Tag Archives: Moselo

organic flat customer support illustration

5 Aplikasi Jasa Online, Jembatani Pencari dan Penyedia Jasa

Perkembangan teknologi saat ini kian mempermudah proses transaksi dalam dunia bisnis online, termasuk di bidang jasa. Beriringan dengan itu, kini hadir berbagai aplikasi jasa online, dengan beragam layanan.

Kini, masyarakat dapat dengan mudah mencari jasa yang sedang dibutuhkan secara online. Begitu pun bagi penyedia jasa yang dapat dengan mudah mencari pangsa pasar yang sesuai dengan jasa yang ditawarkannya, melalui aplikasi jasa.

Aplikasi Jasa Online yang Cocok Bagi Pencari dan Penyedia Jasa

Berikut ini beberapa aplikasi jasa yang dapat digunakan baik oleh pencari ataupun penyedia jasa, simak daftarnya!

1. JASKI

Jaski merupakan layanan penyedia pemesanan atau transaksi jasa yang menghubungkan penyedia jasa dengan pengguna jasa secara mudah, melalui aplikasi. Dengan memiliki lebih dari seribu item jasa dan lebih dari 200 mitra, jenis jasa yang ditawarkan pada aplikasi ini beragam.

Mulai dari jasa foto & videografi, wedding organizer (WO) & event organizer (EO), rias wajah, dekorasi, sewa gaun dan jas, sewa venue, katering hingga entertainment seperti MC dan band.

2. SEJASA

meta image daedbeaceecfddccbebcebafca

Sejasa merupakan layanan jasa online yang fokus sebagai penyedia jasa pertukangan profesional, dengan berbagai jenis layanan. Mulai dari kelistrikan, perbaikan rumah, pembuatan kolam renang dan masih banyak lagi.

Aplikasi Sejasa juga memiliki penyedia jasa profesional, mulai dari arsitek, kontraktor bangunan interior designer, tukang kayu, tukang ledeng, tukang taman, hingga kontraktor pameran.

3. KANGGO

https://www.youtube.com/watch?v=w3At5GSqN1Q

Mengusung konsep yang sama dengan Sejasa, aplikasi Kanggo juga bergerak di bidang jasa home improvement, yang menyediakan jasa tukang bangunan dan pertukangan profesional.

Kanggo menyediakan beragam layanan, mulai dari jasa renovasi rumah, perbaikan tembok dinding, pengecatan, pasang keramik, pintu, plafon, atap dan perbaikan, instalasi pipa, hingga jasa angkat barang berat.

4. MOSELO

bfbdbceedcd Moselo sajikan fungsionalitas untuk pemesanan layanan jasa

Moselo adalah aplikasi marketplace, tempat bertemunya pencari dan penyedia jasa kreatif dan seniman lokal. Layanan kreatif di aplikasi beragam, mulai dari kecantikan, fotografi dan videografi, graphic design, hingga entertaiment.

Moselo juga banyak memiliki layanan lainnya, seperti menyediakan produk kerajinan tangan, pangan olahan rumahan, peralatan rumah tangga, bunga, hampers dan parsel hingga peralatan pesta dan pernikahan.

5. SEEKMI

fcaaaccaeaf BDF A CABF

Seekmi adalah aplikasi penyedia layanan jasa yang berkaitan dengan keperluan rumah dan kantor. Layanan yang ditawarkan mulai dari jasa laundry, pembersihan, servis AC, servis elektronik, tukang harian, tukang ledeng hingga disinfeksi.

Aplikasi ini menghubungkan pencari jasa dengan teknisi terlatih, yang berada dalam lingkup wilayah terdekat. Ada pun layanan aplikasi ini tersedia di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.

Demikian beberapa aplikasi jasa online yang dapat digunakan, baik oleh pencari ataupun penyedia jasa. Semoga bermanfaat!

Marketplace produk kreatif dan handmade Moselo memiliki lebih dari 200 ribu pengguna terdaftar dan lebih dari 5 ribu Moselo Experts tersebar di lima kota

Strategi Moselo Pertajam Posisi sebagai Platform Marketplace Produk Kreatif

Sudah lebih dari dua tahun lalu, Moselo menobatkan dirinya sebagai marketplace produk kreatif dan handmade setelah pivot dari bisnis sebelumnya sebagai aplikasi chat commerce. Keyakinan tersebut berhasil dibuktikan dengan pertumbuhan bisnis secara keseluruhan dari tahun ke tahun.

Dalam wawancara bersama DailySocial, CEO Moselo Erwin Andreas menjelaskan secara statistik layanannya memiliki lebih dari 200 ribu pengguna terdaftar, dengan pengguna aktif bulanan (MAU) di kisaran 65 ribu orang. Di samping itu, para merchant yang disebut “Moselo Experts” kini berjumlah lebih dari 5 ribu merchant. Mereka tersebar di berbagai kategori, mulai dari barang seni & koleksi, fesyen & aksesoris, kerajinan tangan, jasa kreatif, bunga buket, hampers, skincare, makanan rumahan, dan sebagainya.

