Tag Archives: Native Advertising

Advrty Ciptakan Platform Native Advertising untuk Virtual Reality

Pop-up ad, alias iklan yang tiba-tiba muncul dan seringkali menutupi sebagian besar konten yang tersaji, menurut saya adalah salah satu elemen perusak user experience. Semenarik apapun iklannya, saya yakin pengguna pasti sempat merasa kesal ketika sedang asyik membaca suatu artikel lalu diinterupsi dan ditutupi bacaannya begitu saja.

Situasinya bertambah parah ketika medium yang dilibatkan adalah virtual reality: sedang asyik menjelajah dunia virtual, tiba-tiba muncul iklan berukuran masif di depan mata yang seketika itu juga merusak sensasi immersive yang dirasakan. Namun tanpa iklan developer konten pasti sulit bertahan, apalagi mengingat pertumbuhan pasar VR tergolong lambat.

Solusinya, menurut perusahaan asal Swedia bernama Advrty, adalah native advertising. Berkaca pada konsep native ads, Advrty menciptakan platform monetisasi yang dirancang agar developer dapat menyelipkan iklan ke dalam konten bikinannya tanpa merusak kesan immersive itu tadi.

Ide awal Advrty adalah menggunakan gambar atau video sebagai product placement pada baliho, poster atau spot lain seperti sebuah cangkir di dalam game. Agar iklan yang tersaji bisa terasa relevan, Advrty juga menciptakan sistem khusus yang dapat mengenali konteks.

Sistem itu dibuat untuk mencegah misalnya, iklan yang seharusnya ditujukan buat baliho malah mendarat di sebuah kaleng minuman. Contoh lainnya adalah mencegah iklan sebuah smartphone muncul di game dengan setting era medieval.

Penempatan iklannya juga disesuaikan dengan ke arah mana biasanya pengguna memandang, atau dengan objek apa mereka umumnya berinteraksi. Semuanya ditujukan agar iklan dapat tetap terekspos dengan baik, tapi di saat yang sama tidak mengganggu sesi gaming pengguna.

Sejauh ini Advrty sudah mengeksekusi konsep menariknya ini bersama Coca-Cola, yang iklannya diselipkan ke dalam game Merry Snowballs karya Hatrabbit Entertainment. Di game tembak-tembakan bola salju tersebut, tampak bahwa iklan Coca-Cola yang ditampilkan juga mengadopsi tema Natal.

Coca-Cola jelas merupakan klien yang cukup besar. Namun ini tidak terlalu mengejutkan mengingat sang produsen minuman bersoda tersebut baru-baru ini juga bereksperimen dengan iklan untuk game yang bukan sebatas placement saja, tapi juga terikat dengan jalan cerita permainan.

Platform bikinan Advrty sejauh ini baru kompatibel dengan game yang dibuat menggunakan engine Unity, tapi mereka saat ini sedang sibuk menghadirkan dukungan untuk Unreal Engine. Bagaimana dengan augmented reality (AR)? Advrty memang baru berfokus di VR, tapi mereka juga punya rencana sendiri untuk AR, meski masih ada sejumlah tantangan yang harus dilewati.

Yang paling utama, menempatkan iklan pada konten AR terasa sulit karena setting-nya bukanlah dunia virtual, melainkan lingkungan di sekitar pengguna yang amat bervariasi – terkecuali yang dipasang adalah iklan pop-up menyebalkan itu tadi.

Sumber: VentureBeat.

Kuat Mendayung Content Marketing di Tengah Arus “Spamming”

Jangan terburu-buru berkecil hati dan merasa ukuran tubuh membesar, karena jemari Anda yang secara tidak sengaja menekan banner ads saat bermain game atau menjelajahi situs pencari. Sepenuhnya, hal ini bukan karena jemari gemuk saja, namun juga bisa disebabkan oleh tombol dari sebuah fitur yang sulit dipencet. Dan bahkan Anda bukan satu-satunya yang merasa demikian.

Faktanya, lebih dari 60% mobile banner ads terjadi karena ketidaksengajaan yang dilakukan user, di mana 65% dari mereka kebetulan mengalaminya saat sedang membaca berita terkini dan konten-konten news lewat smartphone. Para pengguna ini kemudian menganggap para pengiklan ini tengah menjalankan praktik spamming. Hal ini didukung data yang menunjukkan bahwa 22% dari 1,9 miliar pengguna smartphone dunia telah mengaktifkan ad-blocker saat mengarungi situs-situs berbasis konten.

Di titik inilah content marketing dan native advertising menerobos industri pemasaran dan periklanan. Fokus tujuan dari aliran marketing ini sebenarnya beririsan dengan penggunaan banner ads, yakni bagaimana membuat audiens sadar dan bersedia mencari tahu seluk-beluk brand tersebut.

Perbedaan mencolok dapat terlihat dari bagaimana native advertising menjalankan permainannya di dunia pemasaran, yaitu dengan menyampaikan pesan dari sebuah brand sekaligus mengedukasi pasar dengan kekuatan konten sebagai poros penggeraknya.

Arus “spamming” yang mengalir deras ini harus disikapi para kreator konten dalam menghidupkan content marketing dan native advertising. Mereka harus mendayung gaya pemasaran ini lebih kencang dengan memastikan bahwa campaign yang mereka gelontorkan tepat guna dan dapat dilacak performanya.

Berangkat dari tantangan ini, Patrick Searle dan Anthony Reza mendirikan sebuah startup bernama GetCRAFT, sebuah platform jejaring konten asal Indonesia. “Semua ini berawal dari pengalaman dan proses kreatif kami tentang bagaimana membuat konten,” ujar co-founder Patrick bercerita tentang GetCRAFT dari proses inkubasi pada tahun 2014 hingga sekarang.

