Tag Archives: Nusantara Technology

Investor punya andil mengarahkan "exit" bagi portofolio startup-ya. Fokus pendiri startup biasanya adalah mengurusi bisnis dan membuatnya berkelanjutan / DepositPhotos

Perlukah Strategi “Exit” Startup Dipersiapkan Sejak Awal

Antara merger, akuisisi, dan IPO, mana strategi exit yang tepat untuk startup Anda? Apakah founder startup perlu mempersiapkan strategi exit sejak awal? Jawaban pertanyaan tersebut perlu dilihat dari berbagai sisi.

Menurut Partner Golden Gate Ventures Michael Lints, saat awal startup berdiri sangat sulit untuk membuat strategi exit. Saat itu, founder akan disibukkan untuk mencari tahu product market fit, retensi pengguna, roadmap produk, dan bagian penting bisnis lainnya, sehingga memikirkan strategi exit hampir mustahil karena masih terlalu dini.

Di sisi lain, investor ingin founder fokus bangun bisnis mereka, menambah value dengan distraksi sedikit mungkin. Pepatah mengatakan bahwa perusahaan yang kuat dapat menggalang dana (atau exit). Exit itu sendiri merupakan tonggak penting buat perusahaan — bukan berarti founder yang exit.

Kapan dan bagaimana exit yang tepat

Lints menuturkan, waktu dan strategi exit sangat penting untuk memaksimalkan keuntungan dari perusahaan dan investor. Pada kenyataannya, tidak ada yang bisa memprediksi kapan hal tersebut datang karena tidak ada yang bisa memprediksi masa depan.

“Mitos pertama adalah rencana exit startup membuahkan hasil. Terlalu banyak situasi tak terduga untuk memprediksi seperti apa jalan keluar pada lima atu tujuh tahun kemudian.”

Realita kapan harus keluar harus didukung strategi antara founder dan investor. Ibarat menata rumah, seluruh proses perlu dilakukan secara teratur. Tidak masalah apakah Anda sedang bersiap untuk exit atau putaran penggalangan dana tahap akhir, sebab Anda ingin memastikan rumah dalam keadaan rapi.

Berikut ini adalah beberapa checklist yang perlu disiapkan jika sudah berpikir untuk melakukan exit:

  1. Apakah semua laporan keuangan sudah terkini dan diaudit? Sebab acquirer ingin meninjau aspek penting ini. Jika tidak diaudit, perusahaan perlu memberikan argumen jelas mengapa demikian.
  2. Apakah semua prosedur perusahaan sudah ada dan didokumentasikan?
  3. Bagaimana proyeksi bisnis berdasarkan historis laporan keuangan?
  4. Bagaimana prospek perusahaan, produk dan peta jalan industri?
  5. Apa skenario exit untuk semua pendiri, staf dan pemegang saham? Dalam kasus keuntungan, apakah insentif selaras?

Secara terpisah, DailySocial juga meminta pandangan investor lokal terhadap hal ini. CEO Mandiri Capital Indonesia (MCI) Eddi Danusaputro menuturkan, strategi exit itu sudah harus dipersiapkan secara jeli oleh founder saat memetakan roadmap — saat memulai putaran pendanaan dari tahap awal hingga seterusnya.

Di mata investor, strategi exit itu artinya bisa menjual saham di startup pada investor lain atau melalui IPO.

“Idealnya startup sudah ada roadmap, termasuk fundraising dan exit, karena investor pasti nanya.”

Menurutnya, founder pasti sadar betul bahwa investor butuh exit setelah berinvestasi sekian lama. Mayoritas VC mengelola dana dari sekumpulan investor, alias bukan uang VC itu sendiri.

Oleh karena itu, investor juga punya andil untuk mengarahkan portofolionya tipe-tipe exit yang cocok untuk masing-masing portofolionya. “Ada yang cocoknya IPO dan ada yang cocoknya misalnya dibeli oleh unicorn, dan lain-lain.”

MCI sendiri sudah exit untuk dua portofolionya, yakni Moka (saat diakusisi penuh oleh Gojek) dan Cashlez (saat IPO pada Mei 2020).