“Baik konsumen dan merchant sama-sama berasal dari lima kota besar, yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali. Sementara profil konsumen konsisten menyasar target perempuan (70% dari jumlah user), dengan range user antara 18-40 tahun, kelas ekonomi menengah ke atas,” terangnya.

Sebagai marketplace niche yang bermain di produk handmade, Moselo banyak melakukan pemberdayaan komunitas yang diinisiasi melalui program merchant development berkelanjutan. Erwin mengaku program tersebut semakin intens dilakukan terutama saat pandemi karena perusahaan ingin para kreator lokal yang bergabung dapat terus berkembang dan tidak ketinggalan dengan kondisi di lapangan.

Di samping itu, strategi promosi pemasaran juga dilakukan Moselo. Akan tetapi, Erwin menganggap strategi tersebut bukan satu-satunya untuk bersaing di pasar. “Kami tidak melihatnya sebagai bakar uang, dan meski di Moselo juga ada berbagai promo, kami tidak menganggapnya sebagai satu-satunya cara utama untuk bersaing. Sebagai vertical marketplace, kami lebih concern dengan pemberdayaan komunitas.”

Pengembangan fitur

Agar perusahaan lebih agile, Erwin mengungkapkan pada awal tahun ini perusahaan melakukan sejumlah penyesuaian yang lebih mengarah pada praktik day-to-day business dan lebih fokus pada pemasaran dan bisnis demi meningkatkan pengalaman konsumen.

Langkah tersebut diambil, lantaran dalam pantauannya situasi eksternal sangat dinamis dan perilaku market sangat fluid. “Maka team Moselo dituntut untuk lebih adapt dengan keadaan. Perencanaan bisnis menjadi lebih agile, sehingga banyak effort untuk menganalisis perilaku market yang sangat dinamis.”

Dampak dari strategi tersebut adalah timeline pengembangan produk mengalami penyesuaian untuk dikaji ulang berdasarkan prioritasnya. Pengembangan yang sifatnya strategis akan ditunda untuk sementara, dan mendahulukan pengembangan yang fokus pada peningkatan pengalaman konsumen dan peningkatan fitur untuk mendukung keperluan marketing dan bisnis.

Ada dua fitur yang telah dirilis perusahaan, yakni integrasi dengan ShopeePay untuk mengakomodasi alternatif metode pembayaran dan fitur Expert Updates yang memungkinkan merchant melakukan self-promote di aplikasi Moselo. “Di tahun ini belum ada penambahan fitur yang bersifat permanen, namun ada beberapa gimmick feature yang ditampilkan khusus untuk mendukung user experience di beberapa campaign spesial.”

Terkait penggalangan pendanaan baru, Erwin menuturkan saat ini ada beberapa potensi yang sedang didiskusikan oleh internal. Sejauh ini perusahaan mengantongi pendanaan dari angel investor dengan identitas dirahasiakan. Ia juga memastikan runway untuk tahun ini sudah aman.

Application Information Will Show Up Here

Five Pivot Strategies from Akseleran, Moselo, and Kata.ai

Building a startup is not just a matter of creating traction and gaining as many users as possible. A true startup is well-known with a culture that survives through the concept of “fail fast, learn fast”.

Therefore, what happens if the startup business that you develop does not get the expected traction? One of the answers is a pivot.

Changing business models, transitioning to different services, or being called pivots is no longer a new way in the startup industry. Some startups in Indonesia have done this, starting from 100 percent pivot by changing company brands and platforms to changing the type of service.

When you decide to pivot, many questions will arise. Starting from what kind of things to prepare, things to be avoided, and how to begin.

In order to answer the question above, DailySocial summarizes various tips and strategies for pivots based on the results of our interviews with Kata.ai (pivot 2016), Akseleran (pivot 2017), and Moselo (pivot 2018).

For the record, these tips are not sorted by the sequence of steps.

Communication with stakeholders

All agreed that startups must communicate with stakeholders if they want to do a pivot. Indeed, the most important ones are the investors and the company team.

Kata.ai’s Co-founder and CEO, Irzan Raditya said communication is important to provide understanding and awareness for investors and teams. There should even be a break between making plans and starting pivoting employees.

“Do the right communication, especially investors to make sure you get the support from the shareholders to support and give a clear understanding of why you pivot,” Irzan said.

As for Moselo’s CEO Richard Fang, startups should avoid one-way communication about the reasons and goals of the pivot. That is, every employee has the right to express their perspectives and concerns about this pivot.

A clear and sustainable business model

Making a business transition is a major step that requires full commitment from both the organization and other stakeholders.

Also, for Irzan, before meeting investors, startups should ideally have a clear and sustainable business plan to ensure this new business model can survive in the future.

“First, we have to research before meeting investors. [After that], we were assisted by one of our investors to work on the direction. We must emphasized that when meeting investors, the plan should be clear and have the option of going where to pivot,”  he added.

