Tag Archives: NoLimit

User’s Feedback on Using Popular E-money Amidst the Tight Business Competition

The payment-app (e-money) competition in Indonesia is entering a new chapter. The more players penetrate the market, the more interesting goes the war of strategy.

Nolimit, a company worked on online media analytics has recently released a report on social media perspective related to some payment apps. They highlighted the social media issue about each company in July 2019.

LinkAja is actively posting on Instagram, Facebook and Twitter with 120, 179 and 189 posts each during July 2019. Dana is quite active on Youtube with 4 videos. These include posting for promos, inspiration, education or any other interaction.

On Instagram, LinkAja with 584,300 followers has reached 118,220 engagement with 0.17 ratio per post. This is far behind Doku with only 11,035 followers but getting 49,929 total engagement with 4,16% ratio.

In terms of followers in July 2019, Dana is leading the table with 12.01% growth on Instagram, 13.23% on Facebook and 30.09% on Youtube. On Twitter, Go-Pay made the most of followers with 18.52% percent.

Negative feedback comes from technical issues

In terms of feedback, LinkAja (26,354 feedback with +85,03%) and Doku (1,068 feedback with +85.55%), followed by Dana (49,570 feedback with +76.67%), GoPay (54,172 feedback with +45.41%) and Ovo (137,556 feedback with +3,26%).

Positive feedbacks mostly comes from promotions, such as 30% cashback from Ovo, GoPay PayDay and discount for BTS Bring The Soul ticket on Book My Show from Doku. The additional feature has an impact on social media. It’s easier to buy game vouchers using LinkAja, transfer via Dana or making Google Play transaction through GoPay.

Previously, iPrice Group and App Annie mentioned in their report; Gojek, including GoPay, Ovo, Dana and LinkAja placed as the e-wallet with the highest user rate. Observing the activity and feedback on Nolimit’s report, it shows LinkAja’s effort to accelerate user growth using social media interaction. Posts related to promotion, education and other interactions are quite high on various platform.

A small distinction with Ovo as many were talking about. They gain more negative feedback due to customer complaints on decreasing balance and login issue. Other players as GoPay, Dana, LinkAja and Doku also face the same complaints on social media about technical issues, such as top-up and transaction failure. However, positive feedback covers it all.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Sentimen Pengguna E-money Indonesia

Mengamati Sentimen Pengguna E-money Populer di Tengah Kencangnya Persaingan Bisnis

Persaingan aplikasi pembayaran (e-money) di Indonesia memasuki babak baru. Semakin banyak pemain yang penetrasi di pasar, semakin menarik untuk mengamati perang strategi yang dilakukan.

Nolimit, perusahaan bergerak di bidang analisis media online belum lama ini mengeluarkan laporan mengenai sentimen media sosial terkait beberapa aplikasi pembayaran. Laporan ini menyoroti bagaimana sentimen media sosial masing-masing perusahaan di bulan Juli 2019.

LinkAja cukup aktif di Instagram, Facebook, dan Twitter dengan masing-masing 120, 179, dan 189  postingan selama bulan Juli 2019. Sementara Dana cukup aktif di Youtube dengan 4 video yang dikeluarkan. Postingan ini yang dimaksud termasuk postingan promo, inspirasi, edukasi, atau interaksi lainnya.

Di Instagram, LinkAja yang memiliki 584.300 followers berhasil mendapatkan total 118.220 engagement, dengan rasio engagement per post 0,17. Rasio ini masih jauh ketinggalan jika dibanding dengan Doku dengan followers 11.035 mereka mendapatkan engagement total sebesar 49.929, dengan rasio 4,16%.

Untuk pertumbuhan pengikut di bulan Juli 2019, Dana menjadi juaranya dengan pertumbuhan 12,01% Instagram, 13,23% Facebook, dan 30,09% Youtube. Sedangkan pertumbuhan pengikut paling banyak di Twitter didapatkan Go-Pay dengan persentase 18,52%.

Sentimen negatif banyak muncul dari kendala teknis

Dari segi sentimen, LinkAja (26.354 talk dengan sentimen +85.03%) dan Doku (1.068 talk dengan sentimen +85.55%) menempati peringkat pertama dan kedua, disusul Dana (49.570 talk dengan sentimen +76.67%) dan GoPay (54.172 talk dengan sentimen +45.41%), baru kemudian Ovo (137.556 talk dengan sentimen -3.26%).

