Tag Archives: New Retail

Kopi Kenangan Bidik Ekspansi ke Lima Negara di Asia Tenggara

Kopi Kenangan (Kenangan Brands) gencar ekspansi ke Asia Tenggara hingga 2030. Rencananya, perusahaan akan memperluas jangkauannya ke lima negara baru dan menambah 100 outlet di Malaysia yang sudah masuk sejak tahun lalu.

Disampaikan saat acara halal bihalal bersama media (17/5), Group CEO of Kenangan Brands Edward Tirtanata menargetkan dapat membuka sekitar 50 outlet lewat ekspansi baru pada tahun ini jika proses riset dan eksplorasi sudah selesai. Secara keseluruhan, totalnya ada 150 outlet di Asia Tenggara.

“Kita tidak berencana ekspansi ke Eropa, tapi tidak menutup kemungkinan kita lakukan. Kita ingin Kopi Kenangan menjadi global brand. Pertama, kita fokus ekspansi di lima negara di Asia Tenggara, yang pada akhirnya kita akan masuk ke Eropa dan Amerika,” kata Edward.

Tahun lalu, Kopi Kenangan mengawali ekspansi pertamanya di Asia Tenggara dengan membuka sepuluh gerai di Malaysia. Menurut Edward saat itu, ekspansi Malaysia seharusnya ditargetkan dapat terealisasi pada 2020, tetapi tertunda karena pandemi Covid-19.

Persiapan IPO

Edward juga bicara persiapan Kopi Kenangan melantai di bursa saham. Startup coffee chain yang sudah menyandang status unicorn ini tengah fokus melakukan restrukturisasi perusahaan, baik tata kelola hingga urusan legal. Edward menilai, jika melihat pengalaman perusahaan lain, banyak yang menunda IPO karena kurang persiapan.

Perusahaan juga masih melihat kondisi makroekonomi dan pertumbuhan perusahaan sehingga IPO dapat dilakukan di waktu yang tepat dan fundamental sudah mencapai titik yang baik. “Restrukturisasi perusahaan saat ini sudah on the way. Harusnya akhir tahun ini sudah selesai semua persiapan tersebut. Namun, kapan waktu kita untuk IPO masih belum kita pastikan,” tuturnya.

Perusahaan juga belum memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan lanjutan tahun ini. Pendanaan terakhir yang mereka peroleh adalah, pendanaan seri C senilai $96 juta atau setara Rp1,3 triliun tahun 2021 lalu.

Sebagai informasi, pada 2020, Kenangan Brands mulai merambah ke kategori makanan seperti roti dan soft-baked cookies, dan juga Chigo x Flip yang menyajikan makanan gurih, seperti fried chicken dan burger. Pada 2022, perusahaan masuk ke pasar FMCG melalui peluncuran produk siap minum Kopi Kenangan Hanya Untukmu.

Menjadi perusahaan F&B berkelanjutan

Lebih lanjut, Kenangan Brands juga ingin mendukung prinsip Environment, Social, dan Governance (ESG). Pihaknya menyadari bahwa perusahaan yang berkelanjutan harus sehat secara finansial sehingga dapat mendukung ESG. Maka itu, Kenangan Brands memiliki target untuk menjadi perusahaan sustainable sekaligus profitable pada 2030.

Beberapa strategi, seperti ekspansi gerai, inovasi produk, hingga
pemasaran yang intensif telah dilakukan untuk menjalankan bisnis yang sehat dan membangun profitabilitas. Termasuk juga menerapkan eco-friendly operations dengan fokus utama untuk mencapai zero waste tolandfill.

Saat ini, Kenangan Brands telah menjalin kemitraan dengan pelaku UMKM hingga startup yang memiliki layanan dan produk berdampak kepada lingkungan. Mulai dari melancarkan proses daur ulang bermitra dengan Octopus hingga startup cleantech yang menawarkan jasa pengelolaan sampah, termasuk di dalamnya pengumpulan, pemilahan, serta daur ulang, yaitu Rekosistem.

“Kami sangat terbuka untuk membuka kolaborasi dengan pihak terkait. Kita membuka kesempatan kerja sama dengan UMKM hingga startup yang memiliki layanan dan produk berdampak pada lingkungan.” Tutupnya.

Application Information Will Show Up Here
Grow Commerce Berrybenka

Berrybenka Kini Jadi Grow Commerce, Umumkan Pendanaan Awal 100 Miliar Rupiah

Berrybenka mengumumkan perubahan nama (rebranding) menjadi “Grow Commerce” yang berkonsep rollup e-commerce dari sebelumnya perusahaan e-commerce. Pada saat yang bersamaan, perusahaan yang dipimpin oleh Jason Lamuda ini juga mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar $7 juta (lebih dari Rp100 miliar) yang dipimpin oleh AC Ventures, dan diikuti oleh East Ventures dan IRONGREY.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk mendorong rangkaian akuisisi lebih banyak merek dan menciptakan teknologi yang lebih mutakhir untuk mendukung aspek operasional guna mempercepat pertumbuhan mereka.

Dalam keterangan resmi, Founder & CEO Grow Commerce Jason Lamuda menuturkan Grow Commerce mengambil posisi sebagai House of Brands dengan pengalaman operasional yang kuat dalam membangun dan mendukung pertumbuhan merek lokal. Salah satu contoh keberhasilan ini dapat dilihat dari aspek distribusi penjualan. Ia dan tim telah mengembangkan platform online sendiri, membangun jaringan toko offline, berekspansi dan berjualan di berbagai pasar online.

“Dalam perjalanan tersebut, kami memahami terdapat banyak titik sulit (pain points) dan kebutuhan menyeluruh yang harus dipenuhi dari sisi pemilik brand. Grow Commerce hadir untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut. Kami berharap, kami dapat bermitra dengan lebih banyak merek lokal dan para pengusaha di kawasan ini,” ucap Jason, Selasa (15/2).

Founder dan Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, dengan pengalaman lebih dari 10 tahun di bidang e-commerce, Jason dan tim berada dalam posisi yang tepat untuk memasuki fase berikutnya guna membangun Grow Commerce sebagai agregator merek e-commerce terkemuka.

“Dengan putaran pendanaan saat ini, Grow Commerce telah membuat rencana yang kuat untuk mengakuisisi merek yang berkembang pesat, meningkatkan penjualan lini depan, dan memperluas rantai pasokan yang lebih luas. Grow Commerce berada di posisi yang tepat untuk menjalankan rencana ini guna mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang, dan AC Ventures akan menjadi bagian dari perjalanan ini,” kata Li.

Telah miliki 4 portofolio merek

Sebagai rollup e-commerce yang menggunakan model bisnis Thrasio-style, Grow Commerce bekerja dengan cara mengakuisisi merek-merek berbasis digital yang tumbuh cepat. Regional ini dianggap sebagai area yang tepat untuk mengoperasikan model bisnis tersebut, lantaran sebagian besar penduduknya merupakan pengguna internet berbasis mobile. Dengan demikian, terdapat campuran antara DTC dan saluran distribusi penjualan online, dan relevansi berkelanjutan dari ritel offline.

