Tag Archives: mPOS

majoo

Platform SaaS majoo Sajikan Layanan Pengelolaan Bisnis Menyeluruh untuk UKM

Salah satu faktor untuk membantu kesuksesan bisnis UKM adalah dukungan dari layanan logistik, pembayaran, hingga manajemen pengelolaan bisnis mereka. Dalam waktu dua tahun terakhir, sudah banyak platform yang kemudian mencoba memudahkan para pelaku UKM mengelola bisnis mereka. Salah satu platform yang kemudian mencoba untuk menyasar sektor tersebut adalah majoo.

majoo didirikan oleh tiga founder, meliputi Adi W. Rahadi (CEO), Audia R. Harahap (COO), dan Bayu Indriarko (VP Engineering). Sebelumnya ketiga para pendiri tersebut merupakan pelaku bisnis ritel yang juga melayani pelanggan UKM, sehingga mereka cukup memahami berbagai kesulitan yang ditemui di lapangan.

Kepada DailySocial Adi mengungkapkan, majoo merupakan aplikasi wirausaha (mini ERP untuk pelaku UKM) dengan fitur lengkap, tidak hanya aplikasi kasir atau point of sales, tetapi juga meliputi pengelolaan inventori, pelanggan, akuntansi, karyawan, analisis bisnis, dan pesanan online.

“majoo percaya bahwa UKM memainkan peran penting dalam mendukung perekonomian Indonesia. majoo juga percaya bahwa setiap UKM harus memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses teknologi dan ekonomi digital yang dapat membantu UKM untuk tumbuh.”

Ditambahkan olehnya, UKM memiliki kesenjangan dalam pencatatan keuangan, membuat pengelolaannya tidak efisien, sehingga potensi durasi bertahan bisnis menjadi pendek, serta membatasi akses terhadap permodalan yang diperlukan pengembangan usaha untuk bisa naik kelas.

Kondisi ini menjadi tantangan UMKM untuk tumbuh melampaui potensi mereka yang sebenarnya. Untuk itu, majoo hadir dengan menyediakan sistem pendukung bisnis yang membantu mereka mengoptimalkan potensi bisnisnya.

“Misi majoo yaitu memajukan UKM dengan inovasi financial technology untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Mendukung UKM naik kelas dan dapat membuka akses pasar ke dunia digital,” kata Adi.

Model bisnis dan strategi monetisasi

Solusi bisnis dari majoo merupakan aplikasi dengan biaya berlanggan secara bulanan atau SaaS. majoo saat ini telah memiliki pengguna berbayar lebih dari 15 ribu wirausaha tersebar di lebih dari 600 kota di Indonesia dengan berbagai jenis usaha. Mulai dari F&B, ritel, jasa, dan jenis wirausaha lainnya.

“Yang membedakan majoo dengan platform lainnya adalah, sebagai aplikasi wirausaha (mini ERP untuk pelaku UKM) dengan fitur lengkap, majoo juga telah terintegrasi dengan marketplace terbesar di Indonesia seperti Tokopedia, Shopee, Blibli, serta Grabfood, untuk meningkatkan penjualan melalui berbagai macam channel online. Semua didapat dengan satu paket langganan dengan harga terjangkau tanpa adanya biaya tambahan (add-ons),” kata Adi.

Pandemi dan pertumbuhan bisnis

Saat masa awal pandemi, segmen retail merupakan bisnis yang paling terdampak dengan penurunan penjualan sampai dengan 70%. Namun dalam waktu tiga bulan, bisnis kembali mengalami tren kenaikan normal dan lebih memiliki ketahanan. Sehingga saat PSBB yang kedua tidak banyak berdampak dibandingkan PSBB pertama yaitu hanya mengalami penurunan sebesar 10%.

“Karena retail merupakan segmen utama majoo, sehingga kami langsung melakukan perubahan strategi growth menjadi efisiensi dan mengembangkan fitur yang menambah value wirausaha dimasa pandemi untuk meningkatkan penjualan dari channel online. Mulai dari order online, webmenu, WhatsApp struk dan pembayaran online, integrasi dengan Grabfood, Tokopedia, dan layanan e-commerce lainnya,” kata Adi.

Saat ini kinerja bisnis majoo mulai mengalami pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan sebelum masa pandemi. Perusahaan yakin bahwa krisis merupakan katalis tumbuhnya wirausaha baru yang akan mengakselerasi digitalisasi sehingga ke depannya akan mendorong pertumbuhan bisnis majoo.

“Distribusi vaksin yang diperluas mulai tahun 2021 akan membuat retail kembali normal. Dengan performance bisnis majoo yang kuat pada tahun 2020 lalu, kita menargetkan untuk meraih profitability pada akhir tahun 2021, serta kembali merencanakan penggalangan dana pada Q2 tahun ini yang sempat tertunda tahun lalu saat awal pandemi,” kata Adi.

Application Information Will Show Up Here
Zenwel Olsera

Olsera Luncurkan Zenwel, Mudahkan UKM di Bidang Jasa Buat Sistem Reservasi Online

Bertujuan untuk memudahkan proses dan manajemen pembayaran untuk penyedia layanan dan jasa, pengembang aplikasi point of sales Olsera meluncurkan Zenwel. Lebih lanjut diungkapkan oleh Co-Founder Novendy Chen, produk terbaru tersebut diposisikan menjadi solusi POS berbasis O2O serupa, hanya saja dikhususkan untuk bidang usaha jasa yang lebih fokus kepada manajemen reservasi layanan.

Beberapa bisnis yang kemudian ditargetkan oleh Olsera untuk bisa memanfaatkan Zenwel di antaranya adalah pelaku usaha di bidang pelayanan jasa seperti massage, spa, salon kecantikan, barbershop, fitness, yoga, hingga klinik konsultasi kecantikan dan kesehatan.