“Semakin terjadi investasi dan divestasi, ekosistem startup dan VC akan semakin sehat.”

Pandangan founder startup

Mengungkap strategi exit suatu startup ke publik bukan menjadi suatu kewajiban seorang founder, namun melihat pandangan mereka tentang strategi exit menarik untuk disimak. DailySocial menghubungi dua founder startup dari Modalku dan Super (Nusantara Technology) untuk memberikan pandangannya terhadap isu ini. Keduanya sama-sama telah mengantongi pendanaan dari pihak eksternal.

Co-Founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya memandang strategi exit tidak memiliki urgensi yang penting. Ia beralasan karena exit adalah suatu hal yang tidak dipikirkan secara konstan karena dinamika industri startup yang bergerak cepat, sehingga tidak tepat untuk fokus ke hal-hal lain selain mengembangkan perusahaan itu sendiri.

“Bagi saya, fokus utama ketika menjalankan sebuah startup harus selalu mengembankan fundamental dan bisnis. Exit merupakan byproduct dari hal tersebut. Di Modalku sendiri, kami selalu fokus untuk terus berinovasi dan mengembangkan produk layanan kami agar bisa memberikan akses pendanaan dan menjangkau lebih banyak UMKM yang berpotensi,” papar Reynold.

Meskipun demikian, ia berpendapat opsi exit untuk setiap perusahaan pasti berbeda-beda. Tidak ada satu opsi yang cocok untuk diimplementasikan untuk seluruh jenis startup karena perlu disesuaikan dengan kondisi bisnis dan pertumbuhan perusahaan.

“Fokus utama kami bukan untuk mempersiapkan strategi exit, melainkan untuk mengembangkan perusahaan dan menjangkau lebih banyak UMKM di Indonesia untuk mewujudkan dunia keuangan Indonesia yang lebih inklusif.”

Pendapat yang sama juga dikemukakan CEO Super Steven Wongsoredjo. Super adalah aplikasi social commerce yang dijalankan Nusantara Technology.

Steven menuturkan, ketika pihaknya memutuskan untuk merintis Super, ia tahu bahwa tim akan berjuang sampai titik darah penghabisan. Menurutnya, skenario exit terbaik adalah kondisi di mana aplikasi Super dapat menjadi bisnis yang berkelanjutan dan berdampak pada masyarakat.

“Artinya kami menciptakan bisnis yang berdampak pada masyarakat dan pemangku kepentinngan. Oleh karena itu, bagian ekuitas dari investor dan founder akan menjadi hot deal di pasar likuid.”

Super sendiri masih tergolong baru di ranah social commmerce. Layanan ini didirikan sekitar dua tahun lalu. Untuk itu, di proses perintisan Super, tim bekerja keras membangun product market fit yang sesuai dengan target konsumennya di kota lapis dua dan tiga.

“Fakta menariknya, saya tidak mengambil gaji selama dua tahun di perusahaan ini. Sebab hal yang paling mendesak adalah menemukan product market fit dan menumbuhkan perusahaan, yang akan membawa keuntungan nantinya.”

Steven berpandangan, buat startup Indonesia, cara terbaik adalah melikuidasi saham lewat pasar swasta untuk jangka pendek. Maka dari itu, perlu ada diskusi antara investor lama untuk menentukan kapitalisasi agar mendapat keputusan terbaik yang menguntungkan semua pihak.


Gambar header: Depositphotos.com

Aplikasi Super Nusantara Technology

Super Berambisi Jadi “Social Commerce” untuk Pengguna di Pedesaan

Konsep social commerce yang menggabungkan aktivitas sosial dan niaga dalam suatu platform terbukti memiliki traksi yang kuat karena sangat berkorelasi dengan budaya di Indonesia, terlebih di masa pandemi seperti ini. Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh berbagai pemain teknologi, Gojek sekalipun.

Pemain lainnya juga turut terjun, salah satunya adalah Super. Aplikasi ini berdiri di bawah holding Nusantara Technology, yang memiliki unit bisnis digital lainnya yakni media online Yukepo dan Keepo.