Saat ini, Grow Commerce memiliki empat portofolio yang diklaim memiliki pendapatan tahunan sebesar $20 juta secara gabungan. Merek tersebut adalah Berrybenka, Aleza, Kottonville, dan BBS. Keseluruhannya merupakan merek fesyen.

Setelah memimpin dan mengembangkan Berrybenka, merek fesyen berbasis digital pertama, Jason dan tim sangat memahami tantangan dan aspirasi pemilik merek lokal dan apa yang diperlukan untuk mengembangkan bisnis semacam itu secara eksponensial. Dengan keahlian tersebut, Grow Commerce memanfaatkan data analitik dan teknologi eksklusif dalam memilih kategori dan merek potensial untuk diakuisisi.

Mereka menawarkan solusi yang fleksibel dan transparan bagi para pemilik merek untuk bergabung dengan Grow Commerce dan mengembangkan bisnis bersama. Setelah menjadi bagian dari perusahaan, portofolio akan dibekali dengan berbagai strategi pertumbuhan omnichannel canggih dan teruji, seperti Berrybenka dan Aleza yang telah memberikan pertumbuhan penjualan QoQ lebih dari dua kali lipat hingga tiga kali lipat.

Sebagai ahli marketplace, tim Grow Commerce terus mencermati operasi rantai pasokan merek dan pengalaman pelanggan untuk memastikan agar pertumbuhan penjualan mereka dapat berkembang pesat, dan mencegah penurunan tingkat kepercayaan pelanggan. Grow Commerce telah meningkatkan jumlah tim mereka sebanyak lebih dari 150 orang, dan optimistis dapat tumbuh secara signifikan selama enam bulan ke depan, seiring dengan pertumbuhan pendapatan mereka.

Tren rollup e-commerce

Grow Commerce meramaikan pasar rollup e-commerce di Indonesia yang sebelumnya telah diisi oleh Hypefast, OpenLabs, Una Brands, dan Tjufoo. Merebaknya konsep Thrasio-style ini didukung oleh semakin matangnya ekosistem e-commerce. Mereka bertindak sebagai agregator merek era baru, mengakuisisi perusahaan D2C yang menjanjikan untuk memastikan keunggulan operasional dan pertumbuhan yang cepat, sehingga menciptakan nilai bagi investor.

Menariknya, masing-masing dari startup yang hadir di sini didirikan oleh mantan para petinggi di perusahaan e-commerce. Hypefast didirikan oleh Achmad Alkatiri yang sebelumnya bekerja untuk Lazada Indonesia, OpenLabs oleh Jeffrey Yuwono yang merupakan salah satu pendiri dari Sorabel.

Startup Total perolehan dana Investor
Hypefast $22 juta (debt dan ekuitas) Monk’s Hill Ventures, Jungle Ventures, Strive, Arkblu Capital, dan Amand Ventures
OpenLabs $100 juta Undisclosed
Una Brands $55 juta (debt dan ekuitas) Alpha JWC Ventures, White Star Capital, Global Founders Capital, 500 Startups, dll.
Tjufoo $125 juta Undisclosed
Grow Commerce $7 juta AC Ventures, East Ventures, IRONGREY

Diprediksi merek lokal D2C akan tetap menjadi segmen yang menarik dalam perkembangan industri e-commerce, terlebih penetrasinya terus menunjukkan tren meningkat di Indonesia. Mengacu pada laporan e-Conomy 2021, e-commerce tetap akan menjadi pendorong terbesar ekonomi digital di negara ini. Sektor ini diprediksi akan tumbuh dari $35 miliar pada 2020 menjadi $53 miliar pada 2021. CAGR sektor ini diproyeksikan naik 18% menjadi $104 miliar hingga 2025.

Spotgue memungkinkan pengunjung, tenant dan pihak mal berinteraksi secara real time dan terintegrasi atau yang disebut sebagai Mall 4.0 Experience.

Mengenal Aplikasi Spotgue, Bantu Transformasi Mal dengan Teknologi

Akhir tahun menjadi momen yang tepat untuk bisa bepergian bersama keluarga. Salah satu tempat yang bisa digunakan untuk menghabiskan waktu bersama dengan banyak pilihan kegiatan adalah pusat perbelanjaan atau mal. Pengunjung memiliki banyak pilihan aktivitas mulai dari outlet belanja, restoran, supermarket, gym, dan lainnya. Namun, padatnya pengunjung di mal menyisakan permasalahan, seperti lahan parkir yang terbatas atau tempat makan yang full booked.

Melihat permasalahan ini, Founder & CEO Gerry Hasang Spotgue bersama dengan beberapa teman alumni Universitas Tarumanagara berinisiatif mengembangkan sebuah solusi dengan kombinasi teknologi dan gaya hidup mal untuk menghasilkan pengalaman unik. Spotgue memungkinkan pengunjung, tenant, dan pihak mal berinteraksi secara real time dan terintegrasi atau yang disebut sebagai “Mall 4.0 Experience“.

“Sistem reservasi berbasis teknologi menjadi solusi di kondisi ramai di mana pengunjung bisa melakukan reservasi atau waiting list secara aplikasi dan melihat status antreannya dan ketika dipanggil mendapatkan notifikasi di HPnya,” ujar Gerry.

Aplikasi Spotgue akan membantu pengunjung mal untuk melihat ketersediaan area parkir mobil, menandai posisi parkir, mendapatkan rekomendasi dari virtual assistant, melakukan reservasi/waiting list restoran dan layanan favorit. Selain itu, pengguna juga bisa melakukan pemesanan makanan di resto (dine in) secara contactless, menemukan berbagai informasi terkait kupon dan diskon, serta berinteraksi langsung dengan pihak mal maupun tenant.

Dari sisi model bisnis, Spotgue menyediakan berbagai fitur basic yang dapat digunakan 15 mal pertama secara gratis dan bisa digunakan oleh seluruh tenant. Selain itu, platform ini juga menawarkan fitur premium berbayar yang menyediakan laporan analisis terkait perilaku dan preferensi pengunjung atau konsumen sebagai bahan evaluasi mal.

Gerry juga mengungkapkan, “Adapun kami sangat menghargai privasi pengunjung, sehingga semua data analytic sifatnya aggregate dan tidak ada data pribadi yang diberikan. Misalnya, komposisi pengunjung mal A terdiri dari pria dan wanita, rentang usia, domisili, preferensi toko, dll.”

Penawaran gratis diberikan mengingat kondisi pandemi yang sempat memukul industri ritel. Harapannya, solusi ini dapat membantu bisnis ritel kembali pulih. “Itulah mengapa kami memberikan kuota 15 mal pertama di setiap wilayah. Jabodetabek memiliki kuota sebanyak 8 mal, sementara Bandung, Surabaya, Jateng/Jogja, Bali, Medan, dan 2 kota lainnya yang mempelopori masing-masing mendapat kuota 1 mal,” tambah Gerry.

