

Kelompok yang kedua punya kemiripan dengan kelompok pertama, yaitu sama-sama mencari sensasi. Bedanya, mereka bukan menikmati ketegangan emosional itu sendiri, tapi mereka menikmati rasa lega yang muncul setelah ketegangan berakhir.

Madigan mengutip ucapan Prof. Glen Sparks dari Purdue University tentang teori ini. “Orang-orang menjadi terangsang secara psikologis akibat rasa takut yang mereka alami selama kejadian di media, kemudian ketika kejadian di media itu berakhir, rangsangan itu teralihkan ke rasa lega dan memperkuatnya. Mereka bukan menikmati pengalaman merasa takut, tapi sebaliknya, mereka menikmati emosi positif kuat yang mungkin muncul setelahnya,” papar Sparks.

Fenomena ini dikenal sebagai “excitation transfer theory” (teori transfer ketegangan), dan dikemukakan oleh psikolog Amerika, Dolf Zillmann, pada tahun 1971. Ia menyatakan bahwa ketika seseorang mendapat rangsangan psikologis, ada periode di mana rangsangan itu akan tertinggal tanpa ia sadari. Kemudian ketika ia memperoleh rangsangan lain setelahnya, orang tersebut bisa “mengalihkan” respons yang ia rasakan dari rangsangan pertama ke rangsangan kedua. Bahasa gampangnya, perasaan lega akan terasa lebih nikmat bila didahului oleh perasaan tegang sebelumnya.

Resident Evil 2
Resident Evil 2 | Sumber: Steam

Terakhir, seseorang bisa menjadi penikmat hiburan horor akibat dorongan sosial. Kemampuan mengatasi rasa takut dalam horor bisa menjadi sebuah pembuktian bahwa seseorang itu kuat atau pemberani di hadapan teman-teman dan keluarganya.

Mungkin terdengar agak seksis, tapi teori ini terbukti lebih banyak terjadi di pergaulan antar lawan jenis, terutama kalangan remaja/dewasa muda. Laki-laki ingin menunjukkan bahwa mereka bisa menjalankan peran sebagai “pelindung” bagi kaum perempuan yang takut. Sebaliknya, perempuan ingin merasa aman karena melihat bahwa laki-laki yang ada disekitarnya tidak penakut dan bisa diandalkan.

Teori yang dikenal dengan istilah “snuggle theory”  (atau “gender socialization theory”) ini muncul dalam sebuah studi di tahun 1996 oleh Dolf Zillmann. Ia menemukan bahwa laki-laki yang menonton film horor bersama perempuan cenderung lebih bisa menikmati filmnya bila si perempuan merasa takut. Sebaliknya, perempuan yang menonton cenderung lebih bisa menikmatinya bila si laki-laki terlihat tidak takut. Ini artinya konstruksi sosial punya peran besar dalam menentukan media hiburan seperti apa yang bisa kita nikmati.

Teori-teori di atas menunjukkan bahwa meski rasa takut secara inheren adalah emosi yang negatif, emosi ini bisa memberikan kenikmatan tersendiri bila disandingkan dengan faktor lain—seperti jaminan rasa aman, excitation transfer, dan konstruksi sosial. Sebetulnya masih ada teori-teori lain tentang daya tarik game horor. Riset oleh Michelle Park dari Long Island University menyebutkan bahwa ada delapan teori tentang motivasi ini, dan sumber teori itu sudah dikemukakan oleh tokoh-tokoh zaman dahulu seperti Sigmund Freud bahkan Aristoteles. Namun jelas tidak bisa kita bahas semua di sini.

Video game memberi sensasi lebih kuat

Untuk memancing rasa takut muncul di kalangan pemain, seorang kreator horor bisa memanfaatkan berbagai aspek tergantung dari medium apa yang ia gunakan. Apabila wujud medianya adalah novel, jelas ia akan terbatas pada penggunaan kata-kata saja serta mungkin sejumlah kecil ilustrasi. Akan tetapi video game adalah media yang kompleks dan canggih, sehingga “lahan bermain” sang kreator pun jadi lebih luas.

Aspek pertama yang paling jelas terlihat adalah tampilan visual. Manusia diyakini punya rasa takut terhadap kegelapan sebagai bagian dari proses evolusi. Setelah sekian lama berkembang, kini kita telah menjadi makhluk yang sangat tergantung pada informasi visual, sehingga absennya informasi tersebut dapat membuat kita merasa tidak aman.

Blair Witch
Blair Witch, salah satu game horor yang rilis tahun ini | Sumber: Steam

Psikoanalis terkenal Sigmund Freud pernah menyatakan bahwa rasa takut adalah reaksi terhadap persepsi akan adanya bahaya eksternal yang terprediksi, dan bisa dianggap sebagai salah satu wujud insting bertahan hidup. Ia juga berkata bahwa rasa takut adalah hal yang relatif, sangat bergantung pada pengetahuan dan penguasaan kita terhadap obyek eksternal yang dimaksud. Contoh: manusia primitif mungkin merasa takut ketika melihat gerhana matahari, sementara manusia di era sains modern tidak takut karena tahu itu adalah fenomena alam biasa.

Game horor menggunakan trik-trik visual untuk merenggut pengetahuan tersebut dari tangan pemain. Ketika dikelilingi oleh lingkungan yang gelap, pemain akan tahu bahwa ada bahaya di sekitarnya, tapi ia tidak tahu apa wujudnya, kapan dan dari mana datangnya, serta apa yang harus ia siapkan untuk mengatasinya.

Semakin sedikit informasi yang ia akses, semakin tinggi rasa gelisah yang ia rasakan. Dan ketika nantinya bahaya itu muncul—misalnya dalam wujud musuh yang melompat keluar di layar—si pemain harus berpikir cepat untuk mencari solusi atas bahaya tersebut. Hasilnya adalah ketegangan emosional tinggi yang memicu adrenaline rush.

Video game termasuk media yang sangat spesial di dunia horor, sebab video game punya satu aspek yang tidak ada di media-media lainnya: kontrol. Di media lain misalnya film, kita hanya bisa pasrah atas kejadian yang disajikan di depan mata. Tapi dalam video game, kitalah yang mengambil keputusan, dan kitalah yang menjadi pemicu akan apa yang akan terjadi selanjutnya.