Sentimen positif paling banyak datang dari penawaran promo. Seperti cashback 30% yang ditawarkan Ovo, promo GoPay PayDay, dan potongan untuk pembelian tiket BTS Bring The Soul di Book My Show yang dikeluarkan Doku. Penambahan fitur juga memiliki peran untuk sentimen di media sosial. Kemudahan pembelian voucher game menggunakan LinkAja, fitur transfer di aplikasi Dana, integrasi pembayaran Google Play dengan GoPay.

Sebelumnya, dari laporan yang dikeluarkan iPrice Group dan App Annie; Gojek, termasuk GoPay di dalamnya, Ovo, Dana dan LinkAja ditempatkan sebagai aplikasi e-wallet dengan pengguna tertinggi. Jika menilik keaktifan dan sentimen dari laporan Nolimit, terlihat upaya LinkAja menggenjot pertumbuhan pengguna memanfaatkan interaksi yang ada di media sosial. Postingan terkait informasi promo, edukasi, dan interaksi lainnya cukup tinggi di berbagai platform.

Sedikit berbeda, Ovo menjadi yang paling banyak diperbincangkan dibandingkan yang lainnya. Hanya saja mereka mendapatkan sentimen negatif, karena Juli silam banyak terjadi keluhan pelanggan karena terpotongnya saldo secara otomatis dan kesulitan login. Keluhan juga diterima pemain lainnya seperti GoPay, Dana, LinkAja, dan Doku, kaitannya dengan kendala teknis seperti kesulitan top up dan transaksi yang gagal. Hanya saja prosentase positif dibanding negatif masih lebih tinggi.

Anggota tim NoLimit / NoLimit

Perjalanan Delapan Tahun Startup SaaS Bandung NoLimit

NoLimit adalah pengembang SaaS berplatform big data untuk monitor dan analisis media sosial. Startup tersebut mulai didirikan pada tahun 2010. Salah satu produk lamanya yang pernah diliput DailySocial adalah IndSight (Social Media Insight). Seiring waktu, NoLimit kini telah bertransformasi dan mematangkan ragam produk baru, masih seputar pengelolaan media sosial.

Untuk mengetahui lebih lanjut seputar pembaruan NoLimit, kami menghubungi CEO Aqsath Rasyid. Saat ini startup asal Bandung tersebut memiliki tiga pilar produk utama, yakni: (1) NoLimit Dashboard, (2) NoLimit Care, dan (3) Online Loyalty. Sistem dasbor membantu pengguna memantau dan menganalisis informasi yang disajikan dari media sosial. Termasuk memahami konsumen internet (warganet) dan kampanye online yang dilakukan kompetitor.

NoLimit Care menyajikan aplikasi yang membantu bisnis memiliki kanal terpadu untuk mengadakan layanan pelanggan melalui media sosial, termasuk via Facebook, Twitter, Instagram dan aplikasi chatting. Sementara itu Online Loyality adalah platform yang membantu meningkatkan keterlibatan warganet terhadap kampanye online yang dilakukan oleh brand. Saat ini kliennya sudah hadir dari berbagai vertikal industri, mulai dari perusahaan telekomunikasi, logistik, finansial hingga pemerintahan.

Kendati demikian Aqsath mengaku bahwa NoLimit tidak melakukan pivot, justru memperdalam cakupan layanan yang ada sebelumnya.

“Sebenarnya bukan pivot, justru kami melebar jika dibandingkan tahun 2012. Kami awalnya hanya mengembangkan Social Media Monitoring. Namun karena kebutuhan klien terkait media sosial beragam, akhirnya kami mengembangkan tools lain. Pada tahun 2016 kami mengelompokkan dan membuat ulang tools yang ada sehingga akhirnya dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian besar. Masing-masing bagian punya segmennya sendiri-sendiri,” jelas Aqsath.

Sejak tahun 2013 hingga saat ini, NoLimit dikelola dengan dua orang co-founder, yakni Aqsath dan Harimurti Prasetio yang menjabat CTO. NoLimit juga mengaku tidak melakukan fundraising. Operasional murni ditopang dari profit penjualan layanan dan produk.

