Tag Archives: Nadhira Nuraini

Edtech Startup AyoBlajar is Officially Launched, Offering Online Classes and LMS

Pandemic has created opportunities among the many difficulties. Edtech is one of those opportunities. Ruangguru and Zenius were two that stood out during the Covid-19 hitting Indonesia.

Between the hegemony of the two edtechs, another new player appeared. This startup is called AyoBlajar. Operating since 2018, AyoBlajar was only registered as a company in July 2019. In fact, their application was only officially published on Friday, September 4, 2020.

In the launch event, AyoBlajar Fariz Isnaini Co-Founder & CEO said, AyoBlajar is an edtech platform that focuses on junior high and high school education levels. He reasoned that the two of them were chosen because at that level student interest began to appear.

AyoBlajar platform can be accessed on Android devices and websites. Like other edtech platforms, it relies on videos as a learning resource, test material and quizzes to hone student understanding. But beyond that, there are several things that differentiate AyoBlajar from other edtechs.

First is the Live Classes feature. This feature allows user students to attend certain classes in real time. There is also one-on-one mentoring that makes it easier for students to have further discussions about the subject matter. The AyoBlajar platform also provides a progress chart feature that allows parents to map students’ learning abilities.

However, what distinguishes AyoBlajar from other platforms is their feature called the Learning Management System (LMS). This feature is made to make it easier for schools to design teaching and learning activities online. COO & Co-Founder Audy Laksmana said, with this feature the school would not find it difficult to prepare materials or exams for their students.

“That’s why we created this Learning Management System so that schools can move the teaching and learning process from offline to online,” added Audy.

Between B2B and B2C

In terms of business model, AyoBlajar adopts two types, namely B2C and B2B. LMS aimed at schools is their B2B product. AyoBlajar set various prices for these products. According to Fariz, this was done due to the different abilities of schools. “But now we don’t charge fees to most [schools],” explained Fariz.

In fact, AyoBlajar is not the only one that has LMS products in Indonesia. Gredu, for example, has introduced itself as a platform that facilitates school teaching and learning activities online since January 2020. However, Fariz claims that the LMS in AyoBlajar offers flexibility that is not found in other platforms.

“What distinguishes our LMS from others is, our LMS has been integrated with online classes so that teachers can create and manage their own classes.”

While their B2C products are all aimed at students. The model they chose was a subscription fee. The cost is also broken down into more various depending on the features required by the user.

The path taken by AyoBlajar is somewhat different from most edtech in the country. Generally, edtech that has operated previously takes a focus between B2B and B2C. Working closely with all stakeholders in the country’s education ecosystem is the key to AyoBlajar in carrying out the two business models.

“AyoBlajar strengthens collaboration with various stakeholders who have the same vision, namely to improve education in Indonesia, with these collaborations AyoBlajar can compete in both B2B and B2C sides,” explained Fariz.

Target

AyoBlajar currently claims to have 13 thousand students and 23 schools registered on their platform. A pandemic situation that requires teaching and learning activities to be carried out online has created its own opportunities for AyoBlajar.

From a funding aspect, AyoBlajar has pocketed initial funding. However, they were reluctant to mention the nominal investment and investors who participated in the funding round.

Fariz targets their users to reach 100 thousand by the end of the year. In order to pursue this big target, AyoBlajar also offers access to subscribe to their content for free for the next month.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

AyoBlajar

Startup Edtech AyoBlajar Diresmikan, Turut Sediakan Fitur Kelas Online dan LMS

Masa pandemi memang menyelipkan kesempatan di antara banyaknya kesulitan. Edtech adalah salah satu yang tertimpa kesempatan itu. Ruangguru dan Zenius adalah dua yang menonjol selama Covid-19 melanda Indonesia.

Di antara hegemoni kedua edtech tadi, muncul satu lagi pemain baru. Startup ini bernama AyoBlajar. Beroperasi sejak 2018, AyoBlajar baru terdaftar sebagai perusahaan pada Juli 2019. Bahkan aplikasi mereka baru resmi terbit per Jumat, 4 September 2020.

Dalam acara peluncurannya, Co-Founder & CEO AyoBlajar Fariz Isnaini mengatakan, AyoBlajar adalah platform edtech yang fokus di jenjang pendidikan SMP dan SMA. Ia beralasan keduanya dipilih karena pada jenjang itu peminatan siswa mulai terlihat.