Selama pandemi, ada perubahan dari kebiasaan banyak masyarakat yang kemudian memanfaatkan semua layanan dan jasa secara online, dan mengharuskan proses pembayaran dilengkapi. Mulai dari olahraga di rumah memanfaatkan Zoom hingga klinik konsultasi secara online.

“Pada prinsipnya, kami ingin membawa pengalaman kami dari Olsera, sekaligus memenuhi permintaan dari para merchant kami yang bergerak di bidang layanan jasa seperti salon dan spa, akan pentingnya sebuah platform khusus yang benar-benar dapat digunakan secara maksimal untuk pertumbuhan bisnis yang lebih sehat dan sustainable sesuai dengan perkembangan teknologi,” kata Founder Zenwel Ali .

Terdapat beberapa pilihan paket yang bisa digunakan oleh bisnis, mulai dari pilihan secara gratis yang memiliki keterbatasan jumlah pemakai (staf) hingga paket Enterprise yang ditawarkan dengan harga cukup terjangkau untuk per bulan dan per tahunnya dengan jumlah staf yang tidak terbatas.

Untuk strategi monetisasi, pada tahap awal Zenwel menerapkan subscription dan MDR fee sharing dari transaksi offline dan online. Istilah MDR sendiri adalah Merchant Discount Rate, yang berfungsi ketika pengguna melakukan pemesanan secara online kepada merchant pilihan. Nantinya akan dikenakan MDR fee dari pembayaran tersebut.

Dari layanan yang telah dikonfirmasi, nantinya juga akan langsung diketahui oleh staf yang akan menangani tamu tersebut melalui aplikasi mobile Zenwel yang digunakan staf yang bersangkutan.

“Tidak hanya itu, para merchant pengguna Zenwel juga dapat membuka reservasi online melalui situs atau media sosial pribadi yang berjalan 24 jam, dan setiap reservasi yang masuk akan terhubung ke dalam POS,” kata Ali.

Fokus bisnis Olsera

Setelah meluncurkan aplikasi mobile Olsera Office akhir tahun 2019 lalu, hingga kini mengklaim telah memiliki sekitar 10 ribu lebih merchant aktif yang bergabung dalam platform. Olsera juga telah menjalin kerja sama strategis dengan Grab, Surge, Xendit, Midtrans, Ovo, GoPay, Dana, ShopeePay, LinkAja, KoinWorks, BFI Finance, Alumak, Gandeng Tangan dan lainnya. Ke depannya perusahaan menjanjikan segera menghadirkan dukungan layanan serupa ke dalam platform Zenwel dalam waktu dekat.

Meskipun pandemi sempat menghambat pertumbuhan bisnis Olsera khususnya kepada merchant, namun dari sisi pemesanan secara online termasuk di dalamnya pemesanan delivery dan take away, secara perlahan saat ini mulai pulih kembali.

“Tahun ini menjadi tahun yang begitu spesial dan produktif bagi tim. Sebelumnya, kami telah menghadirkan inovasi online order yang terhubung ke Olsera POS, di mana sangat membantu merchant untuk terus berjualan di tengah tantangan pandemi. Kini genap di 5 tahun Olsera, Zenwel adalah kado terbaik dari kami untuk merchant yang bergerak di industri jasa yang telah lama menantikan hadirnya solusi ini,” kata Novendy.

Application Information Will Show Up Here
Cashlez Vospay

Tren Belanja Berubah, Cashlez Fokus Perbanyak Integrasi Penerimaan Transaksi Nontunai

Startup payment gateway dan penyedia point of sales Cashlez fokus mengejar integrasi dengan beragam perusahaan untuk memperluas akses penerimaan transaksi nontunai di Indonesia, seiring tren belanja saat ini bergeser ke online karena pandemi.

CEO Cashlez Teddy Tee menerangkan, transaksi nontunai kini semakin masif penggunaannya selama pandemi. Perusahaan melihat tren tersebut dengan mengejar kemitraan dengan berbagai perusahaan agar semakin banyak konsumen yang mendapat pengalaman kemudahan transaksi nontunai dengan nyaman dan aman.

Kali ini kemitraan teranyar yang diumumkan adalah bersama startup fintech lending Vospay. Ada lebih dari 7 ribu merchant Cashlez kini dapat memberikan pilihan pembayaran kartu kredit digital Vospay kepada konsumernya lewat aplikasi Cashlez.

“Caranya cukup mudah, merchant Cashlez cukup mengaktifkan Vospay di Cashlez App supaya customer dapat melakukan cicilan hingga 12 bulan hanya dengan memasukkan nomor HP,” terangnya dalam keterangan resmi, Rabu (23/9).

Secara terpisah, kepada DailySocial, Teddy menjelaskan alasan perusahaan menggandeng Vospay karena punya model bisnis yang menarik. Mereka menyediakan fasilitas limit kredit bagi konsumen-konsumen terpilih dari perusahaan pembiayaan (multifinance) yang bermitra dengan Vospay.

“Salah satu komitmen Cashlez adalah menjadi solusi bisnis terintegrasi terbaik bagi para pelaku usaha, serta mitra terbaik bagi bank dan nonbank partner. Dalam mewujudkan komitmen ini, Cashlez selalu melakukan inovasi untuk memberikan yang terbaik bagi merchant, salah satunya dengan memperluas pilihan pembayaran.”

Sebagai catatan, Vospay memiliki model bisnis yang berbeda dengan pemain fintech lending kebanyakan. Dalam menyalurkan pinjaman, mereka melakukan mitigasi risiko dengan menggandeng perusahaan pembiayaan untuk menyortir siapa saja nasabah dengan punya histori kredit yang baik dan layak mendapat limit kredit.