As an example, Kata.ai, which was previously named Yesboss in 2015, offers a personal virtual assistant service with the concept of conversational commerce. In its journey, this business model is considered less scalable and has a wide impact.

Thus, the company pivot and the following year by becoming an Artificial Intelligence (AI) enabler focused on Natural Language Processing (NLP) technology.

Product-market fit is fundamental

The most common reason we’ll ancounter while interviewing pivoted startups is: products and services are not developing, or the traction grow slowly.

Above are some valuable lessons for Akseleran that product-market-fit is a very fundamental point for the survival of startup businesses.

Akseleran started its business as a solution to channeling loans to SMEs in the form of equity participation. After six months of release, Akseleran decided to pivot into P2P lending because of the slow distribution. After the pivot, Akseleran focus on the same target market, SMEs.

Akseleran’s co-founder and CEO Ivan Nikolas Tambunan revealed that the Indonesian market is quite receptive to equity-based funding. With the slow distribution, it makes Akseleran products less scalable and considered not market-fit.

Ivan also added, when the developed product has not been validated in the market when running the pivot process, startups should refrain from adding new human resources.

“At first, we have to give full information about the product roadmap and the business model. Therefore, they understand the changes. Well, to facilitate motivation and stay in one direction, it’s good for [the team] to start small,” he said.

Focus on the target market, not feature

Another point that should be noted for anyone who is building a startup is how important it is to focus on what the market needs, not what the company wants.

No matter how cool or sophisticated a product or service is, it will be useless if consumers are reluctant to use it.

This was experienced by Moselo who was originally a startup commerce chat provider for creative products. Richard Fang believes that this is often the case with startups who are just starting out.

He admitted that initially, his team was too focused on developing features, then forget the target market. When making a pivot into a marketplace that offers creative products, the company finally begins to focus on recognizing the right target market.

In addition, he said, the pivot that took time from August-December 2018 will actually make the company more relevant to consumers and businesses can be profitable.

“So what we did [during the pivot] was to sharpen Moselo’s target audience. We look for solutions that are appropriate from our data collection. Also, recognize the pain-points of the target because this can be a source of income for the business,” Richard added.

Measuring the limit of pivot success

Don’t ask how many startups failed to pivot. Lots.

Now, as startups, it is very important to know the extent of our limits to ensure that the pivots are run successfully or vice versa.

As we interviewed the three startups, each has its own parameter to measure the pivot success. Generally, it is the number of users or Gross Merchandise Value / Volume (GMV).

In terms of Kata.ai, Irzan mentioned after the pivot in 2016, the company has experienced business growth of three to five times, even already obtained profits in 2019. In addition, Kata.ai also has corporate customers from large-scale companies.

“Speaking of startups, talk of surviving. We have data and see which parameters can be improved. As an AI conversational startup, we look up to user engagement. Previously, we only have tens of thousands, now millions of users. Revenues also increased,” he said.

While Moselo pivots to get significant traction. Therefore, the number of transactions, the number of customers, and GMV will be the main parameters.

“Since the pivot, we have raised 320 percent GMV growth with users reaching up to 50 thousand. We continue to track the parameters in order to know whether this initiative succeeded or failed,” Richard said.

Similar to Moselo, Akseleran validates the action of this pivot with traction. Based on the company data, Akseleran can only distribute Rp2 billion funding while it was still an equity-based loan platform.

“In order to have a product-market fit, we validate it with traction. After turning into P2P lending, we have distributed more than Rp1 billion in the first month. Then it increased to Rp30 billion in six months. This validates whether the pivot is working or not.” Ivan added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian 

Moselo, Akseleran, dan Kata.ai berbagi pengalaman dan hal-hal yang harus diperhatikan dan dilakukan saat melakukan pivot

5 Strategi Memulai Pivot Startup Ala Akseleran, Moselo, dan Kata.ai

Membangun startup bukan sekadar perkara menciptakan traction dan mendulang pengguna sebanyak-banyaknya. Startup sejatinya kental dengan kultur bertahan lewat konsep “fail fast, learn fast”.

Lalu, apa jadinya kalau bisnis startup yang Anda kembangkan tidak kunjung mendapatkan traction yang diharapkan? Salah satu jawabannya adalah pivot.

Mengubah model bisnis, bertransisi ke layanan berbeda, atau disebut pivot bukan lagi cara baru dalam industri startup. Beberapa startup di Indonesia sudah melakukan ini, mulai dari pivot 100 persen dengan mengganti brand perusahaan dan platform sampai mengubah jenis layanannya.

Saat Anda memutuskan untuk pivot, banyak pertanyaan yang akan muncul. Dimulai dari apa saja yang perlu dipersiapkan, hal-hal yang perlu dihindari, hingga bagaimana mengawalinya.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, DailySocial merangkum berbagai tips dan strategi untuk pivot berdasarkan hasil wawancara kami dengan Kata.ai (pivot 2016), Akseleran (pivot 2017), dan Moselo (pivot 2018).

