Tag Archives: Northstar

Northstar telah menyuntik investasi sebesar $4 miliar dengan co-investor di kawasan Asia Tenggara

Northstar Group Tutup Dana Kelolaan “NSV I” Sebesar 2,1 Triliun Rupiah

Northstar Group menutup penggalangan akhir Northstar Ventures I, L.P (NSV I) sebesar $140 juta (sekitar Rp2,1 triliun), dana kelolaan tahap awal yang difokuskan pada startup yang berbasis atau memiliki operasional signifikan di Indonesia dan Asia Tenggara.

Sebelumnya, Northstar Group telah menutup putaran pertama dana NSV I sebesar $90 juta (sekitar Rp1,4 triliun) pada Januari 2023. Investasi NSV I telah mengalir ke 10 startup di Asia Tenggara, termasuk Maka Motors, produsen EV asal Indonesia.

“Dengan kapitalisasi ekosistem Northstar pada portofolio, mitra strategis, dan founder di regional, NSV I punya posisi kuat untuk memberikan channel dengan pertumbuhan, ekspertis di bidang keuangan, serta wawasan industri bagi calon portofolio. Kami ingin akselerasi pertumbuhan portofolio tahap awal dengan jaringan lebih luas dan kemampuan investasi multi tahap,” tutur Carlson Lau, Managing Director Northstar Ventures, dalam keterangan resminya.

Fokus pendanaan NSV I adalah sektor consumer, fintech, dan solusi enterprise yang diproyeksi dapat menghasilkan pertumbuhan jangka panjang di Asia Tenggara. Situasi pasar saat ini disebut memberikan peluang investasi tahap awal yang menarik, khususnya bagi pasar Indonesia.

NSV I didukung oleh berbagai grup investor global, termasuk sovereign wealth
fund, investor institusional, kantor keluarga, dan individu dengan kekayaan bersih yang tinggi.

“Asia Tenggara adalah kawasan dengan pengguna internet terbesar ketiga di dunia. Meningkatnya tingkat kesejahteraan, populasi generasi muda melek teknologi, dan digitalisasi menghadirkan peluang besar bagi startup teknologi,” tambah CIO Northstar Group Chee-Yann Wong.

Sebagai informasi, Northstar Group adalah VC dan private equity berbasis di Singapura di mana telah mengelola dana sebesar $2,6 miliar. Indonesia adalah salah satu tujuan utama investasinya di Asia Tenggara, dengan fokus pada sektor keuangan, retail, manufaktur, telekomunikasi, teknologi, hingga agrikultur.

Secara agregat, Northstar telah menyuntik investasi sebesar $4 miliar dengan co-investor di kawasan Asia Tenggara. Beberapa portofolionya di Indonesia antara lain PrimaKu (parenting), Bang Jamin (insurtech), dan Una Brands (agregator e-commerce).

Laporan terbaru Indonesia Venture Capital Report 2023 menyebutkan tren investasi tahap awal dengan ticket size tak lebih dari $10 juta masih menunjukkan pertumbuhan sehat sejak 2021. Hal terlihat dari jumlah transaksi di bawah $10 juta mendominasi total investasi startup di Indonesia pada 2023 (year-to-date).

Tingginya transaksi investasi tahap awal menunjukkan adanya faktor resiliensi startup-startup yang baru berdiri. Selain itu, posisi startup generasi awal yang telah berkembang signifikan hingga saat ini menjadi indikator terhadap optimisme investor di Indonesia.

Berdasarkan data yang dihimpun DailySocial, pendanaan startup di Indonesia di sepanjang semester I 2023 mencapai $707 juta, turun drastis 74% dari periode sama tahun sebelumnya, dengan 73 transaksi pendanaan yang diumumkan.

Co-founder & CEO eFishery Gibran Huzaifah / eFishery

eFishery Jadi Startup Unicorn ke-15 Indonesia, Dikabarkan Raih Pendanaan Seri D 1,6 Triliun Rupiah

eFishery dikabarkan mendapatkan pendanaan baru di putaran seri D dengan nilai $108 juta (lebih dari Rp1,6 triliun) yang melontarkan perusahaan ke jajaran unicorn. Pertama kali dikabarkan DealStreetAsia, investor asal Abu Dhabi yakni G42 Global Expansion Fund memimpin putaran pendanaan, diikuti Softbank Vision Fund II dan Northstar Group. Sebelumnya rumor tersebut sudah beredar sejak awal Maret 2023 ini.

Menurut data yang kami peroleh dari Venture Cap, saat ini eFisehery telah menghimpun dana pihak ketiga senilai lebih dari $220 juta dengan valuasi terakhir lebih dari $1,3 miliar — menjadikan mereka sebagai startup unicorn ke-15 di Indonesia. Ini sekaligus menjadi uncorn pertama untuk lanskap aquatech.

Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki potensi industri perikanan yang besar, yang mendorong sejumlah startup berusaha mendemokratisasi dan berinovasi di segmen ini. Selain eFishery sejumlah startup aquatech lain di Indonesia termasuk Fishlog, JALA, DELOS, dan FisTx. Mereka juga telah mendapatkan dukungan pendanaan dari pemodal untuk melancarkan penetrasi bisnisnya di industri perikanan/pertambakan di tanah air.

Startup Unicorn Indonesia 2023
Startup Unicorn Indonesia 2023

Startup yang didirikan oleh Gibran Huzaifah, Muhammad Ihsan Akhirulsyah, dan Chrisna Aditya pada 2013 ini telah bertransformasi menjadi layanan menyeluruh untuk industri perikanan. Mereka menyediakan solusi dari hulu ke hilir, mulai membantu pembudidaya ikan dan udang meningkatkan efektivitas tambak yang dimiliki, memasarkannya, hingga menghubungkan ke pelanggan akhir.