The Evil Within
The Evil Within | Sumber: Steam

Sesuai teori Freud, seberapa besar kontrol kita terhadap lingkungan sekitar kita akan menentukan seberapa besar pula rasa takutnya. Jadi kualitas sebuah game horor sangat bergantung pada keseimbangan ini. Beri pemain terlalu sedikit kekuasaan, maka game akan jadi stressful dan tidak menyenangkan. Tapi beri pemain terlalu banyak kekuatan (kekebalan, senjata, dsb), maka game akan kehilangan unsur seramnya. Rasa kepemilikan dan kehilangan kontrol ini membuat video game bisa memberikan sensasi horor yang lebih dinamis. Ada rasa puas tersendiri dari video game yang tidak akan kita temukan ketika mengonsumsi noninteraktif, dan hal itu terutama sangat terasa di genre horor.

Kreator asli seri Resident Evil, Shinji Mikami, pernah menjabarkan hal ini dalam sebuah wawancara. Menurut Mikami, genre survival horror seharusnya adalah game yang menakutkan, namun memberi pemain kesempatan untuk mengatasi rasa takut itu dan mendapatkan sense of achievement. Pemain tahu bahwa ada kemungkinan ia akan mati (dalam game), namun ia juga tahu bahwa ada kemungkinan dirinya akan selamat. Keberanian untuk mengambil risiko, melawan ketidakpastian, dan pada akhirnya berhasil keluar dari bahaya, adalah kunci menuju momen katarsis yang jadi candu bagi para penikmat game horor.

Lucunya, kompleksitas dan kecanggihan video game ini terkadang justru menyusahkan untuk para kreator horor. Ambil contoh saja aspek audio. Dengan desain audio yang dibuat secara teliti, developer game bisa memanfaatkan efek suara, musik, hingga ambient noise untuk memunculkan rasa gelisah atau takut di alam bawah sadar. Tapi tidak ada yang menghalangi pemain di rumah untuk mengganti lagu itu sesuka hati, membuat suasana horor di dalam game jadi berkurang bahkan hilang sama sekali.

Ini masalah yang pernah dialami oleh John Williamson, desainer game Saw II: Flesh and Blood. “Kami diwajibkan oleh Microsoft dan Sony untuk memperbolehkan pemain mematikan track musik atau menggantinya dengan lagu Backstreet Boys atau lagu lain pilihan mereka,” papar Williamson. Main game horor diiringi lantunan lagu “I Want It That Way” jelas tidak akan seram, bukan?

Shinji Mikami
Shinji Mikami, legenda hidup dunia game horor | Sumber: Gameranx

Contoh kesulitan lain adalah aspek kamera dan kontrol dalam game yang kini sudah semakin modern. Sudah jadi standar umum bahwa di luar cutscene, pemain bebas menentukan akan ke mana karakter dalam game menghadap, ke mana dia melihat, seberapa cepat dia berjalan, dan sebagainya. Jadi developer harus menyiapkan adegan horor dengan mempertimbangkan semua itu, jangan sampai ada adegan penting terjadi tapi pemain malah melewatkannya hanya karena ia sedang menghadap ke tempat lain.

Dengan kualitas visual yang semakin realistis, kini transisi antara gameplay dengan cutscene pun harus dirancang sehalus mungkin agar suasana yang dirasakan pemain tidak terputus. Shinji Mikami mengaku harus mempertimbangkan seluruh aspek di atas ketika mengembangkan The Evil Within, beda dengan game era 90an yang lebih simpel dan biasanya menggunakan sudut kamera statis.

Butuh perhatian khusus

Menciptakan sebuah game adalah pekerjaan yang sulit, tapi rasanya tidak berlebihan bila kita bilang bahwa game horor punya kesulitan khusus yang tidak dimiliki genre lain. Karena genre ini erat kaitannya dengan perasaan dan psikologi manusia, segala aspek di dalamnya harus dirancang sedemikian rupa agar selaras dan menghasilkan pengalaman yang believable. Wajar bila kemudian kreator game horor yang bagus akan dipuja-puja bahkan hingga beberapa dekade setelah game itu dirilis.

Akan tetapi sebenarnya bila kita melihat pangsa pasar keseluruhan, horor masih merupakan genre yang niche di kalangan gamer. Bahkan setelah menghabiskan banyak biaya untuk menciptakan pengalaman terbaik pun, developer belum tentu bisa untung, apalagi bila dibandingkan dengan genre mainstream seperti first person shooter. Terus mengandalkan satu formula yang sama akan berujung pada para penggemar yang bosan, tapi di sisi lain eksperimen punya risiko membuat penggemar setia menjauh. Menciptakan game horor yang bagus tidak semudah pesta jump scare.

Resident Evil 7
Resident Evil 7 | Sumber: Sony

Contoh kasus yang paling terkenal mungkin seri Resident Evil. Shinji Mikami pergi meninggalkan Capcom pada tahun 2007, setelah menyelesaikan Resident Evil 4 dan game eksperimental berjudul God Hand. Sepeninggal Mikami, seri survival horor ini berubah menjadi lebih action-oriented. Lebih banyak ledakan, lebih banyak baku tembak, dan lebih sedikit rasa seram. Penggemar horor jelas kecewa, tapi secara finansial, Resident Evil 5 dan Resident Evil 6 adalah kesuksesan luar biasa, masing-masing terjual sebanyak 7,5 juta dan 7,3 juta unit di seluruh dunia.

Sementara itu, Resident Evil 7 yang kembali ke akarnya sebagai survival horror terjual lebih sedikit, yaitu 6,6 juta unit. Resident Evil 2 remake, yang mendapat penerimaan sangat positif dan meraih nilai 93 di Metacritic, juga terjual lebih sedikit yaitu sebanyak 4,5 juta unit. The Evil Within dan The Evil Within 2, meski disokong oleh nama besar Shinji Mikami, angka penjualannya lebih sedikit lagi.

Tentu saja tidak semua game harus mencapai angka penjualan 110 juta unit seperti Grand Theft Auto V untuk disebut sukses. Capcom pun berkata bahwa meski secara angka kalah dibanding Resident Evil 6, Resident Evil 7 tetap menguntungkan karena memiliki anggaran pengembangan yang lebih kecil. Mereka juga sadar bahwa di era sekarang sebuah game bisa terus terjual untuk waktu yang lama, tidak seperti dulu di mana hari pertama atau minggu pertama sangat penting untuk penjualan game. Capcom tidak menganggap Resident Evil 7 dan Resident Evil 2 sebagai produk gagal.

