Tag Archives: niche e-commerce

E-Commerce 'Niche' GoFruit.id Jamin Kesegaran Buah dengan Same Day Delivery / GoFruit.id

Layanan E-Commerce “Niche” GoFruit.id Jamin Kesegaran Buah dengan “Same Day Delivery”

Tingginya kesadaran untuk gaya hidup sehat kini mulai dilakoni sebagian orang, terutama di kalangan menengah hingga atas. Pasar niche tersebut akhirnya jadi potensi bisnis untuk diseriusi GoFruit.id sejak enam bulan belakangan.

GoFruit.id hadir mengembangkan bisnis di pasar buah segar, baik impor maupun lokal. Total SKU yang dimiliki sekitar 150 jenis buah, 42 jenis buah kering, dan 14 jenis makanan kering seperti granola, susu almond, dan yogurt.

Dalam menjalankan bisnisnya, GoFruit.id didukung sebuah layanan importir buah terkemuka (yang tidak bisa diungkapkan namanya). Ketika datang, buah langsung disimpan dalam gudang (yang kini berlokasi di Tangerang) dengan perlakuan khusus sesuai karakteristiknya.

Sebut saja buah dari berbagai negara, seperti Anggur Red Globe, Apel Envy USA, Apel Fuji Blush China, Apel Golden Jepang, Delima India, Lengkek Bangkok, dan masih banyak lagi tersedia di GoFruid.id. Meski didominasi buah impor, GoFruit.id juga mengedepankan petani lokal namun tetap terkurasi demi menjaga kepuasan pembeli, salah satunya menjalin kemitraan dengan Sunpride.

“Lewat GoFruit.id kami ingin permudah orang untuk mulai hidup sehat dengan makan buah. Buah impor segar didatangkan langsung dari penyuplai importir kami. Tak hanya itu, kami juga bekerja sama dengan petani lokal meski terkurasi karena kualitas buah ingin kami jaga demi kepuasan pembeli,” ucap CMO GoFruit.id Yanuar Kurniawan Putra kepada DailySocial.

Dia melanjutkan, ada lima kurir yang dikhususkan GoFruit.id untuk mengirim pesanan ke pembeli. Untuk sementara jangkauan pengirimannya terbatas, hanya di Kota Tangerang dan DKI Jakarta karena ada risiko buah rusak apabila lokasi pengiriman terlalu jauh.

Pembeli dapat membeli buah per pak, karton, atau parcel yang dapat dikostumisasi sesuai keinginan. Yanuar menjamin pengiriman akan dilakukan dalam hari yang sama, waktu maksimal pemesanan adalah jam 3 sore.

“Bila order jam 3 sore, pasti akan kami kirim saat itu juga sebab kesegaran buah itu yang terpenting. Ada promosi khusus bila jumlah pengiriman di atas Rp150 ribu.”

Untuk menjangkau para pembelinya, GoFruit.id menyediakan tiga jenis kanal distribusi yang bisa dipilih, baik menghubungi langsung via WhatsApp, layanan marketplace, dan situs GoFruit.id itu sendiri. Beberapa online marketplace yang dijajaki GoFruit.id adalah Shopee, Tokopedia, Bukalapak, dan Elevenia.

Menariknya, sambung Yanuar, pembelinya saat ini mayoritas datang dari kanal WhatsApp. Kanal WhatsApp mendominasi dengan kontribusi sekitar 45% dari total transaksi harian, disusul kanal marketplace (35%), dan sisanya melalui situs GoFruit.id.

Tantangan bisnis dan rencana ke depan

Yanuar menuturkan bisnis buah segar ternyata tidak semudah yang dikira. Masing-masing buah memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga perlakuannya tidak bisa disamaratakan. Saat memotong buahnya pun ada cara khusus, demikian juga saat buah dikirim yang ternyata ada yang tidak bisa di taruh berdempetan satu sama lainnya.

Ketika buah sampai di tangan konsumen pun, ada buah yang tidak bisa langsung dicuci lalu dimasukkan ke dalam kulkas. Malah ada juga yang tidak boleh masuk ke dalam kulkas sama sekali.

Edukasi seperti ini yang terus digalakkan GoFruit.id kepada seluruh pembelinya. Pihaknya mencantumkan informasi dalam setiap produk seperti bagaimana tingkat kerenyahannya, rasa, dan aroma. Apa manfaat mengonsumsi buah tersebut, petunjuk penyimpanannya, hingga darimana buah tersebut berasal.