Perusahaan pembiayaan akan mengirim SMS berisi tautan link aktivasi untuk nasabah terpilih yang menerima limit kredit dari Vospay. Setelah registrasi, limit tersebut dapat digunakan untuk berbelanja di merchant rekanan Vospay dan memilih opsi pembayaran cicilan mulai dari 3 bulan hingga 12 bulan.

Merchant ini datang dari berbagai industri. Ada situs e-commerce kecantikan dan fesyen, elektronik, furnitur, investasi emas, travel, dan sebagainya. Adapun mitra multifinance di Vospay ada Maybank Finance, Mega Finance, MPM Finance, JTO Finance, Adira Finance, Indosurya Finance, Mandala Finance, dan BFI Finance.

CEO Vospay Tito Tambayong mengungkapkan, untuk memperluas basis pengguna Vospay, rencananya perusahaan akan membuka kesempatan bagi debitur untuk mendapatkan fasilitas cicilan dengan mengajukan secara online melalui merchant Cashlez.

Rencana Cashlez berikutnya

Teddy mengungkapkan, pandemi ini turut memengaruhi kinerja perusahaan, kendati ia tidak merinci lebih jauh seperti apa dampaknya. Kondisi tersebut membuat perusahaan beradaptasi untuk melihat layanan apa saja yang dapat dimaksimalkan.

“Kami pun terus mencari merchant baru, saat ini merchant kami sudah berjumlah lebih dari 7 ribu dan target kami di akhir tahun ini dapat mencapai 10 ribu merchant.”

Beberapa pencapaian tersebut terlihat sejak semester pertama tahun ini, di antaranya inovasi layanan Cashlez-on-Delivery untuk Fabelio; ShopeePay; Artajasa menerima pembayaran virtual account di ATM Bersama; VISA untuk layanan Visa Business Payment Solution Providers (BPSP) untuk memfasilitasi pembayaran B2B.

Berikutnya, POST untuk integrasi pembayaran; dan Bank Commonwealth, menyediakan CommBank BizLoan di aplikasi Cashlez. “Akan ada kerja sama lainnya dengan beberapa bank dan non bank lain dalam menghadirkan layanan baru pada semester ini. Dalam waktu dekat Cashlez akan menghadirkan layanan syariah.”

Lewat anak usahanya PT Softorb Technology Indonesia (STI), yang diakuisisi lewat dana hasil IPO, akan menjadi jalur Cashlez untuk masuk ke industri transportasi, parkiran, dan sebagainya. Teddy bilang, STI berpengalaman di kereta, readers untuk beberapa ruas tol, dan solusi parkir.

“Dalam waktu dekat kami juga akan masuk ke Taman Impian Jaya Ancol dalam pembayaran nontunai. Jadi, ke depan kesinambungan STI dan Cashlez akan baik sekali.”

Bersama dengan STI pula, keduanya akan bekerja sama untuk menerima kartu uang elektronik di aplikasi POS CashlezOne. Dengan demikian, semua bank yang telah mendapatkan lisensi dari regulator sebagai bank penerbit prepaid card dapat menerima pembayaran yang dilakukan konsumen melalui merchant Cashlez.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Jenius Starts Targeting SMEs, Introducing Two New Services

Aiming to support new business owners, Jenius launched two new services, the Jenius business account, and the Bisniskit application. Rolled out for free, the application offers some features to new business owners or SME players.

“Through the spirit and process of co-creation, Jenius continues to get ideas, input, and insights from digital-savvy. From this process, we find that there is an aspiration to develop a bigger business. Jenius is here for business needs, therefore, those digital-savvy can easily manage their businesses.” Head of BTPN’s Digital Banking Business Product, Waasi Sumintardja said.

To date, Jenius has recorded a total of 90 thousand users. The Jenius business and Bisniskit accounts can only be used by small business owners. Companies or business owners who are classified as large and already have their own company accounts, cannot take advantage of both applications.

“Unlike the other POS platforms, our Jenius business and Bisniskit accounts are free of charge. In addition, all new users and those previously registered with Jenius can take advantage of this application for free for a lifetime,” Waasi said.

A complete integrated feature

The Jenius business account has several excellent features. First, a “Send It”, menu to make it easier to send money; second, an “In & Out” menu for transaction history; and the third, “mCard” virtual debit card for online transactions.

In addition, users also get $Cashtag and a new account number to send and receive money with Jenius Contacts, which functions to store phone numbers and e-mails for business purposes. Until now, the Jenius Bisnis application has been used by users for daily transactions around 2-3 times per day.

Meanwhile, the Bisniskit application from Jenius is presented to simplify business inquiries for users. Bisniskit has two main menus, shop and cashier.

Through the Shop menu, users can manage their business by using unique features, such as “Dashboard” which provides information and current business or store conditions, “Products” to record products and browse stocks, “Expenses” to record, schedule, and view expense history, “Customers” to store and view customer data, and “Shop Settings” to manage stores and provide access to employees.

“In this application, Bisniskit can be used by 10 people. It is expected that the new business owners can employ family or close relatives to facilitate their business going digital,” Waasi added.

Previously, Youtap has launched a similar service targeting SMEs who want to adopt the digital business. What makes Youtap different is the platform can use QR Code and provide SKU up to 2 thousand more to users.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Layanan Jenius untuk UKM

Jenius Mulai Incar Pelaku UKM, Luncurkan Dua Layanan Baru

Bertujuan untuk membantu pemilik usaha baru, Jenius meluncurkan dua layanan baru yakni akun bisnis Jenius dan aplikasi Bisniskit. Digulirkan secara gratis, aplikasi tersebut menawarkan sejumlah kemudahan kepada pemilik usaha baru atau di tingkat UKM.

