Tag Archives: NB-IoT

Perdana NB-IoT XL Axiata

XL Axiata Luncurkan Kartu Perdana Berteknologi NB-IoT

PT XL Axiata Tbk resmi meluncurkan kartu perdana berteknologi Narrowband Internet of Things (NB-IoT) di 31 kota dan kabupaten Indonesia. Kartu perdana NB-IoT dari XL ini akan menyasar kalangan pebisnis UKM maupun korporasi.

Chief Enterprise & SME Officer XL Axiata Feby Sallyanto menjelaskan, produk NB-IoT ini muncul seiring tren industri 4.0. Penerapan teknologi ini diprediksi semakin marak di masa depan ketika Internet of Things semakin populer.

“Kami melihat layanan IoT akan menjadi solusi bisnis pilihan di masa mendatang untuk korporasi dan UKM serta sekaligus menjadi sumber pertumbuhan kami di era industri 4.0,” ucap Feby.

Kartu perdana NB-IoT ini dibanderol oleh XL dengan biaya berlangganan Rp15.000 untuk satu tahun dengan kuota 20MB untuk pelanggan korporat. Selain menjual layanan NB-IoT itu, XL juga menjajakan end-to-end solution yang menyesuaikan kebutuhan pelanggan.

XL sejatinya sudah memiliki solusi IoT di bidang transportasi bernama Fleetech di bidang transportasi dan solusi smart poultry untuk peternakan. Solusi NB-IoT yang mereka tawarkan melengkapi ambisi mereka untuk menjangkau ekosistem IoT.

Sebagai informasi, NB-IoT adalah teknologi jaringan komunikasi seperti 3G atau LTE. Bedanya NB-IoT handal dalam kondisi yang memerlukan sedikit tenaga namun dapat bekerja dalam jangka panjang atau biasa disebut Low Power Wide Area (LPWA). Jaringannya yang bergerak di frekuensi rendah 900 MHz memungkinkan sinyal NB-IoT menjangkau cakupan wilayah yang luas hingga 15 kilometer seperti di area perkebunan, gedung bertingkat, atau kawasan bawah tanah.

Kartu SIM NB-IoT nantinya dapat dimanfaatkan ke dalam sistem gateway atau ditempel langsung ke sensor.

“Untuk mengirimkan data-data yang dibutuhkan menggunaan jaringan NB-IoT, kita hanya membutuhkan maksimum 1.600 byte untuk sekali mengirim. Jadi sangat kecil sekali. Bahkan kuota 20 megabyte yang ditawarkan paket layanan NB-IoT kami seharga Rp 15.000 bisa digunakan selama setahun tergantung use case-nya,” imbuh Feby.

Feby mengklaim pihaknya sudah memiliki sejumlah pelanggan korporasi dan ratusan ribu subscriber solusi NB-IoT. Kendati demikian, ia enggan mengungkap nilai tepatnya berapa.

Jaringan NB-IoT XL ini mendapat dukungan dari penyedia perangkat telekomunikasi seperti Ericsson dan Cisco. Produk anyar ini sudah dapat diperoleh di 31 kota yang tersebar di Jawa, Bali, NTB, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Lab IoT X-Camp XL Axiata

Gandeng 36 Mitra, XL Axiata Bangun Lab IoT X-Camp

Kini para pengembang Internet of Things (IoT) lokal boleh bergembira. Fasilitas laboratorium yang telah menjadi mimpi bagi setiap pelaku di ekosistem ini resmi hadir di Indonesia. Dengan laboratorium ini, Indonesia diharapkan dapat lebih gesit memaksimalkan potensi IoT dalam negeri.

Lab IoT bernama X-Camp merupakan hasil kolaborasi ‘keroyokan’ yang diinisiasi oleh operator seluler XL Axiata dengan 36 pihak lainnya. Setiap pihak punya peran masing-masing, mulai dari penyediaan mesin, properti, hingga pengembangan kurikulum untuk menciptakan sumber daya.

Peluncuran X-Camp turut diresmikan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dan Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartanto di Kantor XL Axiata di Jakarta. X-Camp akan beroperasi secara efektif pada pertengahan November.

“X-Camp dibangun untuk memperluas implementasinya. Lab ini juga menjadi wadah untuk mempertemukan para stakeholder di ekosistem IoT. Ini bisnis masa depan, kalau tidak disiapkan dari sekarang, kita tidak akan siap,” ungkap Presiden Direktur sekaligus CEO XL Axiata, Dian Siswarini pada peluncuran Lab IoT X-Camp di Jakarta kemarin.