Sebagai catatan, tips ini tidak disusun berdasarkan urutan langkah yang harus dilakukan pertama kali.

Berkomunikasi dengan stakeholder

Semua sepakat bahwa startup wajib berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan apabila ingin melakukan pivot. Tentu yang utama adalah para investor dan tim di perusahaan.

Menurut Co-founder dan CEO Kata.ai Irzan Raditya, komunikasi menjadi penting untuk memberikan pemahaman dan kesiapan terhadap investor dan tim. Bahkan sebaiknya ada waktu jeda antara membuat rencana dan memulai pivot kepada karyawan.

“Do the right communication, terutama investor to make sure you get the support from the shareholder to support and give clear understanding why you pivot,” papar Irzan.

Sementara bagi CEO Moselo Richard Fang, sebaiknya startup menghindari komunikasi satu arah tentang alasan dan tujuan pivot. Artinya, setiap karyawan berhak untuk menyampaikan perspektif dan concern mereka terhadap pivot ini.

Rencana bisnis yang jelas dan berkelanjutan

Melakukan transisi bisnis merupakan langkah besar yang sangat membutuhkan komitmen penuh, baik dari organisasi maupun pemangku kepentingan lainnya.

Kembali lagi, bagi Irzan, sebelum bertemu investor, startup idealnya merencanakan bisnis secara jelas dan berkelanjutan untuk memastikan model bisnis baru ini dapat bertahan di masa depan.

“Kami riset dulu sebelum bertemu investor. [Setelah itu], kami justru dibantu oleh salah satu investor kami untuk menggarap arah strateginya. Perlu ditekankan bahwa ketika bertemu investor, rencana yang kami miliki harus clear dan punya opsi mau pivot ke mana,” ungkap Irzan.

Sebagai gambaran, Kata.ai yang sebelumnya bernama Yesboss di 2015, menawarkan layanan asisten virtual pribadi dengan konsep conversational commerce. Dalam perjalanannya, model bisnis ini dinilai kurang scalable dan memberikan impact luas.

Maka itu, perusahaan kemudian memanuver bisnisnya di tahun berikutnya dengan menjadi enabler Artificial Intelligence (AI) yang fokus pada teknologi Natural Language Processing (NLP).

Product-market fit menjadi fundamental

Alasan yang paling sering kami temui kala mewawancarai startup yang pivot: produk dan layanan tidak berkembang, atau pertumbuhan traction-nya lambat.

Hal di atas menjadi pelajaran berharga bagi Akseleran bahwa product-market-fit merupakan poin yang sangat fundamental terhadap kelangsungan bisnis startup.

Akseleran memulai bisnisnya sebagai solusi penyalur pinjaman ke UKM dalam bentuk penyertaan ekuitas. Setelah enam bulan dirilis, Akseleran memutuskan pivot menjadi P2P lending karena lambatnya pertumbuhan penyaluran pinjaman. Setelah pivot, Akseleran tetap bertahan pada target pasar yang sama, yaitu UKM.

Co-founder dan CEO Akseleran Ivan Nikolas Tambunan mengungkap bahwa ternyata pasar Indonesia reseptif terhadap pendanaan berbasis ekuitas. Dengan lambatnya penyaluran pinjaman di awal, ini membuat produk Akseleran menjadi kurang scalable dan tidak market-fit.

Ivan juga menambahkan, apabila produk yang dikembangkan belum tervalidasi di pasar saat menjalankan proses pivot, sebaiknya startup menahan diri untuk tidak menambah SDM baru.

“Sejak awal, kita harus kasih informasi penuh tentang roadmap produk dan model bisnisnya. Jadi mereka paham akan perubahan yang dilakukan. Nah, untuk memudahkan motivasi dan supaya tetap satu arah, baiknya [timnya] start small saja,” tuturnya.

Fokus pada target pasar, bukan fitur

Poin lain yang patut menjadi catatan bagi siapapun yang sedang membangun startup adalah betapa pentingnya fokus terhadap apa yang dibutuhkan pasar, bukan apa yang diinginkan perusahaan.

Tak peduli seberapa keren atau canggihnya sebuah produk atau layanan, hal tersebut akan percuma jika konsumen enggan menggunakannya.

Pengalaman ini dialami oleh Moselo yang awalnya merupakan startup penyedia chat commerce untuk produk kreatif. Richard Fang menilai hal ini umumnya acapkali terjadi pada startup-startup yang baru merintis.

Ia mengaku bahwa awalnya pihaknya terlalu fokus pada pengembangan fitur sehingga melupakan target yang ingin dituju. Ketika ingin pivot menjadi marketplace yang menawarkan produk kreatif, perusahaan akhirnya mulai fokus untuk mengenali target pasar lebih dalam.

Di samping itu, ujarnya, pivot yang dilakukan sejak Agustus-Desember 2018 ini justru akan membuat perusahaan menjadi lebih relevan terhadap konsumen dan bisnis dapat profitable.

