Tag Archives: nurhaida

OJK merilis laman mini bernama Gerbang Elektronik Sistem Informasi Keuangan Digital (Gesit) sebagai media interaksi OJK, penyelenggara IKD, dan masyarakat

OJK Rilis “Gesit”, Permudah Pantau Pemain Fintech

Otoritas Jasa Keuangan merilis laman mini di portal OJK bernama Gerbang Elektronik Sistem Informasi Keuangan Digital (Gesit) sebagai media interaksi antara OJK, penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD), dan masyarakat. Peluncuran ini sekaligus merayakan hari jadinya OJK Infinity yang pertama.

Laman mini ini merupakan bentuk awal dari pengembangan supervisory technology (SupTech) untuk IKD. SupTech adalah pendekatan baru OJK dalam mengawasi industri jasa keuangan dengan memanfaatkan teknologi. IKD menjadi tahap pertama yang akan diawasi OJK dengan cara ini.

“SupTech ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemantauan terhadap penyelenggara terkait aspek, kepatuhan terhadap aturan yang berlaku,” kata Wakil Ketua OJK Nurhaida saat meresmikan Gesit, Selasa (3/9).

Laman Gesit berisi agenda kegiatan dan pengumuman terkait IKD dan data statistik seputar keuangan digital. Statistik ini meliputi grafik jumlah permohonan pencatatan penyelenggara IKD, klaster IKD tercatat, dan data pencatatan dan regulatory sandbox IKD.

Seluruh informasi di atas akan secara berkala diperbarui datanya, harapannya seluruh masyarakat dan industri bisa saling terinfo satu sama lain mengenai perkembangan IKD.

Di samping itu, Gesit juga mengakomodir kebutuhan pelaku IKD yang ingin tercatat di OJK dengan registrasi secara online, atau ingin reservasi untuk kebutuhan konsultasi, ruang meeting, coworking space, dan group visit.

Gesit merupakan bagian dari OJK Infinity, sebuah inisiasi regulator untuk mendekatkan diri dengan publik yang ingin cari tahu tentang fintech. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menambahkan, OJK Infinity telah menjadi forum bagi para pelaku industri fintech baik di Indonesia maupun mancanegara, melalui diskusi serta kolaborasi antara regulator dan inovator dalam rangka pengembangan IKD.

Dia mencontohkan, regulator telah bekerja sama dengan otoritas di Singapura, Monetary Authority of Singapore (MAS), dan dalam waktu dekat segera bekerja sama dengan badan pengawas pasar modal Malaysia, Securities Commission.

“OJK juga sedang melakukan pembahasan mekanisme kerja sama dengan Japan Financial Services Authority,” tambahnya.

Sejak pertama kali diperkenalkan pada Agustus 2018, OJK Infinity telah melayani 397 konsultasi dan menerima lebih dari 800 pengunjung, terdiri dari pelaku IKD, pelaku jasa keuangan, pemerintah, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya.

Berdasarkan data statistik terkini di OJK, terdapat 48 penyelenggara IKD yang telah mengantongi status tercatat di bawah POJK 13/2018. 34 penyelenggara diantaranya ditetapkan sebagai contoh model untuk diuji coba dalam regulatory sandbox dari 120 permohonan yang masuk di OJK.

48 penyelenggara IKD ini terbagi menjadi 15 klaster, dengan rincian berikut beserta nama penyelenggaranya:

1. Agregator : Alami, CekAja, Cermati, Disitu, MoneyZ, Lifepal, Waqara, Kreditpedia, GoBear, Dokter Dana, Pinjaman Pedia, Bandingin, Cashcash Pro, Pinjamania
2. Credit scoring: Acura Labs, Avatec, Trusting Social Indonesia (TSI), Tongdun
3. Claim service handling: Qoala, Biru
4. Digital DIRE: PropertiLord
5. Financial planner: Halofina, Finansialku, Funtastic, Pede, Arkara Finance, PayOK
6. Financial agent: Hijra, Vospay, Bantoe, GIVB
7. Funding agent: eFunding
8. Online distress solution: Amalan
9. Online gold depository: Indogold
10. Project financing: Kerjasama, Likuid, Propertree, Inspecro, Kandang.in
11. Social network and robo advisor: Stockbit
12. Block-chain based: Alumnia, iGrowChain, Biosphere, AfterOil
13. Verification non-CDD: Iluma
14. Tax and accounting: Jurnal
15. e-KYC: Privy.id

Deputi Komisioner OJK Institute Sukarela Batunanggar menegaskan seluruh perusahaan di atas akan diuji bersama dalam regulatory sandbox. Nanti akan keluar hasil rekomendasi apakah model bisnis mereka bisa dilanjutkan atau ada yang perlu diperbaiki.

“Daftar di atas adalah batch I, kita sudah buka batch ke-2 dan tercatat ada 28 penyelenggara yang mencatatkan diri. Yang terpilih ada 13 penyelenggara yang masuk ke regulatory sandbox. Sekarang kita sudah masuk ke batch 3,” tutup Sukarela.