Spotgue menargetkan mal-mal berukuran medium-high beserta seluruh tenant dan pengunjung reguler yang ada di dalamnya. Kesepakatan ini bersifat official partnership, sehingga ketika mal sudah memutuskan bekerja sama, semua tenant akan langsung bisa mendapatkan manfaatnya.

Saat ini, strategi akuisisi yang digunakan Spotgue adalah dengan menawarkan ke mal dan grup perusahaan, mengingat sejumlah grup besar yang memiliki mal di berbagai daerah. Contohnya, Living World ada di Alam Sutera, juga ada di Pekan Baru, serta Living Plaza yang sudah hadir di berbagai wilayah.

Soft launching

Pada bulan November lalu, Spotgue telah mengadakan soft launching di Mal Artha Gading dan Living World Alam Sutera. Ini adalah hasil dari kesamaan visi perusahaan dan mal bahwa ke depannya, pengunjung mal harus bisa merasakan pengalaman yang sedemikian rupa. Timnya juga sudah mencoba menggandeng beberapa mal lainnya.

Pada public preview ini, pengunjung bisa mengakses berbagai fitur yang ada di aplikasi Spotgue, mulai dari informasi produk dan promosi tenant, kegiatan atau acara yang sedang berlangsung, informasi semua fasilitas yang tersedia untuk pengunjung hingga fitur untuk melihat ketersediaan parkir. “Tujuannya adalah untuk kemudahan dan kenyamanan pengunjung dalam mendapatkan semua informasi terkait Living world Alam Sutera.” jelas Adrian Pranata, General Manager Living World Alam Sutera.

Terkait proses verifikasi dan integrasi, semua merchant sudah tercakup dalam aplikasi Spotgue berdasarkan data yang disusun oleh Mal. Namun, informasi dasar seperti lokasi, jenis, atau nama biasanya tidak cukup untuk pengunjung yang menginginkan lebih, seperti info promo, produk terbaru, diskon, acara dan lain sebagainya. Hal ini harus dikelola secara dinamis.

Spotgue memiliki 3 jenis aplikasi: Spotgue Visitor, Spotgue Tenant, dan Spotgue Building (untuk pengelola mal). Melalui fungsi dari masing-masing aplikasi, proses pengkinian informasi dari tenant tidak lagi tersentralisasi ke pihak mal, namun dapat dilakukan secara mandiri dan terdistribusi oleh masing-masing tenant.

Spotgue juga mendukung sistem grouping of tenant, sehingga tenant atau penjual dari group yg sama dapat melakukan mirror content dari salah satu outlet di group tersebut dan pengunjung akan melihat informasi yang sama di semua outlet lainnya. Dalam upaya mencapai hal ini, tim Spotgue harus melakukan sosialisasi, training, membantu proses setup di lebih dari 700 tenant dari mal-mal tersebut.

Transformasi mal 4.0

Industri ritel modern merupakan salah satu sektor yang cukup terpukul akibat pandemi Covid-19. Banyak dari para pemain nasional yang menorehkan penyusutan kinerja di sepanjang tahun 2020. Termasuk di dalamnya para pemain ritel lokal yang cakupan gerainya masih di beberapa daerah saja. Bahkan tak sedikit dari peritel modern lokal yang terpaksa menutup sebagian bahkan seluruh gerainya dikarenakan kondisi ekonomi yang tidak mendukung.

Gerry mengungkapkan bahwa salah satu tujuan dikembangkan platform ini adalah untuk mendukung visi Presiden dalam transformasi industri ritel. Pihaknya juga tengah mencoba untuk membangun kolaborasi dengan APPBI (Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia) dan HIPPINDO (Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia) untuk bisa berkontribusi dan mendukung transformasi lebih banyak mal lagi.

Salah satu hal yang cukup menarik dibahas terkait transformasi mal 4.0 ini adalah fitur virtual assistant yang ditawarkan oleh Spotgue. Fitur ini diberi nama Ask Alice, yang membangun sistem rekomendasi baik untuk kado, makanan atau pakaian. Sebagai virtual assistant, Ask Alice dikembangkan secara internal oleh tim Spotgue yang terdiri dari mahasiswa-mahasiswi terbaik di jurusan Teknologi Informasi Universitas Tarumanagara.

“Namun, di tahap awal ini, Alice belum mengenal preferensi dan perilaku spesifik dari pengguna. Setelah ia punya cukup banyak data, maka kita bisa ajarkan untuk menghasilkan rekomendasi yang semakin personal dan relevan,” sebut Gerry.

Dari sisi pendanaan, saat ini Spotgue masih menggunakan skema bootstrap dari shareholder awal. Nantinya, untuk mendukung ekspansi ke berbagai kota dan jumlah mal yang lebih besar, timnya akan mencari partner investor dan venture capital yang bisa mendukung visi tersebut.

“Kami punya mimpi besar, untuk bisa memperluas cakupan layanan ke seluruh Indonesia, Asia, bahkan dunia. Target kami saat ini adalah untuk mendukung transformasi setidaknya 25-50 mal dalam 1 hingga 2 tahun ke depan,” ungkap Gerry.

Application Information Will Show Up Here

Kopi Kenangan Bags 1.3 Trillion Rupiah Funding, Becoming Indonesia’s First New Retail Unicorn

Kopi Kenangan has closed its Series C’s first round of $96 million or equivalent to 1.3 trillion Rupiah. Along with the recent investment, the company also announced the “unicorn” status with valuation exceeding $1 billion. Kopi Kenangan is the first unicorn for a new retail business.

This round was led by Tybourne Capital Management, with the participation of previous investors including Horizons Ventures, Kunlun, and B Capital; and new investor Falcon Edge Capital. The fresh fund will be focused on expanding F&B brand to new cities in Indonesia. In addition, the company is also starting to explore the regional market.

“The investor’s suppport becomes a proof and motivation for us to continue focusing on store productivity by leveraging technology to deliver the best experience for every customer […] we are committed to rapidly expanding our reach to thousands of stores in Southeast Asia, while complementing our portfolio We provide products to meet market needs,” Kopi Kenangan’s Co-Founder & CEO, Edward Tirtanata said.

Based on our observation, Kopi Kenangan has raised a total $240 million from investors with the following details:

Date Stage Investor Value
October 2018 Seed Funding Alpha JWC Ventures $8 million
June 2019 Series A Sequoia Capital India, Alpha JWC Ventures $20 million
December 2019 Series A+ Arrive, Serena Ventures, Caris LeVert, Jonathan Neman, Sequoia Capital India $1,5 million
May 2020 Series B Sequoia Capital India, B Capital, Horizons Ventures, Verlinvest, Kunlun, Sofina, Alpha JWC Ventures $109 million
December 2021 Series C Tybourne Capital Management, Horizons Ventures, Kunlun, B Capital $96 million

The journey

Edward co-founded Kopi Kenangan with James Prananto (CBDO) and Cynthia Chaerunnisa (CMO) in 2017. They are targeting the gap in the Indonesian market, between expensive coffee served at international coffee chains and cheap instant coffee sold through stalls (warung).