“Informasi seperti ini yang perlu kita sampaikan kepara pengguna. Agar mereka bisa lebih maksimal menikmati buah dari kami. Ada buah yang harus cepat dimakan, ada yang tahan di dalam kulkas, dan sebagainya, sebab buah itu benda hidup yang mudah busuk bila penanganannya salah.”

Tak hanya dari segi pengemasan, perusahaan juga menghadapi masalah logistik. Saat ini pihaknya sedang dalam meriset kota apa yang sesuai dengan target pasar GoFruit.id. Nantinya perusahaan akan menganut konsep hub untuk mempersingkat durasi pengiriman.

Saat ini GoFruit.id telah dinikmati sekitar 2 ribu pembeli. Adapun pengguna terdaftarnya mencapai 200 orang. Pada tahap awal, setiap harinya GoFruit.id melayani sekitar 20-25 pemesanan.

Ke depannya GoFruit.id akan memperbarui tampilan situs agar lebih responsif menerima pesanan. Perusahaan juga berencana meluncurkan aplikasi untuk mendorong transisi konsumen dari kanal WhatsApp ke kanal situs.

Tak sampai disitu, Yanuar menuturkan pihaknya sedang dalam proses integrasi dengan Go-Jek sehingga pengiriman beberapa produk buah yang tidak membutuhkan banyak perlakuan khusus menggunakan layanan ride hailing tersebut.

GoFruit.id juga berencana meningkatkan coverage di marketplace dan membantu para pedagang buah eceran untuk meningkatkan kualitas barang yang dijajakannya.

“Akan perbanyak juga jumlah mitra marketplace agar kami bisa dijangkau tak hanya oleh segmen ekonomi A dan B saja, tapi juga ke bawahnya,” pungkas Yanuar.

​​Layanan E-Commerce Produk Kesehatan “Gogobli” Jajaki Investor Baru, Incar Pendanaan Hingga $100 Juta

Gogobli, layanan e-comme​​rce khusus bergerak di produk kecantikan dan kesehatan, mengungkapkan sedang menjajaki investor baru untuk putaran dana seri berikutnya. Diungkapkan perusahaan mengincar tambahan dana segar antara US$50 juta sampai US$100 juta (650 miliar hingga 1,3 triliun Rupiah) untuk kebutuhan ekspansi bisnis.

“Masih proses penjajakan, yang terpenting mereka itu in line dengan misi kita dan bisa bantu leverage bisnis Gogobli,” terang CEO Gogobli Joyce Lim, Senin (29/1).

Pihaknya tidak menargetkan secara khusus kapan proses pencarian investor baru ini akan selesai. Yang pasti, dana segar ini akan jadi senjata Gogobli untuk ekspansi ke daerah baru seiring upaya penetrasi bisnis, termasuk pengembangan teknologi, tim, dan membangun gudang.

Pendanaan segar ini, akan jadi jembatan penghubung perusahaan yang berambisi menyabet status unicorn pada satu hingga dua tahun mendatang dari sekarang. Secara bisnis, Gogobli mengalami pertumbuhan yang cukup fantastis sejak pertama kali diresmikan pada 2016 lalu. Saat ini cakupan bisnis Gogobli baru merambah ke Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Gogobli melihat masih ada potensi pertumbuhan yang lebih besar ketika ekspansi ke daerah lainnya di seluruh Indonesia. Di samping itu, pihaknya bakal mengumumkan konsep bisnis baru yang diklaim unik dan bisa mengantarkan perusahaan ke status unicorn. Rencananya konsep ini akan diumumkan pada kuartal III/2018 mendatang.

“Dalam tahun ini akan ada beberapa target, pendanaan baru, dan pengumuman konsep baru untuk ekspansi bisnis yang bisa bikin kita jadi unicorn dalam 1-2 tahun dari sekarang. Jadi bukan dengan investasi [US$50 juta sampai US$100 juta] bisa bikin kita jadi unicorn, tapi lewat strategi bisnis yang didukung dengan investasi baru pada seri berikutnya. Kami optimis [bisa jadi unicorn],” terang COO Gogobli Joe Hansen.