Selain memperkuat pangsa pasarnya di Indonesia, eFishery memang mulai melirik pasar luar negeri. Awal tahun 2022 lalu saat  mengumumkan pendanaan seri C senilai $90 juta, mereka mengatakan target untuk melakukan ekspansi ke 10 negara akuakultur teratas, seperti India dan Tiongkok. Guna mendukung pertumbuhan ini, eFishery telah memiliki lebih dari 800 karyawan untuk mendukung semua lini bisnisnya.

Sejumlah institusi keuangan juga memberikan dukungan berupa kredit untuk memberdayakan layanan pembiayaan produktif di layanan eFisheryKu. Terbaru, Bank OCBC NISP menggelontorkan dana Rp250 miliar, menyusul Bank DBS Indonesia yang juga memberikan fasilitas serupa bernilai $500 miliar.

Simak juga bincang-bincang kami dengan CEO eFishery dalam sesi DSCussion:

Application Information Will Show Up Here
Induk Atome dan Kredit Pintar, Advance Intelligence Group, mengumumkan perolehan pendanan senilai $80 juta dari Warburg Pincus dan Northstar Group

Induk Atome Raih Pendanaan 1,1 Triliun Rupiah dari Warburg Pincus dan Northstar

Induk Atome dan Kredit Pintar, Advance Intelligence Group, mengumumkan perolehan pendanan senilai $80 juta (lebih dari 1,1 triliun Rupiah). Putaran yang masuk dalam seri D ini dipimpin oleh investor terdahulu, yakni Warburg Pincus dan Northstar Group.

Penggalangan dana tersebut menyusul putaran seri D grup sebelumnya sebesar lebih dari $400 juta pada 2021. Secara total, grup ini telah mengumpulkan lebih dari $700 juta. Jajaran investornya berasal dari SoftBank Vision Fund 2, Vision Plus Capital, Gaorong Capital, EDBI, dan masih banyak lagi.

Dalam keterangan resminya, Co-Founder, Group Chairman dan CEO Advance Intelligence Group Jefferson Chen menyampaikan, sejak penggalangan terakhir di 2021, pihaknya telah mengambil pendekatan yang disiplin dan membuat kemajuan yang baik dalam memenuhi visi dalam memajukan ekosistem digital masa depan di seluruh wilayah.

“Investasi baru ini akan membantu mempercepat program kami dalam menggunakan teknologi AI untuk merampingkan transaksi konsumen dan memungkinkan akses yang lebih besar dan lebih adil ke produk dan layanan kredit dan keuangan. Kami menghargai keyakinan dan kepercayaan investor kami yang berkelanjutan kepada kami,” terang Chen.

Partner dan Managing Director Warburg Pincus Saurabh Agarwal menyampaikan tanggapannya. Dia bilang, “[..] kami berharap dapat melanjutkan kemitraan kami dengan Jefferson dan membantu perusahaan mewujudkan komitmennya kepada jutaan pelanggan di seluruh wilayah.”

Co-Founder dan Managing Partner Northstar Group Patrick Walujo menambahkan, pihaknya sangat antusias melanjutkan kemitraannya dengan Jefferson. Menurutnya, sejak 2016, ia telah menyaksikan pertumbuhan dan evolusi yang luar biasa dari ekosistem grup tersebut dan bangga memilikinya sebagai salah satu perusahaan portofolio.

“Kami senang dapat melanjutkan kemitraan kami dengan Jefferson dan timnya untuk mengembangkan Advance Intelligence Group menjadi perusahaan layanan keuangan digital bertenaga AI terkemuka di Asia,” kata Patrick.

Advance Intelligence Group yang berbasis di Singapura dan beroperasi di seluruh Asia ini memiliki tiga jenis produk, yaitu Atome Financial, platform SaaS untuk identitas digital perusahaan Advance.AI, dan omnichannel e-commerce Ginee.

Adapun, Atome Financial memiliki tiga produk di bawahnya, yakni Atome (paylater), Kredit Pintar, dan ND Finance, yang menawarkan layanan pinjaman online. Ketiganya diklaim telah memiliki lebih dari 20 juta konsumen tersebar di 10 negara Asia dengan pemakaian tersebar di kategori fesyen, kecantikan, gaya hidup, elektronik, perjalanan, dan peralatan rumah tangga.

Sementara itu, Ginee adalah platform omnichannel yang menggunakan sistem all-in-one untuk e-commerce dan dapat membantu pelaku usaha dalam mengelola toko online mereka, mulai dari atur stok, produk, pemesanan, hingga berkomunikasi dengan pelanggan dari setiap marketplace atau e-commerce yang sudah dimiliki melalui satu platform Ginee.

Menurut situsnya, Ginee telah mengumpulkan lebih dari $6,1 miliar dalam GMV dan memproses lebih dari 685 juta pesanan dari 200 ribu merchant aktif yang memiliki 269 ribu toko aktif. Para penggunanya tersebar di Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Tiongkok.

Adapun, Advance.ai baru masuk Indonesia sejak 2020, bersamaan dengan sejumlah negara lainnya, seperti Singapura, Tiongkok, India, Vietnam, dan Filipina. Salah satu produknya, e-KYC memungkinkan proses onboarding pelanggan dapat selesai dengan cepat dan aman hanya dalam waktu 60 detik.

Para penggunanya mayoritas dari institusi keuangan dan teknologi. Di Indonesia saja, beberapa di antaranya adalah Bank Jago, Bank BTPN, Tokopedia, MNC Bank, Bank Mega, Standard Chartered, Gojek, Nanovest, dan Allo Bank.