OJK menunjuk Aftech sebagai Asosiasi Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) sesuai amanat POJK No.13 Tahun 2018 mengenai IKD di sektor jasa keuangan

OJK Tunjuk Aftech Sebagai “Asosiasi Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital”

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjuk Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) sebagai Asosiasi Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) sesuai dengan amanat POJK No.13 Tahun 2018 mengenai IKD di sektor jasa keuangan. Penunjukan bertujuan untuk membangun sistem pengawasan penyelenggara IKD yang efektif.

IKD di sini terkait segmen fintech yang selama ini belum diregulasi oleh OJK. Ini adalah istilah dari OJK yang menyebutnya sebagai inovasi, bukan sebagai industri. Sejauh ini baru dua industri fintech yang sudah diregulasi, yakni P2P lending dan equity crowdfunding.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida menjelaskan, IKD punya banyak manfaat positif, seperti meningkatkan inklusi dan literasi keuangan, dan memenuhi kesenjangan pembiayaan untuk UMKM.

Di sisi lain risikonya juga banyak. Untuk itu perlu diterapkan balanced regulatory framework agar hubungan dengan lembaga jasa keuangan dapat bersinergi secara optimal. Perlindungan konsumen pun tetap terjaga.

Menurutnya, penunjukan asosiasi ini akan mempermudah mekanisme koordinasi dan pengawasan IKD, serta diharapkan akan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada dan membangun sinergi antar penyelenggara IKD.

“Melalui pembentukan asosiasi, para penyelenggara IKD akan mudah membentuk ekosistem keuangan digital karena terdiri dari anggota dengan berbagai model bisnis. Mereka bisa saling berinteraksi dan mendukung dalam menciptakan sektor keuangan digital yang sehat,” terangnya, Jumat (9/8).

Mekanisme pembentukan asosiasi ini, menganut prinsip pengaturan. Artinya OJK hanya membuat garis besar pengaturan, sementara teknis dari pengaturan ini dibuat oleh para pelaku industri.

Aftech akan mengambil peranan penting untuk merumuskan standar industri dan mengembangkan operasional Asosiasi Penyelenggara IKD, termasuk pedoman perilaku model bisnis (market conduct) masing-masing anggota.

“Pengawasan fintech itu beda dengan bank dan non bank karena model bisnisnya beda, risikonya juga beda. Makanya perlu tempuh dengan market conduct, artinya kita harus membuat industri ini bisa bertanggung jawab dalam menjalankan inovasinya, tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat tapi juga melindungi kepentingan konsumen,” tambah Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital Sukarela Batunanggar.

Lebih lanjut, tugas dan wewenang Aftech sebagai Asosiasi Penyelenggara IKD diatur dalam SEOJK Penunjukan Asosiasi Penyelenggara IKD yang akan diterbitkan dan disampaikan ke publik dalam waktu dekat.

Tunggu SEOJK terbit

Ketua Aftech Niki Luhur menjelaskan, pihaknya akan membentuk market conduct dan komite etik pasca ditunjukkan sebagai Asosiasi Penyelenggara IKD, setelah mendapatkan arahan dan batasan-batasan yang jelas dari OJK (SEOJK).

“Kita akan memulai ini sesuai dengan arahan OJK. Dari sana kita bentuk komite etik yang independen berisikan para pengacara yang akan mengkaji bila ada isu-isu ke depannya,” ujar Niki.

Dia melanjutkan, “Bila standar dari OJK sudah jelas, baru sanksi dan bagaimana implementasinya akan kita rumuskan. Apakah melibatkan satgas waspada investigasi atau lainnya. Kita perlu koordinasi lebih jauh terkait ini.”

Hingga Juli 2019, OJK telah memberikan status tercatat kepada 48 penyelenggara IKD. Keseluruhannya akan diawasi secara market conduct oleh Aftech. Dari total ini, 34 penyelenggara di antaranya terpilih menjadi prototype regulatory sandbox.

OJK membagi 34 penyelenggara ini ke dalam 15 klaster berdasarkan segmen bisnisnya. Yang terbanyak di antaranya aggregator (15), credit scoring (4), financial planner (6), financial agent (4), dan project financing (5).

Setelah masuk regulatory sandbox, OJK akan memantau mereka selama setahun atau enam bulan apabila ada tambahan setelahnya. Nanti akan ada hasil akhir sebagai landasan untuk menyusun regulasi, setelah sebelumnya mempertimbangkan dampaknya secara ekonomi dan masyarakat.

Keseluruhan IKD ini sebelumnya harus sudah terdaftar sebagai anggota dari salah satu asosiasi fintech di Indonesia, bisa ke Aftech, AFSI, atau AFPI. Aftech sendiri punya 250 anggota, namun hanya 231 perusahaan yang sudah masuk dalam daftar OJK. Sementara dalam daftar OJK, sudah ada 113 penyelenggara P2P lending yang terdaftar dan tujuh sudah menerima izin usaha.