Gambaran aplikasi NoLimit Care
Gambaran aplikasi NoLimit Care

Kiat bersaing dan bertahan ala NoLimit

Layanan serupa sudah banyak dan mudah ditemukan di internet, termasuk dari pengembang global. NoLimit cukup percaya diri untuk bersaing, khususnya dengan kompetitor dari luar. Aqsath menilai layanannya memiliki nilai lebih karena media sosial di Indonesia memiliki dinamika yang tinggi, sehingga dibutuhkan pemahaman lebih soal kultur tersebut.

“Seperti contohnya, banyak bahasa yang baru digunakan di media sosial seperti ‘cemungudh’ atau fenomena seperti ‘om telolet om’, sehingga ketika harus ditandingkan dengan tools luar membuat kita memiliki akurasi yang lebih tinggi,” terang Aqsath.

Sudut pandang yang tak kalah menarik tentang kebertahanan. Perkembangan teknologi yang sangat kencang biasa membuat penyedia layanan digital tumbang, tidak kuat mengikuti pembaruan yang dibutuhkan pangsa pasar. NoLimit punya kiat khusus untuk tetap melaju di tengah gejolak digital. Diterangkan Aqsath, startupnya begitu meyakini bahwa kunci utama pengembangan produk ialah mendengarkan dan merasakan langsung kebutuhan di pangsa pasar.

“Terkadang apa yang dikatakan market belum tentu yang dibutuhkan, tapi dengan sense, kita dapat merasakan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh mereka.”

Aqsath menyontohkan bagaimana pengguna dan konsumen media sosial di Indonesia berevolusi dan membuat produk seperti yang dibuat NoLimit mendapatkan kesempatan berbaur dengan bisnis.

“Di awal kami berdiri, media sosial belum semasif sekarang penggunaannya, sehingga market pun belum tau apa yang bisa dilakukan dengan media sosial. Tapi kami melihat bahwa media sosial merupakan media komunikasi dan alat yang bagus untuk membangun komunikasi antara perusahaan/pemerintah dengan konsumen/rakyatnya tanpa adanya batasan jarak dan waktu, sehingga kami terus berpikir dan merenung mengenai potensi apa yang bisa diberikan oleh media sosial terhadap market dan apa yang kira-kira mereka butuhkan.”

Faktor lain yang juga ditekankan bersifat pribadi, yakni kemauan untuk belajar dan berkembang. Aqsath menceritakan sejak awal berdiri hingga sekarang, banyak perubahan di lingkungan sekitar NoLimit, seperti media sosial mengalami banyak perubahan dan perkembangan, pasar pun mulai berkembang pengetahuannya dan cara menggunakan media sosialnya. Sehingga solusi yang diberikan di awal berdiri hingga sekarang pun harus mengalami perubahan.

“Di NoLimit, kami tidak henti-henti untuk terus mendengar kebutuhan market dan tidak berpuas diri, sehingga terus melakukan perubahan dari engine kami. Ketika kita terus belajar dan berkembang, maka kita akan terus relevan terhadap market dan akhirnya dapat terus bertahan dan berkembang,” lanjut Aqsath.

Layaknya startup lain, NoLimit pun tidak luput dari hambatan. Umumnya hambatan itu justru dimulai dari faktor internal, pun demikian yang terjadi di NoLimit.

“Memang yang paling berat ketika kita bermasalah di unsur internal. Di awal berdiri (2010), masalah internal terus menghambat kami untuk berkembang. Untungnya ketika 2013, masalah internal itu sudah selesai dan kami lebih siap untuk mengembangkan perusahaan di tahun-tahun berikutnya.”

Tiga fase yang dilalui dalam bisnis

Dalam bisnis NoLimit meyakini adanya 3 fase yaitu survive, grow, dan sustain. Tiga faktor tersebut terbentuk dari unsur internal dan eksternal dalam lingkungan bisnis.

“Fase survive, alhamdulillah sudah kami lalui. Fase grow sedang kami lalui, sehingga sekarang kami mulai menginisiasi untuk masuk ke fase sustain. Di internal kami memantapkan struktur organisasi, penjenjangan, dan sistem internal sehingga pada akhirnya NoLimit tidak lagi bergantung kepada perseorangan, tetapi memiliki sistem yang dapat dijalankan oleh siapa pun orangnya.”

“Di eksternal, kami mulai menginisiasi untuk memasarkan produk ke pasar yang lebih umum, karena selama ini klien kami sebagian besar adalah B2B. Ketika kami menyasar ke pasar yang lebih umum, mungkin nilai per customer-nya kecil tetapi volumenya besar, sehingga secara sustainability lebih terjaga.”