“Melalui semangat dan proses kokreasi, Jenius terus mendapatkan ide, masukan serta insight dari digital savvy. Dari proses tersebut, kami menemukan adanya aspirasi mengembangkan bisnis lebih besar lagi. Kini Jenius juga hadir untuk kebutuhan bisnis sehingga digital savvy dapat dengan mudah mengelola kebutuhan bisnisnya,” kata Digital Banking Business Product Head BTPN Waasi Sumintardja.

Secara keseluruhan saat ini Jenus sudah memiliki sekitar 90 ribu pengguna. Adapun akun Jenius bisnis dan Bisniskit hanya bisa digunakan oleh pemilik usaha kecil saja. Untuk perusahaan atau pemilik usaha yang tergolong besar dan sudah memiliki rekening perusahaan sendiri, tidak bisa memanfaatkan kedua aplikasi tersebut.

“Berbeda dengan platform POS lainnya, akun Jenius bisnis dan Bisniskit kami tidak dikenakan biaya. Jadi semua pengguna baru dan yang sebelumnya sudah terdaftar di Jenius bisa memanfaatkan aplikasi ini secara cuma-cuma untuk seterusnya,” kata Waasi.

Fitur lengkap terintegrasi

Akun bisnis Jenius memiliki beberapa fitur unggulan. Pertama ada “Send It”, memudahkan untuk kirim uang; kedua da “In & Out” untuk mencatat dan menelusuri histori transaksi; dan yang ketiga “m­Card” kartu debit virtual untuk transaksi online.

Selain itu para pengguna juga mendapatkan $Cashtag dan nomor rekening baru untuk kirim dan terima uang serta Jenius Contacts yang berfungsi untuk menyimpan nomor telepon dan email untuk keperluan bisnis. Jenius mencatat hingga saat ini untuk aplikasi Jenius Bisnis sudah digunakan oleh pengguna untuk transaksi harian sekitar 2-3 kali per harinya.

Sementara aplikasi Bisniskit dari Jenius dihadirkan agar membantu pengguna mengelola bisnis dengan lebih simpel. Bisniskit memiliki dua menu utama, yaitu Toko dan Kasir.

Melalui menu Toko, pengguna dapat mengelola bisnisnya dengan menggunakan fitur-­fitur unik, seperti “Dashboard” yang menyajikan informasi dan kondisi terkini bisnis atau toko, “Produk” untuk mencatat produk dan mengetahui stok yang dimiliki, “Pengeluaran” untuk mencatat, membuat jadwal, dan melihat histori pengeluaran, “Pelanggan” untuk menyimpan dan melihat data pelanggan, dan “Pengaturan Toko” untuk mengelola toko dan memberikan akses kepada karyawan.

“Dalam aplikasi tersebut Bisniskit bisa digunakan oleh 10 orang, harapannya bagi pemilik usaha baru bisa mempekerjakan famili atau kerabat dekat agar bisnis mereka lebih mudah dijalankan secara digital,” kata Waasi.

Sebelumnya Youtap juga telah meluncurkan layanan serupa yang juga menyasar pelaku UKM yang ingin mengadopsi bisnis mereka secara digital. Bedanya untuk layanan Youtap sudah bisa menggunakan QR Code dan menyediakan SKU hingga 2 ribu lebih kepada pengguna.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Cashlez Officially IPO, Creating Opportunities for Other Acquisitions

The payment gateway and mPOS startup, Cashlez, officially going IPO at the Indonesia Stock Exchange yesterday (4/5) using “CASH” as the stock code. Cashlez is listed on the acceleration board, as well as being the 27th company to be trading on the stock exchange this year.

The company releases 250 million new shares at Rp 350 per share. This capital amount covers around 17.5 percent of the agreed capital and is placed in Cashlez. Simultaneously, the company issued Series I Warrants at a ratio of 1: 1.

Cashlez’ President Director, Tee Teddy Setiawan said the company successfully obtained funding worth of Rp87.5 billion on this occasion. As planned, 61.31% of the funds were used for the acquisition of PT Softorb Technology Indonesia (STI), with the remaining 38.69% for working capital.

“Through this IPO, we can continue to innovate in developing business and one of them is the acquisition of STI which we consider is very strategic for our business growth,” he said in an official statement.

As quoted from his interview with IDX Channel, Teddy mentioned, besides the acquisition of STI, he also offers opportunities to take other corporate actions. “We are still looking for opportunities for the acquisition of similar companies to support inorganic growth.”

He continued, the due diligence process for the STI acquisition had begun since last year. The two sides started open discussions for future business synergies, given the huge potential of the payment system industry in Indonesia.

Entering the second half of last year, the company starts taking an option to IPO on the stock exchange, moreover, the company also participated in IDX Incubator. “We are encouraged to take the IPO initiative, especially with the current new board [acceleration board], we finally decided to take on the exchange.”

Fundamentally, STI has a strong and stable business base, compared to Cashlez as a startup. STI focuses on the front end, while Cashlez focuses on the back end. They need a front-end that can create innovation, for example by combining sensors with non-cash payment instruments such as cards.

“We are starting to enter the [payment] segment of transportation, prepaid cards, parking, and theme parks,” he continued.

To date, Cashlez is said to cover more than 7,300 merchants consisting of small, medium, to enterprises. However, 88% of them are dominated by SMEs.

Adjustment to the target

Even though the funds will be used in accordance with the original plan, the nominal funds targeted by Cashlez has adjusted. Previously, the company was targeting Rp90 billion to Rp100 billion by releasing 300 million shares of regular stock. The offer price is at Rp298-Rp358 per share. The date of the listing on the IDX was planned for April 20, 2020.

