Tag Archives: multifinance

PT Home Credit Indonesia mengumumkan fasilitas pendanaan sebesar $100 juta atau sekitar Rp1,5 triliun dari MUFG Bank

Home Credit Dapat Fasilitas Pembiayaan Rp1,5 Triliun dari MUFG Selaku Pemegang Sahamnya

PT Home Credit Indonesia mengumumkan fasilitas pendanaan sebesar $100 juta atau sekitar Rp1,5 triliun dari MUFG Bank, Ltd., Jakarta Branch (MUFG). Dana ini akan digunakan Home Credit untuk memperkuat komitmen keberlanjutannya melalui pembiayaan berbasis ESG (Environment, Social and Governance).

Direktur Home Credit Indonesia Volker Giebitz mengatakan, pendanaan dari MUFG akan mendukung misi perusahaan untuk meningkatkan inklusi keuangan dan meningkatkan inklusi digital, khususnya melalui pembiayaan smartphone dan tablet, yang akan menciptakan kesempatan-kesempatan baru bagi masyarakat Indonesia.

“Kerja sama ini akan semakin mengukuhkan komitmen Home Credit terhadap prinsip-prinsip ESG yang telah melekat di perusahaan selama beroperasi di Indonesia sejak 2013,” ujar Giebitz dalam keterangan resmi, Selasa (19/12).

Dia menambahkan kerja sama ini memperpanjang daftar fasilitas pendanaan yang diperoleh Home Credit dari berbagai pihak yang menandai kepercayaan yang tinggi terhadap komitmen perusahaan dalam menjalankan praktik pembiayaan yang bertanggungjawab di Indonesia.

Managing Director, Head of Corporate Investment Banking & Products for Indonesia, MUFG Bank Yuki Hayashi mengatakan, melalui fasilitas pembiayaan pertama untuk Home Credit Indonesia ini, pihaknya ingin mendukung inklusi keuangan yang lebih besar di Indonesia. Dengan membeli perangkat seluler untuk pertama kalinya, berarti bisa memiliki akses ke internet dan mendapatkan akses ke peluang baru dalam memulai dan mengembangkan bisnis serta melanjutkan pendidikan.

“Kolaborasi dalam ekosistem ini sejalan dengan komitmen MUFG untuk menyalurkan total kumulatif JPY35 triliun ke dalam pembiayaan terkait keberlanjutan secara global pada tahun 2030,” imbuhnya.

Selain pembiayaan smartphone dan tablet, Home Credit menawarkan pembiayaan lainnya, mulai dari furniture, laptop, peralatan elektronik, aksesoris mobil dan sebagainya. Di samping pembiayaan barang, layanan Home Credit juga dilengkapi dengan pembiayaan tunai, paylater, e-wallet, dan proteksi.

Seluruh produknya dapat diakses melalui aplikasi My Home Credit yang telah diunduh oleh lebih dari 17 juta pengguna terdaftar.

Diakuisisi MUFG

Sebagai catatan, fasilitas pembiayaan ini merupakan aksi korporasi pertama setelah tuntasnya proses akuisisi Home Credit oleh konsorsium MUFG yang dipimpin oleh Kungsri Bank dan Adira Finance pada awal Oktober 2023.

Dalam kesepakatan tersebut, Home Credit Group B.V sepakat untuk menjual dua bisnisnya di Indonesia dan Thailand dengan total valuasi senilai EUR 615 juta. Saham milik Home Credit Indonesia telah dibeli oleh Krungsri, Adira, dan mitra lokal, masing-masing sebesar 75%, 10%, dan 15% atau senilai EUR 209 juta. Kini Home Credit Indonesia menjadi anak usaha dari Adira Finance, anak usaha Bank Danamon yang merupakan afiliasi MUFG.

CEO Home Credit Group Jean-Pascal Duvieusart menuturkan, “Sekarang adalah waktu yang tepat bagi kami untuk menyerahkan tongkat estafet kepada pemegang saham baru yang dapat mempercepat pertumbuhan dua perusahaan yang menarik ini di mana keduanya sedang memasuki sebuah fase baru. Kedua perusahaan ini telah memainkan peran kunci dalam organisasi Home Credit dan kami akan memperhatikan pertumbuhan keduanya di masa depan dengan bangga dan penuh minat.”

Application Information Will Show Up Here
Moladin Group memperkenalkan PT Moladin Finance Indonesia (MOFI) yang bergerak di bidang pembiayaan hasil akuisisi Pro Car Multifinance

Moladin Resmikan Lini Bisnis Multifinance untuk Perkuat Ekosistem Mobil Bekas

Moladin Group memperkenalkan anak usaha terbaru PT Moladin Finance Indonesia (MOFI) yang bergerak di bidang pembiayaan. Kehadiran bisnis baru ini diyakini dapat memperkuat ekosistem mobil bekas, lantaran tingginya kebutuhan pembiayaan di industri tersebut.

Dalam konferensi pers yang digelar hari ini (21/6), SVP Lending Moladin Mulyadi Tjung menjelaskan, pihaknya mengambil alih mayoritas saham di PT Pro Car International Finance (Pro Car). Izin berhasil dikantongi dari OJK pada akhir Februari 2023 dan transaksi rampung pada satu bulan kemudian. Tidak disebutkan nominal transaksi ini.

“Jajaran direksi MOFI saat ini masih diduduki oleh direksi lama, namun tidak menutup kemungkinan ada perubahan ke depannya,” terangnya.