Selain akan terus melakukan eksplorasi dan pengembangan produk, NoLimit juga sudah ada rencana untuk mulai menjangkau pasar yang lebih luas. Pihaknya telah merencanakan ekspansi di waktu mendatang.

“Selain itu, kami juga mulai merencanakan untuk memasarkan produk NoLimit ke pasar internasional, mungkin dalam 1-2 tahun ke depan,” tutup Aqsath.

Suara Bandung, Portal Monitoring Performa Akun Media Sosial Pemerintah Kota Bandung

Dua pengembang aplikasi lokal asal Bandung, NoLimit dan RGB, baru-baru ini merilis sebuah portal yang berfungsi untuk melakukan monitoring terhadap akun-akun media sosial pemerintahan kota Bandung. Diberi nama Suara Bandung, portal tersebut memonitor tak kurang dari 23 “akun dinas” milik berbagai elemen pemerintahan kota Bandung.

Sedikit kilas balik, salah satu terobosan unik yang dilakukan oleh walikota Bandung yang baru saja terpilih pada akhir 2013 lalu adalah mewajibkan berbagai elemen pemerintahan kota Bandung untuk memiliki akun media sosial, utamanya media sosial Twitter. Harapannya, dengan menghadirkan berbagain instansi pemerintahan tersebut ke ranah media sosial, publik akan lebih mudah untuk menyampaikan berbagai aspirasi dan keluhan. Nah, pertanyaan yang lantas muncul tentu adalah seberapa efektif inisiatif media sosial Pemkot Bandung ini?

Dengan portal Suara Bandung, NoLimit dan RGB berusaha untuk membantu menjawab pertanyaan tersebut. Di portal ini, tiap-tiap akun dinas tadi dinilai performanya berdasarkan parameter “response rate“. Parameter ini diukur dari jumlah tanggapan akun dinas berbanding dengan keluhan yang masuk ke akun dinas tersebut. Akun-akun dinas ini kemudian diberi peringkat berdasarkan response rate tadi.

Tidak berhenti di sana, Suara Bandung juga mengukur sentimen yang diperoleh oleh tiap-tiap akun dinas tersebut. Dengan engine analisis sentimen yang dimiliki oleh NoLimit, semua mention yang diterima oleh masing-masing akun dinas dianalisis dan akhirnya diberi skor berdasarkan berapa banyak sentimen positif atau negatif yang diterima.

Suara Bandung - 2

Portal Suara Bandung sendiri saat ini masih lebih fokus kepada response rate dalam memberi peringkat kepada akun-akun dinas yang dimonitor. Dalam pernyataan melalui email kepada Trenologi, CEO NoLimit, Aqsath Rasyid menyatakan bahwa hal ini memang disengaja karena Suara Bandung masih berfokus untuk meningkatkan ketanggapan para akun dinas tersebut.

Terakhir, Suara Bandung juga mengajak masyarakat Bandung untuk berpartisipasi dalam menyampaikan aspirasinya melalui Twitter dengan menggunakan tanda pagar #suarabdg.

Dalam pandangan saya, pendekatan public engagement melalui media sosial di bidang pemerintahan masih jarang dipraktekkan di Indonesia, apalagi untuk sampai ke tahap pengukuran dampak dan efektivitasnya. Terlepas dari persepsi bahwa media sosial seperti Twitter masih sangat besar biasnya kepada tren masyarakat urban saja, upaya-upaya untuk membuka kanal bagi pemerintahan untuk melakukan sikap transparan dan akuntabel seperti ini menurut saya sangat patut untuk diapresiasi.

Masyarakat Bisa Pantau Performa Pemerintahan Kota Bandung Dengan SuaraBdg

NoLimit dan Rolling Glory sebagai dua startup asal Bandung baru saja meluncurkan platform SuaraBdg. SuaraBdg adalah sebuah aplikasi web yang dikembangkan untuk memungkinkan masyarakat memantau serta menampilkan performa dari pemerintahan kota Bandung. Platform ini dikembangkan untuk menjembatani aspirasi warga, khususnya warga kota Bandung, dan pemerintahannya. Continue reading Masyarakat Bisa Pantau Performa Pemerintahan Kota Bandung Dengan SuaraBdg