Kepada DailySocial, CEO Super Steven Wongsoredjo menerangkan, pasca mengikuti program Y Combinator Winter 2018 atau delapan bulan setelah perusahaan mengoperasikan kedua media online, Nusantara Technology menjadikan Super sebagai bisnis utamanya.

Dia bilang, pihaknya tertarik masuk ke bisnis teknologi konsumer karena ingin mendapatkan model bisnis dengan skalabilitas yang lebih baik. Social commerce ditaksir punya kue bisnis $200 miliar (total addressable market/TAM), jauh lebih besar daripada bisnis media online.

“Merintis Super adalah salah satu keputusan terbaik kami, sejak saat itu bisnis kami tumbuh sangat pesat. Kami sudah melakukan raise funding pada Desember 2019 untuk pendanaan seri A senilai jutaan dolar dari sejumlah investor Amerika Serikat. Semua waktu dan investasi para co-founder didedikasikan hanya untuk Super,” terangnya.

Baik Yukepo dan Keepo disebutkan telah tumbuh signifikan dan cetak untung sejak hari pertamanya. Salah satu parameternya adalah kanal YouTube diklaim terbesar daripada startup media milenial lainnya di Indonesia. Pencapaian tersebut, membuat bisnis media online di Nusantara Technology pada akhir tahun lalu memperoleh laba yang signifikan dan arus kas positif, sehingga tidak membebani konsentrasi para founder.

“Selain itu, kami memutuskan untuk merekrut pemimpin yang kuat. Oleh karena itu, [unit] bisnis memiliki otonomi yang layak untuk dijalankan dengan sendirinya.”

Dia membandingkan Super kurang lebih seperti Gojek yang juga terintegrasi dengan media online Kumparan. Super dengan komponen utama social commerce, akan segera punya fitur Super Kabar di dalam aplikasinya. “Ini akan segera berada dalam satu ekosistem. Semua investor kami mendukung ini karena bisnis kami, secara umum, tumbuh dengan cepat dan berkelanjutan.”

Sumber: Super
Sumber: Super

Fokus di pedesaan

Steven menuturkan, Super mendeklarasikan dirinya sebagai pemain social commerce terdepan untuk pedesaan di Indonesia. Super memiliki konsep hybrid seperti pemain asal Tiongkok yakni Pinduoduo dan Shihuituan. Oleh karenanya, Super berbeda dengan pemain kebanyakan.

Super membangun rantai pasokan social commerce untuk pedesaan yang memiliki ekonomi unit positif. Misalnya, bagian dari pengembangan rantai pasokan adalah membangun hub-hub kecil di desa-desa yang dekat dengan rumah Agen. Nantinya Agen Super akan mengambil produk dari hub untuk diteruskan ke komunitasnya.

Prosesnya, Agen Super mengumpulkan pesanan di sekitar lingkungan mereka; bisa melalui WhatsApp dengan membagikan tautan Super dari aplikasi Super (termasuk produk yang ingin mereka jual) atau bertemu langsung dengan calon pelanggan.

Jika pesanan minimal $70, Super akan mengirimkan pesanan ke rumah Agen Super, tetapi jika pesanannya $20- $70, Agen harus mengambil pesanan dari Super Center terdekat di desa. Pembayaran dapat dilakukan melalui transfer bank atau COD. Setelah itu, Agen Super akan mengatur pengiriman mil terakhir ke pelanggan mereka.

Kemudian, Super juga menetapkan konsep group buying dengan minimal pesanan untuk memastikan mereka memiliki nilai pemesanan rata-rata. Dengan cara ini, Super dapat cetak untung dalam setiap transaksi yang terjadi.

Dalam proses distribusinya, Super memiliki gudang sendiri dan bekerja sama dengan penyedia logistik untuk pengirimannya. Super membangun sistem manajemen gudang untuk membantu perusahaan memutuskan rute terbaik dalam membangun efisiensi terbaik.