Ia berharap X-Camp dapat menjadi wadah dalam menghadirkan solusi digital sesuai kebutuhan industri. Ia bahkan menyebut bahwa X-Camp menjadi lab IoT terlengkap yang pernah dihadirkam oleh operator seluler, dan satu-satunya lab IoT yang tergabung di GSMA Lab Alliance di Asia Tenggara.

Sementara itu, Menperin Airlangga mengungkap pihaknya tengah menyiapkan kebijakan dalam mempercepat adopsi IoT. Pasalnya IoT merupakan bagian dari revolusi Industri 4.0.

“Dari sepuluh policy, salah satunya infrastruktur. Tentu peran (operator seluler) XL sangat penting. Perlu diketahui bahwa globalisasi adalah part of trade war. Dengan revolusi Industri 4.0, kita berupaya agar tidak ketinggalan,” jelasnya.

Di kesempatan sama, Menkominfo Rudiantara juga sempat menyentil tentang minimnya sumber daya manusia (SDM) dalam negeri yang punya kemampuan di bidang ini. Hal itu menjadi salah satu tantangan besar dalam menggerakkan adopsi IoT di tanah air.

Maka itu, XL turut menggandeng sejumlah universitas terkemuka untuk membangun sumber daya lokal dari perguruan tinggi. Mereka di antaranya Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, Politeknik Negeri Semarang, dan Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. Sisanya menyusul untuk bergabung dalam program X-Camp Lab Alliance.

Pengembangan NB-IoT hingga kolaborasi inovatif

X-Camp menyediakan ragam fasilitas bagi para pengembang atau maker IoT. Perlu diketahui, X-Camp merupakan lab untuk pengembangan teknologi Narrowband (NB-IoT). Adapun, NB-IoT tengah digadang-gadang menjadi teknologi IoT penerus karena dapat berjalan di jaringan seluler 2G, 3G, dan 4G.

Tentu pengembangan NB-IoT sejalan dengan keinginan operator seluler seperti XL, mengingat operator saat ini tengah mengembangkan jaringan seluler generasi kelima (5G) untuk memaksimalkan adopsi NB-IoT lebih tinggi.

Hal ini juga diamini oleh Founder dan CEO DycodeX, Andri Yadi yang ditemui DailySocial di acara peluncuran ini. DycodeX termasuk salah satu mitra kolaborasi XL dalam membangun X-Camp, dan startup yang pertama kali memperkenalkan teknologi IoT lainnya, yakni LoRa.

Andri mengungkap pengembangan NB-IoT kali ini dilakukan dengan berkolaborasi dengan startup Kayuh, startup penyedia sepeda kayu asal Depok,, dalam merancang produk bike-sharing.

Lebih lanjut, X-Camp menghadirkan sejumlah fasilitas di mana para maker atau pengembang dapat melakukan berbagai kegiatan, mulai dari pengembangan ide, pembuatan prototype produk IoT hingga produksi skala kecil. Di sini, mereka juga dapat melakukan pengujian user experience.

“Ada banyak sekali tujuan dari pembangunan X-Camp, yaitu edukasi pasar, inkubasi bisnis, pengembangan bersama, dan pengembangan lab. Dari sini, kita pertemukan startup dengan industri, kita bisa eksplorasi ide IoT, hingga membuat kolaborasi.” demikian ungkap Direktur Teknologi XL Axiata, Yessie D Yosetya.

PLN Disjaya memanfaatkan teknologi narrow band Internet of Things (NB-IoT) yang dikembangkan Telkomsel untuk sistem smart meter di jaringan listrik

PLN Disjaya Manfaatkan NB-IoT Smart Meter dari Telkomsel

PLN Disjaya kini memanfaatkan teknologi narrow band Internet of Things (NB-IoT) yang dikembangkan Telkomsel untuk sistem smart meter di jaringan listrik, yang disebut sebagai Advanced Meter Infrastructure (AMI). Kerja sama ini sekaligus menandakan dimulainya komersialisasi teknologi ke publik. Sebelumnya Telkomsel memperkenalkan teknologi ini sebagai bentuk CSR untuk konsep bike sharing di Universitas Indonesia.