Industri paylater

Sebelumnya mengutip dari Detik, data dari Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menunjukkan angka pembiayaan dari paylater di industri multifinance mencapai Rp4,2 triliun hingga September 2022. Angka ini hampir menyentuh pencapaian pembiayana paylater di 2020 sebesar Rp4,47 triliun.

Peningkatan tersebut diperkuat oleh sejumlah perusahaan pembiayaan yang menghadirkan layanan paylater sebagai opsi pembayaran. Salah satunya adalah Atome. Diklaim sepanjang tahun lalu, Atome mencetak pertumbuhan transaksi hingga 360 kali dengan penghasilan GMV lebih banyak 420 kali dibandingkan 2020.

“Angka ini kami dapatkan dari total pembiayaan yang telah diberikan kepada pengguna Atome di mana 70% dari mereka mayoritas berasal dari Jawa dan Bali. Angka ini menjadi pendorong bagi kami untuk dapat memperluas layanan paylater agar bisa dinikmati oleh masyarakat yang lebih luas lagi,” ungkap General Manager Atome Indonesia Winardi Wijaya.

Pencapaian lainnya, diklaim Atome berhasil mencatatkan pertumbuhan sebesar 9.600% dengan lebih dari 5 juta pengunduh aplikasi di Indonesia. Sebanyak 54% dari pengguna datang dari usia muda dengan persentase perempuan sebanyak 70%. Kemudian, ditemukan bahwa lebih dari 95% pengguna mengambil opsi tenor cicilan pembayaran untuk 3 dan 6 bulan.

“Hingga saat ini, kami telah bermitra dengan setidaknya 700 merchant dan lebih dari 10.000 toko offline di Indonesia. Beberapa brand besar yang sudah bergabung dengan ekosistem Atome seperti MAP Group, H&M, Matahari Department Store, Giordano Group, Sociolla, Gold Gym, Kanmo Group dan masih banyak lagi. Ekosistem ini masih terus kami perluas sehingga ke depannya, pengguna dapat dengan mudah mengakses seluruh kebutuhan mereka dengan opsi pembayaran paylater Atome,” kata Winardi.

Mengutip dari data internal Xendit, tren pembayaran digital di Indonesia untuk menggambarkan frekuensi penggunaan layanan Xendit Group oleh merchant. Salah satu temuannya adalah paylater catatkan pertumbuhan sepuluh kali lipat sepanjang 2022.

Penggunaan fasilitas pembayaran paylater semakin diminati konsumen, terbukti dari volume pembayaran yang meningkat hingga 10 kali lipat, diikuti dengan kartu kredit (6 kali lipat), uang elektronik (5 kali lipat) dibandingkan tahun sebelumnya.

Startup insurtech lokal Bang Jamin memperoleh pendanaan segar dari Northstar dan BRI Ventures dengan nilai $2 juta-$3 juta

Startup Insurtech Bang Jamin Peroleh Investasi dari Northstar Group dan BRI Ventures

Startup insurtech lokal Bang Jamin memperoleh pendanaan segar dari Northstar dan BRI Ventures. Belum ada pengumuman resmi dari seluruh pihak, namun dalam laman LinkedIn Northstar terdapat unggahan yang mengonfirmasi atas kabar tersebut.

Kabar ini pertama kali diwartakan oleh DealStreetAsia pada hari ini (17/3). Sumber menyebutkan Bang Jamin memperoleh sekitar $2 juta-$3 juta (lebih dari Rp30 miliar-Rp46 miliar) dari kedua investor tersebut.

Bergabungnya Bang Jamin dengan kata lain menambah portofolio di BRI Ventures, sebelumnya terdapat Qoala, startup sejenisnya

Bang Jamin merupakan insurtech lokal yang berdiri pada tahun lalu, digawangi oleh Indra Baruna (CEO), Maruly Octavianus Sinaga (COO), Morgan Andre Barry (CPO), dan Serano Tannason (CTO), serta Jens Reisch (Advisor).

Nama-nama tersebut beberapa di antaranya adalah veteran di dunia asuransi. Indra Baruna misalnya, adalah eks petinggi Adira Insurance (kini bernama Zurich Asuransi Indonesia) dan Tugu Insurance. Sementara Jens Reisch sebelumnya adalah Presiden Direktur Prudential Indonesia.

Dalam situsnya, Bang Jamin bekerja sama dengan perusahaan asuransi menyediakan produk dan layanan secara all-in-one, mulai dari pembelian hingga klaim asuransi yang didukung dengan teknologi AI. Produk asuransinya mencakup beragam asuransi kendaraan, mulai dari mobil listrik, sepeda, motor besar, dan sepeda motor, hingga asuransi syariah. Mitra perusahaan asuransinya, terdapat Mega Insurance, Tugu Insurance, Asuransi Aswata, Simas Insurtech, Sompo Insurancce, dan Etiqa.

Sebagai catatan, mengutip dari riset e-Conomy 2022, disampaikan bahwa asuransi digital di Asia Tenggara merupakan salah satu sektor yang tumbuh cepat dalam layanan keuangan digital, dengan pertumbuhan sebesar 64% secara year-on-year. Secara nilai diprediksi mencapai $400 juta pada 2022 dan tumbuh hingga $1 miliar pada 2025 mendatang.

Kehadiran insurtech dinilai dapat secara positif meningkatkan penetrasi, inklusi, dan literasi digital, khususnya dalam industri asuransi di Indonesia. Data ini juga menunjukkan Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang potensial untuk industri insurtech.

Untuk mempelajari tentang lanskap insurtech lokal, unduh laporan Insurtech Ecosystem in Indonesia.