Menurutnya, kehadiran MOFI di ekosistem Moladin akan memberikan nilai tambah bagi para penggunanya, tidak hanya konsumen akhir namun juga para agen dan diler rekanan Moladin yang membutuhkan akses pendanaan. Oleh karenanya, ekosistem di Modalin jadi target konsumen pertama untuk perilisan awal MOFI ini.

Pada tahap awal ini, seperti kebanyakan perusahaan pembiayaan lainnya, MOFI fokus pada pemenuhan kebutuhan konsumen, baik untuk produktif melalui pembiayaan investasi dan pembiayaan modal kerja, maupun kebutuhan konsumtif melalui pembiayaan multiguna.

“Karena untuk melengkapi ekosistem used car tidak terlepas dari kebutuhan pembiayaan di seluruh supply chain-nya, diler butuh pembiayaan inventory sampai jual ke end user juga butuh pembiayaan. Ada agen juga yang butuh untuk modal kerja, multiguna, yang bisa direfensikan ke MOFI.”

Tantangan

Sebagai pendatang baru di industri pembiayaan, MOFI menyadari realita bahwa pentingnya sumber dana yang murah agar bisa memberikan tenor yang kompetitif di pasar. Sejauh ini, perusahaan masih mengandalkan sumber dana dari ekuitas sendiri yang dikombinasikan dari perbankan lokal dan internasional.

Meskipun begitu, sembari bangun reputasi yang baik, perusahaan mengusung pendekatan teknologi yang kuat untuk bangun pengalaman konsumen yang lebih baik dan efisien.

“Perusahaan baru ubah nama di April, jadi kami masih bayi belum bisa disamakan dengan yang sudah dewasa. Kami masih bangun reputasi, sehingga cost of fund kami memang yang belum terbaik. Jadinya kami mengutamakan persaingan bukan dari suku bunga, target kami bangun fondasi supaya bisa kasih consumer experience yang lebih baik,” kata Mulyadi.

Dijelaskan lebih jauh, setiap leads pengajuan pinjaman yang masuk dari ekosistem Moladin, akan diolah di internal untuk e-KYC, termasuk pengecekan SLIK dan data skoring alternatif lainnya. Selanjutnya, akan ditinjau ke lapangan untuk verifikasi lanjutan, sebelum pengajuan disetujui.

Credit engine ini dipakai untuk diler dan calon konsumen MOFI. Kami bangun teknologi ini secara efisien karena pakai building blocks. Yang mana, secara prinsip dan service, credit engine ini bisa digunakan untuk dua vertikal bisnis yang berbeda,” tambah Chief Product Office Moladin Praz Perkasa.

Teknologi tersebut, tidak hanya memudahkan dari sisi perusahaan tapi juga konnsumen itu sendiri. Karena proses pengajuannya jadi lebih simpel, hanya membutuhkan kartu tanda penduduk (KTP), surat tanda nomor kendaraan (STNK), dan kartu keluarga (KK). Saat ini, pengajuan pinjaman tersedia melalui dua channel, yakni situs resmi Moladin dan melalui agent Moladin.

“Ke depannya kami masih eksplorasi strategi omnichannel untuk konsumen, mana yang paling mudah untuk hubungi kita. Misalnya dengan AI voice bot bisa telepon kita untuk dapat info dan diproses otomatis, atau chat ke WhatsApp untuk bisa langsung simulasi pinjamannya dan langsung upload dokumen yang dibutuhkan,” tambahnya.

Mengenai pencapaian Moladin, diklaim perusahaan telah mengumpulkan lebih dari 150 ribu agent Moladin dan lebih dari 6 ribu mitra diler. Sementara itu, telah menjalin kemitraan dengan 24 perusahaan pembiayaan.

Pada Februari kemarin pula, perusahaan merumahkan 11% atau sekitar 360 karyawan. Alasannya karena penyesuaian strategi demi mencapai bisnis keberlanjutan dalam jangka panjang.

Aksi akuisisi perusahaan pembiayaan

Sebagai catatan, aksi startup mengakuisisi perusahaan pembiayaan terbilang marak di Indonesia. Ketertarikan ini lantaran karena mereka dapat menyentuh produk pinjaman dan pembiayaan yang lebih komprehensif. Dukungan teknologi dan lisensi yang dikantongi, memungkinkan para startup menawarkan produk pembiayaan dengan pendekatan baru dan ke lebih banyak sektor industri.

Berikut rangkuman perusahaan pembiayaan yang diakuisisi startup:

  1. Atome akuisisi PT Mega Finadana Finance (kini bernama PT Atome Finance Indonesia)
  2. Kredivo akuisisi PT Swarna Niaga Finance (kini bernama PT FinAccel Finance Indonesia)
  3. Traveloka akuisisi PT Malacca Trust Finance (kini bernama PT Caturnusa Sejahtera Finance)
  4. Modalku akuisisi PT Buana Sejahtera Multidana (kini bernama PT Modalku Finansial Indonesia)
  5. Xendit akuisisi PT Globalindo Multi Finance
  6. Honest akuisisi PT Sahabat Finansial Keluarga (kini menjadi PT Honest Financial Technologies
  7. GoTo akuisisi PT Rama Multi Finance (kini bernama PT Multifinance Anak Bangsa)
Application Information Will Show Up Here
Steven Gunawan selaku President Director Modalku Finance / Modalku

Grup Modalku Masuk ke Bisnis Multifinance Lewat Akuisisi

Startup fintech lending Grup Modalku memperluas jangkauan pasar dengan menawarkan solusi pembiayaan multifinance melalui akuisisi PT Buana Sejahtera Multidana. Fokusnya tetap di segmen UMKM. Pengumuman ini sekaligus meresmikan entitas baru di bawah grup Modalku dengan nama PT Modalku Finansial Indonesia atau Modalku Finance.