Kopi Kenangan also utilizes technology to improve user experience, as well as increasing business agility with an online to offline strategy. Customers can easily order coffee through its app, either for home-delivery, or direct pick-up at one of Kopi Kenangan outlets in Indonesia.

Through the business model, Kopi Kenangan has rapidly growing. Over the past 12 months, the brand has served 40 million cups, targeting 5.5 million cups per month in Q1 2022. They currently managed 3,000 staff in more than 600 outlets in 45 cities in Indonesia.

During the Covid-19 pandemic, Kopi Kenangan has proven its adaptability to the changing business climate and challenges. This step was taken by implementing new strategies, such as contactless booking request system that helps increase revenue growth and user base.

Local coffe-chain business

The positive feedback from the community of coffee products with the “grab and go” concept has crowded this industry. Based on DailySocial’s data, as of November 2021, there are over 4,500 coffee-chain distributed throughout Indonesia.

Some of the businesses are now optimizing digital platforms to improve their business and customer experience, including Kopi Kenangan, Fore Coffee, and JIWA Group which recently announced funding.

According to research (MIX, 2020), 40% of coffee customers in Indonesia are starting to switch to grab & go outlets. This is due to shifting from instant coffee, as consumers want a higher quality drink — as well as pairing it with complementary snacks.

The grab & go concept alone is very dependent on the outlets, although some are only used as production sites (without dine-in). For this reason, Kopi Kenangan-like startups are indeed asset-heavy, it requires a large investment in order to significantly accelerate the business.

Applications are designed to connect consumers with outlets, taking them from online to offline – or vice versa. This model is quite efficient, as companies can also take advantage of data obtained from consumer habits recorded in the application, therefore, they can offer products and services in line with its market share. In terms of consumers, the convenience and value added make them willing to use the application.

Rank (Nov 2021) App Download Rating
6 Kopi Kenangan 1 million+ 4,6
13 Boba Ceria 100 thousand+ 4,3
17 Chatime Indonesia 500 thousand+ 4,5
21 JIWA+ 100 thousand+ 4,7
22 ISMAYA 100 thousand+ 4,4
24 Fore Coffee 100 thousand+ 4,6
61 Flash Coffee 50 thousand+ 4,6
92 KULO 10 thousand+ 1,7

In terms of business, based on a report compiled by Statista, revenue from the coffee business (roast coffee) will reach $9.5 billion this year. It is estimated to experience a CAGR growth of 9.76% until 2025.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kopi Kenangan unicorn

Dapat Pendanaan 1,3 Triliun Rupiah, Kopi Kenangan Jadi “Unicorn New Retail” Pertama di Indonesia

Kopi Kenangan mengumumkan telah menutup putaran pertama untuk pendanaan seri C senilai $96 juta atau setara 1,3 triliun Rupiah. Dengan tambahan dana investasi ini, perusahaan turut mengumumkan bahwa telah mencapai tonggak “unicorn” atau bervaluasi lebih dari $1 miliar. Kopi Kenangan menjadi unicorn pertama untuk bisnis new retail.

Adapun putaran pendanaan seri C dipimpin oleh Tybourne Capital Management, dengan keterlibatan investor sebelumnya Horizons Ventures, Kunlun, dan B Capital; serta investor baru Falcon Edge Capital. Dana segar ini akan difokuskan untuk perluasan brand F&B baru mereka, dengan membuka kehadiran di berbagai kota baru lainnya di Indonesia. Selain itu, perusahaan juga tengah merencanakan untuk mulai merambah pasar regional.

“Dukungan dari para investor merupakan bukti sekaligus memotivasi kami untuk terus fokus dalam meningkatkan produktivitas gerai dengan memanfaatkan teknologi demi mewujudkan pengalaman terbaik bagi setiap pelanggan […] kami berkomitmen untuk memperluas jangkauan secara cepat hingga mencapai ribuan gerai di Asia Tenggara, sekaligus melengkapi portofolio kami dengan produk-produk yang dapat memenuhi kebutuhan pasar,” ujar Co-Founder & CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata.

Secara keseluruhan, menurut catatan kami, Kopi Kenangan telah mengumpulkan dana dari investor sekitar $240 juta dengan rincian sebagai berikut:

Tanggal Tahapan Pendanaan Investor Nominal
Oktober 2018 Seed Funding Alpha JWC Ventures $8 juta
Juni 2019 Series A Sequoia Capital India, Alpha JWC Ventures $20 juta
Desember 2019 Series A+ Arrive, Serena Ventures, Caris LeVert, Jonathan Neman, Sequoia Capital India $1,5 juta
Mei 2020 Series B Sequoia Capital India, B Capital, Horizons Ventures, Verlinvest, Kunlun, Sofina, Alpha JWC Ventures $109 juta
Desember 2021 Series C Tybourne Capital Management, Horizons Ventures, Kunlun, B Capital $96 juta

Perjalanan Kopi Kenangan

Selain Edward, Kopi Kenangan turut didirikan oleh James Prananto (CBDO) dan Cynthia Chaerunnisa (CMO) pada tahun 2017. Mereka menargetkan celah di pasar Indonesia, antara kopi mahal yang disajikan di coffee-chain internasional dan kopi instan murah yang dijual di banyak warung.

Kopi Kenangan turut memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan pengalaman pengguna, serta meningkatkan kelincahan bisnis dengan strategi online to offline. Pelanggan dapat dengan mudah memesan kopi lewat aplikasi, baik untuk dikirim ke rumah, atau mengambil langsung di salah satu dari gerai Kopi Kenangan di Indonesia.

Melalui model bisnis tersebut, Kopi Kenangan telah berhasil tumbuh dengan pesat. Selama 12 bulan terakhir, Kopi Kenangan telah menyajikan 40 juta cangkir dengan target 5,5 juta cangkir per bulan pada Q1 2022. Kini mereka telah memiliki sekitar 3.000 staf di lebih dari 600 gerai di 45 kota di Indonesia.

Selama pandemi Covid-19, Kopi Kenangan juga membuktikan kemampuan beradaptasinya dengan iklim usaha dan tantangan yang terus berubah. Langkah ini ditempuh dengan menjalankan strategi-strategi baru, seperti menerapkan sistem contactless booking request yang membantu meningkatkan pertumbuhan pendapatan dan basis pengguna.

Bisnis coffee-chain lokal

Penerimaan yang cukup baik dari kalangan masyarakat terhadap produk kopi berkonsep “grab and go” membuat industri ini ramai pemain. Menurut data yang dihimpun DailySocial.id per November 2021, ada lebih dari 4.500 jaringan coffee-chain yang tersebar di seluruh Indonesia.

Beberapa di antaranya kini mengoptimalkan platform digital untuk meningkatkan bisnis dan pengalaman pelanggannya, termasuk Kopi Kenangan, Fore Coffee, hingga JIWA Group yang baru-baru ini turut umumkan pendanaan.

Menurut riset (MIX, 2020), 40% pelanggan kopi di Indonesia mulai beralih ke gerai grab & go. Permintaan ini didukung oleh pergeseran dari kopi instan, karena konsumen menginginkan minuman yang lebih berkualitas — serta memadukan dengan makanan ringan pelengkap.