Tapi itu bukan berarti mereka tidak merasa was-was ketika mengembangkan dua game tersebut. Antoine Molant, EMEA Marketing Director di Capcom, dalam sebuah wawancara bercerita bahwa Resident Evil 7 dan 2 merupakan sebuah pertaruhan besar. Meski dari segi kualitas para developernya cukup percaya diri, mereka khawatir kalau-kalau apa yang mereka buat tidak sesuai keinginan penggemar. Bagaimana bila fans tidak suka Resident Evil 7 menggunakan sudut pandang orang pertama? Bagaimana bila fans ingin Resident Evil 2 remake tetap mempertahankan sistem kontrol ala tank, seperti era PS1 dulu?

Resident Evil 5
Resident Evil 5 sukses luar biasa, tapi melenceng dari genre aslinya | Sumber: Steam

“Ketika kami mengumumkan strategi kami beberapa tahun lalu, kami berkata kami akan fokus pada pilar-pilar utama kami: Street Fighter, Resident Evil, Monster Hunter, dan sebagainya,” ujar Molant. “Sebagian orang menilainya sebagai budaya menghindari risiko, tapi sebenarnya kami mengambil risiko. RE7 bisa saja gagal total. Dan dengan Monster Hunter World, kami berpotensi meninggalkan 4 juta pasar domestik (Jepang) demi mengejar pasar Barat.”

Sebagai perusahaan, Capcom jelas juga mengejar keuntungan finansial. Mereka punya karyawan untuk diberi makan, juga pemegang saham untuk disenangkan. Tapi secara internal, Capcom memiliki cara sendiri untuk menilai apakah sebuah game itu sukses atau tidak. Alih-alih mengejar angka penjualan setinggi-tingginya, mereka punya pertimbangan lain dari segi artistik dan penerimaan penggemar. “Kami lebih menyukai game yang mendapat skor 9 dan terjual lebih sedikit, daripada game yang mendapat 6 tapi terjual lebih banyak,” kata Molant.

Molant menyebut Capcom sebagai sebuah “penerbit butik”. Artinya, Capcom dari awal memang tidak merancang game mereka sebagai game yang akan dimainkan oleh semua orang. Capcom tahu bahwa mereka menciptakan sesuatu yang niche, dan mereka berusaha sebisa mungkin untuk mengoptimalkan niche tersebut. Caranya dengan benar-benar mencari tahu apa yang diinginkan penggemar, mencari momen yang tepat untuk merilis game, hingga menciptakan game dengan skala serta risiko yang lebih kecil.

“Kami tahu judul-judul dan para penggemar kami, dan kami tahu daya tarik yang kami miliki, dan kami juga tahu apa yang dilakukan dan dicoba oleh para kompetitor kami,” ujar Molant. “Kami tidak akan bisa bersaing melawan perusahaan-perusahaan yang menghabiskan puluhan juta dolar untuk marketing. Kami, bisa dibilang, adalah sebuah penerbut butik, dan jadwal rilis di bulan Januari itu cocok dengan kami.”

Resident Evil 4
Banyak orang berpendapat Resident Evil 4 masih yang terbaik | Sumber: Steam

Kata-kata Molant mungkin terdengar agak lucu karena rasanya lebih cocok diucapkan oleh developer indie, bukan developer AAA yang bisa menjual game hingga jutaan kopi. Tapi indie maupun AAA, keduanya sama-sama sebuah bisnis dan sama-sama butuh strategi yang tepat agar bisa terus bertahan hidup.

Dengan strategi pengoptimalan niche tersebut, Capcom berhasil membangkitkan kembali genre survival horror yang beberapa tahun lalu sempat dianggap telah mati. Mereka membuktikan bahwa Resident Evil sejati—bukan action shooter seperti Resident Evil 6—masih punya tempat di pasaran, sekaligus menunjukkan ke mata dunia bahwa mereka tidak takut menciptakan inovasi radikal. Yang lebih penting, Capcom mematahkan anggapan bahwa teknologi hanya membuat game semakin “cantik” namun mengikis kreativitas.

Di era di mana semakin banyak perusahaan yang “main aman” dan menciptakan game yang mirip-mirip, visi Capcom ini merupakan sebuah angin segar, dan saya berharap idealisme tersebut bisa terus dipertahankan. Meskipun kemungkinan besar saya tetap tidak akan main Resident Evil, sih.

Sensasi Assassin’s Creed Hadir di Monster Hunter: World

Developer kadang suka bermain-main dengan memasukan elemen satu game ke permainan buatannya sebagai cara mengapresiasi karya rekan mereka di studio lain atau sekadar untuk memberi kejutan pada fans. Satu contoh teruniknya ialah potongan Final Fantasy yang dapat ditemukan di Assassin’s Creed Origins. Namun ‘event crossover‘ belakangan menjadi tren dan semakin berani.

Ambil contohnya tokoh Geralt of Rivia dari seri The Witcher. Ia menjadi karakter primadona di game Soulcalibur VI dan rencananya juga akan mengunjungi dunia Monster Hunter di waktu dekat. Ternyata agenda crossover Capcom tak berhenti sampai di sana. Minggu lalu, studio Jepang ini meluncurkan hasil kolaborasi bersama Ubisoft melalui misi bertema Assassin’s Creed di Monster Hunter: World.

Sebagaimana para assassin menyerang, event tersebut datang secara tiba-tiba lewat quest bernama SDF: Silent, Deadly, and Fierce. Di sana, Anda ditugaskan untuk memburu sejumlah monster level tinggi. Jika berhasil menyelesaikannya, Anda akan dihadiahkan Senu Feather (bulu elang milik Bayek di Origins). Dua helai Senu Feather dapat ditukarkan dengan Bayek Layered Armor – bisa melapisi set baju yang Anda kenakan – atau Assassin’s Hood mirip punya Ezio.

Aksesori Assassin’s Hood memberi manfaat dalam permainan. Saat mengenakannya, serangan sembunyi-sembunyi yang Anda lakukan bisa memberikan tingkat kerusakan lebih tinggi. Selain itu, Assassin’s Hood juga mendongkrak kecepatan gerak serta mempersilakan Anda bersembunyi lebih cepat.