Aksi korporasi ini diikuti dengan perubahan kepemilikan saham, Grup Modalku menjadi pemegang saham mayoritas, serta perubahan fokus usaha menjadi pembiayaan produktif PT Buana Sejahtera Multidana. Pihaknya mengungkapkan bahwa hal ini merupakan strategi manajemen yang sangat terencana demi mengoptimalkan pertumbuhan bisnis dan mendukung lebih banyak UMKM di Indonesia.

Terkait multifinance, Co-Founder Modalku Reynold Wijaya mengungkapkan bahwa pengembangan Modalku Finance didorong oleh permintaan serta ekspektasi konsumen terhadap akses pendanaan yang semakin beragam. Selain itu juga untuk menjangkau aksesibilitas pasar yang lebih luas, dengan menghadirkan berbagai produk yang lebih variatif dengan limit modal usaha yang lebih tinggi.

Steven Gunawan yang ditunjuk sebagai President Director Modalku Finance mengungkapkan, “Kehadiran Modalku Finance diharapkan dapat menghadirkan solusi pembiayaan dalam sektor produktif berupa produk yang dapat berguna untuk membiayai aktivitas permodalan bagi perusahaan seperti pembelian bahan baku, pembiayaan piutang usaha, serta peningkatan kapasitas produksi usaha.” tambahnya.

Produk Modalku Finance

Modalku Finance menawarkan berbagai fungsi pembiayaan, di antaranya Pembiayaan Modal Kerja, Pembiayaan Investasi, dan Pembiayaan Multiguna. Pembiayaan Modal Kerja dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran yang habis dalam satu siklus aktivitas usaha.

Untuk layanan Pembiayaan Investasi dapat disalurkan ke barang modal beserta jasa yang diperlukan untuk aktivitas usaha/investasi, rehabilitasi, modernisasi, ekspansi, atau relokasi tempat usaha/investasi. Sedangkan Pembiayaan Multiguna, dapat digunakan untuk keperluan konsumtif dan bukan untuk keperluan usaha.

Nominal yang ditawarkan untuk pembiayaan modal kerja dan investasi ini sendiri lebih besar dari yang ditawarkan pada layanan P2P lending Grup Modalku, mulai dari Rp500 juta hingga Rp25 Miliar dengan tenor pinjaman yang bervariasi hingga 12 bulan.

Sedangkan bagi pembiayaan multiguna, pembiayaan dimulai dari Rp50 juta dengan tenor yang bervariasi. Skema pembayaran yang ditawarkan cukup fleksibel, dimana pembayaran pokok dapat dilakukan sekaligus pada akhir tenor atau angsuran per bulan sesuai produk yang dipilih. Bunga mulai dari 1% per bulan dengan waktu proses yang cepat.

Terkait diferensiasi dengan Grup Modalku, Steven menjelaskan tujuan Modalku Finance ini bisa digunakan bagi UMKM yang naik kelas sehingga membutuhkan pendanaan lebih. Mengingat, P2P lending hanya bisa menyalurkan pinjaman maksimal Rp2 miliar, sementara multifinance bisa mencapai Rp25 miliar.

Target ke depan

Jika dilihat pada tahun-tahun sebelumnya, industri multifinance memang mengalami tren penurunan terutama pada masa pandemi Covid-19 yang menyebabkan piutang pembiayaan terus menurun.

Namun, memasuki 2022, OJK mencatatkan nilai outstanding piutang pembiayaan multifinance pada Agustus 2022 meningkat 8,57& menjadi sebesar Rp389,54 triliun. Hal ini membuktikan bahwa adanya tren peningkatan pada industri multifinance.

Sementara, President Director Modalku Finance Steven Gunawan mengungkapkan, Grup usaha Modalku telah sejak lama berangan-angan untuk masuk ke dalam industri multifinance. Ia juga menambahkan bahwa salah satu proposisi nilai perusahaan adalah dengan berfokus pada pembiayaan produktif.

Ke depannya, Modalku Finance akan konsisten melakukan berbagai inovasi bisnis dan teknologi untuk memperluas jangkauan. Modalku Finance merupakan bagian dari Grup Modalku. Hingga saat ini, Grup Modalku telah menyalurkan modal usaha sebesar Rp40,42 Triliun kepada lebih dari 5,1 juta jumlah transaksi pendanaan UMKM di Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam.

Terkait rencananya masuk ke neobank, Reynold menekankan bahwa untuk saat ini belum ada rencana melakukan akuisisi lagi, termasuk menambah kepemilikan saham di Bank Index menjadi pemegang saham mayoritas. “Kami dengan sangat pasti tidak ada rencana akuisisi untuk perbankan karena berbagai macam hal yang sering dijelaskan, satu sisi mahal sekali,” ujar Reynold.

Ia menambahkan, saat ini lebih memfokuskan untuk keberlanjutan bisnis yang menuju profitabilitas. Sehingga, ia bakal lebih bijak untuk melakukan ekspansi ke depannya. “Untuk mencapai target perusahaan yang profitabilitas, kami terus fokus untuk mengembangkan fundamental dan bisnis,” ujar Reynold.

Sebelum ekspansi ini, Modalku juga sempat mengakuisisi startup fintech pembayaran asal Singapura bernama CardUp. Selain itu, melalui anak usahanya Funding Asia Group, Pte. Ltd, Modalku memiliki saham 10% di PT Bank Index Selindo.