Konsep grab & go sendiri memang sangat bergantung dengan keberadaan gerai, kendati tidak sedikit yang hanya dijadikan tempat produksi (tanpa memiliki ruang untuk dine-in). Untuk itu, startup seperti Kopi Kenangan memang asset-heavy, dalam melakukan akselerasi bisnis secara signifikan mereka membutuhkan investasi besar

Aplikasi didesain untuk menghubungkan konsumen dengan outlet, membawa dari online menuju offline – atau sebaliknya. Model ini cukup efisien, karena perusahaan pun bisa memanfaatkan data yang didapat dari kebiasaan konsumen yang tercatat di aplikasi, sehingga dapat menyuguhkan produk dan layanan yang lebih sesuai dengan pangsa pasarnya. Dari sisi konsumen, adanya kemudahan dan value added menjadikan mereka mau untuk memanfaatkan aplikasi.

Peringkat (Nov 2021) Aplikasi Unduhan Rating
6 Kopi Kenangan 1 juta+ 4,6
13 Boba Ceria 100 ribu+ 4,3
17 Chatime Indonesia 500 ribu+ 4,5
21 JIWA+ 100 ribu+ 4,7
22 ISMAYA 100 ribu+ 4,4
24 Fore Coffee 100 ribu+ 4,6
61 Flash Coffee 50 ribu+ 4,6
92 KULO 10 ribu+ 1,7

Secara bisnis, didasarkan pada laporan yang dihimpun Statista, revenue dari bisnis kopi (roast coffee) akan mencapai $9,5 miliar di tahun ini. Diperkirakan akan mengalami pertumbuhan CAGR 9,76% sampai periode 2025.

Application Information Will Show Up Here
CEO & Co-founder DailyBox Kelvin Subowo

Akuisisi Breadlife, Startup F&B DailyBox Ingin Terus Tambah Portofolio

Salah satu rencana yang ingin dilancarkan DailyBox akhir tahun ini adalah memperluas kolaborasi. Setelah menjalin kerja sama strategis dengan koki selebritas dan masyarakat umum yang memiliki passion di dunia kuliner,  DailyBox juga telah resmi mengakuisisi brand Breadlife. Kepada DailySocial, CEO DailyBox Kelvin Subowo mengungkapkan, Breadlife adalah salah satu brand roti terkemuka di Indonesia.

“Sudah menjadi brand top-of-mind di kategori roti serta memiliki tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi. Hal ini tidak lepas dari tim manajemen Breadlife yang diisi oleh orang-orang berpengalaman di bidangnya dan juga memiliki line-up produk yang melengkapi produk dari DailyBox.”

Pasca diakuisisi DailyBox Group, pelanggan Breadlife ini dapat memesan makanan melalui platform antar makanan, yaitu GoFood, GrabFood, ShopeeFoods, dan TravelokaEats.

“Sebagian besar outlet Breadlife berada di luar pulau Jawa sedangkan sebaran titik DailyBox Group terkonsentrasi di pulau Jawa. Tahun depan kami ingin fokus pengembangan diluar pulau Jawa. Hal ini sesuai dengan misi Dailybox Group untuk menjangkau lebih banyak lokasi di seluruh Indonesia,” kata Kelvin.

Terdapat 4 implementasi terkait dengan DailyBox dan Breadlife. Yang pertama adalah dalam hal jaringan. Breadlife dapat menggunakan jaringan DailyBox yang sudah ada di 120 titik untuk memperluas jangkauannya dengan kapital yang minimal. Sebaliknya, DailyBox dapat menggunakan jaringan Breadlife yang terkonsentrasi di luar pulau Jawa. Kolaborasi juga dilakukan untuk meningkatkan visibilitas brand.

Dalam hal resources, untuk meningkatkan inovasi produk yang diibantu  jajaran chef Dailybox Group, Breadlife akan menghadirkan produk roti secara tersentralisasi.

“Dulu roti-roti Breadlife dibuat dari awal di masing-masing outlet. Sekarang proses pengadonan dan baking dilakukan di central kitchen Dailybox Group untuk menjamin konsistensi rasa dan tekstur roti,” kata Kelvin.

Setelah mengakuisisi Breadlife sebagai brand keempat di portofolio (setelah Dailybox, Dailymeals, dan Shirato), rencana DailyBox tahun depan adalah mengakuisisi brand baru untuk memperkaya portfolio Dailybox Group dan menambahkan titik lokasi di luar pulau Jawa.

Fokus ke profit

Sebagai platform restoran online multi-brand, DailyBox selalu berupaya untuk fokus ke capaian profit. Meskipun sempat mengalami kendala saat awal pandemi tahun 2020 lalu, DailyBox mampu untuk bertahan sebagai early adopter cloud kitchen di Indonesia.

Dalam perbincangan sesi DScussion beberapa waktu lalu, Kelvin menyebutkan, ada beberapa alasan mengapa DailyBox mendapat pendanaan Seri A oleh dua VC, yaitu Vertex Ventures SEA dan Kinesys Group.

“Meskipun kita hadir sebagai startup, namun cara main kita sangat konservatif, yaitu menjaga bottom line dan fokus kepada profit. Karena unit economics sudah jelas untuk bisnis kuliner. Mindset ini yang kemudian dilihat oleh investor kepada DailyBox yaitu untuk selalu menjaga profitable level,” ujar Kelvin.

Pendanaan Jago Coffee

Jago Coffee Tutup Pendanaan Pra-Awal, Segera Perluas Jangkauan dan Rilis Kategori Baru

Startup coffee chain Jago Coffee mengumumkan penyelesaian pendanaan pra-awal (pre-seed) sebesar $250 ribu atau sekitar 3,5 miliar Rupiah dari BEENEXT, Prasetia Dwidharma, dengan partisipasi dari barista dan pengusaha kopi ternama Hidenori Izaki, serta sejumlah founder dan angel investor di ekosistem digital Indonesia.

Perusahaan akan menggunakan dana segar ini untuk melakukan ekspansi ke lingkungan perumahan di wilayah Jabodetabek dan meluncurkan kategori produk baru, di luar kopi, yang ditenagai oleh software dan hardware milik Jago. Langkah tersebut untuk dorong peralihan dari etalase ritel tradisional ke etalase seluler yang lebih efisien dan rendah karbon.

Dalam keterangan resmi, Partner BEENEXT Faiz Rahman menjelaskan bahwa infrastruktur perkotaan merupakan peluang dan tantangan untuk pengembangan ritel di negara berkembang seperti Indonesia, sehingga membutuhkan operator untuk beradaptasi dengan tahap dan keadaan pembangunan lokal.

Ia menilai Jago mewakili iterasi baru untuk ritel mikro, mengambil bentuk perdagangan tradisional dan menata ulangnya ke dalam konteks modern melalui mobilitas dan teknologi. “Kami senang dapat mendukung Jago dan percaya bahwa format ritel mikro menawarkan potensi tak terbatas untuk model konsumsi baru,” ujar Faiz.