VP Corporate Account Management Telkomsel Primadi K. Putra menerangkan, tren IoT yang tengah berkembang dimanfaatkan penuh oleh perseroan untuk konsisten meningkatkan kesiapan teknologi dan jaringan demi terbentuknya ekosistem IoT di Indonesia.

“Implementasi teknologi NB-IoT ini juga sejalan dengan visi Telkomsel sebagai digital telco company yang senantiasa menghadirkan layanan dan solusi digital terkini yang dapat meningkatkan perkembangan ekonomi negara,” terangnya, kemarin (30/10).

Implementasi NB-IoT pada sistem metering di PLN adalah salah satu use case yang dapat menunjukkan bagaimana teknologi dapat memberikan manfaat nyata di kehidupan masyarakat. Terlebih, pemanfaatan teknologi ini merupakan bagian dari modernisasi gardu PLN dan alat meter yang digunakan pelanggan korporat.

“Telkomsel memiliki 176 ribu BTS di seluruh Indonesia, memungkinkan kami untuk perluas solusi ini ke berbagai use case.”

NB-IoT merupakan teknologi terbaru yang dirancang secara khusus agar komunikasi antar mesin semakin masif dengan coverage jaringan telekomunikasi yang semakin luas hingga 2 kali dari jangkauan GSM. Di saat yang sama, teknologi ini mampu menghasilkan kapasitas koneksi yang masif untuk solusi dan aplikasi berbasis IoT.

Berdasarkan data dari GSMA (3GPP), 1 BTS NB-IoT dapat menghubungkan hingga 300 ribu perangkat terkoneksi dengan konsumsi daya lebih hemat. Teknologi radio akses NB-IoT merupakan salah satu jenis teknologi jaringan Low Power Wide Area (LPWA), memungkinkan optimalisasi daya sehingga perangkat bisa beroperasi sampai 10 tahun tanpa pengisian daya ulang baterai.

Efisiensi untuk PLN

Senior Manager Distribusi PLN Disjaya Faisol mengatakan, penerapan teknologi smart meter adalah keniscayaan. Pihaknya percaya dengan teknologi banyak memberikan manfaat bagi pelanggan korporat berlokasi di Jakarta, seperti pembacaan meter yang lebih akurat, kontrol status, dan mengumpulkan informasi langsung dari meter dengan data terkini.

Selain itu, pemanfaatan teknologi ini juga bisa mengurangi potensi kecurangan di meter pelanggan dan memberikan akurasi tagihan yang lebih tepat.

PLN dapat mengidentifikasi gangguan lebih cepat tanpa harus menunggu aduan dari pelanggan. Dalam kurun waktu 30 menit PLN berharap solusi bisa cepat teratasi, daripada kondisi saat ini yang masih memakan waktu lebih dari 1 jam.

“PLN butuh teknologi monitoring system di gardu-gardu secara real time. Kalau ada gangguan, pelanggan tidak perlu lapor ke kita karena kita sudah tahu kebih dulu. Pelayanan pun akan lebih baik ke depannya,” kata Faisol.

Adapun penerapan teknologi ini baru berlaku untuk pelanggan korporat PLN, jumlahnya mencapai 23 ribu institusi. Pelanggan korporat dapat memonitor langsung billing system-nya dari meter masing-masing. Untuk pelanggan ritel, teknologi ini baru dimanfaatkan di 13 ribu gardu. Ada 4,3 juta pelanggan di Jakarta yang dilayani oleh PLN Disjaya.

Menurut Faisol, sebelumnya PLN sudah menggunakan teknologi IoT dengan jaringan 3G yang juga dikembangkan Telkomsel, namun ada kekurangan di situ. Perusahaan harus menanggung biaya operasional bulanan yang tinggi karena konsumsi data yang tinggi, bisa sampai 4-5 Watt per meter. Kini hanya memerlukan 0,7 Watt.

“Memang Watt-nya kecil, tapi kan meter itu selalu running itu yang buat opex kita besar. Tapi sekarang kami bisa efisiensi sampai 80%.”

Teknologi NB-IoT AMI yang dipakai PLN merupakan bagian dari Smart Grid yang berfungsi sebagai “last mile” atau akses pelanggan, di mana semua perangkat dan alat terhubung secara online dengan server terpusat.