Hingga saat ini, Modalku telah menyalurkan modal usaha sebesar Rp40,42 Triliun kepada lebih dari 5,1 juta jumlah transaksi pendanaan UMKM di Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam.

Application Information Will Show Up Here

Paper.id to Complete Series B Funding Round, Launching a B2B Paylater Service

The B2B invoicing and payment platform “Paper.id” is currently fundraising for series B round and to be announced in early 2022. Paper.id’s Co-Founder & CEO, Jeremy Limman said to DailySocial that the company is currently in the process of finalizing and plan to use the fresh funds to support product developments that have proven to be growing rapidly during this pandemic.

Paper.id’s latest funding was in 2019 for the series A round from Modalku fintech and Golden Gate Ventures. In early 2018, they also received seed funding from Golden Gate Ventures.

Pandemic elevating business

The number of Paper.id users has grown almost 3 times since the beginning of the pandemic last year. The invoices that have been processed has reached the highest level over Rp9 trillion, this number is claimed to have increased by 2 times from the same period last year. ​Currently, Paper.id has 300 thousand users and is spread across more than 300 cities and regencies in Indonesia.

“In general, the pandemic has negatively impacted the MSMEs, especially the tourism and retail sectors. However, Paper.id users belong to the sector-agnostic segment, therefore, several industries can still survive and continue to grow, such as logistics, FMCG and online sellers,” Jeremy said.

In order to increase financing options for users, Paper.id collaborates with a strategic investor, Buana Sejahtera Group, a group of companies engaged in finance, logistics, and hospitality to expand Paper.id’s capabilities in business funding and penetration into the conventional supply chain.

“Later on, we will ask our strategic investors about what business sector they want. Then Paper.id will recommend businesses that are eligible to get financing from the multifinance,” Jeremy said.

Launching a B2B Paylater

Aiming to help SMEs make their business easier, Paper.id launched its latest product, the B2B Paylater or Buy Now, Pay Later (BNPL). For buyers, they can get benefits in the form of an extension of time. Suppliers can also experience other benefits from this product through a new feature called “Get Paid Faster”.

Prioritizing the aggregator concept, Paper.id will later recommend business owners who want to use BNPL for fintech lending services to banks that have become strategic partners. Currently, there are 10 fintech service and banking partners, including Modalku, Bank Jago, and Pinjam Modal.

“In terms of financing, we cannot provide services for all. Thus, we have good partnerships with P2P, multi-finance and banking services. Everything will be tailored to the needs of the business,” Jeremy added.

In ensuring the business to run good track record, Paper.id conducts a curation process for businesses with intention to use BNPL through data invoicing on Paper.id. Therefore, banking partners and fintech services are guaranteed to get business recommendations with the best quality. Since the launching, Paper.id has validated more than 3000 invoices for BNPL products.

“With our experience that has channeled productive funding of more than Rp. 175 billion for MSMEs, BNPL is a feature that is much requested by our users and is expected to drive the MSME business development and help them manage cash flow better,” Jeremy said.

B2B Paylater in Indonesia

In a report titled “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021” published by DSInnovate, the paylater services that focus on business consumers is said to start mushrooming. The scheme is in the form of collaboration, between fintech lending and business service providers.

Indonesia’s B2B Paylater players

In contrast to productive loan products in the style of P2P Lending, B2B paylaters do not provide cash to improve business operations. They finance the expenditure of goods or services that are channeled directly to the provider.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Paylater B2B Paper.id

Segera Rampungkan Penggalangan Dana Seri B, Paper.id Luncurkan Layanan Paylater B2B

Platform invoicing dan payment B2B “Paper.id” tengah melakukan penggalangan dana tahapan seri B yang rencananya akan diumumkan awal tahun 2022 mendatang. Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Paper.id Jeremy Limman menyebutkan, saat ini perusahaan dalam proses finalisasi dan rencananya dana segar tersebut digunakan untuk mendukung perkembangan produk yang sudah terbukti berkembang pesat selama pandemi ini.

Pendanaan terakhir yang diterima oleh Paper.id adalah tahun 2019 lalu untuk tahapan seri A dari perusahaan fintech Modalku dan Golden Gate Ventures. Awal tahun 2018 mereka juga telah mengantongi pendanaan awal dari Golden Gate Ventures.

Pandemi mendongkrak bisnis

Tercatat sejak awal pandemi tahun lalu jumlah pengguna Paper.id telah berkembang hampir 3x lipat dari sebelumnya. Jumlah invoice yang telah diproses pun mencapai level tertinggi hingga Rp9 triliun lebih, angka tersebut diklaim naik 2 kali lipat dari periode yang sama di tahun lalu. ​Saat ini Paper.id memiliki 300 ribu pengguna dan tersebar di lebih dari 300 kota dan kabupaten di Indonesia.

“Secara umum, pandemi memberikan dampak buruk yang hebat kepada UMKM, terutama sektor pariwisata dan ritel. Namun, pengguna Paper.id termasuk segmen sector-agnostic, sehingga tetap ada beberapa industri yang bertahan dan tetap bertumbuh seperti logistik, FMCG dan online seller,” kata Jeremy.

Untuk menambah pilihan pembiayaan kepada pengguna, Paper.id menggandeng investor strategis, Buana Sejahtera Group sebuah grup perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, logistik, dan perhotelan guna memperluas kapabilitas Paper.id dalam pendanaan bisnis dan penetrasi ke dalam
supply chain konvensional.

“Nantinya kita akan bertanya kepada investor strategis kita kira-kira sektor usaha apa yang mereka inginkan. Kemudian Paper.id akan merekomendasikan usaha yang layak mendapatkan pembiayaan dari multifinance tersebut,” kata Jeremy.