“Dari situ, kami kemudian ingin bekerja sama dengan klien dan memudahkan mereka dalam membuat campaign,” sambungnya.

Bisnis yang dilakukan GetCRAFT adalah menghubungkan para kreator konten dengan brand-brand yang bertebaran di industri, dengan berbagai cakupan format konten seperti foto, artikel tulisan, video, infografis, dan lainnya. Bukan hanya dengan kreator konten, brand juga dapat terhubung langsung dengan media channel seperti YouTubers dan Instagram KOL. Sederhananya, mereka membuat sebuah ruang untuk memudahkan perusahaan dan agency mencari content producer dengan harga yang transparan.

Sejauh ini, sudah ada lebih dari 130 brand yang sudah menggunakan jasa GetCRAFT, seperti Samsung, Unilever, Nestlé, Indosat, MatahariMall, Go-Jek, AXA, FWD Life, Bintang, General Electric, Wego, dan Tourism Australia. Ditambah lagi, 10 agency besar juga ikut bekerja sama dengan GetCRAFT, di antaranya seperti GroupM, Havas, Starcom, IPG, Mirum, Redcomm, dan Dentsu.

Lingkup kerja sama yang luas ini turut mendorong pertumbuhan gross merchandise value GetCRAFT yang belakangan sudah mencapai 18% dari bulan Juni sampai September 2016. Mereka sudah menghasilkan 26 miliar rupiah untuk jejaring kreator konten mereka dengan rata-rata produksi ada satu konten per 12 menit.

“Beberapa klien mengaku mendapatkan hasil yang lebih besar setelah membuat content marketing yang bekerja sama dengan GetCRAFT,” aku Patrick.

Hal ini wajar terjadi, ketika kita tahu bahwa startup yang sedang melakukan ekspansi ke Asia Tenggara, khususnya Filipina, ini menitikberatkan bisnisnya pada kualitas konten. “Percaya atau tidak, kami tidak merekrut konten kreator di dalam GetCRAFT,” tutur Patrick.

“(Dalam membuat konten) hanya ada editor (Managing Editor dan Video Producer) yang bertugas melakukan quality assurance di dalam GetCRAFT. Selebihnya, hanya dari jejaring kami.”

“Kami punya lebih dari 1.200 kreator konten di dalam jejaring kreator dan publisher yang kami buat,” tambah co-founder Reza.

Namun di samping itu, GetCRAFT saat ini mulai melengkapi tim internal mereka yang beranggotakan 30 orang, dengan mengajak beberapa orang berpengalaman di bidang pembuatan konten untuk ikut berkolaborasi. Seiring dengan pelebaran sumber daya manusia, GetCRAFT tetap mementingkan kualitas hasil yang diberikan kepada media dan para marketeer agar content marketing dan native ads yang dilakukan berjalan dengan baik.

Langkah lain yang dilakukan GetCRAFT adalah dengan menjadikan dirinya sebagai one-stop platform bagi brand, di mana klien tidak hanya mendapat influencer marketing dan content marketing ‘semata’, tapi juga strategi pemasaran yang komprehensif.

“Maka dari itu, kami berusaha mengedukasi klien di saat yang bersamaan, mendalami apa kebutuhan dan masalah dari klien saat mempromosikan konten mereka,” ucap Patrick.

“Jadi kami tidak hanya berfokus pada teknis, tapi juga dalam edukasi tentang layanan yang kami berikan.”

Dengan cara ini, GetCRAFT siap memperkuat dayung content marketing Anda dalam mengarungi derasnya iklan-iklan yang bersifat “spamming” di smartphone Anda.

Perusahaan Teknologi Digital Marketing Jepang FreakOut Melebarkan Sayap ke Indonesia

/ Shutterstock

Terhitung sejak akhir Agustus 2015 perusahaan digital marketing asal di Jepang bernama FreakOut telah resmi melebarkan sayap operasionalnya di Indonesia dengan nama PT FreakOut dewina Indonesia. Untuk pasar Indonesia, FreakOut mencoba menghadirkan in-feed native advertising platform berbasis mobile ad network yang disebut ‘Hike’. Sebelum memantapkan kehadirannya di Indonesia, platform Hike diklaim telah berhasil mendulang sukses di Thailand dan Istanbul.

Continue reading Perusahaan Teknologi Digital Marketing Jepang FreakOut Melebarkan Sayap ke Indonesia

Event: Native Ads dan Masa Depan Konten Digital

Native Ads & Content Marketing by DS Events

Pertumbuhan teknologi komunikasi menjadi siginifikan peranannya dalam melahirkan pola baru dalam lalu lintas informasi, media digital dianggap mampu membangun sebuah opini terutama di tengah masyarakat Indonesia dewasa ini. Munculnya konsep native ads membuat sirkulasi dan kualitas konten menjadi lebih esensial, bersamaan dengan turunnya minat perhatian pada banner iklan konvensional. Continue reading Event: Native Ads dan Masa Depan Konten Digital

NativAds Hadirkan Platform Native Advertising di Indonesia

NativAds adalah penyedia platform native advertising pertama di Indonesia yang kini sedang mengembangkan layanannya. NativAds menyediakan platform otomatisasi periklanan yang memungkinkan pengiklan untuk mendistribusikan konten pemasaran mereka untuk khalayak yang lebih luas secara native pada suatu publisher (website, blog, forum online).

(null)