Komponen AMI terdiri dari sistem smart meter untuk mengukur dan menyimpan data, sistem komunikasi M2M antara meter pintar dengan server control center PLN. Terakhir, aplikasi analisis serta manajemen data meter secara otomatis pada control center.

Berkat teknologi ini, PLN berharap tercipta sistem jaringan listrik pintar (Smart Grid), khususnya jaringan distribusi pintar (Smart Distribution). Memungkinkan terciptanya otomatisasi pada jaringan PLN sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kecepatan pelayanan kepada pelanggan PLN di Jakarta.

“Sebab Jakarta itu kota yang padat, konsumsi listriknya juga besar untuk ukuran sekecil Jakarta, sehingga kalau ada gangguan listrik akan sangat menganggu aktivitas.”

Faisol mengungkapkan pihaknya belum membuka kemungkinan implementasi lebih jauh untuk pelanggan PLN di lokasi luar Jakarta, terutama untuk pelanggan ritel. PLN masih mencari opsi lain yang lebih efisien mengingat biaya investasi yang harus disiapkan membeli perangkat smart meter baru.

Direktur Utama Telkomsel, Ririek Adriansyah

Menuju Revolusi Indonesia 4.0 Lewat Pusat Inovasi IoT

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartanto membuka sambutannya pada ajang Telkomsel Innovation Center (TINC) Conference & Exhibition di Balai Kartini Rabu (25/7), lewat paparan bertajuk “Making Indonesia 4.0”. Sebuah visi masa depan pemerintah untuk mewujudkan revolusi digital industri 4.0.

Dalam paparan tersebut, ia menyebutkan industri 4.0 dapat menjadi enabler untuk mendorong kemajuan bangsa dan meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global. “Bangsa kita adalah negara terbesar di Asia dan demografi kita luas. Teknologi dapat jadi enabler agar negara kita lebih maju,” ungkapnya.

Maka itu, lanjut Airlangga, pemerintah mengajak setiap stakeholder terkait untuk berpartisipasi dalam mendorong pengembangan dan ekosistem Internet of Things (IoT) di Indonesia sebagai pilar industri 4.0.

Salah satunya melalui Telkomsel Innovation Center (TINC) yang menjadi upaya Telkomsel untuk fokus di industri IoT. TINC merupakan serangkaian program yang akan mempertemukan para startup, developer, hingga investor di industri IoT.

Program ini merangkum berbagai kegiatan untuk membentuk ekosistem IoT di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah fasilitas laboratorium IoT, kegiatan mentoring dan bootcamp, hingga akses networking bagi para startup, developer, maupun system integrator dengan pelaku bisnis terkait.

Tak hanya itu, anak usaha Telkom ini juga memperkenalkan Narrowband Internet of Things (NB-IoT) Lab pertama di Indonesia yang dapat dimanfaatkan para inovator TINC untuk melakukan uji coba produk IoT yang dikembangkannya. Lab ini berlokasi di Bandung, Jawa Barat.

Direktur Utama Telkomsel, Ririek Adriansyah menyebutkan dorongan untuk memperkuat komitmennya di ranah IoT muncul karena banyak sekali masalah unik yang terjadi di Indonesia dan tak dapat diselesaikan dengan mengandalkan bantuan pihak luar. Ia menilai Indonesia harus mengembangkan ekosistem IoT sendiri.

“Implementasi aplikasi IoT itu sangat luas. Untuk membatasi imajinasi, makanya kita harus (mewujudkannya) lewat kolaborasi. Kita bisa dorong pengembangan IoT lebih luas lagi, tak hanya untuk pelaku usaha tetapi juga untuk negara,” ungkap Ririek dalam sambutannya.

Ririek berharap dalam beberapa tahun mendatang bisa mengantongi 1 miliar pelanggan produk IoT. Untuk saat ini, Telkomsel lebih fokus terhadap penyediaan solusi untuk kegiatan sehari-hari.

Diharapkan pula, TINC dapat kembali melahirkan lebih banyak solusi IoT dan kolaborasi lainnya dengan para inovator. Beberapa layanan IoT yang sudah melewati masa inkubasi antara lain kolaborasi dengan Banopolis (bike sharing di Universitas Indonesia) dan kolaborasi dengan eFishery (pemberi makan otomatis ternak ikan).