Luncurkan paylater B2B

Bertujuan untuk membantu UKM  mempermudah usaha, Paper.id meluncurkan produk terbaru paylater atau Buy Now, Pay Later (BNPL) B2B. Bagi buyer, mereka bisa mendapatkan manfaat berupa perpanjangan tempo. Supplier juga bisa merasakan manfaat lainnya dari produk ini melalui fitur baru bernama “Get Paid Faster”.

Mengedepankan konsep agregator, nantinya Paper.id akan merekomendasikan pemilik usaha yang ingin memanfaatkan BNPL kepada layanan fintech lending hingga perbankan yang telah menjadi mitra strategis. Saat ini tercatat sudah ada 10 mitra layanan fintech hingga perbankan, di antaranya adalah Modalku, Bank Jago, dan Pinjam Modal.

“Di financing kita tidak bisa memberikan layanan untuk semua. Dengan demikian kemitraan kami jalin baik dengan layanan P2P, multifinance, hingga perbankan. Semua disesuaikan dengan kebutuhan dari usaha tersebut,” kata Jeremy.

Untuk memastikan usaha tersebut memiliki track record yang baik, Paper.id melakukan proses kurasi bagi usaha yang ingin memanfaatkan BNPL melalui data invoicing melalui Paper.id. Dengan demikian mitra perbankan dan layanan fintech telah dijamin mendapatkan rekomendasi usaha yang memiliki kualitas terbaik. Sejak diluncurkan, Paper.id telah memvalidasi lebih dari 3000 invoice untuk produk BNPL.

“Dengan pengalaman kami yang sudah menyalurkan pendanaan produktif lebih dari Rp 175 miliar bagi UMKM, BNPL ini adalah fitur yang banyak diminta oleh pengguna kami dan diharapkan dapat mendorong roda perkembangan bisnis UMKM serta membantu mereka dalam mengelola arus kas lebih baik,” kata Jeremy.

Paylater B2B di Indonesia

Dalam laporan bertajuk “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021” yang diterbitkan DSInnovate terungkap, layanan paylater yang fokus kepada konsumen bisnis mulai berkembang. Skemanya berbentuk kolaborasi, antara fintech lending dengan penyedia layanan bisnis.

Pemain paylater B2B di Indonesia

Berbeda dengan produk pinjaman produktif ala P2P Lending, paylater B2B tidak memberikan dana tunai untuk meningkatkan operasional bisnis. Mereka membiayai belanja barang atau layanan yang disalurkan langung kepada penyedia.

Application Information Will Show Up Here

Kredivo Bags 1.4 Trillion Rupiah Debt Funding from Victory Park Capital

The multi-finance startup Kredivo announced additional credit from a US-based investment company, Victory Park Capital Advisors, LLC (VPC) worth of $100 million (more than 1.4 trillion Rupiah). This is the VPC’s second time to top up with the same nominal for Kredivo, the first collaboration occurred in July 2020.

In a virtual press conference with media held by the company today (22/6), Kredivo Indonesia’s CEO, Umang Rustagi said that the funds will be fully channeled to Kredivo’s consumers in Indonesia in need for credit. The company plans to expand financing products beyond just cash loans and transactions on e-commerce platforms.

Positioned as a multi-finance company, Kredivo is preparing financing products for health, education, and vehicles. “The funds provided through this collaboration will be able to accelerate our business scale in 2021 and in the following years, also help achieve our target to serve 10 million customers in Indonesia by 2025,” Rustagi said.

Currently, Kredivo claims to have more than three million users in Indonesia. This number is equivalent to 40% of credit card users totaling 8 million people, after being deducted by an estimate that one person has more than one credit card.

“Kredivo’s consumer growth and disbursement needs in Indonesia are growing rapidly. Through our research, new users have been using the paylater for the past year,” Kredivo’s VP Marketing & Communications, Indina Andamari said.

Rustagi continued, VPC’s decision to top up credit at Kredivo was due to the large potential for the unbanked group in Indonesia. In addition, the company’s ability to maintain risk management and successfully become a sustainable business in the midst of a pandemic over the past year.

Separately, in an official statement, VPC’s Partner, Gordon Watson said, “We are very impressed with Kredivo’s resilience and business growth and are certainly very pleased to continue to strengthen our collaboration with Kredivo. The company represents a unique combination of growth, scale, risk management and financial inclusion in one of the world’s most attractive emerging markets.”

In addition to VPC, Kredivo has previously partnered with a number of local banks as institutional lenders, including Bank Permata with a value of IDR 1 trillion and Partners for Growth with a value of IDR 283 billion. Both institutions entered last year.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Debt Funding Kredivo

Kredivo Kembali Peroleh Pinjaman Kredit 1,4 Triliun Rupiah dari Victory Park Capital

Startup multifinance Kredivo kembali mengumumkan tambahan kredit dari perusahaan investasi asal Amerika Serikat, Victory Park Capital Advisors, LLC (VPC) sebesar $100 juta (lebih dari 1,4 triliun Rupiah). Ini kedua kalinya VPC melakukan top up dengan nominal yang sama untuk Kredivo, kerja sama pertama kali terjadi pada Juli 2020.

Dalam konferensi pers virtual bersama sejumlah media yang digelar perusahaan hari ini (22/6), CEO Kredivo Indonesia Umang Rustagi menyampaikan, dana tersebut akan disalurkan sepenuhnya ke konsumen Kredivo di Indonesia yang membutuhkan kredit dalam memenuhi kebutuhannya. Perusahaan berencana untuk memperluas produk pembiayaan tidak hanya sekadar pinjaman cepat (cash loan) dan transaksi di platform e-commerce saja.