Wakil Ketua Komisioner OJK Nurhaida mendorong startup fintech agar tercatat dan masuk ke regulatory sandbox, sejalan dengan POJK No. 13/2018

OJK Dorong Startup Fintech Tercatat dan Masuk ke Regulatory Sandbox

OJK mendorong startup fintech agar tercatat usahanya dan masuk ke regulatory sandbox, sejalan dengan terbitnya POJK No 13/2018 mengenai inovasi keuangan digital di sektor keuangan. Aturan ini telah terbit pada Agustus 2018.

Wakil Ketua Komisioner OJK Nurhaida menyebut sejak POJK tersebut diterbitkan, OJK baru menerima 21 pengajuan dokumen dari startup fintech. 15 di antaranya belum memberikan dokumen persyaratan lengkap.

OJK akan menunggu 15 perusahaan tersebut untuk melengkapinya. Juga mendorong perusahaan lainnya untuk tercatat sampai 15 Desember 2018. Pasalnya tenggat waktu tersebut adalah tahap pertama dimulainya regulatory sandbox.

“Pada 15 Desember nanti akan kami seleksi untuk masuk ke regulatory sandbox untuk di-review secara mendalam. Nanti hasilnya akan menjadi acuan untuk model bisnis lainnya yang belum di atur di OJK,” katanya, Jumat (2/11).

Ke 21 perusahaan yang sudah tercatat ini, bergerak di sektor jual beli emas online, lelang, agregator, financial planner, p2p lending, crowdfunding, credit scoring, verifikasi online, klaim asuransi, dan lainnya.

“Memang ada startup p2p lending yang mendaftar di sini. Mereka mengklaim bisnisnya berbeda dengan skema p2p lending saat ini. Nanti akan dilihat kembali lebih condong ke mana. Kalau sesuai POJK 77 tentu enggak perlu ikut sandbox, langsung mendaftar saja.”

Sejauh ini, sambung Nurhaida, OJK tidak menargetkan jumlah startup yang mengajukan pencatatan ke OJK. Hanya saja, bila mengacu pada data AFTECH, anggotanya mencapai 167 perusahaan yang bergerak di berbagai sektor usaha.

Dia mengatakan perusahaan yang tidak tercatat nantinya akan dibatasi bisnisnya oleh OJK. Di antaranya mereka tidak diperkenankan berhubungan dengan bank dan sulit bergabung ke asosiasi.

“Sebenarnya ada banyak benefit yang bisa didapat dari tercatat karena kami ingin menciptakan tata kelola agar masyarakat percaya.”

Dokumen persyaratan yang perlu dipenuhi startup agar tercatat di OJK, diantaranya sudah berbentuk PT atau koperasi, tidak boleh mengelola portofolio, mengisi formulir pengajuan, salinan akta pendirian beserta data pengurus, penjelasan produk, rencana bisnis, dan surat tanda terdaftar dari asosisasi.

Regulatory sandbox

Dalam alur POJK No 13/2018, perusahaan fintech perlu mendaftar secara resmi ke OJK terkait usahanya, kemudian masuk ke regulatory sandbox. Setelah didalami lebih jauh lewat mekanisme prototyping untuk akomodir inovasi, nanti akan keluar satu dari tiga rekomendasi, yakni tidak direkomendasikan, perbaikan, dan direkomendasikan.

Apabila mendapat tanda direkomendasikan, startup bisa mengikuti proses selanjutnya untuk mendaftar secara resmi ke OJK. Bila tidak, perusaahaan bisa melakukan perbaikan bisnis dalam kurun waktu enam bulan.

Saat mendapat tanda tidak direkomendasikan, dapat diartikan OJK tidak menyarankan perusahaan untuk dilanjutkan sehingga harus ditutup karena membahayakan masyarakat.

“Sebelum masuk ke sandbox, nanti akan disisir mana yang sebaiknya mengikuti prosedur POJK 13 atau POJK 77 agar tidak tumpang tindih.”

Begitu regulatory sandbox dimulai, OJK juga akan melihat lagi apakah perusahaan yang masuk itu harus menghentikan sementara usahanya atau tetap melanjutkan seperti biasa. Semuanya akan dilihat lagi berdasarkan case by case.

“Bentuknya bisa pembatasan jumlah transaksi, tergantung sekali karena case by case. Enggak mungkin dihentikan sementara. Ada skenario yang akan disepakati secara bersama.”

Startup finctech yang wajib tercatat ini, pada intinya harus startup yang belum memiliki payung hukum. Mereka yang bergerak di sektor penyelesaian transaksi, perasuransian, penghimpunan modal, penghimpunan dan penyaluran dana. Berikutnya, pengelolaan investasi, pendukung keuangan digital lainnya, pendukung pasar, dan aktivitas jasa keuangan lainnya.

“Jadi masih ada tantangan, karena ini POJK-nya masih baru jadi belum terlalu banyak yang paham sehingga awareness untuk tercatat belum banyak. Kemungkinan angkanya akan jauh lebih banyak di luar sana,” pungkas Nurhaida.

