Tag Archives: new energy nexus indonesia

Pendanaan Pra-Seri A SWAP

Kejora-SBI Orbit Fund Kembali Pimpin Pendanaan ke SWAP Energy

Setelah sebelumnya telah menerima pendanaan awal tahun 2021 lalu, SWAP Energy perusahaan teknologi yang membangun infrastruktur pertukaran baterai di Indonesia, kembali menerima pendanaan tahapan pra-seri A yang kembali dipimpin oleh Kejora-SBI Orbit. Di putaran ini sejumlah pemodal ventura turut partisipasi, di antaranya Baramulti Group, Living Lab Ventures (afiliasi dari Sinar Mas Group), New Energy Nexus Indonesia, dan beberapa investor lainnya.

Memanfaatkan dana segar ini, SWAP akan mempercepat adopsi kendaraan listrik dan mendukung pemerintah Indonesia untuk mencapai target 13 juta sepeda motor listrik di jalan pada tahun 2030. Saat ini SWAP telah bermitra dengan Lazada Logistics, Pos Indonesia, Alfamart, Circle K, dan akan terus mengembangkan kerja sama dengan banyak pihak.

“Terima kasih kepada para investor untuk kepercayaannya pada SWAP. Melalui pendanaan pra-seri A yang oversubscribed ini, kami dapat memperluas jangkauan SWAP Station dan mengakselerasi adopsi motor listrik di kota-kota besar, ” kata Co-Founder & CEO SWAP Energy Irwan Tjahaja.

Tercatat saat ini SWAP telah memiliki lebih dari 400 swap station yang ditempatkan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), dan Bali. Sampai akhir tahun 2022, mereka berencana menempatkan lebih dari 1500 stasiun pengisian baterai di beberapa kota besar di Indonesia. Selain itu pihaknya juga akan menjadi teknologi pertukaran baterai pilihan untuk SMOOT dan merek motor listrik lainnya di Indonesia.

“Dengan prinsip tukar baterai, para pengusaha tidak perlu khawatir akan downtime akibat pengisian baterai hingga berjam-jam. Proses kilat ‘Swap and Go’ 9 detik ini akan sangat menguntungkan operasional perusahaan, mitra logistik, dan juga para penggunanya. Melalui pendanaan ini, kami percaya SWAP dan ekosistemnya dapat menjadi pemain kunci di infrastruktur tukar baterai dan mempercepat adopsi motor listrik di Indonesia” kata Fund Director Kejora-SBI Orbit Billy Boen.

Kembangkan ekosistem SWAP

Teknologi IoT milik SWAP menghubungkan motor listrik dengan baterai dan SWAP Station sehingga memberikan banyak manfaat bagi pengendaranya, memudahkan dalam melihat status sepeda motor listriknya, melakukan top-up kilometer, bahkan untuk tujuan keamanan, motor listrik dapat dimatikan dari jarak jauh hanya melalui aplikasi SWAP.

Secara khusus terdapat tiga hal yang menjadi prioritas utama SWAP Energy saat ini. Di antaranya adalah infrastruktur yang kuat, pengalaman berkendara yang menyenangkan, dan aftersales service yang terbaik. Keberhasilan konsep ini sebelumnya telah diuji melalui SMOOT – merek motor listrik pertama di Indonesia yang menggunakan sistem tukar baterai dari SWAP.

“Kami terus mengembangkan ekosistem SWAP dan keseluruhan asetnya; mulai dari baterai, SWAP Station, dan aplikasi SWAP sehingga merek motor listrik lainnya dapat segera menggunakan infrastruktur kami. Saat ini pun kami sedang berdiskusi dengan beberapa merek motor listrik lainnya untuk mengadopsi ekosistem SWAP,” kata Irwan.

Terkait motor listrik, sejumlah inisiatif mulai dikenalkan. Di antaranya oleh ION Mobility dengan inovasi kendaraan listrik — mereka akan memiliki pusat produksi di Jakarta. Kemudian NFC dan SiCepat juga telah buat infrastruktur untuk distribusi motor listrik lokal Volta. Tak mau kalah, Gojek juga jalin kemitraan strategis dengan sejumlah inovator motor listrik, di antaranya Gogoro dan TBS.