Namun mendapatkan Senu Feather tidaklah mudah. Anda harus berpartisipasi di pertempuran arena melawan tiga spesies monster terbesar di Monster Hunter: World, yaitu Odogaron, Deviljho, serta Lunastra. Dan Anda harus menumbangkan mereka dalam satu sesi match. Pertama-tama, Anda akan berhadapan dengan Odogaron dan Deviljho sekaligus, kemudian setelah keduanya berhasil ditundukkan, datanglah Lunastra.

Idealnya, quest SDF: Silent, Deadly, and Fierce perlu diselesaikan sebanyak empat kali buat mendapatkan empat helai Senu Feather. Dua untuk ditukarkan dengan Bayek Leather Armor dan dua lagi buat Assassin’s Hood. Begitu berhasil memperolehnya, item-item ini akan menjadi milik Anda secara permanen.

Event crossover Assassin’s Creed di Monster Hunter: World sudah bisa Anda akses sekarang. Tapi ingat, ini adalah event dengan waktu terbatas, akan ditutup pada tanggal 10 Januari 2018 nanti. Buat sekarang, SDF: Silent, Deadly, and Fierce baru dapat dinikmati oleh gamer PlayStation 4 dan Xbox One. Add on akan tiba di versi PC Monster Hunter: World di ‘lain waktu’.

Via PC Gamer.

Monster Hunter: World Akan Kedatangan Expansion Pack Raksasa dan Geralt of Rivia

Hanya ada sedikit pilihan game bisa menyajikan aksi perburuan monster sedetail dan se-seru Monster Hunter. Melalui permainan terbarunya, Capcom tak cuma mampu memuaskan pemain setia, tapi juga berhasil merangkul banyak penggemar baru. Monster Hunter: World mendapat pujian dari gamer dan berhasil memenangkan penghargaan bergengsi di tahun ini, tapi ternyata Capcom masih belum selesai dengannya.

Setelah sempat men-tease eksistensinya di acara The Game Awards 2018, minggu ini Capcom resmi mengumumkan expansion pack pertama untuk Monster Hunter: World yang mereka beri judul Iceborne. Add-on tersebut memiliki konten masif, berisi cerita, quest, wilayah, monster-monster serta perlengkapan baru. Skalanya bisa dibilang setara dengan expansion pack standalone, namun kita tetap membutuhkan World agar dapat memainkannya.

Lewat trailer, developer mengungkap sedikit plot dari Iceborne: sekelompok pemburu mencoba menaklukkan Rathalos, tapi mereka gagal. Wyvern berbahaya itu terbang melarikan diri dari pulau, menuju tempat yang tertutup salju. Expanion pack ini dirancang sebagai kelanjutan kisah petualangan di Monster Hunter: World, setelah karakter Anda selesai berurusan dengan Elder Dragon di New World.

Menariknya, Monster Hunter: World – Iceborne bukanlah satu-satunya kejutan yang diungkap Capcom pada fans-nya. Developer juga menyingkap agenda kolaborasi bersama CD Projekt Red buat menghadirkan sang Witcher Geralt of Rivia di jagat Monster Hunter. Geralt tiba di sana setelelah dirinya dipindahkan melalui portal sihir, dan Anda dipersilakan untuk bermain sebagai pemburu monster berpedang perak itu serta menggunakan gerakan-gerakan bertarung khas Witcher.

Capcom belum menjelaskan detail lebih jauh terkait kerja sama mereka dengan CD Projekt Red, dan berjanji buat menginformasikannya di lain waktu.  Geralt of Rivia kabarnya dapat dimainkan di Monster Hunter: World versi PlayStation 4 dan Xbox One sebagai update gratis, dan akan menyusul di PC. Satu hal yang bisa dipastikan, Geralt kembali diperankan oleh pengisi suara asli di trilogi The Witcher, Doug Cockle.

Sementara itu, waktu perilisan expansion pack Monster Hunter: World – Iceborne masih cukup lama, rencananya akan dilepas pada musim gugur 2019 (kira-kira di minggu kempat bulan September). Add-on disediakan lebih dulu buat PlayStation 4 dan Xbox One, kemudian mendarat di PC beberapa waktu setelahnya. Saya harap gamer PC tak harus menunggu sampai tahun 2020.

Bagi yang belum membeli Monster Hunter: World, Capcom memperkenankan Anda untuk mencicipi versi trial yang tersedia di tanggal 12 sampai 17 Desember. Di sana, kita bisa menikmati quest-quest maksimal rating 3 bintang dan berpartisipasi dalam mode multiplayer online sampai Hunter Rank 4.

Via GameSpot.

Capcom Umumkan Segala Info Penting Mengenai Monster Hunter: World PC

Meski sempat ada kekhawatiran terkait arahan baru Capcom, peluncuran Monster Hunter: World di PS4 dan Xbox One ternyata lebih baik dari dugaan sebelumnya. Gamer memuji sang developer karena berhasil membuat ARPG ini mudah diakses oleh pemula dan mereka yang kurang familier dengan seri Monster Hunter tanpa mengorbankan faktor gameplay favorit fans.

Namun pelepasan Monster Hunter: World memang masih belum sempurna karena versi PC-nya belum tersedia. Setelah daftar kebutuhan sistem yang diubutuhkan buat menjalankan game di Windows sempat bocor beberapa hari silam, Capcom akhirnya mengungkap segala informasi resmi terkait Monster Hunter: World PC; termasuk tanggal peluncuran, detail konten, serta fitur khusus versi PC.

Kabar paling menggembirakan dari pengumuman Capcom ini adalah, ternyata Monster Hunter: World PC tiba lebih cepat dari agenda awal sang developer Jepang. Di bulan Januari silam, penjelasan produser Ryozo Tsujimoto mengindikasikan bahwa pelepasan permainan ini akan jatuh pada bulan September. Alasan mengapa perilisan versi PC lebih lambat dari console ialah karena Capcom butuh waktu lebih lama untuk memolesnya.

MHW 3

Monster Hunter: World PC kabarnya akan menyuguhkan segala konten yang ada di versi console. Dan di waktu ke depan, update dan sejumlah perbaikan diberikan secara berangsur-angsur, lalu ‘jadwal’ The Event Quest di PC akan berbeda dari platform lainnya. Capcom menegaskan bahwa gamer Monster Hunter: World PC hanya bisa bermain dengan sesamanya – ia belum mendukung fitur cross-platform play.

