Tag Archives: Neurosensum

Neurosensum melakukan survei yang diikuti 1000 responden di delapan kota Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa tentang penggunaan uang elektronik. ShopeePay dianggap yang terpopuler / Shopee

Neurosensum Soroti Meningkatnya Popularitas Penggunaan ShopeePay

Neurosensum merilis laporan terbaru terkait adopsi uang elektronik selama periode November 2020 hingga Januari 2021. Laporan ini diikuti oleh 1.000 responden dengan rentang usia 19-45 tahun dan kelas ekonomi ABC di delapan kota (Jabodetabek, Jawa non-Jabodetabek, dan luar Pulau Jawa).

Managing Director Neurosensum Indonesia Mahesh Agarwal mengatakan, pandemi Covid-19 telah membawa dampak luar biasa terhadap adopsi uang elektronik di Indonesia dalam setahun terakhir. Ia mengungkap, adopsi uang elektronik hanya 2% (lebih dari 5 tahun lalu), lalu meningkat menjadi 10% (3-5 tahun yang lalu), dan naik signifikan menjadi 45% (1-3 tahun lalu).

“Menariknya, pandemi mendongkrak adopsi dompet digital hingga 44% dalam kurun waktu kurang dari setahun. New adopter berkontribusi besar terhadap penggunaan e-wallet selama pandemi,” ungkap Agarwal.

Selain itu, dampak luar biasa juga terlihat pada aktivitas belanja online ketika uang elektronik menjadi opsi pembayaran terbanyak digunakan (88%), diikuti transfer bank (72%), dan Cash on Delivery (47%) selama pandemi.

Lebih lanjut disoroti bahwa ShopeePay, yang baru hadir belakangan, mulai menggeser dominasi sejumlah pemain existing.

ShopeePay kuasai pasar tiga bulan terakhir

Berdasarkan survei, ShopeePay tercatat menguasai pangsa pasar uang elektronik selama periode November 2020-Januari 2021 dengan persentase sebesar 68%. Posisi kedua dan selanjutnya diikuti OVO (62%), DANA (53%), GoPay (54%), dan LinkAja (23%). Dalam temuan ini, responden tercatat menggunakan multiple e-wallet untuk kebutuhan berbeda.

Dari sisi frekuensi penggunaan, ShopeePay juga berada di posisi teratas dengan total gabungan transaksi sebanyak 14,4 kali per bulan atau 9 kali (online) dan 5,4 kali (offline). OVO menyusul di posisi kedua dengan total 13,5 kali penggunaan per bulan atau 8,1 kali (online) dan 5,4 kali (offline). Di urutan ketiga, GoPay dengan total 13,1 kali per bulan atau 8 kali (online) dan 5,1 kali (offline).

ShopeePay juga mendominasi transaksi di sejumlah kategori produk/jasa, antara lain make up (60%), skincare (58%), personal care (50%), dan perlengkapan rumah tangga (47%). Sementara, OVO unggul pada transaksi untuk kategori pembayaran tagihan (25%) dan elektronik (20%).

Category Make up Skincare Sports &

Outdoor

Household

Equipment

Bill Payment Electronics Personal

Care

ShopeePay 60% 58% 32% 47% 23% 37% 50%
OVO 13% 17% 18% 17% 25% 20% 16%
DANA 10% 9% 13% 13% 23% 14% 11%
GoPay 6% 6% 8% 7% 13% 7% 9%
LinkAJa 2% 3% 2% 3% 9% 4% 3%
Don’t buy the product 9% 8% 27% 13% 7% 19% 11%

Sumber: Neurosensum Indonesia / Diolah kembali oleh DailySocial

Responden juga menilai ShopeePay paling mudah digunakan berbelanja online dengan persentase 54% dengan posisi kedua diisi oleh OVO (20%). Uniknya, DANA berada di posisi ketiga (14%), di atas GoPay (9%) dan Link Aja (4%).

Research Manager Neurosensum Indonesia Tika Widyaningtyas menilai ada sejumlah faktor yang mendorong posisi ShopeePay saat ini. Menurutnya, ShopeePay sangat digemari karena kemudahannya untuk bertransaksi online. Jika dibandingkan pemain lain, ShopeePay sudah terintegrasi di Shopee. Artinya, pengguna tidak perlu bolak-balik mengganti aplikasi

“Shopee gencar menawarkan banyak promosi ShopeePay. Kami sadar semua pemain dompet digital juga melakukan hal yang sama, tetapi promosi ShopeePay lebih banyak terserap konsumen. Tidak cuma banyak, tetapi persyaratan pada promosinya juga tidak terlalu sulit. Misalnya, transaksi minimal masih terjangkau konsumen,” ujar Tika.

