Tag Archives: negative content

Kominfo has normalized 8 DNS related to Tumblr

Tumblr Is No Longer Prohibited, Kominfo to Normalize 8 DNS

Since Monday (24/12) afternoon, Kominfo has unblocked Tumblr. They normalized 8 DNS after receiving an official letter from Tumblr team stating their commitment to clear the platform from pornographic content.

Previously, Tumblr was officially blocked since March 5th, 2018. Kominfo considered, there’s no effort to filter the negative content and/or certain channel for complaints.

Tumblr has recently changed its policy, starts from eliminating pornographic content in the platform. Currently, Tumblr has blocked all kinds of explicit adult content, including photos, videos, and GIFs.

In addition, Kominfo stated in the release, Tumblr had managed all pornographic content which was reported by the public in March 2018.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Tumblr Sudah Bisa Diakses Lagi

Sudah Tidak Diblokir Lagi, Kominfo Normalisasi 8 DNS Tumblr

Sejak Senin (24/12) siang, Kominfo telah membuka kembali akses ke layanan Tumblr. Mereka melakukan normalisasi ke 8 DNS yang diblokir, setelah menerima surat resmi dari pihak Tumblr yang menyatakan komitmennya untuk membersihkan platform dari konten pornografi.

Sebelumnya Tumblr resmi diblokir sejak 5 Maret 2018. Kominfo menilai, tidak ada upaya untuk penyaringan konten negatif dan/atau kanal khusus untuk melakukan pengaduan.

Tumblr sendiri juga belum lama ini telah mengubah kebijakan, pihaknya mulai menghilangkan konten bermuatan pornografi di platformnya. Saat ini Tumblr melakukan pemblokiran untuk semua jenis konten dewasa yang terpampang secara eksplisit, termasuk foto, video, dan gambar GIF.

Selain itu dalam rilisnya Kominfo juga mengatakan, Tumblr sudah menangani konten-konten pornografi yang pernah dilaporkan oleh masyarakat kepada Kementerian pada bulan Maret 2018 lalu.

Application Information Will Show Up Here
Pembatasan Safe Search tidak akan efektif jika tidak dibarengi "pendidikan moral berinternet" / Unsplash

Melihat Efektivitas Pembatasan Konten Lewat “Safe Search”

Pada tanggal 10 Agustus 2018 lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan penyedia layanan internet (ISP) dan Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) mulai menguji coba mekanisme baru penyaringan konten pornografi. Kali dengan mengaktifkan fitur “Safe Search” secara permanen di mesin pencari. Salah satu yang sudah terdampak adalah platform Google. Ketika pengguna mencoba melakukan pencarian dengan kata kunci berbau pornografi, maka secara ketat akan dipilah gambar yang ditampilkan.

Contoh hasil pencarian di Google yang sudah dibatasi melalui Safe Search
Contoh hasil pencarian di Google yang sudah dibatasi melalui Safe Search

Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menyampaikan bahwa upaya ini dianggap perlu. Sebelumnya situs-situs pornografi sudah diblokir dari ISP yang ada di Indonesia, akan tetapi hanya memberikan dampak jika pengguna mencoba mengakses ke domain terkait. Sedangkan via mesin pencari konten tersebut masih tetap ditampilkan, terutama di menu gambar dan video. Selain berbasis kata kunci pencarian, Kemenkominfo juga mengharapkan kapablitas penyaringan yang dimiliki mesin pencari dapat menyembunyikan konten visual pornografi di hasil pencarian.

Fitur “Safe Search” ada di tiap platform

Dalam percobaan yang dilakukan penulis per hari ini (13/8), fitur Safe Search yang otomatis aktif baru ada di mesin pencari Google. Sedangkan mesin pencari lain, misalnya Bing, masih dapat diatur secara manual dan ditemukan konten pornografi dengan kata kunci tertentu. Di Google, pengguna tidak bisa mematikan fitur tersebut jika menggunakan koneksi dari ISP lokal. Namun demikian, penggunaan layanan proxy gratis di internet atau aplikasi VPN masih bisa mematikan fitur Safe Search tadi.

Demikian di media sosial, misalnya YouTube. Fitur Restricted Mode masih bisa diatur secara manual oleh pengguna. Pengguna yang sudah memiliki usia 17 tahun ke atas bisa menikmati konten yang dianggap YouTube sebagai konten sensitif. Selain YouTube, tentu masih banyak platform yang memungkinkan peredaran konten berbau pornografi tadi, sebut saja WordPress.com, Blogspot, dan lain sebagainya.

Pertanyaannya, apakah fitur Safe Search atau sejenisnya akan diterapkan secara permanen di seluruh platform tersebut? Konon Kemenkominfo tengah berbincang juga dengan masing-masing pemilik platform. Sejauh ini yang sudah dilakukan ialah fitur pelaporan, amun tidak menutup kemungkinan kebijakan Safe Search permanen tadi juga diaktifkan di seluruh platform.

Efektivitas menanggulangi pornografi

Berdasarkan daftar di basis data Trust Positif Kemenkominfo, sejak tahun 2014-2017 sudah tercatat 16.574 situs pornografi yang diblokir. Angka tersebut akan terus bertambah seiring dengan perluasan platform penyebaran konten digital, termasuk media sosial, forum online, mesin blog, dan lain-lain.

Menggunakan pendekatan yang lebih canggih, Kemenkominfo memanfaatkan Artificial Intelligence System (AIS) untuk menangkal konten negatif (tidak hanya pornografi, tetapi juga konten radikal). Belum lagi akan beroperasinya mesin sensor internet seharga 200 miliar Rupiah yang sebelumnya ramai dibincangkan.