5G optimalkan adopsi IoT

Selain merangkul multi stakeholder untuk membentuk ekosistem, Telkomsel juga akan membangun jaringan 5G di masa depan untuk memperkuat adopsi IoT lebih masif lagi. Saat ini teknologi seluler generasi ke-5 ini belum komersial di dunia, namun akan diuji coba di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Dalam presentasinya, Director Planning & Transformation Telkomsel, Edward Ying mengatakan pemanfaatan IoT akan lebih optimal dengan mengandalkan koneksi 5G karena jaringannya mampu menghadirkan kecepatan 100 kali lebih tinggi dari 4G dengan latensi rendah.

“5G bagus untuk major improvement karena punya kecepatan tinggi dan lebih efisien. Kami yakin ini dapat menciptakan tools paling powerful untuk industri telekomunikasi di masa depan. Ekosistem bisa support banyak hal, seperti smart city,” ujar Ying.

Pihaknya juga akan meningkatkan jangkauan jaringan LTE dengan NB-IoT di sejumlah area pada 2019. Saat ini, jaringan Telkomsel telah didukung sebanyak 167 ribu unit BTS dengan 80 persen merupakan BTS di jaringan 4G.

IoT Forum sebagai katalisator

Tahun 2020, menurut riset Cisco, diprediksi ada 7,6 miliar orang yang menggunakan sebanyak 50 miliar perangkat yang saling terhubung dengan jaringan internet.

Sementara, riset McKinsey mengestimasi potensi pasar IoT di Indonesia mencapai $3 miliar pada 2020. Dari nilai tersebut, ada empat kategori yang bakal mendominasi pasar IoT di Indonesia, yakni kendaraan, industri, smart city, dan ritel.

Di balik potensi pasar yang sedemikian besar, masih ada sejumlah hal yang menghambat pertumbuhan industri IoT di Indonesia. Padahal ekosistem IoT di Indonesia dinilai mulai berkembang dan cukup siap untuk menghadapi tren IoT di global.

“Ekonomi akan jalan kalau ada demand dan supply. Kita menjadi katalisator supaya kita bisa menggerakkan pihak supply. Tetapi, belum tentu pihak demand tahu produk ini ada. Makanya, kedua pihak harus dipertemukan dalam satu komunitas,” ungkap Founder Indonesia IoT Forum, Teguh Prasetya pada kesempatan sama.

Teguh menilai IoT Forum berperan penting dalam mempertemukan dan mengenali kebutuhan dengan end user. Dengan begitu, pengguna jaringan dan produsen perangkat dapat saling terhubung untuk menentukan siapa yang menciptakan layanannya.

Sementara itu, CEO eFishery, Gibran Huzaifah justru menilai salah satu penghambat industri IoT di Indonesia adalah kurangnya relevansi use case yang diterapkan dengan masalah yang dihadapi di Indonesia. Contohnya adalah produk smart home. Padahal, kebutuhan smart home di Indonesia belum terlalu besar.

“Relevansi pada use case itu penting karena tidak semua yang dikembangkan di barat berkaitan dengan masalah yang ada di Indonesia. Intinya, di barat belum tentu paham masalah yang ada di sini,” tutur Gibran yang juga menjadi pembicara di TINC Conference & Exhibition.

Di eFishery, Gibran menerapkan use case berdasarkan hal-hal yang terjadi pada budidaya peternak ikan, yakni pemberian makanan ikan. Ia kemudian menciptakan mesin pemberi makan ikan secara otomatis.

Disclosure: DailySocial adalah media partner untuk kegiatan Telkomsel Innovation Center IoT Forum 2018 Convention & Exhibition.

Telkomsel dan UI resmikan layanan bike sharing berteknologi NB-IoT / DailySocial

Telkomsel dan Universitas Indonesia Hadirkan “Bike Sharing” Berteknologi NB-IoT

Telkomsel dan Universitas Indonesia mengumumkan kolaborasi pengembangan uji coba bike sharing berteknologi NarrowBand (NB)-Internet of Things (IoT). Dalam implementasinya, Telkomsel menggandeng startup bike sharing Banopolis dan Huawei sebagai penyedia infrastruktur jaringan dan teknologi.

Bagi Telkomsel, kolaborasi ini masih bersifat Corporate Social Responsibility (CSR), belum menjadi ranah bisnis baru. Dibutuhkan masukan dari para pengguna sebelum Telkomsel menyeriusi lebih jauh.

“Setelah uji coba, baru nanti dibawa ke daerah lain. Kami masih butuh learning process untuk mendapatkan feedback apa saja yang perlu diperbaiki sebelum nantinya diperluas,” terang Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, Rabu (14/3).