MHW 1

Capcom tentu saja tidak mau mengecewakangamer PC yang umumnya cukup menuntut. Di game-nya nanti, Anda dipersilakan untuk mengustomisasi efek visual dan setting grafis, dari mulai resolusi, frame rate, V-Sync hingga opsi yang lebih teknis semisal anti-aliasing serta ambient occlusion – dapat diakses dengan memilih ‘Advanced Graphics Setting’.

MHW 5

Anda juga tidak perlu khawatir jika terbiasa bermain menggunakan keyboard dan mouse. Bagian menu sudah dimodifikasi agar pemain bisa mudah mengakses sejumlah perintah dan shortcut, termasuk pada bagian menu radial. Seluruh elemen di sana tentu saja dapat Anda konfigurasi sesuka hati.

Berikut adalah daftar kebutuhan hardware Monster Hunter: World PC. Seperti biasa, terbagi dalam dua kategori.

 

Minimal

  • Sistem operasi: Windows 7, 8, 8.1, 10 64-bit
  • Prosesor: Intel Core i5-4460 3,2GHz atau AMD FX-6300
  • Kartu grafis: Nvidia GeForce GTX 760 atau AMD Radeon R7 260x 2GB
  • Memori RAM: 8GB
  • Penyimpanan: 20GB atau lebih
  • Kartu suara: DirectSound DirectX 9.0c atau terbaru
  • Catatan: setup ini memungkinkan PC menjalankan game di 1080p/30fps di ‘low

 

Rekomendasi

  • Sistem operasi: Windows 7, 8, 8.1, 10 64-bit
  • Prosesor: Intel Core i7-3770 3,4GHz atau Intel Core i3-8350 4GHz atau AMD Ryzen 5 1500X
  • Kartu grafis: NVIDIA GeForce GTX 1060 3GB atau AMD Radeon RX 570X 4GB
  • Memori RAM: 8GB
  • Penyimpanan: 20GB atau lebih
  • Kartu suara: DirectSound DirectX 9.0c atau terbaru
  • Catatan: game akan berjalan di 1080p/30fps di ‘high

Di Windows PC, Monster Hunter: World akan didistribusikan lewat platform Steam. Game bisa dimainkan pada tanggal 9 Agustus 2018 nanti, dan bagi gamer yang melakukan pre-order sekarang, mereka akan mendapatkan satu set armor Origin serta jimat ‘Fair Wind’ yang bisa menambah kekuatan serangan.

MHW 4

8 Game Terbaik di Kuartal Pertama 2018

Ada satu hal yang membuat perjalanan gaming di kuartal pertama tahun 2018 terasa begitu mirip dengan kejadian tahun lalu: permainan-permainan kreasi developer Jepang tampak mendominasi. Dan melihat jadwal perilisan game di bulan-bulan berikutnya, hanya judul-judul besar seperti God of War, Red Dead Redemption 2 dan Darksiders III yang mampu menghentikannya.

Tapi meski kompetisi ini mungkin dirasakan oleh studio game dan para publisher, gamer-lah sebetulnya yang paling berbahagia. Di tiga bulan pertama tahun ini, kita sudah mendapatkan beberapa kandidat Game of the Year. Penasaran apa saja judul-judul yang wajib untuk Anda mainkan? Ini dia delapan permainan terbaik di triwulan satu 2018:

 

8. Yakuza 6: The Song of Life

PlayStation 4

Yakuza 6 memang baru dilepas secara global tanggal 17 April nanti, tapi media-media yang telah memainkannya memberikan respons sangat positif pada kreasi Sega ini. The Song of Life ialah permainan keenam seri Yakuza, penerus kisah petualangan Kazuma Kiryu di dunia kriminal. Khusus untuk konsumen Asia Tenggara, versi berbahasa Inggris-nya sudah tersedia sejak tanggal 20 Maret kemarin.

 

7. Final Fantasy XV: Windows Edition

PC

Datang terlambat jauh lebih baik dibandingkan tak dirilis sama sekali. Dan sebagai kompensasinya, Square Enix membubuhkan beragam add-on di Windows Edition dari Final Fantasy XV dari mulai upgrade grafis, bonus pre-order hingga seluruh DLC (termasuk konten Royal Edition) yang dilepas di console. Windows Edition merupakan versi ‘ultimate‘ Final Fantasy XV.

 

6. Dragon Ball FighterZ

PC, Xbox One, PlayStation 4

Saat diungkap, FighterZ memperoleh sambutan meriah dari penggemar Dragon Ball sekaligus pecinta genre fighting. Kemudian sewaktu meluncur, ia mencetak rekor sebagai permainan Dragon Ball dengan penjualan tercepat serta menjadi game fighting Steam yang berhasil menghimpun jumlah concurrent user  terbanyak. DB FighterZ dipuji karena kontennya  melimpah dan gameplay-nya mudah diakses.

 

5. Subnautica

PC, Xbox One

Ada banyak game bertema survival, namun Subnautica punya konsep dan latar belakang super-unik: pesawat luar angkasa Anda terjatuh di planet yang tertutup samudra sehingga seluruh ekplorasi dilakukan di dalam air. Pemain bisa memilih mode survival standar atau ‘bebas’, mempersilakan mereka fokus pada penjelajahan tanpa harus memikirkan makanan, minuman atau pasokan oksigen.

 

4. Into The Breach

PC

Into The Breach ialah game role-playing taktis dari otak di belakang permainan roguelike FTL: Faster Than Light. Jangan biarkan visual cerah low-resolution-nya mengelabui Anda. Game ini sangat menantang kemampuan Anda dalam berstrategi, lalu bagian narasinya sendiri dikerjakan oleh Chris Avellone – desainer game legendaris sekaligus penulis Planescape: Torment, Pillars of Eternity dan Divinity: Original Sin II.

 

3. Ni No Kuni II: Revenant Kingdom

PC, PlayStation 4

Meski Studio Ghibli tidak terlibat dalam pengembangan sekuel Wrath of the White Witch ini, Ni No Kuni II tetap menyuguhkan segala pesona pendahulunya itu. Jangan khawatir jika Anda tak sempat memainkan game pertamanya karena Revenant Kingdom di-setting ratusan tahun setelah Wrath of the White Witch usai. Game memperkenalkan tokoh-tokoh baru, salah satunya adalah presiden Amerika.