Terakhir Gogobli mendapat investasi Pra Seri A dari perusahaan yang berbasis di Malaysia, OSK Ventures International Bhd dengan nilai investasi yang tidak disebutkan pada April 2017. Dana segar tersebut dipakai untuk bangun jaringan bisnis perusahaan, terutama lini bisnis B2B dan B2C. Diklaim dari pendanaan ini nilai valuasi Gogobli mencapai US$30 juta (sekitar 400 miliar Rupiah).

Pencapaian bisnis

Gogobli memiliki tiga lini bisnis yaitu prinsipal, B2B dan B2C. Untuk prinsipal, kini Gogobli sudah bermitra dengan lebih dari 500 prinsipal dan 20 ribu SKU dari berbagai merek untuk kesehatan dan kecantikan. Prinsipal kini dapat menggunakan platform Gogobli untuk memasarkan produknya.

Lini bisnis berikutnya, yakni B2B, tercatat telah bermitra dengan lebih dari 15 ribu toko tersebar di Jawa Barat dan Jawa Tengah, pertumbuhannya secara persentase mencapai 5.977%. Pertumbuhan revenue dari lini bisnis ini diklaim mencapai 2.530% dan repeat sales secara rata-rata 93,35%. Sayangnya, Gogobli tidak sebutkan secara nominal dari seluruh pencapaiannya tersebut.

Dalam lini B2B, Gogobli menjadi pihak penyambung antara prinsipal (produsen) dengan outlet sebagai konsumennya. Outlet yang dimaksud dalam hal ini adalah toko obat, apotik, kosmetik, dan jamu yang membeli produk lewat platform Gogobli untuk dijual kembali secara offline. Setiap produk dari prinsipal akan dikirimkan ke gudang Gogobli untuk kemudian diteruskan ke para pembeli.

Khusus untuk lini B2B, Gogobli sudah meluncurkan aplikasi Gogobli Outlet Apps khusus untuk pembelian produk secara langsung dari smartphone. Tidak bisa sembarang outlet mengunduh aplikasi tersebut. Ada proses verifikasi terlebih dahulu oleh Gogobli secara online ataupun offline.

“Aplikasi untuk konsumen B2B kami desain sangat simpel dan memiliki kapasitas yang kecil hanya 5 MB. Kami juga menyediakan opsi pembayaran yang variatif, mulai dari transfer bank, hingga pembayaran lewat Alfamart. Ke depannya kami mau hadirkan program cicilan untuk para outlet,” terang Joe.

Sedangkan lini bisnis B2C diklaim situs Gogobli sudah dikunjungi oleh ratusan ribu kali dan melayani ratusan pengiriman paket setiap harinya. Hanya saja, Joe enggan membeberkan angka detilnya.

Tak hanya menyediakan aplikasi untuk konsumen B2B saja, ke depannya Gogobli juga akan segera meluncurkan aplikasi untuk B2C. Konsumen kedua lini ini perkembangannya diharapkan harus linier sehingga tidak bisa condong ke salah satu saja.

“Secara kuantitas, jumlah konsumen B2C lebih banyak dari B2B. Namun secara volume berasal dari sebaliknya. Kami tidak bisa pilih salah satu karena kalau misal hanya fokus ke B2C saja, berat di biaya pemasaran yang lebih besar. Ini harus berjalan beriringan.”

Gogobli akan memperkuat kemitraan dengan BPOM dalam menyajikan produk yang lulus uji dan didatangkan langung dari distributor resminya. Untuk produk jamu dan herbal pun harus sudah mengantongi izin dari Departemen Kesehatan. Seluruh jaminan ini diharapkan dapat menjamin keamanan konsumen saat mengonsumsinya.

Tahunnya Layanan E-Commerce “Niche”

Dalam artikel Mencari “Pemenang” Layanan E-Commerce di Indonesia, ada catatan menarik tentang makin maraknya layanan e-commerce lokal yang menawarkan produk ‘niche’ di tanah air. Dengan potensi yang ada, diprediksi layanan e-commerce yang fokus di produk tertentu bakal semakin booming setelah general marketplace kini dikuasai pemain besar berkantung tebal.

Di Indonesia sendiri layanan e-commerce dengan produk ‘niche’ sudah cukup lama hadir. Layanan fashion commerce seperti Berrybenka, Zalora, Hijup dan Sale Stock sudah membuktikan kesuksesan mereka menjadi layanan fashion commerce yang termasuk dalam kategori ‘niche’ di tanah air.