“Maka yang kami lakukan [saat pivot] adalah mempertajam target audience Moselo. Dari data yang kami himpun, kami mencari solusi yang sesuai buat mereka. Kenali juga pain-point dari target karena ini dapat menjadi sumber pendapatan bagi bisnis,” ungkap Richard.

Mengukur batasan keberhasilan pivot

Jangan tanya berapa banyak startup yang gagal melakukan pivot. Banyak.

Nah, sebagai pelaku startup, penting sekali mengetahui sampai mana batasan kita untuk memastikan bahwa pivot yang dijalankan berhasil atau sebaliknya.

Dari wawancara kami dengan ketiga startup di atas, masing-masing mengandalkan parameter untuk mengukur keberhasilan pivot ini. Umumnya yang menjadi parameter adalah jumlah pengguna atau Gross Merchandise Value/Volume (GMV).

Untuk Kata.ai, Irzan mengungkap bahwa pasca pivot di 2016 lalu, perusahaan telah mengalami pertumbuhan bisnis tiga hingga lima kali lipat, bahkan sudah mengantongi untung di 2019. Selain itu, Kata.ai juga telah memiliki pelanggan korporasi dari perusahaan berskala besar.

”Bicara startup, bicara surviving. Kami punya data dan lihat parameter apa yang bisa ditingkatkan. Sebagai startup conversational AI, kami lihat engagement user-nya. Dulu cuma puluhan ribu pengguna, sekarang jutaan. Pendapatan juga naik,” ungkapnya.

Sementara Moselo sejak awal melakukan pivot untuk mendapatkan traction yang signifikan. Maka itu, jumlah transaksi, jumlah pelanggan, dan GMV akan menjadi paratemer utama.

“Sejak pivot, kami telah mengantongi pertumbuhan GMV sebesar 320 persen dengan jumlah pengguna mencapai 50 ribu. Kami terus track parameternya agar tahu apakah inisiatif ini berhasil atau gagal,” ujar Richard.

Senada dengan Moselo, Akseleran memvalidasi aksi pivot ini dengan traction. Berdasarkan data perusahaan, Akseleran hanya mampu menyalurkan Rp2 miliar pendanaan saat masih menjadi platform pinjaman berbasis ekuitas.

“Agar punya product-market fit, kami memvalidasinya dengan traction. Setelah berubah menjadi P2P lending, kami menyalurkan lebih dari Rp1 miliar di bulan pertama. Kemudian meningkat menjadi Rp30 miliar dalam enam bulan. Ini memvalidasi apakah pivot berjalan baik atau tidak.” Kata Ivan.

Keputusan pivot diambil di akhir 2018. Meski sudah fokus ke produk kreatif dan handmade, Moselo masih menyediakan menu jasa kreatif

Moselo Kembali Pivot, Kini Fokus Jadi Marketplace Produk Kreatif dan “Handmade”

Pertengahan tahun lalu, Moselo memosisikan diri sebagai marketplace untuk jasa kreatif — setelah awalnya dikembangkan sebagai aplikasi chat commerce. Kini ia kembali pivot, sesuai dengan kesesuaian pasar, menjadi marketplace yang lebih banyak menawarkan produk kreatif.

“Ya betul, kami pivot menjadi marketplace khusus produk kreatif dan handmade, namun untuk jasa kreatif masih bisa diakses di salah satu menu creative services. Kami masih melihat ada beberapa demand dari customer, namun tidak sebesar produk kreatif,” jelas CEO Moselo Richard Fang.

Pivot ini dimulai sejak Agustus 2018. Kemudian di Desember 2018 Moselo secara penuh menjadi marketplace yang fokus pada produk kreatif dan handmade. Menurut data internal, sejak Desember 2018 mereka mengalami pertumbuhan bisnis 10% tiap bulan dan transaksi tumbuh 25% setiap bulannya.

Sejauh ini Moselo sudah memiliki 1.500 Moselo Expert, mendapatkan 25.000 pengguna, dan mendapatkan ribuan transaksi.

“Sampai saat ini, rata-rata ratusan juta Rupiah tiap bulan sudah diterima oleh para expert yang tergabung di marketplace Moselo,” imbuh Richard.

Setelah fokus pada produk kreatif dan handmade, Richard mengaku perusahaan mendapatkan capaian positif. Di bulan Maret 2019 kemarin mereka baru saja menerapkan sistem fee 10% dari setiap transaksi.

“Untuk revenue model, di bulan Maret 2019 kemarin kami baru menerapkan sistem Moselo Fee 10% dari setiap transaksi. Sejauh ini kami belum bisa share angkanya, namun sudah menunjukkan potensi yang menjanjikan,” jelas Richard.

Salah satu produk yang dijual di Moselo, Mayyumi Glass

Moselo mengemban misi menghubungkan Moselo Expert lokal, yang mayoritas masih bersifat solopreneur, untuk bertransformasi menjadi bisnis kreatif yang bisa membuka lapangan pekerjaan di lingkungan sekitar mereka.