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Seri A Xurya

Xurya Dikabarkan Bukukan Pendanaan Seri A 200 Miliar Rupiah

Xurya dikabarkan telah mendapatkan pendanaan untuk putaran seri A senilai $14 juta atau setara 200 miliar Rupiah. Berdasarkan data yang kami dapat, putaran ini dipimpin oleh East Ventures dan AC Ventures, dua pemodal ventura yang juga terlibat di pendanaan tahap awal mereka.

New Energy Nexus Indonesia kembali terlibat dalam putaran ini, juga Clime Capital melalui inisiatif The Southeast Asia Clean Energy Facility (SEACEF).

Ketika dihubungi DailySocial.id, tim manajemen Xurya memilih tidak berkomentar terkait dengan hal ini. Namun demikian turut disampaikan, dalam waktu dekat perusahaan akan mengumumkan aksi sebuah strategis [yang disinyalir terkait pendanaan] ke publik.

Xurya Daya Indonesia (Xurya) memiliki beberapa produk, meliputi solusi energi berbasis surya, yang diaplikasikan pada atap bangunan. Startup ini didirikan pada Juli 2018 oleh Eka Himawan, Edwin Widjonarko, dan Philip Effendy. Saat ini layanannya sudah dijajakan di sektor komersial dan industri di wilayah Jabodetabek, Jawa Timur, Palembang, dan Makassar.

Saat ini mereka sudah memiliki sekitar 50 pelanggan, sebagian besar dari kalangan industri. Menghasilkan setara 31,7 juta kWh energi hijau. Selain jasa pemasangan dan perangkat, mereka juga mengembangkan platform aplikasi untuk memudahkan pemilik aset melakukan pengelolaan energi.

Selain itu Xurya juga mempelopori metode no investment (tanpa investasi) untuk beralih ke tenaga surya dengan model biaya bulanan. Dalam implementasinya, solusi mereka berbasis satu pintu, Xurya akan membantu dari proses design, pemilihan equipment, perizinan, konstruksi sampai dengan pemilihan produk pembiayaan untuk listrik surya pelanggan.

Dalam sebuah kesempatan wawancara, Managing Director Xurya Daya Indonesia Eka Himawan mengatakan, “Di tengah perlambatan investasi PLTS utilitas, kami percaya bahwa pelanggan komersial dan industri telah menjadi titik terang bagi para investor ketenagalistrikan di Indonesia, tidak hanya dari perspektif keuntungan, tetapi lebih penting lagi dari perspektif dampak iklim.”

Dalam menyajikan produk-produknya, Eka mengakui bahwa edukasi konsumen menjadi salah satu tantangan terberat. Karena masih banyak perusahaan dan individu yang kurang paham mengenai solar panel dan banyak yang salah sangka mengenai stabilitas listrik dari PLTS.

“Target utama tahun ini melakukan ekspansi bisnis ke seluruh wilayah Indonesia untuk menawarkan solusi go green ke lebih banyak perusahaan,” tutup Eka.

Peluang pengembangan PLTS Atap di Indonesia sangat besar, melebihi potensi kapasitasnya yang mencapai 200 ribu megawatt. Saat ini biaya komponen PLTS Atap lebih rendah dibandingkan energi terbarukan lainnya, namun pasar tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga baru terpasang kurang dari 150 megawatt di seluruh Indonesia.

Selain Xurya, di Indonesia sudah ada beberapa startup yang turut bermain di ranah tersebut. Beberapa di antaranya Warung Energi, Weston Energy, Forbetric, Erenesia, Khaira Energy, dan Syailendra Power. Sebagian besar menggarap potensi tenaga surya.

Startup Energi Terbarukan

New Energy Nexus Beri Pendanaan ke 4 Startup Energi Terbarukan Indonesia

Lembaga nonprofit global New Energy Nexus Indonesia mengumumkan telah menyalurkan pendanaan kepada empat startup sepanjang semester pertama 2021 melalui Indonesia 1 Fund. Fund khusus yang diluncurkan pada tahun lalu ini diarahkan untuk mendukung startup energi terbarukan yang masih berada di tahap awal, dari tahap seed hingga seri A.

Setiap pendanaannya, Indonesia 1 Fund melakukan co-invest dengan berbagai pihak agar lebih banyak dana untuk mendukung startup energi terbarukan. Di antaranya bersama Nexus for Development untuk pendanaan bernama Sumba Sustainable Solutions (3S); bersama Schneider Electric Energy Access Asia dan Crevisse Partners Co. Ltd. untuk Xurya. Dua startup lainnya yang mendapat pendanaan dari Indonesia 1 Fund adalah SolarKita dan Right People Renewable Energy (RPRE).