Founder QAHWA (perusahaan konsultan kopi global) dan 2014 World Barista Champion Hidenori Izaki menambahkan, menemukan kopi enak yang nyaman dan terjangkau itu sulit ditemukan. Namun, Jago memberikan kualitas dan kenyamanan tak tertandingi bagi pecinta kopi Indonesia yang mencari lebih dari sekadar cepat seduh dan murah.

“Jago juga mampu sekaligus memberdayakan barista untuk menjalankan toko mereka sendiri. Sebagai barista yang berpengalaman, saya sangat senang dapat bermitra dengan tim Jago untuk membawa format kopi baru dan inovatif ini ke garis depan pasar minuman Indonesia,” kata Izaki.

Jago Coffee memulai operasionalnya sejak Juni 2020 dengan menawarkan layanan mobile retail enabler, yang menggerakkan retail mobile mikro melalui armada mobil troli listrik sepenuhnya milik perusahaan—menemui pelanggan kapan pun mereka mau—di mana pun mereka mau. Dimulai dengan kafe keliling yang sepenuhnya elektrik, Jago Coffee menyediakan minuman kopi berkualitas yang disajikan oleh barista yang dilengkapi dengan semua alat dan bahan yang dibutuhkan untuk menyiapkan minuman segar di tempat.

Jago Coffee menawarkan pemesanan langsung dan pesan antar, layanan penjemputan dan pengiriman untuk kopi segar tingkat kafe langsung ke konsumen. Dengan model grab-and-go, perusahaan menempatkan gerobak di lokasi strategis seperti lobi gedung perkantoran, stasiun angkutan umum, dan ruang komunitas utama sehingga pelanggan dapat memesan di muka dan langsung mengambil pesanan mereka sebelum berangkat kerja atau saat bepergian.

Pengguna dapat mengunduh aplikasi Jago di iOS dan Android untuk memesan minuman yang baru diseduh untuk pengambilan dan pengiriman, sehingga tidak perlu pergi ke kafe untuk menyegarkan diri.

Membuka peluang usaha

Jago bercita-cita untuk memungkinkan siapa saja yang ingin menjadi wirausahawan untuk memulai bisnis ritel mikro mereka sendiri, memberdayakan wirausahawan mikro dengan kepemilikan yang lebih besar atas karier dan mata pencaharian mereka. Barista Jago memiliki dan mengoperasikan gerobak sendiri, menerima pelatihan profesional dari Jago untuk menyediakan produk dan layanan berkualitas tinggi kepada konsumen.

Mayoritas operator Jago berasal dari latar belakang barista profesional dan mampu memperoleh tingkat kemandirian yang tinggi melalui Jago, yang menghilangkan modal awal yang tinggi terkait dengan pembukaan kafe atau gerai ritel, sekaligus meningkatkan margin dan gaji yang dibawa pulang.

Sebagai model ritel aset-ringan, gerobak Jago mobile: bertemu pelanggan di mana pun mereka berada, memberikan kenyamanan superior; terukur: dengan biaya modal rendah, biaya overhead rendah, dan waktu penerapan yang cepat; dan terlihat: memungkinkan merek yang berbeda kesempatan untuk menyesuaikan dan secara langsung memberikan keramahan dan layanan kepada pelanggan dan meningkatkan visibilitas merek.

Perusahaan saat ini mengoperasikan armada 20 gerobak kopi keliling, dan berencana untuk meluncurkan 280 unit pada tahun depan. Di masa depan, perusahaan berencana untuk memperluas ke bentuk baru pemberdayaan ritel, menyesuaikan gerobak untuk berbagai kasus penggunaan dalam kemitraan dengan merek populer dan pemain ritel.

Merek ritel yang bermitra dapat memanfaatkan jaringan gerobak Jago bersama yang memungkinkan mereka memiliki fleksibilitas untuk mengatur di lokasi lalu lintas tinggi sambil mengurangi biaya sewa overhead, meningkatkan margin bisnis, dan memberikan lebih banyak kenyamanan kepada pelanggan mereka.

“Lanskap perkotaan Indonesia menawarkan peluang tak terbatas untuk beragam format dan pengalaman ritel. Dengan menghadirkan kafe dan kategori ritel lainnya ke tempat di mana konsumen tinggal, bekerja, dan bermain, Jago memenuhi permintaan akan minuman segar berkualitas tinggi dan memberdayakan pengusaha mikro untuk mendapatkan kepemilikan yang lebih besar dalam karier mereka, ”kata Co-founder & CEO Jago Coffee Yoshua Tanu.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Leads Seed Funding for F&B Company “Legit Group”

The local F&B firm Legit Group announced $3 million seed funding (worth Rp43 billion) led by East Ventures with participation from AC Ventures. Legit Group will use the funds to launch two new brands focused on delivery services with marketing; and expand operations to 135 distribution points by the end of this year.

Legit Group is a multi-brand cloud kitchen conceptor and operator founded by Sumarno Ngadiman, Monica Evanti, and Asrul Abraham Hendrata in early February 2021. Sumarno was previously the founder of Eatwell Group, the owner of a restaurant group network that operates the Ta Wan, Ichiban Sushi, Warung Solo, and Eat and Eat.

Currently, Legit Group operates three brands, Pastaria, Sei’Tan and Juju Chikin which has 45 distribution points. They designed the business by utilizing delivery solutions generating big opportunity during this pandemic.

According to data compiled by Statista, Indonesia is the largest food delivery service market in Southeast Asia with a value of $3.7 billion and accounts for 31% of total deliveries in the region. This value is recorded to grow continuously by 32.5% every year.

In the midst of a pandemic situation, the majority of the global community experienced changes in their consumption behavior of F&B products. Consumer behavior that tends to reduce their intensity to eat and drink out (dine-in) has created great opportunities for F&B businesses that focus on delivery services.

Legit Group’s Co-Founder & CEO, Sumarno Ngadiman said, “The DNA of an F&B business that prioritizes delivery is very different from that of an offline or traditional restaurant business, which is why many traditional restaurants find it difficult to compete in the delivery service market.

“The key to the success of a F&B business that focuses on delivery services is being able to create high quality food that has consistent timeliness and remains optimal during delivery and at an affordable price, therefore, customers can make it a part of their daily habits.”

He believes that the trend of adopting food delivery services will continue until the pandemic is over. Legit Group’s sales have grown 9.5 times since its estabishment, and saw a 61% increase in revenue from June to July.

Legit Group has built strategic partnerships with Ismaya Group, Yummy Corp, and GK Hebat to accelerate expansion and drive business growth strategies. This position allows companies to use its existing infrastructure to rapidly expand operations without large upfront investments.

“This has allowed us to rapidly expand our coverage thereby lowering shipping costs for customers who order our products. We have been in the F&B business for more than 20 years and will use our experience to create the products that customers want while adhering to food handling standards. the best safety,” Sumarno added.

East Ventures’ Managing Partner, Roderick Purwana said, since the beginning of the pandemic the F&B sector has been significantly impacted due to restrictions on mobility and eating-in activities. They can no longer rely on traditional dine-in sales, they have to include online food delivery services, which is a necessary step to stay afloat.