 

2. Shadow of the Colossus

PlayStation 4

Untuk me-remake dari permainan paling legendaris di era console generasi keenam ini, Bluepoint Games memegang setia satu pedoman penting: mereka dipersilakan meng-update visual serta menyesuaikan kontrol agar mendukung penuh DualShock 4, namun tak boleh mengubah elemen gameplay-nya. Hasilnya sangat memuaskan. Sejumlah gamer menyebutnya sebagai remake terbaik sepanjang masa.

 

1. Monster Hunter: World

PC, PlayStation 4

Sejak awal pengembangannya, World didesain agar bisa dinikmati oleh gamer secara lebih luas tanpa mengharuskan mereka memainkan game-game Monster Hunter terdahulu. Hal ini mengharuskan Capcom menyeimbangkan aspek gameplay demi memastikan agar penggemar setianya tidak kecewa namun juga membuka pintu selebar-lebarnya buat pemain baru. Kabar gembiranya, kualitas konten Monster Hunter: World tak hanya fenomenal, game juga laris terjual.

Akankah Monster Hunter: World Hadir di Nintendo Switch?

Kesuksesan Capcom dalam menghidangkan franchise Monster Hunter ke konsumen yang lebih luas melalui Monster Hunter: World merupakan kejutan menggembirakan. Game action role-playing ini baru dilepas di PS4 dan Xbox One, namun angka pengapalannya melampaui lima juta kopi cuma dalam tiga hari setelah dirilis, dan naik jadi enam juta kopi dua minggu sesudahnya.

Respons positif para pemain di kedua console itu membuat penantian versi Windows-nya kian tak tertahankan. Capcom sengaja memundurkan peluncurannya di sana karena ingin memastikan permainan tersebut tersaji mulus, dan menunjuk kuartal tiga sampai empat 2018 sebagai jendela perilisannya. Namun selain PC, ternyata pemilik Switch juga mengharapkan kemunculan World di console mereka.

Dalam kesempatan wawancara dengan Haruhiro Tsujimoto selaku presiden Capcom, website berbahasa Jepang Toyo Keizai bertanya mengenai eksistensi versi Switch Monster Hunter: World. Sayang sekali jawabannya kurang memuaskan. Tsujimoto tahu para gamer Switch sangat mengharapkan hadirnya game tersebut di platform mereka, tetapi langkah porting dinilai ‘akan sulit’.

Sang eksekutif berpendapat bahwa Switch punya fungsi dasar berbeda dari PlayStation 4 dan Xbox One, karena dua kompetitornya itu didesain untuk ‘digunakan tanpa bergerak’. Menurutnya, tiap console punya karakteristik berbeda. Dan sebagai developer, ia merasa Capcom perlu beradaptasi ketika mengembangkan sebuah game.

Hal tersebut kembali menegaskan apa yang telah Capcom garis bawahi sebelum Monster Hunter: World meluncur. Developer sempat menjelaskan, mereka belum punya rencana buat menggarap versi Switch permainan karena dalam proses pengembangannya, tim harus berkomitmen pada hardware yang mereka pilih. Mereka menunjuk Xbox One dan PS4 karena keduanya dianggap sebagai platform current-gen paling bertenaga dan paling pas untuk menyajikan permainan dengan formula gameplay Monster Hunter: World.

Capcom juga menyampaikan bahwa proses pengembangan Monster Hunter: World menghabiskan waktu hampir empat tahun, sudah dimulai sebelum Switch diumumkan.

Tapi harapan belum sirna. Tsujimoto sempat mengingatkan lagi komitmen Capcom buat terus mendukung Nintendo Switch lewat game, termasuk ‘menghadirkan permainan dari franchise Monster Hunter’.

Saya pribadi kurang yakin dengan alasan Capcom untuk melewatkan perilisan World di Switch terkait perbedaan ‘fungsi’ dan kemampuan hardware. Argumen saya adalah, console hybrid Nintendo tersebut terbukti sanggup menangani Doom dan sama sekali tidak buruk dalam menyajikan Skyrim. Lalu Wolfenstein II: The New Colossus kabarnya juga sedang dikembangkan buat Switch.

Via Gamespot.

Monster Hunter: World Ialah Salah Satu Kandidat Kuat Game of the Year 2018 (Updated)

Momen perilisan Monster Hunter: World diwarnai berita baik dan ‘buruk’. Kabar gembiranya, peluncuran game action role-playing ini dilangsungkan sesuai jadwal, dan respons gamer serta media sejauh ini terdengar sangat positif. Berita kurang menyenangkannya sendiri hanya dirasakan oleh gamer PC. Versi Windows Monster Hunter: World baru akan dilepas di musim gugur nanti.

Sebagai ujung tombak franchise Monster Hunter dalam menerjang console generasi ke delapan dan PC, Capcom boleh berbahagia karena di awal tahun ini, Monster Hunter: World muncul jadi salah satu judul yang berpeluang merebut gelar Game of the Year. Simak rangkuman ulasan dari para reviewer ternama di bawah ini.

Polygon menyebut game ini sebagai ‘permainan Monster Hunter untuk semua orang’ karena tak seperti pendahulu-pendahulunya, ia tak lagi terlampau mengintimidasi. World tetap merupakan game yang kompleks, terutama karena skenario yang tak bisa diprediksi, ditambah lagi kesempatan menggunakan beragam jenis senjata. Di sisi positifnya, ia dapat memuaskan bermacam-macam jenis gamer. Polygon memberinya skor 9.

IGN juga memberi game ini nilai yang tinggi, yakni 9,5. Fans mungkin akan memperdebatkan apakah World ialah permainan Monster Hunter terbaik atau tidak, tapi yang jelas ia merupakan game Monster Hunter paling berani. Aspek desain, gameplay dan skala yang besar membuatnya terasa menyegarkan. Pertempurannya adiktif, monster-monsternya sangat mengintimidasi, lalu proses upgrade juga terasa berarti.