Application Information Will Show Up Here
Para Co-Founder Northstar Patrick Walujo dan Glenn Sugita / Northstar

Northstar Tutup Putaran Pertama Dana Kelolaan “NSV I” Senilai 1,4 Triliun Rupiah

Perusahaan private equity Northstar Grup pada hari ini (05/1) mengumumkan penutupan putaran pertama dana kelolaan barunya Northstar Ventures I, L.P (NSV I) dengan perolehan dana sebesar $90 juta atau sekitar 1,4 triliun Rupiah.

NSV I ini akan menjadi kendaraan Northstar untuk melakukan investasi tahap awal, utamanya di entitas yang berbasis atau memiliki operasional secara signifikan di Indonesia, serta beberapa startup di negara bagian Asia Tenggara.

Perusahaan juga mengungkapkan bahwa fokus utama untuk dana kelolaan NSV I ini adalah perusahaan yang bergerak di sektor internet konsumen, teknologi keuangan, dan solusi korporasi. Northstar percaya bahwa ketiga sektor ini akan meraup keuntungan dari pertumbuhan jangka panjang yang tengah dialami wilayah Asia Tenggara.

Co-Founder & Managing Partner Northstar Group Patrick Walujo mengungkapkan, “Penutupan penggalangan dana modal ventura pertama kami selama paruh kedua tahun 2022 yang menantang ini semakin mengokohkan posisi dan kepercayaan terhadap perusahaan. Kami berharap bisa lebih mendukung para pengusaha yang semakin menjanjikan di Asia Tenggara untuk mendorong pertumbuhan bisnis melalui modal dan keahlian kami.”

Dalam keterangan resmi, pihaknya juga mengungkapkan bahwa jumlah ini masih belum mencapai target perusahaan sebesar $150 juta atau 2,3 miliar Rupiah. Perusahaan akan mempertahankan target yang sudah ditetapkan ini dan segera merencanakan penggalangan dana selanjutnya.

Bersama dukungan signifikan dari investor lama dan baru, perusahaan menargetkan penutupan putaran pendanaan kedua NSV I pada kuartal pertama tahun 2023 senilai $120 juta atau 1.8 miliar Rupiah. Sementara penggaalangan dana ketiga (dan kemungkinan terakhir), diperkirakan akan berlangsung pada pertengahan 2023 dan ditutup dengan nilai $150 juta atau lebih.

NSV I mendapat dukungan kuat dari beragam kelompok investor global, termasuk kekayaan negara dana, investor institusional, kantor keluarga dan individu berpenghasilan tinggi. Dengan penutupan pertama NSV I, Grup Northstar sekarang mengelola modal komitmen sebesar $2,6 miliar.

Portofolio Northstar di Indonesia

Didirikan pada tahun 2003 oleh Patrick Walujo dan Glenn Sugita, Northstar dikenal sebagai investor startup tahap akhir dan/atau korporasi dengan ukuran tiket investasi mencapai $20 juta. Pada akhir tahun 2021 lalu, perusahaan juga baru mengumumkan penutupan dana “flagshipNorthstar Equity Partners V Limited dengan nilai komitmen $590 juta atau sekitar 8,3 triliun Rupiah.

Rekam jejak Northstar di dunia investasi semakin banyak setelah menjadi salah satu investor awal Gojek. Di Indonesia sendiri, perusahaan telah berinvestasi setidaknya di sepuluh perusahaan. Selain GOTO, emiten publik yang dimiliki oleh Northstar termasuk BFI Finance Indonesia (BFIN), Bundamedik (BMHS) dan Bank Artos (ARTO)–yang kini menjadi Bank Jago.

Pada bulan April lalu, Northstar memimpin pendanaan seri A perusahaan konten audio on-demand NOICE yang membukukan total $22 juta atau setara 316 miliar Rupiah diikuti oleh para investor sebelumnya, yaitu Alpha JWC, Go-Ventures, dan Kinesys.

Melalui NSV I, portofolio Northstar sudah mencakup perusahaan investasi Makmur, enabler industri F&B Wahyoo Grup, serta beberapa perusahaan teknologi berbasis di Singapura seperti GPS Maka, Bunker Teknologi Pte. Ltd., Growth Technologies SEA Pte. Ltd. (“Flex”), Jagat Teknologi dan 1BStories.

Secara total saat ini Northstar mengelola portofolio dengan nilai $2,5 miliar (lebih dari 35 triliun Rupiah). Termasuk investor pendukung Northstar adalah dana kekayaan negara, perusahaan asuransi, investor institusi, kantor keluarga, dan individu dengan high net worth.

Pendanaan Seri A NOICE

NOICE Umumkan Pendanaan Seri A 316 Miliar Rupiah Dipimpin Northstar

Hari ini (22/4), NOICE mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $22 juta atau setara 316 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Northstar dan diikuti oleh para investor sebelumnya, yaitu Alpha JWC, Go-Ventures, dan Kinesys. Capaian ini akan mendukung ambisi perusahaan menjadi platform audio terbesar di Indonesia melalui percepatan akuisisi konten serta pengembangan platform teknologi audio kreator.

Sebelumnya NOICE telah menutup putaran pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan Go-Ventures pada 2021 lalu. Belum lama ini, perusahaan juga mendapat dukungan investasi strategis dari RANS Entertainment milik Raffi Ahmad dan Nagita Slavina.

Menurut dari total perolehan yang ada, diperkirakan valuasi NOICE telah mencapai setingkat Centaur (di atas $100 juta).

Dirancang semula sebagai platform radio streaming, NOICE mulai memperlebar segmen layanannya dengan merambah pada konten audio on-demand. NOICE berdiri di bawah naungan PT Mahaka Radio Digital pada 2018 yang merupakan perusahaan patungan milik PT Mahaka Radio Integra Tbk (IDX: MARI) dan PT Quatro Kreasi Indonesia. Adapun Quatro adalah hasil konsorsium perusahaan rekaman di Indonesia, antara lain Musica, Aquarius, My Music, dan Trinity.