Teddy revealed that the adjustment occurred because of structural changes. Earlier this year, they began with unfavorable issue from Jiwasraya, then the Covid-19 pandemic emerged in March. Finally, it must’ve had an impact on several prospective investors and their commitment to enter, eventually changing their minds.

“However, since everything is back to normal, this is good timing to start fresh.”

In addition, regarding the company’s target this year, Teddy said he has yet made a revision. However, he currently opens for the possibility that a correction would occur in the second quarter of this year. the Cashlez business as a whole is targeted to increase by 2.5 to 3 times from last year.

“In March 2020 we still have our positive performance. The Covid-19 has affected on our business, related to PSBB, it is practically all business down almost 80%. We have to be more creative in catering to online transactions. ”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Cashlez IPO

Cashlez Resmi IPO, Buka Peluang Akuisisi Perusahaan Lain

Startup payment gateway dan mPOS Cashlez resmi melantai di Bursa Efek Indonesia, kemarin (4/5) dengan kode saham “CASH”. Cashlez tercatat di papan akselerasi, sekaligus menjadi perusahaan ke-27 yang melantai di bursa pada tahun ini.

Perusahaan melepas 250 juta saham baru dengan harga Rp350 per lembar. Jumlah modal ini meliputi sekitar 17,5 persen dari modal disetor dan ditempatkan pada Cashlez. Secara bersamaan, perusahaan menerbitkan Waran Seri I dengan rasio 1:1.

Presiden Direktur Cashlez Tee Teddy Setiawan mengatakan, dana yang berhasil diraup perusahaan dari hajatan ini adalah Rp87,5 miliar. Sesuai rencana, sebanyak 61,31% dari dana tersebut digunakan untuk akuisisi PT Softorb Technology Indonesia (STI), sisanya 38,69% untuk modal kerja.

“Melalui IPO ini, kami dapat terus berinovasi dalam mengembangkan bisnis dan salah satunya adalah akuisisi STI yang menurut kami sangat strategis untuk pertumbuhan bisnis kami,” ucapnya dalam keterangan resmi.

Mengutip dari wawancaranya bersama IDX Channel, Teddy mengungkapkan selain akuisisi STI, ia juga membuka kemungkinan untuk melakukan aksi korporasi lainnya. “Kita masih cari opportunity untuk akuisisi perusahaan sejenis untuk menunjang growth anorganik.”

Dia melanjutkan, proses due diligence untuk akuisisi STI sudah dimulai sejak tahun lalu. Kedua belah pihak mulai membuka perbincangan untuk sinergi bisnis ke depannya, mengingat potensi industri sistem pembayaran yang masih sangat besar di Indonesia.

Memasuki paruh kedua tahun lalu, perusahaan mulai buka opsi untuk melantai di bursa, terlebih perusahaan sendiri masuk sebagai peserta di IDX Incubator. “Kami di-encourage untuk berani melantai di bursa, apalagi sekarang ada papan baru [papan akselerasi], akhirnya kita putuskan untuk masuk ke bursa.”

Secara fundamental, STI punya basis bisnis yang sudah kuat dan stabil, ketimbang Cashlez yang masuk dalam kategori startup. STI fokus pada front-end, sementara Cashlez fokus di back-end. Mereka butuh front-end yang bisa menciptakan inovasi, misalnya menggabungkan sensor-sensor alat pembayaran non-tunai seperti kartu.

“Sekarang kami mulai masuk [pembayaran] segmen transportasi, prepaid card, parking, dan theme park,” sambungnya.

Diklaim saat ini Cashlez telah menjaring lebih dari 7.300 merchant yang terdiri atas usaha kecil, menengah, hingga enterprise. Namun, 88% di antaranya didominasi oleh UKM.

Target meleset dari rencana

Meski penggunaan dana sesuai dengan rencana awal, sebenarnya target nominal dana yang diincar Cashlez meleset. Awalnya perusahaan mengincar dana antara Rp90 miliar sampai Rp100 miliar dengan melepas 300 juta lembar saham biasa. Harga penawaran ada di rentang Rp298-Rp358 per lembar. Pun tanggal pencatatan saham di BEI tadinya direncanakan tanggal 20 April 2020.

Teddy mengungkapkan bergesernya tanggal pencatatan ini terjadi karena dipengaruhi perubahan struktur. Awal tahun ini diawali isu yang kurang baik dari Jiwasraya, kemudian pada Maret muncul pandemi Covid-19. Akhirnya berdampak pada beberapa calon investor yang awalnya sudah menyatakan komitmennya untuk masuk, akhirnya berubah pikiran.

“Tapi sekarang semua sudah back to normal, ini timing yang baik untuk mulai lagi.”

Di samping itu, mengenai target perusahaan sepanjang tahun ini, Teddy mengaku belum melakukan revisi. Akan tetapi, ia membuka kemungkinan bahwa pada kuartal kedua tahun ini akan terjadi koreksi. Ditargetkan bisnis Cashlez secara keseluruhan dapat naik antara 2,5 hingga 3 kali lipat dari tahun lalu.

“Di Maret 2020 kinerja kita masih positif. Efek Covid-19 terhadap bisnis kita, berkaitan dengan PSBB, praktis bisnis hampir semua turun 80%. Kita harus lebih kreatif meng-cater transaksi ke online.”

Application Information Will Show Up Here

Behind Cashlez Optimism to IPO Soon

Cashlez, a fintech startup for payment gateway and mPOS, has performed corporate action to be listed in the stock exchange. According to the plan, the company aims for Rp90 billion to Rp100 billion by releasing 300 million shares or 20.29% from modal to be placed and fully channeled after IPO. The price ranging for Rp298-Rp358 per share.

Cashlez’s President Director, Tee Teddy Setiawan said, the fund raised will be channeled to acquire similar organizations engaged in payment gateway named Softorb Technology Indonesia. The rest will be for operational matters.