OJK Infinity launching in Jakarta, attended by the officials from OJK, Bekraf, and Kominfo / OJK

OJK Launches “OJK Infinity”, Digital Financial Innovation Center

OJK announces the operation of digital financial innovation center “OJK Infinity”, a place where discussion with industries, regulators, government, academics, and innovation hub. The fintech center is located in OJK office at Wisma Mulia 2, Jakarta.

“Through OJK Infinity, the fintech industry is expected to be capable in bringing a financial service which is innovative, effective, efficient, and prioritize the consumer protection,” Wimboh Santoso, OJK’s Head of Commissioner, explained on Monday (8/20).

OJK Infinity has three main functions. First, providing regulatory sandbox facility as a fintech incubator to balance innovation with consumer protection. Then, as an innovation hub, for digital financial industry development (IKD) as well as a whole IKD’s ecosystem development.

Lastly, as an education center for financial service players, consumers, or academics expecting to be a part of IKD as future Indonesia’s economic players.

In running these three functions, OJK will collaborate for getting information and resources with many stakeholders, such as State Institutions and Ministries, all financial service industry players, associations, and universities to create a comprehensive digital financial ecosystem.

Publics can also visit OJK Infinity to get the latest information related to IKD and for IKD’s associates to get further detail about its regulations.

Later, OJK Infinity will expand partnership with academic institutions or private sectors which commitment goes along with the digital financial sector development. One of which is the collaboration with Telkom University through an MoU in the scope of the research and the development of IKD’s Master Program.

Applying the new regulations

In addition to the fintech center, OJK also releases the latest rules on digital financial innovation which will be the legal base to cover all innovations in the scope of the digital financial sector. POJK (OJK’s regulations) was made due to the need of a legal base for innovation in the existing financial sector, therefore, it can benefit and protect public affair.

Currently, there are 63 p2p lending companies have registered in OJK with a total distribution of IDR 7.64 trillion funding by June 2018. It has been distributed to 1.09 million borrowers.

Nurhaida, Deputy Chairman of OJK’s Board of Commissioners, added that this regulation applies market conduct-based supervision with OJK’s regulations to control the principal base matters.

Also, monitoring regulatory sandbox activity to study, analyze, understanding risk, business model management to determine risk profiles. As well as supervision and regulatory model that goes along with the certain IKD business model.

“IKD must have a reliable system to protect customer’s data. They’re also obliged to monitor system independently and run risk management that meets the precautionary principle,” she explained.

The POJK, following principal based concept, requires ethics code that is fully under Indonesia’s Fintech Association to be further detailed.

“Unlike the regulations, it can be enforced for the implementation with legal actions. However, if the ethics code being violated, there will be a moral impact. It is what we boost to the association, and monitoring the implementation among members,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Peresmian OJK Infinity di Jakarta, turut dihadiri petinggi OJK, Bekraf, dan Menkominfo / OJK

OJK Resmikan “OJK Infinity”, Pusat Inovasi Keuangan Digital

OJK meresmikan operasional pusat inovasi keuangan digital “OJK Infinity”, sebuah wadah untuk pembicaraan diskusi bersama industri, regulator, pemerintah, akademisi, dan innovation hub. Fintech center ini berlokasi di kantor OJK di Wisma Mulia 2, Jakarta.

“Melalui OJK Infinity, industri fintech diharapkan bisa menghadirkan layanan jasa keuangan yang inovatif, efektif, efisien, dan tetap mengedepankan perlindungan konsumen,” terang Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Senin (20/8).

OJK Infinity memiliki tiga fungsi utama. Pertama, memberi fasilitas regulatory sandbox selaku inkubator fintech untuk menyeimbangkan inovasi dengan perlindungan konsumen. Kemudian, sebagai innovation hub untuk pengembangan industri keuangan digital (IKD) sekaligus pengembangan ekosistem IKD secara menyeluruh.

Terakhir sebagai sentra edukasi baik bagi pelaku jasa keuangan, konsumen maupun akademisi yang akan menjadi pegiat IKD sebagai pelaku ekonomi Indonesia ke depan.

Untuk melaksanakan ketiga fungsi ini, OJK akan bekerja sama dalam hal pertukaran informasi serta sumberdaya dengan berbagai stakeholder, antara lain dengan Kementerian dan Lembaga Negara, seluruh pelaku industri jasa keuangan, asosiasi, dan perguruan tinggi agar dapat membentuk ekosistem keuangan digital yang komprehensif.

Masyarakat umum pun bisa berkunjung ke OJK Infinity untuk mendapatkan informasi terkait IKD dan bagi pelaku IKD dapat mengetahui lebih dalam terkait regulasi IKD.

Ke depannya OJK Infinity akan memperluas kerja sama dengan institusi pendidikan maupun sektor swasta yang memiliki komitmen sejalan dalam pengembangan sektor keuangan digital. Salah satunya kerja sama yang sudah diumumkan OJK bersama Telkom University melalui Nota Kesepahaman dalam lingkup penelitian dan pembentukan program Pendidikan Magister di bidang IKD.