Sebelumnya disebutkan, dalam putaran fund ini, Nexus akan berinvestasi ke 10-15 startup. Ada 10 fokus area yang disasar, antara lain renewable energy, smart grid, energy efficiency, energy management, customer experience, e-mobility, business model innovation, Internet of Things (IoT) & digitization, serta energy access & energy storage. BLUE menjadi startup pertama yang memperoleh investasi dari fund ini pada Oktober 2020.

Dalam keterangan resmi, Presiden Schneider Electric Energy Access Gilles Vermot Desroches menyampaikan rasa senangnya karena ikut dilibatkan dalam upaya mendukung Xurya mempercepat proses adopsi komersial energi surya lewat investasi yang mereka berikan. “Dengan berkolaborasi dengan New Energy Nexus dan Crevisse Partners dalam mendukung pertumbuhan startup melalui ko-investasi, kami juga turut berkontribusi dalam SDG7,” ucapnya, Senin (12/7).

CFO New Energy Nexus Christina Borsum menambahkan, kolaborasi dengan ko-invesor diharapkan dapat memantik sinyal ke investor lainnya bahwa energi terbarukan merupakan masa depan Indonesia. “Kami harap kami dapat menyalurkan lebih banyak lagi ke startup-startup energi terbarukan tahun ini, termasuk yang bergerak di bidang kendaraan listrik, pengelolaan energi, teknologi efisiensi energi, dan inovasi model bisnis.”

Ia melanjutkan, “Kami telah menyalurkan investasi ke 5 startup sejak akhir tahun lalu. Investasi yang kami salurkan melengkapi satu sama lain, setiap startup yang kami dukung melayani segmentasi pasar yang berbeda, sehingga secara kolektif, pertumbuhan mereka memancarkan peluang pasar yang masih berkembang di Indonesia.”

New Energy Nexus Indonesia telah mendukung lebih dari 45 startup di bidang energi terbarukan melalui program Inkubasi dan Akselerasi Smart Energi yang menitik beratkan pada: Renewable Energy, Smart Grid, Energy Efficiency, Energy Management, Customer Experience, E-Mobility, Business Model Innovation, IOT & Digitization, Energy Access, dan Energy Storage.

Sampai hari ini, setidaknya 11 startup energi terbarukan telah menerima pendanaan dalam bentuk investasi dan dana hibah.

Sebagai bagian dari New Energy Nexus Global, New Energy Nexus Indonesia membuka pintunya ke startup energi terbarukan di Indonesia sejak tahun 2018. Mereka membuat program inkubasi dan akselerasi memberikan pelatihan, mentoring, dan dukungan-dukungan bisnis lainnya untuk membantu startup dalam mempertajam serta memvalidasi rencana dan model bisnisnya.

Startup yang tergabung dalam program New Energy Nexus, setelah memenuhi syarat-syarat tertentu, berkesempatan untuk mengakses dua tipe pendanaan: dana hibah inkubasi dan pendanaan investasi melalui Indonesia 1 Fund. Pendaftaran ke program inkubasi dan akselerasi New Energy Nexus dibuka setiap saat bagi startup di bidang energi terbarukan di Indonesia.

Indonesia adalah rumah untuk sumber energi terbarukan yang beragam. Sejumlah startup muncul mengambil kesempatan itu. Tenaga surya masih jadi andalan.

Menanti Gelombang Besar Startup Energi Baru di Indonesia

Listrik adalah urat nadi hidup manusia saat ini dan energi fosil adalah penunjang utamanya. Namun energi fosil tak akan bertahan selamanya dan eksplorasi energi alternatif akan terus terjadi. Pencarian energi yang bersih, murah, dan berkesinambungan adalah prinsip utama dari energi baru terbarukan (EBT) ini.

Dalam hal inilah negara-negara berkompetisi. Sadar akan ketersediaan energi fosil seperti gas, minyak bumi, batubara yang terbatas, pencarian energi baru menjadi tak terhindarkan lagi. Beberapa bahkan sudah berhasil mengadopsinya dalam skala besar seperti di Tiongkok dan Jerman. Indonesia pun perlahan mulai mengekor.