Game Informer menyodorkan skor setinggi IGN. Reviewer Daniel Tack tanpa ragu bilang bahwa Monster Hunter: World adalah permainan terbaik di seri ini. Ia merupakan gerbang masuk paling ideal buat para pemain baru, dan setelah mencicipi game ini, akan sangat susah untuk kembali menikmati Monster Hunter di console handheld karena sistem portable tak bisa menyajikan pengalaman bermain sebaik World.

Destructoid menyebut Monster Hunter: World sebagai ‘sebuah dunia baru’. Grinding masih menjadi elemen utama di sana, tapi kali ini prosesnya jauh lebih simpel. Jika kebetulan Anda melewatkan game-game sebelumnya karena mereka terasa sama, World adalah permainan sempurna untuk memulai kembali petualangan ini. Menariknya, Capcom tidak merombak formula game terlalu jauh, sehingga para veteran tidak terusik.

Menurut Hardcore Gamer, pendaratan Monster Hunter: World menandai kehadiran hal-hal hebat di seri ini di masa depan. Game anyar itu merombak konsep Monster Hunter, namun tetap menjaga inti yang membuat franchise jadi istimewa dan mudah dinikmati pemain. World memberikan beragam cara bagi para pemburu untuk melancarkan aksinya: bisa melalui metode strategis atau dengan sekedar memanfaatkan metode brutal.

Di situs agregat review OpenCritic, saat artikel ini ditulis, Monster Hunter: World berhasil memperoleh skor rata-rata sementara 91 dari total 45 ulasan.

Update: Ada kesalahan dalam penulisan judul. Sudah diperbaiki.

 

Analis: Penundaan Monster Hunter: World di PC Akan Berdampak Besar Pada Penjualan

Di minggu ini, pemilik PlayStation 4 dan Xbox One sedang bersiap-siap menyambut pendaratan Monster Hunter: World, yaitu game action role-playing open world terbaru garapan Capcom. Namun seperti yang mungin sudah Anda ketahui, gamer PC harus menunggu lebih lama karena developer membutuhkan lebih banyak waktu buat memolesnya.

Dalam bincang-bincang bersama GamesRadar, produser Ryozo Tsujimoto menjelaskan bahwa penundaan selama berbulan-bulan itu diperlukan untuk memastikan segala kontennya tersaji sempurna. Perlu diingat, Monster Hunter: World merupakan game Monster Hunter pertama yang dirilis di PC. Proses porting tidak dilakukan oleh tim third-party, tapi ditangani langsung oleh tim inti Capcom.

Alasan tersebut terdengar sangat masuk akal. Memang jauh lebih baik game hadir terlambat namun kualitasnya memuaskan, dibanding tiba lebih cepat tapi kontennya setengah matang atau belum optimal – seperti yang terjadi pada Batman: Arkham Knight di PC. Namun menurut pakar industri, penundaan Monster Hunter: World versi PC yang terlalu lama punya peluang memberikan dampak negatif pada penjualan game.

Analis senior SuperData Carter Rogers menjelaskan bahwa rentang waktu selama berbulan-bulan (dari akhir Januari hingga musim gugur 2018) sampai versi PC-nya tiba akan menekan potensi penjualan Monster Hunter: World secara lifetime. Penyebabnya adalah, Monster Hunter: World PC nanti akan menghadapi persaingan yang lebih ketat dari game-game PC yang meluncur lebih dulu.

Rogers memberikan sebuah contoh: Nioh dirilis di console pada bulan Februari 2017, lalu versi PC-nya baru menyusul di November 2017. Dampaknya, total pemain di PC hanya 28 persen dari jumlah seluruh gamer satu bulan setelah tersedia. Sebagai perbandingan, versi PC Dark Souls III diluncurkan di minggu yang sama dengan versi console-nya (di awal 2016). Efeknya, gamer PC menguasai populasi pemain di 40 persen, sebulan sesudah dirilis.

Meski berbeda publisher (Capcom, Koei Tecmo, dan Bandai Namco); Monster Hunter: World, Nioh dan Dark Souls III punya satu kesamaan: mereka digarap oleh developer Jepang.

Sang analis memprediksi, Monster Hunter: World akan terjual sebanyak 300 ribu sampai 600 ribu kopi dalam periode 30 hari sesudah tersedia.

Kesuksesan Monster Hunter: World sangat esensial bagi franchise ini. Meski game telah terjual sebanyak 40 juta kopi lebih sejak debutnya di tahun 2004 dan berhasil menghimpun penggemar setia di Jepang, kepopularitasan Monster Hunter di level global masih belum menyamai franchise RPG terkenal lain.

Saya menerka, hal ini yang mendorong Capcom memutuskan untuk mengusung formula open world dan menyesuaikan gameplay-nya agar lebih mudah dinikmati gamer mainstream.

Sumber: VentureBeat.

Versi PC Monster Hunter World Akan Tiba Berbulan-Bulan Lebih Terlambat dari Console

Selain menjanjikan dunia open world lebih luas, Monster Hunter World juga didukung olrn mode co-op online sembari dibekali jalan cerita buat menemani petualangan Anda. Dua fitur ini pertama kali hadir di seri Monster Hunter. Berkat segala premisnya, DailySocial memilih karya baru Capcom itu sebagai salah satu permainan yang paling dinanti di 2018.

Monster Hunter World akan diluncurkan sebentar lagi di console current-gen. Game juga akan dirilis untuk PC, tapi kehadirannya akan lebih terlambat karena developer mengaku membutuhkan lebih banyak waktu demi memastikannya tersaji optimal di platform tersebut. Prosesnya itu dilakukan secara internal oleh Capcom karena mereka tak mau memperlakukannya sebagai port setengah matang.

Namun jika kebetulan Anda telah memutuskan untuk memainkan Monster Hunter World di PC, maka Anda harus menunggu lebih lama. Lewat Twitter miliknya, produser game Ryozo Tsujimoto memublikasikan video berisi ucapan terima kasih atas partisipasi gamer dalam sesi uji coba beta, dan mengumumkan bahwa versi PC game action role-playing ini baru akan tersedia di musim gugur tahun 2018.


Alasan waktu rilis yang lebih terlambat ini sama seperti sebelumnya: developer membutuhkan waktu lebih lama untuk memoles game. Tim mengungkapkan bahwa saat ini mereka sedang bekera keras demi mengoptimalkan versi PC, dan menargetkan buat melepasnya di musim gugur nanti – kira-kira jatuh di minggu ketiga bulan September. Itu berarti, versi console dan PC-nya memiliki jarak delapan bulan, bisa lebih.