Dalam persaingan dengan pemain lokal dan global di industri platform audio streaming, NOICE mengedepankan strategi hyperlocal sebagai bagian dari hipotesis perusahaan yang ingin menjadi rumah konten audio di Indonesia. Sebelumnya, perusahaan juga telah mengenalkan NOICE Live, fitur social networking dalam format audio yang memungkinkan interaksi real-time antara kreator, pendengar, musisi, fans, hingga expert.

“Investasi ini akan kami gunakan untuk mengembangkan komunitas kreator, platform teknologi, dan memperluas cakupan konten audio series untuk menghadirkan cerita-cerita terbaik Indonesia dari komunitas penulis lokal dan mengadaptasinya ke dalam format audio. Kami telah menguji coba format baru ini dan melihat hasil interaksi dan retensi yang sangat menjanjikan. Ini benar-benar ruang baru yang menarik untuk dijelajahi dan memiliki banyak sekali potensi,” ujar CEO NOICE Rado Ardian.

Meluncurkan Noicemaker Studio

Prospek industri konten di Indonesia kian populer dengan semakin menjamurnya kreator yang menciptakan ragam karya melalui berbagai platform. Di tengah pandemi Covid-19, saat banyak sektor usaha turun, ekonomi kreatif melalui kreator konten justru menjadi peluang bagi generasi muda untuk terus berkarya.

Hal ini dilihat sebagai peluang oleh NOICE, perusahaan rintisan teknologi asal Indonesia yang berfokus untuk menghadirkan platform konten audio terlengkap. Dirancang semula sebagai platform radio streaming, NOICE mulai memperlebar segmen layanannya dengan merambah pada konten audio on-demand.

NOICE resmi menghadirkan “Noicemaker Studio”, sebuah ruang digital tanpa batas bagi para kreator untuk dapat mengoptimalkan karya mereka di industri konten audio tanah air. Melalui kanal ini, semua konten kreator dari seluruh daerah di Indonesia dapat menghadirkan karya mereka, khususnya podcast, ke dalam aplikasi NOICE dan menjangkau audiens secara lebih luas melalui jaringan ekosistem perusahaan.

Rado menjelaskan bahwa Noicemaker Studio memungkinkan para konten kreator (Noicemaker) memasukkan konten podcast mereka ke aplikasi NOICE dengan mudah, serta memiliki akses langsung ke dasbor akun kreator NOICE untuk melihat performa karya mereka secara detail. Hal ini secara langsung akan memudahkan mereka untuk mendapatkan berbagai insight menarik yang tentunya akan mendorong kualitas karya mereka ke depan.”

Platform Noicemaker Studio dapat diakses oleh semua kreator tanpa terkecuali. Akan dilakukan screening berkala setiap minggunya untuk memonitor kualitas konten podcast. Selain itu, untuk melindungi sekaligus memastikan kualitas konten tetap terjaga, NOICE juga menghadirkan fitur report bagi pengguna untuk melaporkan jika ada konten yang dirasa vulgar atau tidak layak tayang.

Untuk mulai menggunakan platform ini, kreator dapat mengakses Noicemaker Studio melalui halaman website dan mendapatkan akses untuk menghadirkan konten mereka di NOICE dengan cara memasukkan tautan RSS podcast mereka ke halaman website tersebut. Selain para kreator baru, Noicemaker Studio juga dapat dimanfaatkan oleh para kreator terdaftar untuk melihat performa dari berbagai konten yang mereka hadirkan.

Co-founder & CBO NOICE Niken Sasmaya mengungkapkan “Noicemaker Studio merupakan langkah awal yang kami hadirkan untuk mengembangkan potensi konten kreator yang bergabung dan tumbuh di dalam ekosistem NOICE. Noicemaker Studio sendiri merupakan bagian dari Noicemaker Club Program (NCP), sebuah program terintegrasi yang dihadirkan NOICE untuk mendukung para konten kreator untuk tumbuh dan berkembang seiring dengan kesuksesan performa konten mereka.”

Program ini diharapkan bisa melampaui segala batasan bagi para kreator untuk memperkenalkan dan mempopulerkan karya mereka ke masyarakat secara luas. “Siapapun bisa jadi konten kreator dan podcaster. Dengan hampir 2 juta pendengar NOICE yang terus bertumbuh, kami yakin hal ini akan sangat membantu dalam mewujudkan komitmen NOICE untuk memajukan industri konten audio di tanah air, sejalan dengan posisi kami saat ini sebagai produsen IP (intellectual property) konten audio terbesar di Indonesia ,” ungkap Niken.

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Seri C Sayurbox

Sayurbox Umumkan Pendanaan Seri C Senilai 1,7 Triliun Rupiah

Sayurbox mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri C senilai $120 juta atau setara 1,7 triliun Rupiah. Putaran investasi ini dipimpin oleh Northstar dan Alpha JWC Ventures, dengan partisipasi dari International Finance Corporation (IFC). Investor sebelumnya turut terlibat, di antaranya Astra, Syngenta Group Ventures, Global Brain, dan beberapa investor lainnya.

Pendanaan seri C ini didapat kurang dari setahun setelah pendanaan Seri B senilai $15 juta yang dipimpin oleh Astra. Perolehan tersebut makin mengokohkan perusahaan di jajaran centaur lokal dengan estimasi valuasi sekitar $200 juta-$400 juta.

Dana segar yang didapat akan digunakan untuk mempercepat penetrasi layanan Sayurbox di kota-kota baru seperti Bandung dan beberapa kota lainnya, serta memperluas rantai pasokan end-to-end Sayurbox secara nasional.