“Despite being recently launched earlier this year, Legit Group has proven its ability to create unique and attractive F&B brands with impressive growth. Thanks to a very solid team with industry-leading experience for this achievement is,” he said.

East Ventures’ operating partner, David Fernando Audy added that Ismaya’s role in the F&B industry is unquestionable. Now the concept is being replicated through Legit Group by leveraging their kitchen and network infrastructure with various online initiatives and technology to deliver quality food with great taste and affordable prices.

“At the level of speed and economies of scale it will make Legit Group a great player in the on-demand food delivery business.”

Indonesia’s cloud kitchen industry

According to the e-Conomy SEA 2020 report, the transportation and food delivery industry will be worth $16 billion (GMV) by 2025, from $5 billion in 2020. The main engine of the digital economy in this country is still dominated by trade via e-commerce platforms which is projected to worth $83 billion.

The food delivery service ecosystem is also driven by the development of the cloud kitchen industry. In Indonesia, citing the Rise of Virtual Kitchen 2021 report published by Savills Research & Consultancy, the cloud kitchen model currently operating is targeting different consumers from restaurants in malls.

It is estimated that there are 70 cloud kitchen outlets operated by seven players in Jakarta. Ismaya Group, through one of its affiliates, Yummy Kitchen.

No Operator  Year of est. Location Minimum contract Kitchen size Price from Partner brands
1 GrabKitchen 2018 45 outlet 1 tahun 10-20 m2 Bagi hasil Geprek Bensu, Reddog, The Good Habit Express
2 Dapur Bersama GoFood 2019 27 outlet 1 tahun 14-25 m2 Bagi hasil FamilyMart, Banzai, I am Geprek Bensu
3 Everplate 2019 9 outlet 1 tahun 6-17 m2 Biaya tetap, 6 juta/bln 2080 Burger, The Moo, Bakso Gembul
4 Yummy Kitchen 2019 40 outlet 6 bulan 5-10 m2 Bagi hasil, 7 juta/bln Dailybox, KyoChon, Se’i Sapi Lamalera
5 Kita Kitchen 2020 3 outlet 6 bulan 6-17 m2 Biaya tetap, 5 juta/bln Burgreens, Thai Alley, Yoshinoya, SaladStop
6 Telepot 2020 1 outlet 6 bulan 7-19 m2 Bagi hasil, 6 juta/bln Yuks Bowl, Kaka Bakes, CWIMS
7 Hangry 2020 40 outlet N/A N/A N/A Own brand
8 Popitsnack N/A 1 outlet N/A N/A N/A Segara Market, Tehna
9 Tabula 2020 53 outlet N/A N/A N/A Mujigae, Palava, Fondre
10 Eden Kitchen 2020 1 outlet N/A N/A Biaya tetap, 5 juta/bln Oppa Corn Dog, Unicorn Burger
11 Foodstory 2021 2 outlet N/A N/A N/A Ayam Sunda Empire, Nasi Goreng TikTok, Chick Pok!
12 Lookalkitchen 2021 50 outlet N/A N/A N/A Dapoer Bang Jali by Denny Cagur
13 DishServe 2021 100 outlet N/A N/A Komisi Phago, Daipan
14 Eatsii 2021 N/A N/A N/A N/A Nasi Goreng Endoy, Simply Fry
15 Boga Kitchen 2020 16 outlet N/A N/A N/A Own brand


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendanaan Awal Legit Group

East Ventures Pimpin Pendanaan Tahap Awal Perusahaan F&B “Legit Group”

Perusahaan F&B lokal Legit Group mengumumkan pendanaan tahap awal sebesar $3 juta (senilai Rp43 miliar) yang dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari AC Ventures. Legit Group akan menggunakan dana tersebut untuk meluncurkan dua brand baru yang berfokus pada layanan pengiriman dengan pemasaran; serta memperluas operasional ke 135 titik distribusi hingga akhir tahun ini.

Legit Group adalah konseptor dan operator cloud kitchen multi-brand yang didirikan oleh Sumarno Ngadiman, Monica Evanti, dan Asrul Abraham Hendrata pada awal Februari 2021. Sumarno sebelumnya adalah founder Eatwell Group, pemilik jaringan grup restoran yang mengoperasikan brand Ta Wan, Ichiban Sushi, Warung Solo, dan Eat and Eat.

Saat ini, Legit Group mengoperasikan tiga brand, yakni Pastaria, Sei’Tan dan Juju Chikin yang telah tersebar di 45 titik distribusi. Mereka mendesain bisnisnya dengan memanfaatkan solusi pesan-antar yang tengah mendapatkan kesempatan besar sepanjang pandemi ini.

Menurut data yang dihimpun Statista, Indonesia adalah pasar layanan pesan-antar makanan terbesar di Asia Tenggara dengan nilai $3,7 miliar dan menyumbang 31% dari total pengiriman di kawasan ini. Nilai ini tercatat terus bertumbuh sebesar 32,5% setiap tahun.

Di tengah situasi pandemi, mayoritas masyarakat global mengalami perubahan perilaku konsumsi produk F&B. Perilaku konsumen yang cenderung mengurangi intensitas mereka untuk makan dan minum di luar (dine-in) telah menciptakan peluang besar bagi bisnis F&B yang berfokus pada layanan pesan-antar.

Co-Founder & CEO Legit Group Sumarno Ngadiman mengatakan, DNA dari bisnis F&B yang mengutamakan pengiriman sangat berbeda dari bisnis restoran offline atau tradisional, itulah sebabnya banyak restoran tradisional kesulitan untuk bersaing di pasar layanan pesan-antar.

“Kunci sukses dari bisnis F&B yang berfokus pada layanan pesan-antar adalah mampu menciptakan makanan berkualitas tinggi yang memiliki ketepatan waktu konsisten serta tetap optimal selama pengiriman dan memiliki harga terjangkau sehingga pelanggan dapat menjadikannya sebagai bagian dari kebiasaan sehari-hari mereka.”

Pihaknya percaya tren adopsi layanan pesan-antar makanan akan tetap ada hingga pandemi usai. Penjualan Legit Group telah tumbuh 9,5 kali sejak awal berdiri, dan mengalami peningkatan pendapatan hingga 61% dari Juni hingga Juli saja.

Legit Group telah membangun kerja sama strategis dengan Ismaya Group, Yummy Corp, dan GK Hebat untuk mempercepat ekspansi dan mendorong strategi pertumbuhan bisnis. Posisi tersebut membuat perusahaan dapat menggunakan infrastruktur yang dimiliki untuk memperluas operasional dengan cepat tanpa investasi besar di awal.

“Hal ini memungkinkan kami untuk memperluas cakupan kami dengan cepat sehingga menurunkan biaya pengiriman untuk pelanggan yang memesan produk kami. Kami telah berkecimpung dalam bisnis F&B selama lebih dari 20 tahun dan akan menggunakan pengalaman kami untuk menciptakan produk yang diinginkan pelanggan dengan tetap menerapkan standar penanganan food safety terbaik,” imbuh Sumarno.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana mengatakan, sejak awal pandemi sektor F&B sangat terpukul karena pembatasan mobilitas dan kegiatan makan di tempat. Mereka tidak bisa lagi mengandalkan penjualan makan di tempat tradisional seperti sebelumnya, sekarang harus menyertakan layanan pengiriman makanan online, yang merupakan langkah yang diperlukan untuk tetap bertahan.