Dengan status sebagai multifinance, Kredivo sedang mempersiapkan produk pembiayaan untuk kesehatan, pendidikan, dan kendaraan bermotor. “Dana yang tersedia melalui kerja sama ini akan mampu mengakselerasi skala bisnis kami pada 2021 dan tahun-tahun selanjutnya, juga membantu mencapai target kami untuk melayani 10 juta pelanggan di Indonesia pada 2025,” ujar Rustagi.

Saat ini Kredivo mengklaim telah memiliki lebih dari tiga juta pengguna di Indonesia. Angka tersebut setara dengan 40% pengguna kartu kredit yang berjumlah 8 juta orang, setelah dikurangi dengan diestimasi satu orang memiliki lebih dari satu kartu kredit.

“Pertumbuhan konsumen Kredivo dan kebutuhan disbursement di Indonesia sangat cepat. Dalam riset kami disampaikan pengguna baru menggunakan paylater itu satu tahun belakangan,” tambah VP Marketing & Communications Kredivo Indina Andamari.

Rustagi melanjutkan, keputusan VPC untuk melakukan top up kredit di Kredivo tak lain karena masih besarnya potensi kelompok unbankable di Indonesia. Serta, kemampuan perusahaan dalam menjaga manajemen risiko dan berhasil menjadi bisnis yang sustain di tengah pandemi selama setahun terakhir.

Secara terpisah dalam keterangan resmi, Partner VPC Gordon Watson mengatakan, “Kami sangat terkesan dengan resiliensi dan pertumbuhan bisnis Kredivo dan tentunya sangat senang dapat terus mempererat kerja sama kami dengan Kredivo. Perusahaan ini merepresentasikan kombinasi unik antara pertumbuhan, skala bisnis, manajemen risiko, dan inklusi keuangan di salah satu pasar berkembang paling atraktif di dunia.”

Selain VPC, sebelumnya Kredivo telah bermitra dengan sejumlah bank lokal sebagai lender institusi, di antaranya Bank Permata senilai Rp1 triliun dan Partners for Growth senilai Rp283 miliar. Keduanya masuk pada tahun lalu.

Application Information Will Show Up Here

The Gravity of Multifinance Services Acquired by Tech Startups

Atome acquired PT Mega Finadana Finance (currently PT Atome Finance Indonesia), adding up to the fintech lending companies seeking to expand, especially in the consumer goods financing sector.

Prior to Atome, Kredivo has acquired PT Swarna Niaga Finance (currently PT FinAccel Finance Indonesia). Apart from fintech companies, Traveloka has acquired PT Malacca Trust Finance (currently PT Caturnusa Sejahtera Finance) to operate Traveloka Paylater.

In an official statement, Atome Financial Indonesia’s CEO, Wawan Salum said, “This acquisition is a proof of our commitment to grow our business in Indonesia, aiming to serve our partners and consumers better in providing customized financing and loan options.”

Since 2017, Atome Financial has established partnerships with some of the world’s leading financial institutions providing more than $200 million in funding and credit facilities to promote financial inclusion.

Wawan claimed, the company has cumulatively served more than 5 million users and has provided loans of more than $1 billion to empower merchants and consumers. “This acquisition will not only accelerate our rapid business expansion, but also contribute to a stronger and healthier lending and financing ecosystem in Indonesia,” he added.

DailySocial asks some follow-up questions to Wawan, but he has not written back to the date this article published.

In a general note, Atome Financial has two main business units, Atome and Kredit Pintar. Both are engaged in loan services, the difference lies in the function. Atome provides BNPL services with 0% interest payment options for three or six months. Atome partners with several retail groups and e-commerce platforms, such as MAP (including Sephora, Zara, Mango, Pull & Bear, Marks & Spencer, Food Hall), JD.id, and iStyle.

Meanwhile, Kredit Pintar runs cash loans with a maximum of IDR20 million in cash ranging from three to one year. Funds are not only for productive needs, but also for daily needs.

The trend of acquiring multi-finance companies, for the Chairman of the Indonesian Finance Companies Association (APPI), Suwandi Wiratno, allows these players to reach more comprehensive loan and financing products.

He said Traveloka for instance, basically sell products and incapable to act as a financial company to provide credit to their consumers. In terms of platform, they only need to register with the Ministry of Communication and Information, unlike financial companies that should be strictly regulated by the OJK.

“Through Caturnusa, people who want to buy tickets, which used to be in cash, can now paid using installments up to 10 times. That’s because financing requires prospective debtors, they [Traveloka] come here because they see the potential, where not everyone has the ability to buy in cash,” he said to DailySocial.

The ability to mix products and the ability of companies to offer financing will provide a new approach. They can freely distribute multipurpose financing to many industrial sectors such as multi-finance companies in general and enter into financial services for vehicle, property, electronics, KTA, and others.

In terms of sources, they can rely on bank loans, by channeling or joint financing, issuing debt securities from MTN, bonds, on/offshore syndication, and IPOs.

“By bundling their current products with loans that are in accordance with regulations, they can offer a new approach,” Suwandi added.

Previously in contact with DailySocial, Kredivo Indonesia’s CEO, Alie Tan said, since the beginning, Kredivo’s financing scheme was dominated by product purchases at merchants, not cash loans, therefore, a multi-finance license is considered more suitable for Kredivo. “Thus, we hope to grow rapidly and serve 10 million users in the next few years,” she said.