Sayurbox mengatakan telah mengalami pertumbuhan eksponensial melalui penambahan produk, ekspansi cakupan wilayah dari Jabodetabek ke Surabaya dan Bali, serta membangun jaringan gudang mikro untuk layanan cepat (quick commerce) Sayurbox dan SayurKilat.

“Sayurbox didirikan dengan misi sosial untuk memberikan akses pasar kepada petani lokal melalui digitalisasi rantai pasok pertanian Indonesia. Sistem dan ekosistem yang kami kembangkan memungkinkan kami untuk memiliki visibilitas penuh dari seluruh rantai pasokan pertanian, memberikan pengalaman terbaik bagi pelanggan dalam hal pilihan produk, kesegaran, harga, dan pengiriman tepat waktu,” ujar Co-Founder & CEO Sayurbox Amanda Susanti.

Didirikan pada tahun 2017, Sayurbox kini menyediakan lebih dari 5.000 produk hasil pertanian, daging dan ikan, serta makanan jadi, dengan cakupan pengantaran di Jabodetabek, Surabaya, dan Bali. Sayurbox saat ini melayani sekitar 1 juta pelanggan serta bekerja sama dengan lebih dari 10.000 petani di seluruh Indonesia.

Online grocery di Indonesia

Sayurbox juga telah memulai model bisnis quick commerce / Sayurbox

Layanan online grocery menjadi salah satu model bisnis yang berkembang pesat selama pandemi. Mobilitas masyarakat yang terbatas membuat mereka mencari alternatif untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Namun demikian, untuk memenangkan pangsa pasar online grocery bukan perkara mudah. Tantangannya mulai dari penyediaan infrastruktur, sistem rantai pasok, sampai dengan persaingan yang semakin ketat – baik dengan para pendatang baru maupun raksasa ritel sebelumnya.

“Berkembang di sektor online grocery bukanlah sesuatu yang mudah, mengingat risiko besar operasional dan logistik, serta perbedaan perilaku konsumen yang beragam. Namun, Sayurbox telah menemukan kunci dan solusi mengatasi tantangan ini dan berhasil berkembang pesat serta berkelanjutan. Sayurbox kini telah menjadi perusahaan berkelas dunia, tak kalah dengan startup-startup online grocery unggul lainnya di dunia, dengan operasional yang memungkinkan mereka mengantarkan produk segar dari petani ke konsumen hanya dalam 12 jam,” ujar Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi.

Sepanjang tahun 2022 ini, industri online grocrey di Indonesia memang menjadi lebih menarik untuk diperhatikan. Januari lalu, Kedai Sayur baru umumkan dana segar 50 miliar Rupiah dan mengokohkan diri menjadi bagian Triputra Group. Dilanjutkan CT Corp dan Bukalapak yang meluncurkan AlloFresh — terafiliasi dengan bisnis ritel Transmart. Astro dan Bananas juga bukukan pendanaan untuk penetrasi lebih dalam layanan quick commerce mereka. Terakhir Traveloka kenalkan fitur serupa online grocery sebagai bagian dari lifestyle superapp.

Menurut studi yang dilakukan L.E.K. Consulting, layanan online grocery di Indonesia nilai pasarnya telah mencapai $1 miliar di tahun 2021, diproyeksikan akan bertumbuh pesat sampai $6 miliar pada 2025 mendatang.

Potensi nilai yang besar tersebut turut dilihat raksasa teknologi lokal sebagai sebuah kesempatan. Misalnya dilakukan Blibli dengan mengakuisisi induk Ranch Market untuk perkuat penetrasi produk bahan makanan segar. GoTo sebelumnya mengakuisisi 6,74% saham jaringan ritel Hypermart untuk perkuat strategi omnichannel di kebutuhan pokok. Terakhir ada Traveloka yang mulai kenalkan fitur serupa online grocery di aplikasinya.

Application Information Will Show Up Here
Startup akuakultur eFishery tutup pendanaan Seri C dipimpin Temasek, SoftBank, dan Sequoia Capital India, segera ekspansi ke Thailand di tahun ini

Cerita Delapan Tahun eFishery Pelopori Startup Akuakultur di Indonesia

Kepercayaan diri eFishery yang mampu menutup pendanaan Seri C menjadi kisah menarik karena diklaim sebagai pendanaan terbesar yang berhasil diperoleh oleh startup akuakultur di kancah dunia.

Ada tiga nama investor baru yang memimpin putaran tersebut, yakni Temasek, SoftBank, dan Sequoia Capital India. Masuknya investor global ini ke startup akuakultur merupakan hal baru, dari yang biasanya lebih dikenal berinvestasi ke bisnis yang berbasis consumer, mulai tertarik pada potensi bisnis yang diseriusi eFishery.

Perjalanan eFishery sendiri untuk mencapai titik sejauh ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dari sisi industri ini sendiri, tidak hanya di Indonesia, bahkan di skala global pun belum ada tolak ukur yang bisa dipakai eFishery untuk mencari model bisnisnya. Alhasil, dalam delapan tahun ini, perusahaan banyak melakukan trial and error untuk membuat playbook sendiri.

“Tapi karena saya dulu ikut budidaya lele, dari hasil ngobrol dengan para petani ikan, masalah utama dari budidaya ikan itu adalah pakannya yang makan biaya paling besar sampai 70% dari total biaya produksi,” ucap Co-Founder dan CEO eFishery Gibran Huzaifah dalam media gathering.

Dalam kesempatan tersebut turut hadir Komisaris eFishery Aldi Haryopratomo dan Managing Director Northstar Group Sidharta Oetama.