“Meski baru diluncurkan awal tahun ini, Legit Group telah membuktikan kemampuannya dalam menciptakan brand F&B yang unik dan menarik dengan pertumbuhan yang mengesankan. Pencapaian tersebut berkat tim yang sangat solid dengan pengalaman industri terkemuka,” kata dia.

Operating Partner East Ventures David Fernando Audy menambahkan, kiprah Ismaya di industri F&B sudah tidak diragukan lagi. Sekarang konsep tersebut direplikasi melalui Legit Group dengan memanfaatkan dapur dan infrastruktur jaringan mereka dengan berbagai inisiatif online dan teknologi untuk menghadirkan makanan berkualitas dengan rasa yang enak dan harga terjangkau.

“Pada tingkat kecepatan dan skala ekonomis akan menjadikan Legit Group sebagai pemain yang hebat di industri pesan-antar makanan online (on-demand food delivery business).”

Industri cloud kitchen di Indonesia

Menurut laporan e-Conomy SEA 2020, industri transportasi dan pengiriman makanan bakal bernilai $16 miliar (secara GMV) pada 2025 mendatang, dari $5 miliar di 2020. Mesin utama ekonomi digital di negara ini masih didominasi oleh perdagangan lewat platform e-commerce yang diproyeksikan akan bernilai $83 miliar.

Dalam ekosistem layanan pesan-antar makanan, turut didorong oleh perkembangan industri cloud kitchen. Di Indonesia, mengutip dari laporan Rise of Virtual Kitchen 2021 yang diterbitkan Savills Research & Consultancy, model cloud kitchen yang beroperasi saat ini menyasar target konsumen yang berbeda dari restoran di mal.

Diestimasi ada 70 outlet cloud kitchen yang dioperasikan tujuh pemain di Jakarta. Ismaya Group, melalui salah satunya afiliasinya, Yummy Kitchen.

No Nama Operator Tahun berdiri Lokasi Minimum kontrak Ukuran dapur Harga sewa (mulai dari) Mitra brand
1 GrabKitchen 2018 45 outlet 1 tahun 10-20 m2 Bagi hasil Geprek Bensu, Reddog, The Good Habit Express
2 Dapur Bersama GoFood 2019 27 outlet 1 tahun 14-25 m2 Bagi hasil FamilyMart, Banzai, I am Geprek Bensu
3 Everplate 2019 9 outlet 1 tahun 6-17 m2 Biaya tetap, 6 juta/bln 2080 Burger, The Moo, Bakso Gembul
4 Yummy Kitchen 2019 40 outlet 6 bulan 5-10 m2 Bagi hasil, 7 juta/bln Dailybox, KyoChon, Se’i Sapi Lamalera
5 Kita Kitchen 2020 3 outlet 6 bulan 6-17 m2 Biaya tetap, 5 juta/bln Burgreens, Thai Alley, Yoshinoya, SaladStop
6 Telepot 2020 1 outlet 6 bulan 7-19 m2 Bagi hasil, 6 juta/bln Yuks Bowl, Kaka Bakes, CWIMS
7 Hangry 2020 40 outlet N/A N/A N/A Own brand
8 Popitsnack N/A 1 outlet N/A N/A N/A Segara Market, Tehna
9 Tabula 2020 53 outlet N/A N/A N/A Mujigae, Palava, Fondre
10 Eden Kitchen 2020 1 outlet N/A N/A Biaya tetap, 5 juta/bln Oppa Corn Dog, Unicorn Burger
11 Foodstory 2021 2 outlet N/A N/A N/A Ayam Sunda Empire, Nasi Goreng TikTok, Chick Pok!
12 Lookalkitchen 2021 50 outlet N/A N/A N/A Dapoer Bang Jali by Denny Cagur
13 DishServe 2021 100 outlet N/A N/A Komisi Phago, Daipan
14 Eatsii 2021 N/A N/A N/A N/A Nasi Goreng Endoy, Simply Fry
15 Boga Kitchen 2020 16 outlet N/A N/A N/A Own brand

Hypefast Reportedly Secures Additional Funding, Entering the Centaur List

Hypefast online retail group startup reportedly secures an additional $5.5 million funding (over 78 billion Rupiah). According to DailySocial.id sources, this round was participated by Monk’s Hill Ventures, Jungle Ventures, Strive, Amand Ventures, and several others. Those investors previously participated in a $14 million series A round in July 2021.

Through this funding, Hypefast is going strong into the ranks of the next centaur (aspiring unicorn) startup in Indonesia. Centaur is a term for startups that have reached a valuation of over $100 million and under $1 billion. One of these valuations is measured based on the total funding obtained from investors.

Hypefast is yet to officially confirm the two rounds of fresh funding. Until this news was published, the company’s representatives have not responded.

As a retail company, Hypefast’s focus is slightly different. They invest and acquire startups that focus on “digital & e-commerce native brands” with potential to be developed into global brands.

Aside from capital support, Hypefast helps brand owners gain marketing, production and operational support, to use data to help business analysis. Thus, the brand can grow significantly in a short time.

The brand categories Hypefast have acquired come from fashion, beauty, health, and lifestyle – which are produced, marketed, and sold directly to consumers through various online channels, such as each brand’s website, social media, marketplace platform, and Buiboo offline store.

To date, Hypefast has managed more than 20 brands in its network with a total team of more than 150 people in Southeast Asia. Some of these brands are BohoPanna, Letter in Pine, Monomom, Soleram, Sabine and Heem, Nona, Wearstatuquo, Motiviga, Nyonya Nursing Wear, Sideline Label, Nona Rara Batik, and Bonnels.

Hypefast previously targeted to bring local brands to the global market in a more effective and scalable way by the end of 2022. “Currently our focus is on preparing infrastructure and access, therefore, it can be a long-term solution,” said Hypefast’ Founder and CEO, Achmad Alkatiri in an official statement.

New economy startup momentum

According to CBInsights, D2C startup funding performance has decreased globally in 2020. One of the reasons is the pandemic. However, in Indonesia, it is gaining momentum, due to the presence of a massive generation of young entrepreneurs.

Marketing creativity through digital channels, such as social media, allows brand developers to get attention and profit from the local market. The strategies vary, some collaborate to present limited products with well-known influencers, create viral marketing strategies, and others.

Another important factor is the high interest of consumers to shop on online platforms. According to e-Conomy 2020, Indonesia’s e-commerce GMV reached $32 billion, the largest in the region.

In addition, according to a survey conducted by Facebook, there is a tendency for consumers in Indonesia to buy new brand products, which is the highest percentage compared to neighboring countries in Southeast Asia. This makes market competition more dynamic, compared to a customer base that is loyal to only certain products.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian