Tag Archives: Muhammad Haniv

Keseriusan Pemerintah Tanggapi Pajak Google Mengarah Ke Kesiapan Regulasi Bisnis Digital

Isu perpajakan yang menyeret raksasa internet Google di Indonesia masih terus bergulir. Kendati mediasi khusus telah dilakukan, namun belum menemukan kesepakatan final antara pemerintah (dalam hal ini Ditjen Pajak) dan pihak Alphabet, induk perusahaan Google. Disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sebuah kesempatan, pihaknya optimis kesepakatan akan segera dicapai sebelum akhir 2016.

Dari pemberitaan yang dilansir The Wall Street Journal, muncul nilai pajak yang akan dibayarkan Google. Jauh lebih kecil dari perkiraan, yakni sekitar $73 juta, atau senilai Rp 988,7 miliar. Sebelumnya disampaikan oleh Ditjen Pajak pendapatan Google (umumnya dari iklan) di Indonesia mencapai Rp 5 triliun, dengan asumsi margin 35 persen dari total pendapatan, maka laba kena pajak ditaksir sebesar Rp 1,75 triliun.

Penyelesaian pajak Google ini tentu mendatangkan sebuah pertanyaan, apakah perusahaan lain (khususnya digital) akan mendapatkan perlakukan yang sama. Hal tersebut dijawab tegas oleh Menkeu Sri Mulyani, seperti yang terkutip di Liputan 6 berikut ini:

“Pokoknya semua yang memiliki kegiatan ekonomi memiliki value added di sini, tentu merupakan objek dan subjek pajak. Bagi kami perusahaan apa pun yang memiliki aktivitas sehingga menciptakan objek pajak, dia harus memiliki suatu entitas dalam negeri. Oleh karena itu, menjadi subjek pajak, maka dia tunduk undang-undang perpajakan kita.”

Saat ini statusnya masih dalam tahap perhitungan matang, baik oleh tim Ditjen Pajak maupun auditor pajak internal dari perusahaan Google.

Urgensi pemerintah mengejar pajak Google di Indonesia

Proses tax settlement atau perundingan antara kedua belah pihak sedang intensif dilakukan. Proses ini dinilai lebih menguntungkan kedua belah pihak. Menurut Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv, dengan proses tersebut kedua belah pihak tidak perlu menghitung secara rinci, ibarat seperti jalan damai. Tax settlement ini berbeda dengan proses pemeriksaan biasa yang memperhitungkan utang pajak dari PPN, PPh, dan pajak lainnya.

Kasus ini sebenarnya tidak hanya menyangkut tentang bagaimana perusahaan OTT memberikan income bagi negara, namun jika melihat dari sudut pandang lain, yakni perkembangan bisnis digital nasional, sangat naif jika pemerintah tidak tegas. Perkara ini turut membuat Menkominfo akhirnya berinisiatif untuk menyiapkan aturan terkait operasi layanan OTT. Salah satu materi yang diatur adalah soal kepatuhan dalam membayar pajak.

Berkaitan dengan pajak perusahaan digital, pertumbuhan e-commerce yang dewasa ini kencang di Indonesia juga menjadi salah satu pokok perbincangan pemerintah, aturannya masih terus digencarkan. Selain itu masih banyak proses bisnis digital yang masih berusaha diregulasi oleh pemerintah dalam kaitannya dengan perpajakan, contohnya layanan ride-sharing.

Semua pemain bisnis digital lokal pasti berharap, jangan sampai pemerintah lunak dengan perusahaan asing dalam kaitannya dengan regulasi (pajak dan peraturan lain), namun sangat ketat kepada pemain lokal. Kesan tersebut setidaknya yang dapat ditunjukkan pemerintah melalui keseriusannya dalam menangani kasus seperti yang dihadapi Google.

Ditjen Pajak Sebut Sudah Kantongi Cara Tagih Pajak dari Google

Permasalahan Google dan sistem perpajakan Indonesia tampaknya memasuki titik terang. Direktorat Jenderal Pajak dikabarkan telah memastikan Google Indonesia berbentuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) sehingga akan dibebankan pajak perusahaan sebesar 25%. Kepastian status Google ini didapat Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv saat melakukan pertemuan intensif dengan pihak Google Indonesia selama beberapa pekan terakhir.

“Jadi mereka kan menempatkan server di Indonesia, baik oleh dia maupun orang lain, itu Badan [Bentuk] Usaha Tetap. Penegasan bentuknya dan ini juga berlaku surut ke belakang,” ujar Haniv.

Jika melihat aturan di Indonesia, tarif pajak perusahaan di Indonesia adalah sebesar 25% dari laba kena pajak. Berdasar perkiraan Haniv pendapatan iklan Google di Indonesia mencapai Rp 5 triliun, dengan asumsi margin 35% dari total pendapatan maka laba kena pajak Google bisa mencapai Rp 1,75 triliun. Sehingga perkiraan pajak perusahaan Google bisa mencapai Rp 437,5 miliar.

Memang dalam beberapa bulan terakhir Ditjen Pajak beberapa kali memeriksa Google Indonesia karena dianggap tidak membayar pajak sesuai dengan pendapatan iklan mereka di Indonesia. Bahkan sempat disebutkan bahwa Ditjen Pajak “menggerebek” kantor Google. Berita ini ditepis oleh Haniv. Menurutnya apa yang dilakukan pihaknya tersebut adalah sebagai bentuk preliminary investigation untuk mengumpulkan data-data.

Mnurut Haniv pendapatan iklan internet di Indonesia bisa mencapai $830 juta atau Rp11 triliun dengan diperkirakan setengahnya berasal dari Google. Namun jumlah pajak tersebut belum sepenuhnya dibayar pihak Google.

Sejauh ini disebutkan Google Indonesia hanya membayar pendapatan iklan sebesar 4% dari pendapatan iklan keseluruhan di Indonesia atau yang disebut sebagai bayaran kepada Google Indonesia sebagai kantor perwakilan Google yang berpusat di California.

Selain menjelaskan tentang besaran pajak yang harus ditanggung Google, masih dari sumber yang sama, Haniv juga menjelaskan bahwa pihaknya sudah mempunyai cara untuk menagih atau “memaksa” Google untuk membayar pajak dengan besaran yang seharusnya.

“Saya sudah punya jurus untuk membuat mereka bertekuk lutut. Saya sudah punya datanya. Saya sudah punya caranya dan mereka tidak bisa lari lagi,” pungkas Haniv.