Produk utama eFishery adalah eFishery Smart Autofeeder yang merupakan mesin pemberi pakan ikan otomatis cerdas yang diatur menggunakan smartphone. Alat ini memberi pakan secara otomatis, mencatat data pakan, dan terhubung ke internet. Data-data tersebut dikumpulkan kemudian diutilisasi oleh perusahaan dalam menyediakan solusi berikutnya, yakni eFarm dan eFisheryKu.

eFarm merupakan platform yang menyediakan informasi lengkap dan mudah dipahami mengenai operasional tambah udang. Sementara, eFisheryKu adalah platform terintegrasi yang memungkinan pembudidaya ikan dapat membeli berbagai keperluan budidaya, seperti pakan ikan, dengan harga yang kompetitif.

Smart Autofeeder ini tersedia dalam bentuk berlangganan. Harganya dimulai dari Rp5 ribu per hari sampai Rp150 ribu satu bulan, sementara untuk budidaya ikan dipatok maksimal Rp350 ribu sebulan. “Ini semua sudah termasuk biaya jasa dan pemasangan, farmers bisa stop berlangganan kapan saja.”

Dari keseluruhan produk di atas, salah satu poin menarik yang ditekankan Aldi adalah mengenai mekanisasi. Mengubah cara kerja pembudidaya ikan dari yang awalnya serba manual menggunakan alat modern, untuk menciptakan efisiensi yang berdampak ke banyak hal.

“Dari mekanisasi ini banyak data yang dapat diutilisiasi dan menjadi fondasi untuk produk-produk berikutnya eFishery. Karena sebelumnya yang kasih makan ikan tidak ada ukuran, jadi ada standarnya,” kata Aldi.

Sidharta menambahkan, selain mekanisasi, dari sisi humanisme, mekanisasi ini memberikan rasa kebebasan kepada para pembudidaya ikan untuk melakukan hal lain di luar pekerjaan utamanya.

Pengalaman tersebut sebelumnya dihadirkan oleh pemain sharing economy, seperti Gojek yang memberi kebebasan kepada para mitranya untuk melakukan pekerjaan lainnya.

“Dengan mekanisasi, sekarang pembudidaya bisa mengukur produktivitasnya mereka sendiri dan fleksibel untuk melakukan hal lain. Dari yang saya lihat saat berkunjung ke salah satu lokasi mitra, mereka bergabung ke eFishery karena alasannya capek harus beri makan ikan setiap hari, pakai tangan, belum lagi kalau kolamnya lebih dari satu, kalau suruh orang lain belum tentu ikannya diberi makan. Tapi sekarang pakai aplikasi sangat mudah,” kata Sidharta.

Hanya saja, tantangannya untuk memperkenalkan solusi eFishery ke lebih banyak pembudidaya ikan dan udang itu begitu berat, terutama di tahap-tahap awal. “Namun the harder the challenge, the bigger the opportunity is,” sambungnya seraya menjelaskan mengapa Northstar tertarik berinvestasi di eFishery.

Masuk tahap inflection point

Gibran melanjutkan, produk Smart Autofeeder adalah entry point eFishery dalam menjangkau pembudidaya baru, sekaligus menjadi jembatan untuk memasukkan produk-produk eFishery lainnya. Untuk itu, semakin banyak pembudidaya yang memanfaatnya, makin besar dampak yang diciptakan, dari efisiensi produksi sampai harga jual ikan yang lebih terjangkau.

Agar mencapai target tersebut, eFishery berupaya untuk menambah talenta baru khususnya di bidang engineering sebagai backbone utama perusahaan. Proporsi talenta engineering di eFishery saat ini terbesar kedua setelah tim sales and expansion. Jumlah tim engineering akan dilipatgandakan, mengingat fokus perusahaan berikutnya adalah mempersiapkan para pembudidaya yang sudah tech savvy untuk menyelami lebih dalam produk digital.

Hal tersebut berkaitan dengan posisi perusahaan yang sudah mencapai inflection point. Menurut Gibran pada titik tersebut, perusahaan harus lebih sistematik dalam mengelola karyawannya dan konsumernya berbasis digital agar lebih efisien.

“Waktu memperkenalkan eFishery pertama kali, kami banyak rekrut tim lapangan karena perlu temu tatap muka. Kami ajari mereka kenal smartphone, pakai aplikasi sehari-hari hingga sampai akhirnya kami kenalkan aplikasi eFishery. Masuk ke inflection point, kami perlu lebih disiplin dan sistematik, makanya butuh banyak orang engineer.”

Disebutkan, saat ini eFishery, lewat teknologi di hilir eFeeder, mampu mempercepat siklus panen dan meningkatkan kapasitas produksi hingga 26%. Sementara lewat eFresh menurunkan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan pembudidaya hingga 45%. Harga pembelian pakan yang disediakan perusahaan juga diklaim lebih murah 3%-5% daripada beli di agen distributor.

Terhitung saat ini ribuan smart feeder taleh digunakan dan melayani lebih dari 30 ribu pembudidaya. Sekitar 40% dari pembudidaya ini tersebar di sekitar Pulau Jawa dan Sumatera Selatan. Kondisi ini tercermin langsung mengingat 65% populasi pembudidaya ikan dan udang di Indonesia ada di lokasi tersebut.

“Kami berhasil membuktikan model bisnis yang berhasil ter-deliver dengan baik untuk para pembudidaya ikan dan udang. Apalagi dalam dua tahun terakhir makin kuat karena bangun value chain, sehingga value-nya bisa lebih intangible. Misalnya, petani dari awalnya punya satu kolam, jadi lebih dari satu, lalu ambisinya jauh lebih besar, misalnya ingin menyekolahkan anaknya ke bangku kuliah,” kata Gibran.