NB-IoT adalah teknologi telekomunikasi terbaru yang dirancang secara khusus agar komunikasi antar mesin semakin masif dengan cakupan jaringan yang lebih luas, dapat dilakukan secara efisien, dan penggunaan daya pada perangkat pengguna yang lebih hemat.

Teknologi radio yang dipakai dalam NB-IoT merupakan salah satu jenis teknologi jaringan Low Power Wide Area (LPWA), memungkinkan perangkat beroperasi hingga bertahun-tahun tanpa pengisian daya ulang baterai. Diklaim teknologi ini akan sangat hemat biaya operasional, plus mampu menghasilkan kapasitas koneksi yang masif untuk solusi dan aplikasi berbasis IoT.

Lebih lanjut Ririek menjelaskan, uji coba bike sharing ini merupakan bagian pengembangan teknologi NB-IoT yang dilakukan perusahaan untuk melengkapi teknologi IoT yang telah diimplementasikan sebelumnya. Beberapa inovasi IoT yang sudah diluncurkan adalah FleetSight dan Connectivity Control Center.

Rektor UI Muhammad Anis menambahkan bike sharing adalah salah satu layanan kampus untuk para mahasiswa yang sudah hadir sejak 2010. Namun, operasionalnya masih dilakukan secara manual.

Mahasiswa harus menunjukkan kartu mahasiswa kepada petugas yang berjaga di pool untuk bisa menikmati ke tempat yang ingin dituju. Layanan ini dinilai belum sepenuhnya menganut konsep bike sharing lantaran mahasiswa memegang kunci sepeda sehingga utilitasnya belum maksimal.

“Spekun [sepeda kuning] adalah bagian dari pelayanan kami kepada mahasiswa. Di mana bike sharing-nya kalau sepedanya dikunci seharian? Kita tidak mau itu terjadi, makanya mau memanfaatkan teknologi agar konsep ini bisa berjalan penuh,” ucap Anis.

Kendali sepeda lewat aplikasi

Dengan inovasi terbaru ini, sepeda UI bakal menerapkan teknologi bike sharing generasi 4+ yang merevolusi sistem generasi sebelumnya.

Dengan konsep ini, peminjaman berbasis aplikasi “Spekun” didampingi penyediaan tiang atau dock parkir berbasis radio-frequency identification (RFID) sehingga sepeda hanya bisa diparkir di dock parkir tersebut.

Penggunaan aplikasi akan memudahkan pengguna melacak ketersediaan sepeda yang ada di dock terdekat pengguna. Tersedia pula perangkat smartlock yang dibenamkan di sepeda. Sistem ini kompatibel dengan konektivitas NB-IoT yang memungkinkan seluruh sepeda berkomunikasi dengan server operator sepeda secara efisien.

Ketika pengguna sampai di dock, mereka cukup memindai QR code di bagian keranjang depan sepeda lewat aplikasi. Setelah itu smartlock akan terbuka secara otomatis dan sepeda siap dikendarai. Sesampai di tujuan, pengguna cukup mendekatkan dan mendorong sepeda ke tiang dan smartlock akan terkunci secara otomatis. Pengguna hanya bisa menggunakan layanan ini selama 30 menit. Apabila melebihi ketentuan akan berlaku denda.

Di tahap uji coba ini, UI menggunakan teknologi radio akses NB-IoT yang sepenuhnya memenuhi standar 3GPP dan beroperasi di frekuensi 900 MHz. Untuk tahap awal, Telkomsel mengimplementasikan solusi bike sharing di tiga stasiun sepeda yang terletak di Stasiun UI, Stasiun Pondok Cina, dan Perpustakaan UI.

Sepeda yang disediakan di tahap awal ini sebanyak 20 unit dan 40 tiang dock parkir. Rencananya, secara bertahap proyek ini akan menambah 200 unit sepeda sampai akhirnya memiliki 800 sepeda berteknologi NB-IoT di awal tahun depan.

“Dalam riset yang sudah UI lakukan, idealnya kita butuh 840 unit sepeda. Kami susun rencana strategis, secara bertahap akan menambah. Diharapkan kalau evaluasinya baik, pada akhir tahun ini atau awal 2019 jumlahnya sudah bisa 800 unit sepeda,” pungkas Anis.