Sayangnya, Tsujimoto belum menjelaskan lebih rinci status dari Monster Hunter World di PC. Ia hanya berjanji buat menyingkap detailnya di lain kesempatan dan mengucapkan terima kasih karena kita bersedia menunggu. Setelah mendarat di console, Capcom memiliki agenda untuk menghidangkan beragam update gratis, termasuk penambahan jenis monster. Kita boleh berasumsi, versi PC Monster Hunter World nanti akan dilengkapi konten-konten add-on yang telah muncul di console.

Modifikasi terbesar pada aspek gameplay di World adalah penyatuan zona-zona permainan secara mulus. Di game sebelumnya, area-area tersebut dipisahkan oleh loading screen, membuat mereka jadi terisolasi. Capcom juga mendesain agar ekosistem dunia permainannya betul-betul hidup: misalnya, satu spesies monster akan merespons kehadiran jenis monster lainnya, dan Anda bisa memanfaatkan kondisi ini untuk menciptakan umpan.

Monster Hunter World akan meluncur di Xbox One dan PlaySation 4 pada tanggal 26 Januari 2018.

10 Game yang Paling Ditunggu-Tunggu di 2018

Alexander Graham Bell pernah bilang: ketika satu pintu tertutup, pintu lainnya akan terbuka. 2017 dimeriahkan oleh game-game menakjubkan yang sudah pasti meninggalkan banyak kenangan manis, membuat kita sedikit sedih untuk mengucapkan selamat jalan. Namun gamer tentu telah siap buat menyongsong 2018 dan segala kehebohan yang dijanjikan olehnya.

Ada banyak sekali permainan yang begitu dinanti di tahun depan. Untuk mempersempit daftarnya, saya hanya memilih judul-judul blockbuster saja dan tidak menyertakan game indie (mohon maaf The Last Night dan A Way Out!); walaupun bahkan setelah disaring, jumlahnya tetap membuat kewalahan. Beberapa judul di bawah sebetulnya sempat muncul di daftar most wanted tahun lalu, tapi ia kembali muncul di sini akibat penundaan.

Ini dia 10 permainan yang paling ditunggu di 2018:

 

10. Detroit: Become Human

Q1/Q2 2018
Melalui Detroit, Quantic Dreams mencoba menciptakan karya yang lebih unik lagi dari Heavy Rain dan Beyond: Two Souls. Tidak ada ‘game over‘ di permainan sci-fi action-adventure ini, tetapi karakter-karakter utama di sana bisa tewas akibat pilihan Anda, sementara narasi akan terus berjalan.

 

9. Darksiders III

2018
Setelah terkatung-katung selama bertahun-tahun akibat bangkrutnya THQ, petualangan Empat Penunggang Kuda akan dilanjutkan tahun depan. Di Darksiders III, Anda bermain sebagai Fury, seorang penyihir dan Penunggang Kuda paling misterius yang ditugaskan menumpas ‘Tujuh Dosa Mematikan’.

 

8. Spider-Man

Q1/Q2 2018
Mencoba menciptakan lagi fenomena yang sempat menggemparkan PlayStation, Sony menggandeng Insomniac Games untuk menggarap permainan Spider-Man eksklusif di PlayStation 4. Spider-Man 2018 menyajikan petualangan baru, tidak terikat film, komik, ataupun meneruskan game-game sebelumnya.

 

7. God of War

Q1 2018
Setelah tujuh permainan God of War terdahulu mengangkat latar belakang mitos Yunani, kali ini Sony mengajak Anda bertualang ke negeri buas yang dihuni oleh dewa-dewi Skandinavia. Anda kembali bermain sebagai Kratos, tapi ia tak lagi sendiri. Dalam perjalanannya, Kratos ditemani oleh sang putra, Atreus.

 

6. Kingdom Hearts III

2018
Kingdom Hearts III sudah mulai dikerjakan lebih dari satu dekade lalu, tapi peluncurannya mengalami penundaan berkali-kali. Kabar terbaru mengenai waktu perilisan game muncul di acara D23 2017 pertengahan tahun ini, dibarengi oleh trailer yang mempertemukan Sora dengan tokoh-tokoh Toy Story.

 

5. Anthem

Q4 2018
Anthem menggabungkan beberapa unsur dari game bertema sci-fi berbeda: penggunaan mecha seperti Titanfall, gameplay co-op mirip Destiny, di-setting di dunia open world ala Mass Effect: Andromeda. Untuk memastikan narasinya tak mengecewakan, BioWare kembali mempekerjakan novelis Drew Karpyshyn buat menulis ceritanya.

 

4. Shadow of the Colossus

6 Februari 2018
Eksistensi versi PlayStation 4 permainan action-adventure legendaris arahan sutradara Fumito Ueda ini diungkap Sony di E3 2017. Pengerjaan remake  dilakukan oleh tim Bluepoint. Seluruh aset permainan digarap dari nol lalu developer juga mengusung skema kendali baru, namun aspek gameplay-nya sama sekali tidak diubah.

 

3. Metro Exodus

Q4 2018
Imajinasi luar biasa penulis Dmitry Glukhovsky yang dituangkan ke medium video game membuat seri Metro berhasil mengumpulkan fans setia. Seperti pendahulunya, Metro Exodus lagi-lagi menitikberatkan elemen survival horror dan stealth. Namun bedanya, permainan menyuguhkan formula open world.

 

2. Monster Hunter World

26 Januari 2018
Game terbaru di seri Monster Hunter ini menjanjikan peta permainan yang jauh lebih luas, peralihan antar-zona yang mulus, serta mode multiplayer co-op online empat pemain. Versi PC-nya akan tiba lebih lambat dari versi Xbox One dan PS4 karena developer butuh lebih banyak waktu untuk mengoptimalkannya.

 

1. Red Dead Redemption 2

Q2 2018
Seharusnya dilepas pada paruh kedua 2017, Rockstar mengakui mereka memerlukan waktu lebih panjang buat memoles mahakarya selanjutnya yang akan membawa Anda sekali lagi ke era ‘Old West’. Red Dead Redemption 2 kembali menghidangkan petualangan single-player dan narasi epik khas Rockstar, dipadu ‘komponen’ multiplayer online.