Melalu teknologi, kreativitas, dan edukasi yang relevan, pihak Moselo yakin bisa berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi kreatif, khususnya dalam menyambut puncak demografi di tahun 2030 mendatang.

“Jika 100.000 expert membuka lowongan pekerjaan untuk 10 karyawan saja, maka 1 juta lapangan kerja tersebut akan tercapai. Ketika itu terjadi, barulah Moselo bisa dikatakan sukses,” ungkap Richard.

Di tahun 2019 ini Moselo merencanakan lebih sering mengadakan event Moselo Art Market. Event pertama dijadwalkan pada 27-28 April 2019. Event semacam itu diharapkan bisa membantu para Moselo Expert untuk bisa lebih dikenal di masyarakat.

“Target kami adalah bisa mencapai 100.000 pengguna di akhir 2019,” tutup Richard.

Application Information Will Show Up Here
Richard Fang, Founder and CEO of Moselo in the official launching / Moselo

Moselo’s Focus to Become a Creative Service Marketplace

About a year ago, we were having a discussion about Moselo with Richard Fang. It was Weekend Inc’s side project in a form of a chat commerce and Richard was still its CEO. Fast forward to this day, Moselo has become a separate entity and grown into a platform that connects creative industries with consumers. In a simple way as creative service marketplace. It also accommodates online payment in its chat platform.

Fang said to DailySocial that the service is supported by an angel investor, and currently employs 30 people, most are engineers.

Moselo is now having 10 thousand registered users and a thousand experts. Expert is for those providing creative assistance.

He said the creative industry has various challenges in Indonesia. “As a designer, I’m familiar with the creative industry, therefore, I’m aware of the challenge faced by the players.”

Many millennials are into the creative industry, although the idea tends to be rejected by the reason that it has no guarantee to support for living.

“Because it starts from a hobby, to be developed into the public product and be monetized, it’ll give more satisfaction for the creative industry players,” he said.

Moselo is now focus on music, design, videography, photography, beauty, and entertainment industry. Fang said the most popular segments are beauty, design, and photography, from either consumers or experts.

While the freelance portals are given such similar services, Moselo hopes to create a better experience in discussion and transaction.

It provides browsing, conversing, consulting, and shopping in one application.

Payment platform

Midtrans is used as the payment gateway. Consumers can pay directly on the platform when they are firm with the service. It’s quite similar with e-commerce, the (escrow) fund will be kept in Moselo before all work is done.

The CEO admits that there has been an internal discussion regarding DP (Down Payment) implementation. However, they currently applying full payment first. He recommends experts to be more creative in making service packages, for example, by giving consulting session that’s excluded the work packages.

Future planning

Moselo already has lots of product plans in the pipeline for this year. Nevertheless, they’ll be testing it one by one to validate the existing premises.

During this year, Moselo is expected to acquire 75 thousand users and increasing experts into 25 thousand.

“The objective is to explore passion to be more beneficial and making money for them.”

“I expect Moselo to be a platform for creative industry players can connect easily to consumers, also boosting the development of creative industry in Indonesia,” he finished.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Founder dan CEO Moselo Richard Fang saat peluncuran resmi layanan / Moselo

Moselo Kini Fokus Jadi “Creative Service Marketplace”

Sekitar hampir setahun yang lalu kami mendiskusikan Moselo dengan Richard Fang. Ketika itu Moselo adalah sebuah proyek Weekend Inc dalam bentuk chat commerce dan Richard masih menjadi CEO Weekend Inc. Fast forward hari ini, Moselo menjadi sebuah perusahaan terpisah dan berkembang menjadi platform yang menghubungkan pelaku industri kreatif dengan konsumen. Mudahnya kita sebut sebagai creative service marketplace. Layanan ini juga mengakomodasi skema pembayaran online di dalam platform chat-nya.

Kepada DailySocial, Richard menyebutkan layanannya didukung oleh angel investor, yang tidak disebutkan namanya, dan saat ini memiliki sekitar 30 pegawai, yang sebagian besar adalah engineer.

Moselo kini memiliki 10 ribu pengguna terdaftar dan 1000 expert. Expert di sini adalah sebutan untuk penyedia jasa kreatif.

Richard menjelaskan industri kreatif memiliki berbagai tantangan di Indonesia. “Sebagai seorang desainer, saya familiar dengan industri kreatif, sehingga saya cukup memahami tantangan yang dihadapi oleh pelaku industri kreatif.”

Generasi langgas (millennial) memang banyak yang memiliki passion di industri kreatif. Meskipun demikian, ide untuk mengejar passion ini secara penuh waktu acap kali ditentang karena alasan belum tentu mampu menjamin kehidupan sebagaimana pekerjaan umum lainnya.

“Karena berawal dari hal yang disukai, jika kemudian bisa dikembangkan menjadi produk bagi orang lain dan menghasilkan, tentunya akan memberikan kepuasan lebih bagi para pelaku industri kreatif,” ungkap Richard.