Terapkan aturan baru

Tak hanya meresmikan fintech center, OJK juga merilis aturan teranyar soal inovasi keuangan digital yang akan menjadi payung hukum untuk menaungi seluruh inovasi yang ada di lingkup sektor keuangan digital. POJK ini dibentuk atas dasar perlunya landasan hukum untuk inovasi bidang keuangan yang saat ini sudah ada agar dapat memberikan manfaat dan melindungi kepentingan masyarakat.

Saat ini jumlah perusahaan p2p lending yang telah terdafar di OJK sebanyak 63 perusahaan dengan total penyaluran dana sebesar Rp7,64 triliun hingga Juni 2018. Telah disalurkan kepada 1,09 juta akun peminjam.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida menambahkan, peraturan ini menerapkan pengawasan berbasis market conduct dengan peraturan OJK hanya akan mengatur hal-hal yang bersifat principal base.

Kemudian mengatur kegiatan regulatory sandbox untuk mempelajari, menganalisis, memahami risiko, tata kelola model bisnis untuk mengetahui profil risiko. Serta model pengawasan dan pengaturan yang sesuai dengan model bisnis IKD tertentu.

“IKD harus punya sistem yang andal untuk melindungi data nasabahnya. Mereka juga wajib memantau sistem secara mandiri dan melakukan manajemen risiko yang memenuhi prinsip kehati-hatian,” terangnya.

POJK ini, karena menganut konsep principal based, membutuhkan kode etik yang sepenuhnya diserahkan ke Asosiasi Fintech Indonesia agar bisa didetailkan lebih lanjut.

“Bedanya dengan peraturan, itu bisa di-enforce untuk penerapannya ada tindak hukum. Sedangkan kalau kode etik dilanggar maka ada dampak moral. Kode etik ini yang kami dorong ke asosiasi, lalu pantau bagaimana penerapannya di anggotanya,” pungkasnya.

OJK Siap Longgarkan Aturan Listing Bursa Khusus Startup

Untuk mempermudah startup yang ingin melantai di bursa sekaligus menambah jumlah listing emiten, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini tengah menggodok pelonggaran aturan listing khusus untuk startup digital. Rencananya aturan tersebut akan diterbitkan pada semester II/2017.

Beberapa poin utama yang akan dilonggarkan, misalnya perubahan definisi yang awalnya penawaran umum untuk UKM menjadi penawaran umum dengan usaha skala aset kecil dan menengah. Untuk kategori usaha skala aset kecil, OJK akan membatasinya dengan ketentuan modal minimal di bawah Rp50 miliar, sementara untuk usaha skala menengah memiliki modal minimal di bawah Rp100 miliar.

Hal lainnya yang akan dipermudah OJK, mengenai penggunaan laporan keuangan untuk prospektus dalam rangka penawaran umum cukup dengan perbandingan cukup satu tahun terakhir. Berbeda dengan ketentuan di perusahaan lainnya, mereka diharuskan untuk menggunakan laporan keuangan sejak tiga tahun terakhir.

Untuk pengumuman informasi atau prospektus, startup juga diperbolehkan mengumumkannya lewat situs tanpa harus menggunakan media cetak. Proses registrasi pun nantinya juga diperbolehkan secara online.

Concern yang kami tekankan dalam pelonggaran ini adalah masalah biaya saat ingin listing, kami berusaha menurunkan biaya listing bursa seminimal mungkin agar dapat mempermudah startup melantai di bursa. Kami dukung mereka secepat mungkin bisa melantai dan bisa masuk ke market sesuai targetnya karena bagi market sangat erat kaitannya dengan timing yang tepat dan harus kondusif,” terang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida, Kamis (23/3).

Nurhaida melanjutkan, selain itu masih ada hal lainnya yang didiskusikan dalam internal OJK mengenai jumlah ketentuan penawaran ke publik yang bisa diajukan. Apakah nilainya akan naik dari ketentuan lama atau tetap sama Rp40 miliar.

Regulator pun masih berdiskusi lebih lanjut mengenai besarannya sambil menimbang-nimbang baik dan buruknya, mengingat sebagian besar tujuan melantai di bursa adalah mencari dana segar.

“Jumlah penawaran ke publik kalau dari aturan lama sebesar Rp40 miliar, bisa jadi dipertahankan atau ditingkatkan. Ada kemungkinan dinaikkan karena semakin besar dana yang didapat dari publik semakin baik untuk perusahaan. Tapi ini semua masih dalam tahap diskusi internal OJK baik dan buruknya karena harus mempertimbangkan mitigasi risiko, capital structure, dan lainnya.”

Mengenai startup yang masih merugi namun sudah listing, menurut Nurhaida, hal tersebut diperbolehkan. Hal itu sudah diperbolehkan dalam papan pengembangan. OJK dan BEI juga tengah menyiapkan infrastruktur yang bisa mendukung emiten UKM dalam bertransaksi di pasar modal dengan membentuk papan UKM.