Layanan e-commerce lain yang selanjutnya mulai menawarkan produk niche di antaranya yaitu Asmaraku, Fabelio, Kukuruyuk, Cipika, Ku ka, Limakilo, Qlapa, adalah beberapa layanan e-commerce yang berada dalam kategori sektor B2C dan kebanyakan didominasi pemain lokal.

Di tahun 2016 ini bisa dibilang adalah tahunnya layanan e-commerce niche di Indonesia. Sepanjang tahun banyak layanan e-commerce yang muncul secara khusus menghadirkan produk unik, beda dan menarik untuk masyarakat Indonesia. Sebut saja KinerjaMall, Kufed, Gogobli, Heritage.id, Loko, Oto.com, Gordi, Konsula.

Alasan startup tersebut didirikan cukup beragam, mulai dari ingin memberikan pilihan baru hingga kesulitan untuk menemukan produk khusus yang diinginkan di Indonesia.

Strategi pemasaran, akuisisi pelanggan, dan monetisasi

Selain ingin menghadirkan produk yang khusus, salah satu alasan utama kenapa akhirnya layanan e-commerce baru menghadirkan produk yang ‘niche’ adalah kesulitan untuk bersaing dengan layanan e-commerce besar yang sebelumnya telah lama hadir di Indonesia. Banyaknya kategori dan pilihan produk yang serupa di layanan e-commerce besar menjadi fokus utama layanan e-commerce ‘niche’ melancarkan produknya kepada masyarakat.

“Kita secara khusus memilih produk terbaik dan unik yang dibutuhkan oleh pembeli, jika produk tidak ada di situs kami, proses request khusus juga bisa kami hadirkan,” kata CEO Kufed Andrew Buntoro.

Memanfaatkan celah baru yang kemudian banyak dikembangkan oleh layanan e-commerce ‘niche’ dalam hal ini adalah memberikan penawaran lebih kepada pembeli yang secara khusus tertarik untuk membeli produk yang sulit didapatkan di tanah air dengan memberikan layanan pelanggan yang istimewa.

Di sisi lain kurasi produk yang ketat dan pilihan juga menjadi salah satu modal utama dari layanan e-commerce ‘niche’ untuk bersaing dengan layanan e-commerce yang lebih ‘mainstream‘ seperti yang dilakukan oleh KinerjaMall dan Heritage.id.

“Untuk memastikan tidak ada penjual yang menyediakan produk yang sama kami lakukan proses penyaringan secara ketat. Kita ingin pembeli dengan nyaman menemukan produk yang berbeda dari berbagai penjual bukan hanya satu saja,” kata CEO PT Kinerja Pay Indonesia Deny Rahardjo.

Kendala terbesar tentunya adalah meyakinkan pelaku UKM yang tinggal di luar pulau Jawa untuk berjualan secara online melalui beragam layanan e-commerce yang ada. Masih minimnya awareness di kalangan tersebut merupakan tantangan terbesar yang dihadapi layanan e-commerce ‘niche’ lokal.

“Kami banyak melihat pengrajin yang tinggal diluar pulau Jawa menghasilkan produk buatan Indonesia yang bagus dan berkualitas, namun dikalangan mereka masih enggan untuk menciptakan lebih banyak produk dan cukup ‘happy‘ menjadi penjual ‘average‘ saja tanpa motivasi untuk membuat produk yang lebih,” kata CMO Heritage.id Muhammad Taufiq.

Dengan berbagai kendala dan tantangan yang ada, masing-masing layanan e-commerce ‘niche’ tersebut mengklaim memiliki cukup banyak pengguna aktif dan angkanya pun terus meningkat. Produk yang ‘niche’ pun jika dikemas dengan menarik akan mendatangkan pembeli lokal hingga asing. Hal tersebut memungkinkan untuk melakukan monetisasi secara perlahan tapi pasti.

Kompetitor baru bagi layanan e-commerce populer

Dalam kesempatan khusus, COO Bukalapak Willix Halim sempat memberikan komentarnya terkait dengan makin maraknya layanan e-commerce yang ‘niche’ dan bagaimana kehadiran mereka bakal mengguncang layanan e-commerce yang sudah memiliki nama besar di tanah air.