Fokus Moselo adalah industri jasa kecantikan, fotografi, videografi, desain, musik, dan jasa hiburan. Richard menyebutkan sejauh ini jasa kecantikan, desain, dan fotografi masih menjadi segmen yang paling banyak mendapatkan animo, baik dari konsumen maupun expert.

Di satu sisi, sebenarnya portal-portal freelance memberikan variasi layanan yang beririsan, meskipun demikian Moselo hadir dengan harapan memberikan pengalaman berdiskusi dan bertransaksi dengan lebih baik.

Moselo memberikan proses browsing, conversing, consultation, dan shopping di dalam satu aplikasi.

Platform pembayaran

Menggunakan Midtrans sebagai penyedia payment gateway, konsumen bisa langsung membayar di platform ketika sudah yakin dengan layanan yang ingin dibelinya. Seperti halnya layanan e-commerce, dana akan disimpan dulu oleh Moselo sebelum seluruh pekerjaan selesai.

Richard mengakui secara internal sudah ada diskusi soal apakah kita perlu menerapkan DP atau tidak. Meskipun demikian akhirnya mereka saat ini menerapkan pembayaran secara penuh terlebih dulu. Richard menganjurkan expert untuk lebih kreatif memberikan paket layanan, misalnya memberikan jasa konsultasi, di luar paket pekerjaan yang bisa dipilih.

Rencana ke depan

Tahun ini Moselo memiliki banyak rencana produk yang sudah ada di pipeline. Meskipun demikian mereka akan testing satu-satu untuk memvalidasi premis-premis yang mereka sudah tentukan.

Sepanjang tahun ini diharapkan Moselo memperoleh 75 ribu pengguna, dengan jumlah expert yang meningkat hingga 25 ribu.

“Tujuannya untuk mengeksplorasi passion menjadi hal yang lebih berguna, dan bisa menghasilkan bagi mereka.

“Saya berharap, Moselo dapat menjadi wadah bagi pelaku industri kreatif agar dapat terhubung dengan mudah kepada konsumen, dan turut meningkatkan tumbuhnya industri kreatif di Indonesia,” tutup Richard.

Application Information Will Show Up Here

Moselo Luncurkan Aplikasi iOS, Mudahkan Penyedia Jasa Akomodasi Layanannya

Moselo merupakan sebuah aplikasi berbentuk chat commerce yang dapat menghubungkan antara penyedia jasa (atau disebut Expert) dengan konsumennya. Setelah mengumumkan kehadirannya beberapa waktu lalu dalam versi beta, aplikasi karya Weekend Inc tersebut akhirnya diterbitkan untuk platform iOS. Guna mengetahui kabar terkini seputar Moselo, DailySocial berbincang dengan Co-Founder & CEO Weekend Inc Richard Fang.

“Untuk versi iOS Moselo yang sekarang, pengguna sudah bisa memesan jasa yang ditawarkan Expert. Caranya cukup mudah, hanya dengan memilih Expert dari laman Discover, lihat portofolio mereka, jika tertarik bisa langsung chat dengan Expert. Penawaran jasa dan harga dari Expert dapat otomatis terlihat jika menggunakan fitur Action Button ketika sedang chatting. Dari situ pengguna bisa memesan jasa seperti halnya membeli produk dari e-commerce,” terang Richard.

Ketika konsumen sudah deal dengan apa yang ditawarkan oleh Expert, ia dapat melanjutkan pembayaran ke rekening Expert melalui informasi yang terdapat pada kolom chat (fitur Order Card), sehingga pemesanan dapat dikonfirmasi oleh kedua belah pihak.

“Dalam waktu dekat kami akan mengintegrasikan payment gateway sehingga proses pembayaran bisa menggunakan metode lain seperti Credit Card dan Virtual Account. Tentunya ini memudahkan Expert dan meningkatkan kepercayaan pengguna ketika ingin melakukan transaksi,” lanjut Richard.

Dijadwalkan aplikasi Moselo versi Android akan diluncurkan pada akhir bulan Agustus ini. Pihak Weekend Inc saat ini tengah dalam proses pengujian dan penyelesaian aplikasi.

Menargetkan peningkatan jumlah pengguna 30-50% per bulan

Dari keterangan Richard, setelah aplikasi dirilis, fokus Moselo selanjutnya adalah menambahkan sebanyak mungkin Expert di berbagai bidang, melakukan aktivitas event offline dan pada saat bersamaan akan melakukan digital marketing untuk meningkatkan pengguna yang memerlukan jasa dari Expert yang sudah bergabung di Moselo.

“Kalau bicara target kami berupaya untuk bisa menumbuhkan jumlah pengguna sebanyak 30-50% setiap bulan. Lalu mengukur metrik tertentu seperti jumlah chat antara User dan Expert, serta jumlah Order. Karena Moselo merupakan konsep baru maka kami akan fokus memvalidasi konsep ini di masyarakat,” ujar Richard.