Saat ini, papan yang tersedia di Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah papan utama untuk emiten kelas kakap dan papan pengembangan untuk emiten 2nd liner.

Untuk menjamin likuiditas saham UKM, BEI juga tengah mempersiapkan aturan penggerak perdagangan atau market maker khusus untuk startup. Direktur Utama BEI Tito Sulistio menjelaskan dengan adanya market maker investor pasar modal mendapat kepastian bahwa saham UKM yang diperdagangkan adalah aktif.

Market maker, sambung Tito, dapat secara aktif tanpa menunggu perintah nasabah untuk menjual atau membeli saham.

“Fokus BEI sekarang ini adalah membuat aturan mengenai garansi infrastruktur dan peraturan tentang likuiditas market maker. Untuk jadi market maker, brokernya harus kuat karena sifatnya mereka aktif jual dan beli sifatnya jadi seperti money changer. Aturannya sedang kami siapkan,” ucap Tito.

Nurhaida melanjutkan, saat ini terdapat lebih dari 60 ribu UMKM di Indonesia. Dia merinci, jika 1% atau 600 UMKM diedukasi dan separuh dari jumlah mereka berhasil melantai di bursa, maka dalam lima tahun akan ada 1.500 UMKM yang IPO.

“Jika sekarang ada 537 emiten sudah melantai di BEI, dalam lima tahun mendatang ada 1.500 UMKM sudah IPO, kita bisa mengalahkan Singapura dan Malaysia,” kata Nurhaida.

Peresmian IDX Incubator

Dalam kesempatan yang sama, BEI meresmikan IDX Incubator sebuah program inkubasi bisnis bagi startup digital selama enam bulan. Program inisiasi ini nantinya akan mengembangkan startup tidak hanya dari segi produk namun juga dari segala aspek bisnis.

Para startup yang bergabung akan dibina secara berkelanjutan sempai menjadi perusahaan yang dapat memonetisasi bisnis mereka dan diharapkan dapat memenuhi persyaratan untuk tercatat di BEI.

Beberapa program yang akan diberikan di antaranya pelatihan, bimbingan, akses pendanaan, serta penyelenggaraan acara yang berkaitan. Tahapan pelatihan dimulai dari Idea Validation, peserta akan memvalidasi ide atau proyek yang sedang dirintis menjadi ide atau proyek yang dapat dikembangkan menjadi suatu produk yang memiliki prospek bisnis.

Tahapan berikutnya, Product Development. Peserta mengembangkan ide atau proyek yang telah divalidasi menjadi produk yang siap diluncurkan ke masyarakat. Terakhir, tahap Business Development. Peserta akan diberikan pelatihan untuk membangun bisnis, mengembangkan bisnis, dan pengetahuan tentang go public.

Fasilitas yang disediakan IDX Incubator untuk peserta, mulai dari ruang kerja, ruang pelatihan, ruang rapat, ruang istirahat, loker, serta akses internet.

Saat ini ada 23 startup dengan total 43 orang yang tergabung dalam IDX Incubator, setelah melalui proses seleksi dari 65 startup yang mendaftar. IDX masih membuka kesempatan untuk startup lainnya yang ingin bergabung, entah mengikuti program pelatihan saja atau sekaligus memanfaatkan co-working space.

“Kami masih memiliki 60 kursi untuk diisi, sekarang ini baru terpakai 25 kursi dari 12 startup. Kami berencana untuk buka IDX Incubator lainnya di Yogyakarta, Bandung, Bali, Semarang, Medan, yang bakal bertempat di dekat kampus,” terang Tito.

Adapun biaya yang harus dibayarkan per kepala untuk menggunakan ruangan di IDX Incubator sekaligus mendapatkan ilmu sebesar Rp600 ribu per bulannya.

Bukalapak dan Bareksa Resmikan Peluncuran BukaReksa

Hari ini, (19/1) Bukalapak dan Bareksa meresmikan peluncuran BukaReksa untuk menyasar pengguna Bukalapak yang kini jumlahnya mencapai 11,2 juta orang. Produk reksa dana ini dijamin oleh Bareksa adalah produk investasi yang diatur dan diawasi oleh OJK, baik dari agen penjual reksa dana maupun perusahaan pembuat produk reksa dana.

Ketua Komisioner Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida mengatakan produk ini merupakan inovasi yang baik dan berjalan searah dengan upaya regulator untuk terus meningkatkan kedalaman pasar modal di Indonesia. Menurut dia, kunci terpenting dalam meningkatkan jumlah investor adalah membuat terobosan inovasi dan sosialisasi yang masif.

Dalam hal ini kaitannya bagaimana membuat kerja sama dengan antar perusahaan untuk kemudahan akses saat membeli reksa dana. “Hari ini menjadi penting bagi perkembangan pasar modal bisa dapat lebih berkembang. Kami berharap bakal ada kerja sama berikutnya yang bisa dilakukan agar akses masyarakat untuk membeli reksa dana kian mudah,” ujarnya, Kamis (19/1).