“Dengan pertumbuhan teknologi dan dunia startup yang begitu pesat, pasti marketplace dan e-commerce ‘niche’ akan muncul baik itu offline maupun online. Menurut saya, dengan munculnya marketplace ‘niche’ yang meramaikan Indonesia adalah hal yang positif,” kata Willix.

Willix juga menambahkan saat ini ‘niche market’ telah berhasil menjadi perusahaan ‘billion dollar‘ di Amerika. Contohnya seperti yang terjadi pada Airbnb yang niche dengan penyewaan rumah dan apartemen.

Strategi yang paling ideal menghadapi kehadiran kompetitor baru ini, menurut Willix, sepenuhnya mengandalkan inovasi dan menjadi sebuah layanan yang “berbeda”.

Product-driven teams didukung dengan data-driven culture dan branding kita yang lebih mainstream yang tentunya sesuai dengan brand DNA kami. Selain itu, kami juga akan terus fokus kepada para UKM, baik itu pengguna maupun pembeli di Bukalapak. Karena growth atau pertumbuhan itu dapat dilihat dari berbagai segi, tidak hanya angka untuk mencapai dan menjadi yang pertama,” kata Willix.

Strategi lain yang telah dilakukan oleh layanan e-commerce besar seperti elevenia adalah dengan memperbanyak produk-produk unik berasal dari berbagai komunitas di Indonesia untuk memanfaatkan platform elevenia untuk berbagi dan berjualan. Saat ini elevenia sendiri telah memiliki kanal khusus yang dibuat untuk pembeli yang tertarik dengan produk seperti hobi, gadget, hingga olah raga yang terbilang ‘niche’ dan unik.

“Pada dasarnya kami terbuka menerima semua produk yang unik dari berbagai komunitas hingga layanan e-commerce baru yang ingin menjual di elevenia. Dengan demikian bakal lebih banyak pilihan untuk pembeli setia kami di elevenia,” kata Branding & Business Intelligent elevenia Bayu Setiaji Tjahjono.

Dengan cara tersebut, elevenia mengklaim bisa memperkaya jumlah produk yang ada, sekaligus menjalin hubungan baik dengan komunitas yang kebanyakan menjadi sumber terbaik untuk produk khusus dan tergolong ‘niche’.

Prospek layanan e-commerce niche di tahun 2017

Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (iDEA) Aulia E Marinto mengatakan maraknya layanan niche e-commerce menunjukkan sisi positif bahwa inovasi bakal terus terjadi. Konsumen bakal semakin mudah mendapatkan barang-barang yang mereka inginkan. Sedangkan dari sisi tantangannya, menurutnya, tidak bakal jauh dengan bisnis e-commerce lainnya, misalnya soal digital marketing. Hanya saja, target pasar mereka lebih spesifik, tidak seperti target bisnis e-commerce pada umumnya.

Keberadaan niche e-commerce yang kian ramai, otomatis menjadi pesaing bagi e-commerce yang horizontal. Pasalnya, konsumen bukan lagi membeli barang karena melihat brand dari situs, melainkan ketersediaan barang yang mereka butuhkan.

“Inovasi model bisnis e-commerce yang vertikal bakal terus berkembang ke depannya. Malah dari bisnis sudah terbilang vertikal tersebut, bisa kembali di-vertikal-kan. Contohnya, dari yang sebelumnya hanya jual baju saja, bisa di-vertikal-kan menjadi hanya jual baju untuk pesta saja. Peluangnya masih besar, bahkan yang horizontal pun sekarang masih memulai,” terang Aulia kepada DailySocial.

Aulia, yang juga CEO Blanja, menambahkan kehadiran pemain niche e-commerce di satu sisi memang jadi kompetitor. Namun, pihaknya meyakini ke depannya bakal ada kolaborasi yang tercipta antara keduanya. Horizontal e-commerce memiliki sejumlah keuntungan dari segi traffic yang lebih tinggi. Hal ini bisa menjadi daya tarik untuk vertical e-commerce mencoba peluang berjualan di horizontal e-commerce.

One day bisa saja teman-teman di vertical e-commerce gabung ke Blanja karena ingin memanfaatkan traffic yang tinggi. Sebab, menurut saya, umumnya pemain vertical e-commerce itu biasanya bukan dari model marketplace, tapi dari ritel online. Di Blanja, kami tidak jual barang, tapi menyediakan ekosistem bagi orang yang ingin menjual barangnya.”


Marsya Nabila berkontribusi untuk pembuatan artikel ini