“Around 48.57% will be used to acquire 51% STI shares. The 51.43% will be used for company operational,” he said.

Teddy said, the company attracted to STI because of its focus on front-end. While Cashlez is focus on back-end. “We need the front-end to feed transactions, that is what STI do with their providing front-end.”

“Therefore, the business is quite sustainable. Also, we need to be major with 51%, for more synergy in terms of finance can be consolidated in order to be more healthy,” Teddy continued as quoted from Kontan.

The company appointed Sinarmas Sekuritas as the guarantor of the issuance of securities. Cashlez is targeted to pocket an effective statement from OJK on April 7, 2020 and the public offering period will take place the day after. The listing of shares on the IDX is planned for April 20, 2020.

Sumitomo Corporation as shareholders said, it believes that payment systems are increasingly needed in the coming new era such as MaaS (Mobility-as-a-Service). In this case, the Mobile Payment of Sale (mPOS) system from Cashlez will provide benefits for consumers and service providers.

In terms of performance, in the period of October 2019, Cashlez posted a net income of Rp11.73 billion, up 96.07% yoy. This increase was supported by an increase in the volume of transactions processed. Until February 2020, the transaction volume in Cashlez reached Rp1.3 trillion.

Teddy is targeting revenue growth of 120%. STI will also support its contribution as a subsidiary.

Cashlez position in the industry

One of Cashlez's automotive merchant / Cashlez
One of Cashlez’s automotive merchant / Cashlez

As an mPOS player, Cashlez expands its services by accepting payment by card, either an application-based credit card or debit card on a smartphone that can be connected to a card reader via Bluetooth.

In addition, merchants can also accept digital payment methods with QR codes (LinkAja, Ovo, GoPay, ShopeePay, and Kredivo), Cashlez-Link for payments on e-commerce sites, and virtual account payments.

The number of Cashlez merchants is claimed to have doubled from its position per August 2019 of 6 thousand merchants across first-tier cities. Most merchants come from the fashion & accessories, retail, electronics, professional services, automotive and watches & jewelry business segments.

There are many and diverse types of Cashlez players offering each of its advantages. Among them are Qasir, Pawoon, Nuta, Youtao, and the closest one is Moka. From the Moka product range, it is not only a matter of innovation in MPOS, but has touched on other verticals related to the merchant business.

In an earlier interview, Moka Co-Founder and CEO Haryanto Tanjo explained his ambition to become a “super app merchant.” The company targets 100 thousand merchants to join Moka this year, while currently there are more than 30 thousands. Two-thirds who join are culinary businesses, and the rest are retail and services.

Whether you want an IPO or not,  the online cash register adopted SaaS business model with b2b as target customers. Naturally, businesses have clearer economic units, like the roadmap to lead to profitability and a certain monetization scheme by subscribing.

Online cashier application business is actually still in the early stages, aka immature. It’s due to many merchants, especially micro, which have not been well educated about the benefits of digital applications for business development. The percentage of business people who have been reached by the digital world are still far behind those who are offline.

Quoting from the Ministry of Cooperatives and Small and Medium Enterprises (Kemenkop UKM), in 2017 as many as 3.79 million micro, small and medium enterprises (MSMEs) have utilized the online platform in marketing their products. This number is around 8 percent of the total SMEs in Indonesia, which is 59.2 million.

Worry not with the current market condition

Amidst the global economic slowdown due to the Covid-19 virus pandemic, Teddy said he was optimistic that Cashlez shares could be well absorbed by the public. According to him, the IPO is a long-term plan that has been prepared long before the outbreak of the virus.

“The impact is only from retail investors. However, from institutional investors, it continues to run,” Teddy said as quoted by Investor.id.

The company has also gathered three large investors to absorb shares. These investors were met when Cashlez held a roadshow, they were individual investors with wide networks and institutions who shared the same vision with the company.

It is well known that the stock exchange regulator together with the FSA have prepared all the steps to suppress the sluggish capital markets. One of them is encouraging institutional investors with large-amount funds to invest, namely BPJS Employment (now BPJAMSOSTEK), the Indonesian Pension Fund Association (ADPI), and the Financial Institution Pension Fund Association (ADPLK).

This momentum was used by the three institutions to buy shares of companies with good fundamentals at a discounted price. BPJAMSOSTEK has prepared an allocation of IDR 8 trillion to buy shares this year. The fund allocation is assuming that they only buy, not sell.

The majority of shares purchased are in the blue chip category which is included in the LQ45 Index and BUMN shares. As of December 2019, BPJAMSOSTEK managed funds of Rp.431.6 trillion. This money was allocated to a fixed income instrument of 71.4%, 19.09% of shares, mutual funds of 9.34%, and the remainder of direct investment (property and investments).

This type of investor has the characteristics of buying shares for long-term needs in order to get optimal profit, so that they are not sold at any time in a short period of time.

The Indonesian Central Securities Depository (KSEI) noted that Indonesia had 2.47 million capital market investors last year, up from the previous year’s 1.61 million investors. Local investors have a composition of 98.97% and the rest are foreign investors. Not much different, retail investors reached 98.89% of the total, while institutional investors amounted to 1.2%.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Cashlez IPO

Di Balik Optimisme Cashlez Segerakan Melantai di Pasar Bursa

Cashlez, startup fintech yang bergerak di payment gateway dan mPOS, melangsungkan aksi korporasi untuk tercatat di bursa saham. Sesuai rencana, perusahaan mengincar dana antara Rp90 miliar sampai Rp100 miliar dengan melepas 300 juta lembar saham biasa atau 20,29% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO. Harga penawaran di rentang Rp298-Rp358 per lembar.