Menurut data OJK, sepanjang tahun lalu total dana kelolaan (asset under management/AUM) industri reksa dana sebesar Rp338,6 triliun. Bila dibandingkan dengan nilai produk domestik bruto (PDB) di 2015 sebesar 11.540,8 triliun, nilai ini hanya sekitar 2,93% saja. Sementara, dari jumlah investor reksa dana di Indonesia juga masih sedikit, per 26 Agustus 2016 jumlahnya tercatat sebesar 340.869 orang, atau hanya sekitar 0,13% dari total populasi.

BukaReksa adalah instrumen investasi reksa dana berjenis pasar uang yang sengaja dibuat oleh PT CIMB-Principal Asset Management sebagai manajer investasi. Perusahaan akan menempatkan dana investasi dengan porsi di deposito sebesar 45%-50%, kas 5%-10%, dan obligasi 40%-50%.

Untuk mengakses fitur BukaReksa, calon investor hanya diharuskan memiliki akun Bukalapak dan memiliki saldo di BukaDompet dengan minimal investasi Rp 10 ribu. Pengguna bisa mengakses fitur BukaReksa di halaman BukaDompet atau menu MyLapak. Sebelum membeli reksa dana, pengguna harus melakukan pengisian formulir lalu mendapatkan notifikasi bahwa pembukaan rekening telah disetujui.

Untuk pembelian reksa dana, prosesnya hanya memakan waktu satu hari kerja. Sementara ini, BukaReksa baru bisa diakses lewat situs desktop Bukalapak saja. Diharapkan dalam waktu dekat pengguna sudah bisa mengaksesnya lewat aplikasi Bukalapak dengan tampilan yang lebih user friendly.

“Fitur BukaReksa sudah tayang di situs Bukalapak sejak kurang lebih dua minggu lalu. Responsnya positif, sudah menjaring lebih dari 6 ribu investor dengan dana kelolaan di bawah Rp10 miliar. Ke depannya kami akan sempurnakan tampilan sehingga bisa diakses melalui mobile web dan aplikasi,” terang Co-founder dan CFO Bukalapak Fajrin Rasyid.

Bagi Bukalapak, peluncuran fitur ini menjadi salah satu diversifikasi bisnis perusahaan di luar marketplace dengan menyasar layanan jasa keuangan (fintech). Sekaligus meningkatkan utilisasi fitur BukaDompet sebagai layanan dompet elektronik yang disediakan Bukalapak untuk menyimpan dana hasil penjualan dan dana hasil pengembalian transaksi.

Sejauh ini Bukalapak sudah memiliki beberapa layanan fintech lainnya, seperti BukaModal. BukaModal memungkinkan pelapak (istilah penjual di Bukalapak) untuk mendapatkan pinjaman modal dari Bank BTPN dan Modalku. Fitur ini khusus untuk pelapak yang sudah berjualan lebih dari enam bulan.

“Diversifikasi bisnis wajar untuk dilakukan, akan tetapi saat ini bisnis marketplace tetap jadi yang kontribusi bisnis terbesar di Bukalapak.”

Segera siapkan produk baru lainnya

Dalam satu bulan mendatang, Bukalapak akan terus memantau perkembangan BukaReksa dengan melakukan banyak penyempurnaan agar makin dapat menarik pengguna baru. Selain itu, Fajrin memastikan pihaknya terbuka untuk meluncurkan produk reksa dana lainnya dalam waktu mendekat.

“Kami lihat dulu progress BukaReksa. Tidak menutup kemungkinan kami akan luncurkan produk reksa dana lainnya dalam waktu mendekat, sudah ada diskusi dengan beberapa manajer investasi.”

Bareksa sebagai pemegang lisensi APRD juga akan terus menggandeng beberapa perusahaan teknologi untuk menjadi gerai perpanjangan tangan dalam penjualan instrumen reksa dana.

Co-founder dan Chairman Bareksa Karaniya Dharmasaputra mengatakan pihaknya akan terus menambah kerja sama dengan perusahaan teknologi lainnya. Saat ini masih dalam tahap diskusi, sehingga belum bisa diungkap identitas perusahaannya.

Karaniya bilang perusahaan akan menangkap seluruh peluang kerja sama mulai dari perusahaan e-commerce, dompet elektronik, dan travel agent online (OTA). “Kami buka semua peluang agar akses membeli reksa dana jadi makin mudah,” pungkasnya.

OJK Siap Lakukan Pembinaan untuk Startup yang Akan Melakukan IPO

Rencana Bursa Efek Indonesia (BEI) memfasilitasi startup IPO atau melakukan penawaran saham perdana nampaknya mulai terbuka lebar. Namun, startup yang dinilai memiliki kualifikasi untuk melakukan Initial Public Offering (IPO) harus mendapatkan pembinaan terlebih dahulu melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebelumnya, BEI dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) juga telah mendirikan inkubator untuk mempersiapkan startup melakukan atau IPO.