Alie’s statement backed Kredivo’s Co-Founder, Akshay Gargthe previous statement that through multi-finance licenses, Kredivo’s loan distribution will be bigger and more developed. This license is considered more stable as the regulations was established long time ago. It states that it is also possible for financing companies to channel 30% of their financing to fintech lending.

After FinAccel, Kredivo’s holding company, announced the acquisition of PT Swarna Niaga Finance, the company took off with Samsung to provide Samsung Financing services. The offer is not much different. Consumers can use Kredivo’s installment for purchasing Samsung devices online or offline.

FinAccel did not immediately leave the lending business as they introduced Kredifazz (PT FinAccel Digital Indonesia) which focused on productive and consumptive loans. One of the loan products released by Kredifazz is Klop!, a consumptive loan for Telkomsel users.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Atome Financial, induk fintech p2p lending Kredit Pintar, mengakuisisi PT Mega Finadana Finance dan mengubahnya menjadi PT Atome Finance Indonesia

Pesona Dibalik Akuisisi Layanan “Multifinance” oleh Startup Teknologi

Atome mengakuisisi PT Mega Finadana Finance (kini bernama PT Atome Finance Indonesia) untuk menambah jajaran perusahaan fintech lending yang tertarik melebarkan sayap, khususnya di bidang pembiayaan barang konsumen.

Sebelum Atome, ada Kredivo yang mengakuisisi PT Swarna Niaga Finance (kini bernama PT FinAccel Finance Indonesia). Di luar perusahaan fintech, ada Traveloka yang mengakuisisi PT Malacca Trust Finance (kini bernama PT Caturnusa Sejahtera Finance) untuk mengoperasikan Traveloka Paylater.

Dalam keterangan resmi, CEO Atome Financial Indonesia Wawan Salum menyampaikan, “Akuisisi ini merupakan bukti dari komitmen untuk mengembangkan bisnis kami di Indonesia, dengan tujuan melayani mitra serta konsumen kami dengan lebih baik dalam memberikan pilihan pembiayaan dan pinjaman yang disesuaikan.”

Sejak tahun 2017, Atome Financial telah menjalin kemitraan dengan beberapa lembaga keuangan terkemuka di dunia yang menyediakan lebih dari $200 juta dalam pendanaan dan fasilitas kredit guna mendorong inklusi keuangan.

Wawan mengklaim, secara kumulatif perusahaan telah melayani lebih dari 5 juta pengguna dan telah memberikan pinjaman lebih dari $1 miliar untuk memberdayakan pedagang dan konsumen. “Akuisisi ini tidak hanya akan mempercepat ekspansi bisnis kami yang pesat, namun juga berkontribusi pada ekosistem pinjaman dan pembiayaan yang lebih kuat dan sehat di Indonesia,” tambahnya.

DailySocial mengirimkan sejumlah pertanyaan tambahan kepada Wawan, namun hingga tulisan ini diturunkan belum mendapat respons.

Seperti diketahui, Atome Financial memiliki dua unit bisnis utama, yakni Atome dan Kredit Pintar. Keduanya sama-sama bergerak di pinjaman, pembedanya terletak di sisi penggunaannya. Atome menyediakan layanan BNPL dengan opsi pembayaran bunga 0% selama tiga atau enam bulan. Atome bermitra dengan beberapa grup ritel dan platform e-commerce, seperti MAP (mencakup Sephora, Zara, Mango, Pull & Bear, Marks & Spencer, Food Hall), JD.id, dan iStyle.

Sementara, Kredit Pintar bermain di pinjaman cepat (cash loan) dengan maksimal plafon Rp20 juta dengan tunai mulai dari tiga sampai satu tahun. Dana tersebut tidak hanya digunakan untuk kebutuhan produktif, juga kebutuhan sehari-hari.

Maraknya ketertarikan mengakuisisi perusahaan multifinance, menurut pandangan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno, memungkinkan para pemain tersebut untuk menyentuh produk pinjaman dan pembiayaan yang lebih komprehensif.

Ia mencontohkan, untuk Traveloka, pada dasarnya mereka menjual produk, tidak bisa bertindak seperti perusahaan pembiayaan yang bisa memberikan kredit untuk konsumennya. Secara platform, mereka hanya cukup mendaftarkan diri ke Kemenkominfo saja, tidak seperti perusahaan pembiayaan yang harus diregulasi ketat oleh OJK.

“Sekarang lewat Caturnusa, orang yang mau beli tiket yang harusnya dulu harus beli tunai, sekarang bisa dicicil sampai 10 kali. Itu karena di pembiayaan butuh calon debitur, mereka [Traveloka] masuk ke sini karena melihat potensi, di mana tidak semua orang punya kemampuan beli tunai,” katanya saat dihubungi DailySocial.

Kemampuan meracik produk dan kemampuan perusahaan menawarkan pembiayaannya akan memberikan pendekatan baru. Mereka dapat lebih leluasa menyalurkan pembiayaan multiguna untuk banyak sektor industri seperti perusahaan multifinance pada umumnya dan masuk ke pembiayaan kendaraan, properti, elektronik, KTA, dan lainnya.

Untuk sumber dana, mereka bisa mengandalkan pinjaman dari bank, dengan cara channeling atau joint financing, mengeluarkan surat utang dari MTN, obligasi, sindikasi on/offshore, hingga IPO.

“Dengan menggabungkan produk yang sudah mereka miliki dengan pinjaman yang sesuai dengan regulasi, mereka bisa menawarkan suatu pendekatan baru,” tambah Suwandi.