Sebelumnya telah diberitakan proses bisnis yang ingin dibawa Moselo pada dasarnya menyesuaikan kebiasaan orang ketika akan memesan layanan jasa (misalnya make-up artist, desainer dan lain-lain). Umumnya ketika sedang memilih layanan jasa, orang pasti akan bertanya terlebih dulu terkait detil penawaran, bahkan beberapa butuh berkenalan dulu supaya merasa lebih yakin. Dan chatting saat ini dinilai sebagai medium paling sesuai.

Dari sisi penyedia jasa, otomasi –seperti dalam fitur Auto Reply atau Pre-Defined Action—dalam aplikasi diharapkan akan memberikan efisiensi dalam proses pelayanan kepada pelanggan. Mereka hanya perlu menjawab ketika ada pertanyaan spesifik dari calon konsumen. Dengan begitu Expert memiliki lebih banyak waktu untuk menjalankan bisnisnya dan berkreasi.

Weekend Inc Akan Luncurkan Moselo, Aplikasi Chat-Commerce untuk Layanan Jasa

Baru-baru ini Weekend Inc mengumumkan inovasi terbarunya. Bernama Moselo, aplikasi berbentuk chat-commerce ini akan menghubungkan penyedia jasa dengan konsumennya. Saat ini Moselo masih dalam tahap pengembangan dan pengujian, direncanakan akan diluncurkan dalam versi beta awal Juli 2017 mendatang. Kendati demikian, melalui situs resminya Moselo sudah mulai menghimpun penyedia jasa yang berminat menjadi bagian dalam layanannya.

Setidaknya ada enam jenis jasa profesional yang akan ditawarkan melalui Moselo, yakni jasa kecantikan, fotografi, videografi, desain interior, desain fashion dan jasa hiburan.

Menyederhanakan proses pemesanan jasa di satu platform

Co-Founder & CEO Weekend Inc. Richard Fang menceritakan bahwa proses bisnis yang ingin dibawa Moselo pada dasarnya menyesuaikan kebiasaan orang ketika hendak memesan layanan jasa. Termasuk pemilihan platform chatting sebagai medium. Pada umumnya ketika memilih layanan jasa orang pasti akan bertanya terlebih dulu terkait detail penawaran, bahkan beberapa butuh berkenalan dulu supaya merasa lebih nyaman.

“Kami melihat dan mengalami sendiri problem yang ada ketika kita mau menggunakan jasa seseorang (misalnya make-up artist, desainer gaun, dll), dimulai dari mencari penyedia jasa yang kita suka di Instagram/Facebook lalu dilanjutkan chatting di WhatsApp/LINE, sampai ke proses pembayaran DP atau full-payment yang masih manual. Ini semua sangat menguras tenaga baik dari sisi calon customer dan penyedia jasa. Maka dari itu kami menghadirkan solusi Moselo, jadi semua proses di atas bisa kita lakukan hanya dalam satu app saja,” ujar Richard.

Varian fitur yang tersedia pada aplikasi Moselo

Ada empat fitur utama yang telah ditanamkan pada aplikasi Moselo. Pertama Portofolio, fitur ini didesain untuk memperlihatkan portofolio dari jasa yang ditawarkan oleh penyedia (disebut dengan Expert). Kedua ada Auto Reply, fitur ini akan meringankan beban Expert dalam menjawab hal yang sering menjadi pertanyaan oleh calon konsumen. Pertanyaan-pertanyaan umum (FAQ) dapat didefinisikan dalam sistem sehingga dapat terjawab secara otomatis.

Tampilan aplikasi Moselo
Tampilan aplikasi Moselo

Kemudian yang ketiga fitur Pre-Defined Action, sebuah fungsionalitas yang dapat digunakan untuk mengatur tombol di keyboard secara kustom menyesuaikan dengan tipikal layanan atau pertanyaan yang sering diterima Expert. Dan yang terakhir ada In-Chat Order & Payment, yakni sebuah fitur yang memungkinkan konsumen dapat dengan mudah melakukan pemesanan langsung di ruang chat. Proses pemesanan tersebut dieksekusi secara otomatis oleh sistem, tanpa harus dikelola manual oleh Expert.

Otomatisasi yang dalam aplikasi diharapkan akan memberikan efisiensi kepada Expert. Mereka hanya perlu menjawab ketika ada pertanyaan spesifik dari calon konsumen. Dengan begitu Expert memiliki lebih banyak waktu untuk menjalankan bisnisnya dan berkreasi.

“Pada tahap ini kami akan fokus pada bidang jasa dulu. Kami ingin melakukan validasi  terhadap kebiasaan orang yang menggunakan berbagai macam app untuk mencari, bertanya sampai melakukan transaksi menjadi satu app saja. Kami rasa ini dasar yang penting bagi Moselo untuk bisa scale di masa depan,” tutur Richard menerangkan plan ke depan dari Moselo.

Untuk operasional, nantinya akan ada fee (nominal belum disebutkan) yang dikenakan pada penyedia jasa ketika ada transaksi melalui Moselo, untuk membiayai proses payment gateway.