“Waktu mereka dibina itu mungkin akan butuh waktu setahun [atau] dua tahun, sampai mereka siap secara permodalan dan governance. Mereka harus siap dua-duanya,” kata Anggota Dewan Komisioner selaku Kepala Eksekutif Pengawas Poser Modal OJK Nurhaida seperti dilansir dari Okezone.

Secara khusus fokus utama dari OJK adalah hanya melakukan pembinaan kepada startup secara intens. Dengan demikian, ketika waktunya tiba startup siap untuk melakukan IPO.

“UKM yang bisa IPO hampir kita fokuskan kepada startup company karena nanti itu yang akan coba dibina dari segi governance-nya dan dari segi laporan keuangannya,” kata Nurhaida.

Saat ini diperkirakan sudah ada beberapa startup yang sudah siap untuk melakukan penawaran saham perdana. Salah satunya adalah Bhinneka.

Dalam kesempatan acara perayaan ulang tahunnya, Bhinneka memberikan pernyataan berminat melakukan IPO dalam waktu dua tahun ke depan pasca perolehan pendanaan 300 miliar Rupiah dari Ideosource.

Dengan pembinaan yang dilakukan oleh OJK, setidaknya bisa memberikan peluang kepada startup di Indonesia untuk tampil dan memvalidasi bisnis model sebagai perusahaan rintisan. Dalam hal ini BEI juga bekerja sama dengan pihak terkait untuk mengawasi dan memfasilitasi keseluruhan proses tersebut.

Bantu UKM dan Startup Dapatkan Investasi, OJK Buat Regulasi Khusus di Pasar Modal

OJK mencatat, dari data yang dimiliki saat ini, masih ada sekitar 54 juta UKM yang kesulitan mendapatkan pendanaan dari bank. Regulasi yang ada mengharuskan UKM dan startup untuk memenuhi persyaratan ketat yang dikeluarkan oleh BI dan OJK jika ingin meminjam dana yang besar untuk pengembangan usaha. Hal tersebut cukup memberatkan UKM dan startup, yang pada akhirnya lebih memilih untuk mendapatkan investasi dari angel investor hingga ventura kapital asing.

Menjawab kendala tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Nurhaida menegaskan secara eksplisit, selaku regulator OJK ingin mendorong perkembangan UKM dan juga startup. Dalam 5 tahun terakhir OJK mencatat UKM dan startup merupakan kelompok industri yang turut mendukung ekonomi nasional. Banyak UKM yang berkembang namun masih belum memiliki akses pendanaan dari Bank.

“Kami usahakan bagaimana UKM mendapat jalan keluar, maka kami pertimbangkan masuk ke pasar modal. Akan tetapi tidak gampang untuk masuk bursa karena harus ada syarat modal minimum, underwriter yang merupakan biaya bagi mereka. UKM di satu sisi berpotensi berkembang tetapi terlalu kecil untuk masuk papan reguler,” ujarnya Nurhaida kepada Bareksa.

Nantinya OJK akan melakukan pengkajian UKM dan startup yang ingin mengembangkan usahanya melalui saham perdana (IPO) di lantai bursa. OJK dan pihak terkait juga akan memastikan membuat aturan khusus dan juga memisahkannya dari yang sudah ada saat ini untuk menjamin likuiditas saham bagi investor.

Melibatkan angel investor bantu UKM dan startup

Salah satu kendala yang saat ini tengah dijajaki solusinya oleh OJK adalah terkait dengan papan utama dan papan pengembangan. Papan utama untuk perusahaan yang memiliki minimal aset Rp 100 miliar, sementara itu papan pengembangan untuk para emiten yang belum dapat memenuhi persyaratan utama namun memiliki potensi untuk berkembang, dengan nilai aset minimal Rp 5 miliar.

Yang menjadi kendala saat ini untuk UKM dan startup adalah kedua bidang usaha tersebut belum tentu dapat memenuhi syarat untuk menawarkan saham di bursa dan belum layak tercatat di papan pengembangan. Hal itu juga akan menjadi pertimbangan para investor yang akan melakukan perdagangan di bursa.

Mengakali kendala tersebut OJK bersama BEI berencana untuk memasukan UKM dan startup ke papan pengembangan khusus, dengan memanfaatkan angel investor yang diharapkan dapat mendukungan perkembangan usaha UKM dan startup layak masuk ke pasar modal.

“Kalau perdagangan tidak likuid, saham mereka tidak menarik. Maka, kami harus mempersiapkan selengkap mungkin, termasuk siapa yang akan membantu perdagangan sekunder di bursa. Bila masuk di papan tetapi tidak ada perdagangan kan sayang,” kata Nurhaida.

Akan disiapkan sistem pembentuk pasar (market maker) yang akan memastikan saham lebih mudah diperdagangkan atau likuid. Rencana ini merupakan bagian program OJK tahun 2016.