Hal ini juga terlihat dari temuan survei di mana ShopeePay unggul dengan persentase 41% sebagai uang elektronik yang memberikan promosi offline dan online serta persyaratan promosi yang memuaskan. Peringkat selanjutnya adalah OVO (25%), GoPay (16%), DANA (14%), dan LinkAja (4%).

Managing Director Neurosensum Rajiv Lamba dan manajemen Neurosensum / DailySocial

Manfaatkan AI dan VR, Neurosensum Hadirkan Cara Baru Melakukan Survei

PT Neurosensum Technology International (Neurosensum) yang telah hadir sejak bulan Febuari 2018 lalu di Indonesia tawarkan platform berbasis AI (Artificial Intelligence) dan VR (Virtual Reality) demi mendapatkan hasil survei pemasaran yang akurat. Kepada media, Managing Director Neurosensum, Rajiv Lamba, mengungkapkan perusahaan asal Singapura ini mencoba menghadirkan cara baru bagi brand dalam melakukan engagement dan mendapatkan informasi yang akurat dari target pengguna.

Neurosensum adalah platform yang kami miliki untuk menangkap pikiran bawah sadar (subconcsious mind) pengguna memanfaatkan teknologi,” kata Rajiv.

Teknologi VR Neurosensum
Teknologi VR Neurosensum

Alat yang digunakan oleh Neurosensum di antaranya adalah brain mapping, eye tracker, virtual reality (VR), reaction time dan facial expression. Didukung oleh teknologi yang dimiliki, semua alat tersebut bisa dimanfaatkan oleh brand untuk mendapatkan informasi hingga melakukan engagement kepada konsumen.

“Kami percaya semua orang memiliki informasi yang disimpan di alam sadar pikiran mereka. Sehingga bisa meminimalkan hasil survei yang kurang akurat seperti yang diterapkan oleh lembaga survei konvensional,” kata Rajiv.

Selain pengukuran memanfaatkan teknologi, Neurosensum juga masih melakukan survei menggunakan cara umum, yaitu temu muka secara langsung kepada responden.

“Kami telah melakukan lokalisasi, sehingga teknologi yang tadinya cukup rumit untuk diterapkan bisa lebih mudah diimplementasikan dengan lokalisasi tadi,” kata Rajiv.

Setelah Singapura, Indonesia merupakan negara kedua yang dikunjungi oleh Neurosensum di kawasan Asia Tenggara. Target dari Neurosensum selanjutnya adalah ekspansi di negara lainnya di Asia Tenggara.

Hasil survei Neurosensum

Hasil survei Nuerosensum soal tren konsumen
Hasil survei Nuerosensum soal tren konsumen

Dalam kesempatan yang sama, Neurosensum juga menyampaikan hasil survei mereka yang dilakukan di 12 kota di Indonesia yaitu Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Makassar, Palembang dan Balikpapan. Tujuan survei yang dilakukan kepada 1000 orang tersebut untuk melihat perilaku konsumen dan pola konsumsi di Indonesia.

Banyak temuan menarik, di antaranya adalah meningkatnya pengeluaran di kategori telepon seluler hingga 21% dalam 2 tahun (20016-2018). Sementara untuk pengeluaran produk di kategori gadget dan elektronik meningkat menjadi 50% dalam 2 tahun terakhir.

Temuan lainnya rata-rata konsumen menghabiskan lebih dari 5 jam di media sosial. Berkembangnya keinginan untuk mendapatkan pengalaman baru dan kebiasaan untuk berbagi telah memicu pertumbuhan penggunaan data internet. Sementara itu pangsa pasar untuk kategori data seluler dan broadband naik hampir 2 kali lipat dalam waktu dua tahun terakhir.

Dari sisi demografi, survei yang dilakukan oleh Neurosensum terungkap bahwa munculnya pola konsumsi yang berbeda pada Gen Z (mereka yang lahir setelah tahun 1996). Dalam survei tersebut terungkap, fokus dari brand harus mulai bergeser kepada Gen Z dan bukan lagi kepada millennial. Gen Z cenderung mengalokasikan pengeluaran mereka untuk mendapatkan pengalaman makan di luar, internet dan data seluler, kesehatan, rekreasi dan kebugaran.

Dari sektor pariwisata juga terungkap bahwa saat ini mulai banyak masyarakat Indonesia yang memilih untuk mengonsumsi produk FMCG yang lebih murah harganya (downgrade) agar bisa menghemat pengeluaran untuk kemudian digunakan untuk perjalanan wisata lokal hingga mancanegara. Dari 40% kenaikan di kategori rekreasi untuk kebutuhan travelling meningkat hingga 30% dalam dua tahun terakhir.

“Riset yang dilakukan menunjukkan bahwa konsumen semakin cerdas dalam menentukan pilihan, sehingga penting bagi perusahaan untuk beralih dari komunikasi satu arah menjadi komunikasi dua arah yang lebih menarik bagi konsumen,” tutup Rajiv.