Presiden Direktur Cashlez Tee Teddy Setiawan mengatakan, dana yang diperoleh dari IPO akan digunakan untuk akuisisi perusahaan serupa yang bergerak di payment gateway bernama Softorb Technology Indonesia (STI). Lalu sisanya diguanakan untuk modal kerja.

“Sekitar 48,57% akan digunakan untuk mengambil alih 51% saham STI. Sisanya sekitar 51,43% akan digunakan sebagai modal kerja perseroan,” ujarnya.

Teddy menjelaskan, perusahaan tertarik dengan STI karena mereka fokus pada front-end. Sementara, Cashlez fokus di back-end. “Kami perlu front-end yang bisa mem-feed transaksi, salah satunya yang dilakukan oleh STI untuk providing front end yang mereka punya.”

“Jadi secara integral binsis ini berkesinambungan. Dan harus 51% mayoritas, supaya kami bisa lebih sinergi lagi dari segi keuangan bisa dikonsolidasi agar lebih sehat,” lanjut Teddy dikutip dari Kontan.

Perusahaan menunjuk Sinarmas Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek. Ditargetkan Cashlez mengantongi pernyataan efektif dari OJK pada 7 April 2020 dan masa penawaran umum akan dilangsungkan pada sehari kemudian. Pencatatan saham di BEI direncanakan pada tanggal 20 April 2020.

Sumitomo Corporation selaku pemegang saham mengatakan, pihaknya meyakini bahwa sistem pembayaran semakin dibutuhkan di era baru yang akan datang seperti MaaS (Mobility-as-a-Service). Dalam hal ini, sistem mPOS (Mobile Payment of Sale/mesin kasir online) dari Cashlez akan memberikan manfaat bagi para konsumen dan penyedia layanan.

Secara kinerja, pada periode Oktober 2019, Cashlez membukukan pendapatan bersih sebesaar Rp11,73 miliar atau naik 96,07% yoy. Peningkatan ini disokong oleh peningkatan volume transaksi yang diproses. Hingga Februari 2020, volume transak di Cashlez mencapai Rp1,3 triliun.

Teddy menargetkan pertumbuhan pendapatan sebesar 120%. STI akan ikut menopang memberikan kontribusinya sebagai anak usaha.

Posisi Cashlez di industri

Salah satu merchant otomotif dari Cashlez / Cashlez
Salah satu merchant otomotif dari Cashlez / Cashlez

Sebagai pemain mPOS, Cashlez memperluas layanannya dengan penerimaan pembayaran dengan kartu, baik kartu kredit atau debit berbasis aplikasi pada smartphone yang dapat dihubungkan dengan card reader melalui bluetooth.

Selain itu, merchant juga dapat menerima metode pembayaran digital dengan kode QR (LinkAja, Ovo, GoPay, ShopeePay, dan Kredivo), Cashlez-Link untuk pembayaran di situs e-commerce, dan pembayaran virtual account.

Jumlah merchant Cashlez diklaim naik dua kali dari posisi per Agustus 2019 sebanyak 6 ribu merchant yang tersebar di berbagai kota besar. Merchant terbanyak berasal dari segmen usaha fesyen & aksesoris, ritel, elektronik, jasa profesional, otomotif, dan jam & perhiasan.

Pemain sejenis Cashlez terhitung ada banyak dan beragam menawarkan masing-masing keunggulannya. Di antaranya Qasir, Pawoon, Nuta, Youtao, dan salah satu yang terdekat adalah Moka. Dari rangkaian produk Moka, tidak hanya sebatas soal inovasi di mPOS, tapi sudah menyentuh ke vertikal lain yang berkaitan dengan bisnis merchant.

Dalam wawancara sebelumnya, Co-Founder dan CEO Moka Haryanto Tanjo menjelaskan ambisinya untuk menjadi “merchant super app.” Perusahaan menargetkan 100 ribu merchant bergabung ke Moka pada tahun ini, adapun sekarang ada lebih dari 30 ribu i. Dua pertiga yang bergabung adalah bisnis kuliner, dan sisanya ritel dan jasa.

Entah mau IPO ataupun tidak, secara model bisnis yang dianut pemain aplikasi kasir online ini adalah SaaS dengan target konsumen b2b. Secara alamiah, bisnis punya unit economic yang lebih jelas, seperti apa roadmap-nya untuk mengarah pada profitabilitas dan skema monetisasinya pasti dengan berlangganan.

Bisnis aplikasi kasir online sebenarnya masih dalam tahap awal alias belum dewasa. Lantaran, masih banyak merchant, terutama mikro yang belum teredukasi dengan baik manfaat dari aplikasi digital untuk pengembangan bisnisnya. Persentase pebisnis yang sudah tersentuh dengan dunia digital masih kalah jauh dengan mereka yang masih offline.

Mengutip dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM), pada 2017 sebanyak 3,79 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sudah memanfaatkan platform online dalam memasarkan produknya. Jumlah ini berkisar 8 persen dari total pelaku UMKM yang ada di Indonesia, yakni 59,2 juta.

Tidak khawatir kondisi pasar

Di tengah merebaknya perlambatan ekonomi global karena pandemik virus Covid-19, Teddy mengaku tetap optimis saham Cashlez dapat diserap dengan baik oleh publik. Menurutnya, IPO merupakan rencana jangka panjang yang sudah disiapkan sejak lama sebelum merebaknya virus.

“Dampaknya paling hanya dari investor ritel. Tapi dari investor institusi tetap berjalan,” kata Teddy seperti dikutip dari Investor.id.

Perusahaan juga sudah mengumpulkan tiga investor besar untuk menyerap saham. Investor ini ditemui saat Cashlez melangsungkan roadshow, mereka adalah investor individu dengan jaringan luas dan institusi yang punya kesamaan visi dengan perusahaan.