Platform AyoBlajar dapat diakses di perangkat Android dan situs web. Seperti halnya platform edtech lain, ia mengandalkan video sebagai sumber pembelajaran, materi tes dan kuis untuk mengasah pemahaman siswa. Namun di luar itu ada beberapa hal yang membedakan AyoBlajar dengan edtech lainnya.

Pertama adalah fitur Live Classes. Fitur ini memungkinkan siswa pengguna mengikuti kelas tertentu secara real time. Ada juga one-on-one mentoring memudahkan siswa untuk berdiskusi lebih lanjut mengenai materi pelajaran. Platform AyoBlajar juga menyediakan fitur grafik perkembangan yang memungkinkan orang tua siswa memetakan kemampuan belajar siswa.

Namun yang paling membedakan AyoBlajar dengan platform lain adalah fitur mereka bernama Learning Management System (LMS). Fitur ini dibuat untuk memudahkan pihak sekolah dalam merancang kegiatan belajar mengajar secara daring. COO & Co-Founder Audy Laksmana mengatakan, dengan fitur ini pihak sekolah tak akan sulit dalam menyusun materi atau ujian bagi siswanya.

“Makanya Learning Management System ini kita buat agar sekolah bisa memindahkan proses belajar mengajar dari offline ke online,” imbuh Audy.

Bermain di B2B dan B2C

Adapun dari aspek model bisnisnya, AyoBlajar mengadopsi dua jenis yakni B2C dan B2B. LMS yang ditujukan ke sekolah-sekolah merupakan produk B2B mereka. AyoBlajar mematok harga yang bervariasi untuk produk tersebut. Menurut Fariz hal itu dilakukan karena mengikuti kemampuan sekolah yang berbeda-beda. “Tapi kini kita tidak mengenakan biaya ke sebagian besar [sekolah],” terang Fariz.

Sejatinya, AyoBlajar bukan satu-satunya yang memiliki produk LMS di Indonesia. Gredu misalnya sudah memperkenalkan diri sebagai platform yang memfasilitasi kegiatan belajar mengajar sekolah secara daring sejak Januari 2020.  Namun Fariz mengklaim LMS di AyoBlajar menawarkan fleksibilitas yang tak ada di platform lain.

“Yang membedakan LMS kami dengan lainnya adalah, LMS kami telah terintegrasi dengan online classes sehingga guru-guru dapat membuat dan mengatur kelasnya sendiri.”

Sementara produk B2C mereka adalah semua yang ditujukan untuk siswa. Model yang mereka pilih adalah biaya berlangganan. Biaya itu juga dipecah menjadi lebih beragam tergantung dari fitur yang dibutuhkan pengguna.

Jalan yang diambil oleh AyoBlajar ini agak berbeda dengan edtech kebanyakan di dalam negeri. Umumnya edtech yang sudah beroperasi sebelumnya mengambil fokus salah satu di antara B2B dan B2C. Menggandeng erat semua stakeholder dalam ekosistem pendidikan Tanah Air menjadi kunci AyoBlajar dalam menjalankan kedua model bisnis itu.

“AyoBlajar memperkuat kolaborasi dengan berbagai stakeholders yang memiliki visi yang sama yaitu untuk memperbaiki edukasi di Indonesia, dengan kolaborasi-kolaborasi tersebut AyoBlajar dapat berkompetisi dalam sisi keduanya, B2B maupun B2C,” jelas Fariz.

Target

Saat ini AyoBlajar mengklaim sudah memiliki 13 ribu siswa dan 23 sekolah yang terdaftar ke dalam platform mereka. Situasi pandemi yang mengharuskan kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring memunculkan peluang tersendiri bagi AyoBlajar.

Dari aspek pendanaan, AyoBlajar telah mengantongi pendanaan awal. Namun mereka enggan menyebut nominal investasi dan investor yang berpartisipasi dalam babak pendanaan itu.

Fariz menargetkan pengguna mereka sampai 100 ribu hingga akhir tahun. Guna mengejar target besar itu, AyoBlajar juga menawarkan akses berlangganan konten mereka secara gratis hingga sebulan ke depan.

Application Information Will Show Up Here

Unduh Edtech Report 2020 dari DSResearch untuk mendapatkan ulasan mengenai lanskap startup pendidikan di Indonesia.