Sebelumnya, saat dihubungi DailySocial, CEO Kredivo Indonesia Alie Tan menuturkan, sejak awal skema pembiayaan Kredivo memang didominasi pembiayaan pembelanjaan produk di merchant, bukan pinjaman tunai, maka dari itu lisensi multifinance dirasa lebih cocok untuk Kredivo. “Dengan demikian, kami berharap bisa bertumbuh dengan pesat dan melayani 10 juta pengguna dalam beberapa tahun ke depan,” ucapnya.

Pernyataan Alie memperkuat ujaran Co-Founder Kredivo Akshay Garg sebelumnya yang menyebutkan melalui lisensi multifinance maka penyaluran pinjaman Kredivo akan semakin besar dan berkembang. Lisensi ini dinilai lebih stabil karena peraturannya sudah dibentuk sejak lama. Dalam regulasi disebutkan perusahaan pembiayaan juga dimungkinkan untuk menyalurkan 30% pembiayaannya kepada fintech lending.

Pasca FinAccel, induk Kredivo, mengumumkan rampungnya akuisisi terhadap PT Swarna Niaga Finance, perusahaan tancap gas bersama Samsung untuk menyediakan layanan Samsung Financing. Penawarannya tidak jauh berbeda. Konsumen dapat mengajukan cicilan dari Kredivo saat berbelanja gawai Samsung secara online atau offline.

FinAccel tidak serta merta meninggalkan bisnis lending karena mereka memperkenalkan Kredifazz (PT FinAccel Digital Indonesia) yang fokus pada pinjaman produktif dan konsumtif. Salah satu produk pinjaman yang dirilis Kredifazz adalah Klop!, pinjaman konsumtif yang ditujukan untuk pengguna Telkomsel.

Startup fintech kredit digital Kredivo mengumumkan pendanaan debt hingga $100 juta dari perusahaan investasi asal A.S, Victory Park Capital Advisors

Kredivo Bukukan “Debt Funding” 1,4 Triliun Rupiah dari Victory Park Capital

Startup fintech kredit digital Kredivo mengumumkan pendanaan debt hingga $100 juta (setara 1,4 triliun Rupiah) dari perusahaan investasi asal Amerika Serikat, Victory Park Capital Advisors (VPC). Fasilitas debt akan digunakan untuk pengembangan produk pembiayaan agar dapat melayani 10 juta pengguna baru dalam beberapa tahun mendatang.

Diklaim pendanaan ini merupakan terbesar dalam sejarah perusahaan, sekaligus terbesar di industri fintech se-Asia Tenggara. Sekaligus menandakan debut VPC di pasar Asia Tenggara.

Dalam konferensi pers virtual pada hari ini (24/11), Co-Founder Kredivo Umang Rustagi menjelaskan dana tersebut dapat mendorong momentum pertumbuhan perusahaan dan memperkuat matriks risiko, di tengah kondisi ekonomi yang menantang.

Ia mengatakan, proses penggalangan debt ini sudah dimulai sejak enam hingga sembilan bulan lalu, namun baru ditutup pada kuartal ketiga kemarin. “Pendanaan lini kredit ini akan mengakselerasi skalabilitas bisnis dan merealisasikan target kami untuk melayani hingga 10 juta pengguna baru dalam beberapa tahun ke depan,” katanya.

Partner VPC Gordon Watson turut memberikan pernyataannya melalui keterangan resmi. Ia mengatakan, Kredivo mampu memperlihatkan kombinasi yang unik antara perusahaan, jangkauan pasar, manajemen risiko, dan inklusi keuangan di Indonesia.

“Kerja sama ini merupakan investasi pertama VPC di kawasan Asia Tenggara, tentunya menjadi hal yang sangat menggembirakan untuk dapat memulai babak penting ini dengan partner Kredivo.”

Umang menuturkan, dengan posisinya kini sebagai multifinance, tak lagi sebagai startup lending, telah mengembangkan berbagai produk pembiayaan secara lebih leluasa untuk merambah lebih banyak konsumen baru. Produk tersebut seperti pembiayaan healthcare, edukasi, dan usaha produktif untuk pengusaha UKM.

“Pengembangan produk lainnya, seperti pembiayaan otomotif tentu akan ada dalam rencana, namun belum dalam waktu dekat.”

VPC adalah sejumlah lender institusi yang sudah masuk membiayai kredit di Kredivo, sebelumnya ada Bank Permata senilai Rp1 triliun dan Partners for Growth senilai Rp283 miliar. Keduanya masuk pada tahun lalu.

Selain mencari pendanaan dari institusi untuk menyalurkan pembiayaan, Kredivo sebenarnya juga berkesempatan untuk memanfaatkan opsi lainnya yang sudah direstui OJK, yakni channelling dan menerbitkan obligasi. Namun, Umang menegaskan sejauh ini belum ada rencana untuk menerbitkan obligasi.

VP Marketing & Communications Kredivo Indina Andamari menambahkan, perpindahan menjadi multifinance adalah bagian dari Kredivo untuk bisa melayani lebih banyak konsumen dengan diversifikasi produk pembiayaan. Dari sisi kepercayaan para lender dan konsumen, diharapkan bisa lebih meningkat.

“Sebenarnya secara terms kurang tepat [menyebut Kredivo] sebagai p2p lending karena credit line kita ini semuanya berasal dari institusi keuangan. Dengan multifinance, bukan berarti ada dua entitas [p2p lending dan multifinance], entitas hanya satu, tapi lisensinya saja yang ada dua. Tapi cara beroperasi kita tidak ada yang berubah,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here