Sebagaimana diketahui, regulator bursa bersama OJK menyiapkan segala jurus untuk menekan lesunya pasar modal. Salah satunya adalah mendorong investor institusi dengan dana jumbo untuk berinvestasi, yakni BPJS Ketenagakerjaan (kini BPJAMSOSTEK), Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI), dan Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (ADPLK).

Momentum ini dimanfaatkan ketiga institusi tersebut untuk membeli saham-saham perusahaan yang punya fundamental baik dengan harga ‘diskon.’ Pihak BPJAMSOSTEK menyiapkan alokasi dana Rp8 triliun untuk beli saham sepanjang tahun ini. Alokasi dana ini dengan asumsi hanya melakukan beli, tidak melakukan jual.

Mayoritas saham yang dibeli adalah kategori blue chip yang masuk Index LQ45 dan saham BUMN. Per Desember 2019, BPJAMSOSTEK mengelola dana sebesar Rp431,6 triliun. Uang ini dialokasikan ke instrumen fixed income 71,4%, saham 19,09%, reksa dana 9,34%, dan sisanya investasi langsung (properti dan penyertaan).

Investor jenis ini punya karakteristik membeli saham untuk kebutuhan jangka panjang agar mendapat profit yang optimal, sehingga tidak sewaktu-waktu dijual dalam kurun waktu singkat.

Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat Indonesia memiliki 2,47 juta investor pasar modal sepanjang tahun lalu, naik dari tahun sebelumnya 1,61 juta investor. Investor lokal punya komposisi 98,97% dan sisanya investor asing. Tidak jauh berbeda, investor ritel mencapai 98,89% dari total, sementara investor institusi sebesar 1,2%.

Application Information Will Show Up Here
Cashlez memiliki banyak rencana hingga tahun depan. Selain IPO, mereka menjalin kerja sama dengan Kredivo dan meluncurkan CashlezOne untuk merchant

Layanan mPOS Cashlez Rencanakan IPO Tahun 2020

Setelah mengantongi pendanaan Seri A bulan April tahun 2019 lalu, pengembang layanan mPOS (Mobile Point of Sales) terintegrasi dengan solusi pembayaran di Indonesia Cashlez berencana melakukan IPO. Masih dalam proses persiapan, Cashlez berharap bisa melakukan IPO pada 2020 mendatang. Kepada DailySocial, CEO Cashlez Teddy Tee mengungkapkan, nantinya IPO Cashlez masuk dalam papan pengembangan, bukan papan akselerasi yang disiapkan untuk perusahaan rintisan seperti Cashlez.

“Target yang ingin kami capai tahun 2020 mendatang salah satunya adalah rencana kami untuk IPO. Saat ini masih dalam tahapan persiapan agar bisa melancarkan rencana kami.”

Saat ini, Cashlez telah membantu lebih dari 6.000 merchant yang tersebar di seluruh Indonesia dengan wilayah ekspansi di Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Bali, dan Medan. Sebagian besar kliennya adalah pemilik toko ritel, restoran, kafe, akomodasi, salon, hingga asuransi. Selain melayani pengguna di wilayah Jawa, saat ini Cashlez sudah berekspansi ke Bali, tepatnya pada akhir 2018 silam.

Menjalin kemitraan dengan Kredivo

Cashlez telah menjalin kerja sama strategis dengan startup pembiayaan Kredivo. Melalui kerja sama ini, merchant yang terdaftar di Cashlez dapat menerima pembayaran kredit digital yang disiapkan Kredivo. Kredivo sendiri memiliki hampir 1 juta pengguna aktif dan diklaim terus tumbuh 20% setiap bulannya.

“Kami melihat Kredivo sudah mulai banyak penggunanya dan cara untuk mendapatkan kreditnya cepat sekali. Jadi kami bekerja sama dengan mereka supaya merchant kami bisa menerima pembayaran tersebut,” kata Teddy.

Produk baru ini nantinya diharapkan memudahkan merchant meningkatkan AOV (average order value) dan omset bagi pelaku usaha sekaligus memudahkan pengguna melakukan pembayaran secara cicilan. Semua prosesnya bisa dilakukan langsung di aplikasi Cashlez.

“Ke depannya Cashlez juga memiliki rencana untuk menambah kemitraan dengan platform lainnya, seperti Akulaku dan Dana. Kemitraan tersebut sudah masuk dalam pipeline Cashlez akhir tahun 2019 ini. Sebagai agregator, sistem pembayaran e-payment Cashlez berupaya untuk membuka kemitraan lebih luas lagi dengan perbankan, operator e-payment dan lainnya,” kata Teddy.

Meluncurkan CashlezOne

Produk lainnya yang juga telah diluncurkan adalah CashlezOne. Resmi diterbitkan saat acara Indonesia Fintech Summit & Expo 2019, CashlezOne merupakan perpaduan dari fitur mPOS (mobile Point-of-Sale) gratis dan fitur penerimaan pembayaran kartu kredit/debit dan e-wallet dalam satu device yang diproduksi SUNMI untuk setiap pemilik usaha di Indonesia, baik enterprise maupun UKM.

Selain dapat menerima pembayaran nontunai dan aplikasi kasir di dalam CashlezOne tanpa smartphone, terdapat fitur reporting yang bisa mengetahui transaksi secara real-time, lokasi transaksi, cetak struk ataupun struk digital melalui e-mail dan SMS.

“Jadi CashlezOne itu sebenarnya hardware untuk memfasilitasi aplikasi kami dan juga untuk menggabungkan semua alat yang mungkin ada di meja kasir. Misalnya POS, cash register dan EDC dari berbagai bank/operator e-payment,” tutup Teddy.

Application Information Will Show Up Here