Indonesia sendiri sudah punya sejumlah pembangkit listrik non-fosil mulai dari tenaga air, bioenergi, surya, angin, hingga geotermal. Namun hingga 2019, bauran energi primer pembangkit listrik masih jauh didominasi oleh batu bara (60,50%) dan gas (23,11%). Kapasitas pembengkit listrik EBT sendiri menyumbang 10.157 Megawatt saja.

Kabar baiknya adalah jumlah tersebut selalu naik meski perlahan. Pemerintah sudah menargetkan sejak jauh-jauh hari untuk mencapai target bauran EBT sebesar 23% pada 2025 nanti. Tren menuju energi hijau inilah peluang yang ditangkap oleh startup new energy. Adopsi teknologi energi baru yang relatif perlahan di Indonesia diikuti dengan target pemerintah Indonesia menjadi sasaran empuk startup di sektor ini. Sejumlah pemain pun sudah bermunculan. Namun sebagaimana e-commerce pada awal dekade lalu, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh pemain energi terbarukan dapat merengkuh pasarnya.

Kesempatan

Target pemerintah mendapatkan 23% bauran energi primer dari EBT pada 2025 adalah kesempatan bagi para startup di bidang energi baru ini, terlebih konsumsi listrik selalu naik setiap tahun. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan konsumsi listrik di 2020 mencapai 1.142 kWh/kapita. Mereka juga mendorong pengembangan kendaraan listrik dan kompor listrik untuk menggenjot pencapaian yang sudah ada.

Tren dunia pun sedang bergerak ke arah sana. Berbagai inisiatif dilancarkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Jika Anda tinggal di London, mencari kompor berbahan bakar gas adalah mustahil. Membeli kendaraan bermotor di Eropa akan dilematis karena pajak dan parkirnya begitu tinggi. Di Tiongkok, pemerintah mengguyur industri mobil listrik dan penunjangnya dengan dukungan bernilai US$60 miliar.

Di saat yang bersamaan kesadaran masyarakat dunia akan perlunya energi bersih terus menguat. Krisis akibat perubahan iklim makin nyata dan dekat. Contoh paling mudah adalah banjir besar di wilayah Jabodetabek pada awal tahun ini. Sejumlah ilmuwan meyakini hujan ekstrem yang memicu banjir kala itu disebabkan oleh perubahan iklim. Energi bersih menjadi kian relevan dalam pengambilan kebijakan publik.

Ini artinya ruang bagi sektor energi baru untuk tumbuh masih terbuka lebar. Terlebih potensi energi alternatif di Indonesia beragam dan berlimpah.

Mereka yang sudah beroperasi

Jejak startup energi masih belum panjang di Indonesia. Jumlah pemainnya pun tak bisa dikatakan banyak. Salah satu dari secuil pemain tersebut adalah Xurya. Startup ini berdiri sejak 2018 dengan produk andalannya panel surya atap. Managing Director Xurya, Eka Himawan mengatakan posisi Indonesia yang berada di garis khatulistiwa merupakan peluang besar untuk bagi startup seperti mereka untuk memanen energi dari sinar matahari.

Menurut Eka, penggunaan panel surya sejauh ini juga yang paling memungkinkan untuk dijajakan ke pasar secara harga, pemasangan, dan pemeliharaan. Ini jauh lebih cepat ketimbang memilih energi alternatif lain seperti bayu atau geotermal.

“Untuk pasang panel surya, kita bisa survei hanya dalam waktu 10 menit bisa jadi proposal. Kalau [tenaga] angin saya butuh data selama setahun, untuk geotermal butuh waktu lebih lama lagi bisa sekitar lima tahun,” ucap Eka.

Di tempat lain, Warung Energi memulai bisnisnya dengan premis membuka akses energi terbarukan ke semua kalangan dengan harga terjangkau. Seiring jalan mereka menjadi jembatan bagi lembaga yang menggelar proyek pengembangan energi di pedesaan dan daerah terpencil.

Serupa dengan Xurya, produk andalan Warung Energi mengandalkan tenaga surya. Sistem yang mereka miliki ini menjadi solusi untuk rumah-rumah yang belum terjangkau listrik PLN dengan kisaran tenaga yang dapat dihasilkan sekitar 350 watt hingga 2.000 watt. Setahun kemarin Warung Energi sudah mengerjakan hingga 20 sistem yang tersebar di seluruh Indonesia.