Tentu langkah menyalakan akses permanen Safe Search di Google akan memberikan banyak dampak. Terlebih yang disasar adalah kalangan anak-anak konsumen internet. Namun penggunaan VPN sebenarnya bisa menjadi celah yang membuat effort tersebut terasa sia-sia. Upaya itu jelas akan meminimalkan sebaran konten negatif di internet, namun belum memberantas sepenuhnya. Langkah preventif seharusnya menjadi perhatian pemerintah.

Menghadirkan “pendidikan moral berinternet”

Dari sudut pandang upaya mereduksi konten negatif di internet, cara pemerintah tadi patut diapresiasi. Namun ada hal penting lain yang sebenarnya harus menjadi perhatian pemerintah untuk menyambut Revolusi Industri 4.0 ini. Hal tersebut adalah menanamkan prinsip-prinsip dasar pendidikan moral dalam berinternet. Sebuah keniscayaan bagi masyarakat saat ini untuk terhindar dalam lingkungan digital. Adopsi digital sendiri trennya tercatat terus mengalami peningkatan.

Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan ialah melalui pendidikan sejak usia dini. Pemerintah perlu secara serius menyusun sebuah kurikulum yang memberikan pengertian tentang batasan-batasan berinternet, sembari menanamkan moral terkait bagaimana bersosialisasi digital dengan benar, memberikan pengertian konten negatif, hingga mengajarkan bagaimana cara menepis/melaporkannya. Kesadaran di level individu menjadi kunci untuk perubahan revolusioner.

Jika tidak dimulai dengan menanamkan prinsip-prinsip dasar berinternet yang benar, berbagai upaya yang telah dilakukan tadi (pemblokiran) akan sia-sia. Misalnya saat orang sudah tahu bagaimana cara menggunakan VPN gratis di perangkat.

Tangkal Konten Negatif, Kominfo Pakai Fasilitas “Trusted Flagger” untuk Google dan Twitter

Pemerintah Indonesia mengambil langkah preventif untuk menangkal konten negatif berkembang di dunia maya dengan menggunakan fasilitas Trusted Flagger untuk platform Google dan Twitter. Fasilitas ini merupakan hasil dari kesepakatan antaranya keduanya dengan pemerintah yang dilakukan pada Jumat, (4/8).

Untuk Google, fasilitas Trusted Flagger yang diberikan untuk Indonesia dalam memroses pelaporan secara online untuk setiap konten dalam platform keluarga Google. Platform pertama dari keluarga Google yang diujicobakan adalah YouTube.

Pelaporan dapat dilakukan oleh pihak komunitas yang sudah diperkenankan sebelumnya. Dalam hal ini, ada tiga komunitas yang masuk dalam daftar, di antaranya Wahid Institute, ICT Watch, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo).

Sebelum mendapat fasilitas tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengaku pihaknya kesulitan ketika melakukan koordinasi dengan Google bila menemukan konten negatif.

“Misalnya di YouTube, penanganannya masih pakai email. Tapi akhir Juli ini, Google bersama Kominfo akan menerapkan suatu sistem yang disebut Trusted Flagger. Sekarang masih uji coba, diharapkan dua atau tiga bulan lagi akan diresmikan,” katanya.

Dengan fasilitas spesial ini, masyarakat, siapa pun itu, dapat memberi tanda untuk konten yang dikira mengandung konten negatif di Indonesia. Kemudian, Google akan menganalisisnya dan ditindaklanjuti dibantu oleh tenaga lokal.

Trusted Flagger ini tergolong fitur baru yang tersedia di Google. Sudah tersedia secara global, namun baru beberapa negara yang mengaplikasikannya.

“Baru ada di Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa. Mungkin Indonesia jadi negara pertama di Asia Tenggara,” kata Director Public Policy & Government Affairs Google Asia Pacific Ann Lavin.

Selain Trusted Flagger, Kominfo dan Google juga akan menerapkan sistem baru dinamai legal removals untuk menghapus konten yang melanggar hukum. Sistem ini menyasar misi yang ingin membantu penegakan hukum di Indonesia.

Mekanisme pelaporan Twitter

Agak berbeda dengan Google, untuk Twitter sistem pelaporan juga menggunakan dua mekanisme yakni flagging (seperti Google) dan memakai formulir khusus. Sebetulnya, kesepakatan antara Twitter dan pemerintah sudah terjadi sebelumnya. Namun kali ini pemerintah mendorong ekslakasinya agar lebih cepat lagi dalam penanganan konten negatifnya.

“Sudah dilakukan sebelumnya [pertemuan membicarakan konten negatif], tapi sekarang kami mendorong ekskalasinya agar lebih cepat lagi,” ucap Dirjen Aptika Kominfo Samuel Abrijani.

Dengan adanya Trusted Flagger, Twitter akan memberi prioritas penanganan untuk konten yang diadukan penggunanya. Untuk akun yang “rajin” melapor, akan mendapat rating. Rating tersebut menentukan berapa lama laporan yang mereka laporkan ditangani. Semakin tinggi rating yang diperoleh, maka akan semakin cepat penanganannya.

Adapun untuk mekanisme pelaporan dengan formulir khusus bakal diterapkan untuk konten yang dianggap melanggar undang-undang, namun dalam aturan pemilik platform tidak dianggap bermasalah.

Samuel mencontohkan, untuk kasus penghinaan lambang negara, antara Amerika Serikat dan Indonesia memiliki perbedaan aturan. Bila pengguna menemukan kasus seperti itu, Twitter menyediakan formulir khusus yang diisikan Kominfo dengan menyertakan aturan berlaku.

Proses penanganannya pun untuk sedikit lebih lama. Meskipun demikian, Samuel memastikan pihak Twitter berupaya cepat untuk menanganinya. “Akan langsung diatasi 1×24 jam, tapi bisa saja lebih cepat,” pungkasnya.