Segera hadir di Thailand

Dalam kesempatan tersebut juga membahas mengenai rencana perusahaan untuk ekspansi. Gibran menyebut akan segera hadir secara komersial di Thailand, setelah melakukan pilot pada beberapa waktu lalu bersama mitra lokal. Kemudian, menyasar India dan Tiongkok dalam lima tahun ke depan. “Tahun ini, kami eksplorasi terlebih dahulu pasar tersebut.”

Kedua negara tersebut memiliki potensi yang menjanjikan, baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Dari segi tantangannya, pola budidayanya pun sama seperti Indonesia, sehingga Gibran meyakini solusi eFishery dapat direplikasi di sana. Ditambah lagi, belum ada startup yang fokus di akuakultur seperti perusahaan di skala global.

“Di sana pun belum ada [pemain seperti kami]. Adapun potensi ikan dan udang terbesar di dunia itu top 10-nya ada di APAC, kecuali Norwegia. Kami adalah pionir di segmen ini dan optimis bisa menguasainya.”

Kendati berencana melakukan ekspansi regional, ia tetap menempatkan Indonesia sebagai fokus utama perusahaan. Pasalnya, potensi pembudidaya masih begitu besar yang belum tergarap. Disebutkan ada 3,5 juta pembudidaya ikan dan udang, perusahaan menargetkan dapat menggaet 1 juta pembudidaya dalam tiga sampai lima tahun mendatang. Adapun pada tahun ini ditargetkan dapat membidik 200 ribu pembudidaya atua meningkat hingga empat kali lipat.

Northstar Group to Channel 8.3 Trillion Rupiah Funding for Southeast Asia’s Growth Stage Startups

The private equity firm founded and led by Patrick Walujo and Glenn Sugita, Northstar Group, announced its flagship fund with a value of $590 million or around 8.3 trillion Rupiah.

The Northstar Equity Partners V Limited (Northstar V) funds will be channeled to Southeast Asian growth companies focusing on the consumption, financial services, digital economy and recovery sectors from the COVID-19 pandemic.

In total, Northstar currently manages a portfolio of $2.5 billion (over 35 trillion Rupiah). Northstar’s supporting investors include sovereign wealth funds, insurance companies, institutional investors, family offices, and high net worth individuals.

During 2021, Northstar V funds have been channeled to FMCG company Greenfields Dairy, fintech startup Advance Intelligence Group, and SaaS startup for warung, Ula. Advance AI has reached the unicorn status, while Ula has reached soonicorn status with a valuation of over $100 million.

Northstar Group’s Co-Founder and Managing Partner, Patrick Walujo said, “Over the past two years, we have all seen unprecedented volatility, uncertainty and complexity. However, Southeast Asia, in particular, Indonesia continue to present long-term investment opportunities. As the market recovers from the COVID-19 pandemic, favorable demographic conditions, rising wealth and consumption, higher levels of education and continued digitalization will drive substantial growth in the region.”

“The successful fundraising of our fifth flagship fund that took place during today’s challenging times is a testmony to the strong team and our portfolio’s quality, as well as the returns we have provided investors. We look forward to building partnerships with more entrepreneurs in Southeast Asia to drive their business growth through our capital and expertise,” Northstar Group’s Co-Founder and Managing Partner, Glenn Sugita added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Northstar Group menutup dana "flagship" Northstar Equity Partners V Limited, termasuk menyasar perusahaan di sektor ekonomi digital

Northstar Group Siapkan Dana 8,3 Triliun Rupiah untuk Berinvestasi di Perusahaan Matang Asia Tenggara

Perusahaan private equity Northstar Group, yang didirikan dan dipimpin Patrick Walujo dan Glenn Sugita, mengumumkan penutupan dana flagship dengan nilai komitmen $590 juta atau sekitar 8,3 triliun Rupiah.

Dana Northstar Equity Partners V Limited (Northstar V) ini akan disalurkan ke perusahaan-perusahaan matang berorientasi tumbuh (mature growth companies) Asia Tenggara dengan fokus di sektor sektor konsumsi, layanan keuangan, ekonomi digital, dan pemulihan dari pandemi COVID-19.

Secara total saat ini Northstar mengelola portofolio dengan nilai $2,5 miliar (lebih dari 35 triliun Rupiah). Termasuk investor pendukung Northstar adalah dana kekayaan negara, perusahaan asuransi, investor institusi, kantor keluarga, dan individu dengan high net worth.

Selama tahun 2021, dana Northstar V telah disalurkan ke perusahaan FMCG Greenfields Dairy, startup fintech Advance Intelligence Group, dan startup SaaS untuk warung Ula. Advance AI telah mencapai valuasi unicorn, sementara Ula telah menyandang status soonicorn dengan valuasi lebih dari $100 juta.

Patrick Walujo, Co-Founder dan Managing Partner Northstar Group, mengatakan, “Selama dua tahun terakhir, kita semua telah melihat volatilitas, ketidakpastian, dan kompleksitas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, Asia Tenggara dan, khususnya, Indonesia terus menghadirkan peluang investasi jangka menengah hingga panjang yang menarik. Seiring dengan pulihnya pasar dari pandemi COVID-19, kondisi demografi yang menguntungkan, peningkatan kekayaan dan konsumsi, tingkat pendidikan yang lebih tinggi, serta digitalisasi yang terus berlanjut akan mendorong pertumbuhan yang besar di kawasan.”

“Kesuksesan penggalangan dana dari flagship fund kelima kami yang berlangsung selama masa penuh tantangan saat ini merupakan bukti kekuatan tim dan kualitas perusahaan portofolio kami, serta return yang telah kami berikan kepada investor. Kami berharap dapat membangun kemitraan dengan lebih banyak pengusaha di Asia Tenggara untuk mendorong pertumbuhan bisnis mereka melalui kontribusi modal dan keahlian kami,” tambah Glenn Sugita, Co-Founder dan Managing Partner Northstar Group.