Selain Xurya dan Warung Energi, ada beberapa pemain lain yang tercatat berkecimpung di sektor EBT ini. Weston Energy, Forbetric, Erenesia, Khaira Energy, dan Syalendra Power adalah di antaranya. Hampir semuanya baru melewati fase inkubasi dan akselerasi.

Harapan pada surya

New Energy Nexus Indonesia yang dua tahun terakhir aktif menggelar program inkubasi dan akselerasi startup bidang energi terbarukan mengatakan Indonesia memang masih berada di tahap awal.

“Baru beberapa tahun terakhir publik mulai peduli tentang isu perubahan iklim dan energi alternatif,” ujar Program Director New Energy Nexus Indonesia, Imam Diyanto.

Namun dari sekian produk dan inisiatif yang telah ada, tenaga surya masih menjadi primadona di atas segalanya. New Energy Nexus Indonesia yang dua tahun aktif menggelar inkubasi dan akselerasi untuk startup energi baru mengatakan setidaknya ada empat hal yang menyebabkan panel surya sebagai opsi energi terbarukan paling populer.

Imam menyebut ketersediaan sinar matahari di hampir seluruh permukaan bumi membuat energi itu sebagai yang paling mudah dijangkau. Dari segi instalasi, panel surya juga jauh lebih mudah ketimbang instalasi alat-alat untuk pembangkit listrik energi hijau lain seperti tenaga angin yang membutuhkan baling-baling raksasa atau turbin untuk tenaga bayu.

“Perawatan solar photovoltaic (PV) tidak memerlukan teknologi khusus, orang biasa pun bisa melakukannya, sehingga populer dipasang di rumah-rumah. Permintaan yang tinggi, membuat skala produksi juga tinggi, sehingga biaya produksi bisa terus menurun,” ujar Imam dalam jawaban tertulisnya.

Kendala tersisa

Tapi tenaga surya pun bukan tanpa kendala. Memang dibandingkan sarana dan prasana pembangkit tenaga alternatif lain, panel surya lebih terjangkau dan mudah dipasang. Namun sejatinya bisnis panel surya ini masih menyisakan pekerjaan rumah bagi para pelaku industri.

Xurya yang bisnisnya menjembatani produsen panel surya dengan calon konsumen menyebut anggapan panel surya itu mahal masih cukup sering terdengar. Masalah lain yang tak kalah pelik adalah bisnis ini tidak membuahkan hasil dengan cepat.

Investasi besar harus berani dilakukan dengan asumsi balik modal agak lama. Xurya yang memperoleh pendanaan awal pada 2018 lalu mengaku hal ini sebagai tantangan utama dalam meyakinkan pihak pembiaya di bisnis panel surya.

“Sedikit bedanya ini dengan Modalku dan Investree misalnya, taruh uang di sana kan balik modalnya cepat, tiga bulan bisa balik. Kalau di sini balik modalnya 10 tahun jadi tidak mudah untuk investor awam masuk ke dalam bidang ini,” ucap Eka.

Butuh usaha lebih untuk memperkenalkan energi terbarukan, khususnya tenaga surya, ke pasar. Karena meskipun harga perangkatnya masih relatif mahal, biaya pemeliharaan panel surya sangat kecil sehingga bisa dikatakan meskipun investasinya besar di awal, pemilik tak perlu merogoh banyak uang lagi setelahnya.

“Contohnya sistem tenaga surya hanya membutuhkan pemeliharaan tahunan berupa pembersihan panel surya, sedangkan genset diesel akan membutuhkan bahan bakar setiap harinya dan pemeliharan mekanik (oli mesin, seal, bearing, dan lain-lain) setiap bulan,” ucap CEO Warung Angin Abdul Karim.

Terlepas itu semua, sektor ini diperkirakan akan terus tumbuh seiring waktu berjalan. Tren dunia beralih ke energi yang lebih efisien, ramah lingkungan, dengan suplai yang dapat terbarukan adalah karakter energi di masa depan.

Beberapa negara sudah membuka ruang lebar-lebar untuk perkembangan industri energi terbarukan sehingga bisnis yang berputar di sektor ini kian matang. Pemerintah pun punya visi yang jelas dengan target 23% kebutuhan nasional terpenuhi lewat EBT pada 2023 nanti. Dengan regulasi yang tepat, geliat startup di sektor energi terbarukan ini akan makin sibuk dalam beberapa tahun ke depan.