Sumber: Super
Sumber: Super

Yang cukup menarik adalah saat proses pengiriman ke pembeli, Steven menuturkan jika mereka bersedia membayar lebih, mereka akan mendapatkan produk lebih cepat dari platform mana pun. Namun, Super mencoba mengoptimalkan rantai pasokan, sehingga biayanya murah.

Strategi ini dianggap tepat karena mengingat wilayah operasional Super di kota tingkat dua dan tiga, pembeli lebih mementingkan harga daripada waktu pengiriman. Jika pengguna memesan sebelum jam 3 sore, mereka akan mendapatkan produknya besok, tetapi jika memesan setelah jam 3 sore, barang akan dikirimkan lusa.

“Dengan kebijakan logistik pendekatan tunggal, kami dapat memprediksi dengan lebih baik dan memiliki ekonomi unit yang lebih baik dalam mengirimkan barang ke agen kami agar menguntungkan.”

Ambisi besar Super

CEO Super Steven Wongsoredjo / Super
CEO Super Steven Wongsoredjo / Super

Dengan model bisnis ini, Super sudah memiliki cara monetisasi yang jelas. Untuk jangka pendek, perusahaan mengambil margin dengan harga terbaik dari para manufaktur rekanan dan mengambil untung saat menjual produk tersebut ke Agen. Lalu, mengambil margin keuntungan dari produk FMCG label pribadi yang dijual ke Agen.

“Untuk jangka panjang, kami ingin menjadi platform untuk bisnis apa pun di Indonesia yang ingin memasuki daerah pedesaan. Kami akan menerima komisi per transaksi dengan bekerja sama dengan produsen di luar FMCG atau perusahaan yang membutuhkan jaringan agen kami untuk mendistribusikan produk mereka.”

Saat ini Super telah memiliki lebih dari 650 SKU bekerja sama dengan lebih dari 50 merek nasional. Cakupan areanya baru di lebih dari 20 kota lapis dua dan tiga di Pulau Jawa. Steven mengatakan medan perang di kota non-Jakarta itu unik dan kompleks, makanya menjadi penghalang bagi semua orang karena memecahkan masalah ini tidak semudah yang terlihat.

Menurutnya, social commerce adalah tahap awal dari ambisi besar Super yang ingin membangun solusi rantai pasokan menyeluruh. Ia ingin menjadi Indofood, namun sarat dengan sentuhan teknologi dan strategi bisnis yang relevan untuk pedesaan Indonesia.

Bila Indofood dari hulu ke hilir ada Indogrosir (hub) dan Indomaret (ritel). Maka, rencananya Super dapat memiliki white label (Supercare dan Supereats), hubs (Superwarehouse dan Supercenter), dan ritel (Superagent).

“Dengan memiliki seluruh infrastruktur ini, kami akan menjadi perusahaan yang kuat yang dapat bertahan lebih dari seratus tahun.”

Application Information Will Show Up Here
Tidak hanya bisnis, Y Combintor juga fokus pada pengembangan mentalitas dan kapasitas founder startup.

Cerita Startup Indonesia yang Ikut Program Akselerasi Y Combinator

Menjelang akhir tahun 2017, Y Combinator (YC) sebagai program akselerasi startup kenamaan asal Mountain View menyambangi Jakarta untuk memperkenalkan diri. Di acara tersebut hadir Partner YC Gustaf Alströmer menyampaikan beberapa informasi, mendorong startup yang hadir untuk mendaftarkan diri ke program.

Nama-nama seperti PayFazz, Xendit, Nusantara Technology, Shipper sampai yang terbaru Eden Farm akhirnya bergabung ke YC. Kami turut mengamati perkembangannya pasca akselerasi. Sejauh ini yang bisa disimpulkan, para startup berhasil memikat investor (minimal) untuk meningkatkan seed round mereka. Lantas kami tertarik untuk mendalami, sebenarnya apa yang didapat para startup dari pendidikan di Silicon Valley tersebut?

Terlebih dulu kami menghubungi pihak YC untuk menanyakan dasar-dasar program mereka. Director of Communications Lindsay Amos secara singkat menjelaskan bahwa program tersebut memberikan dukungan kepada menyeluruh. Misalnya melalui “Startup School“, para founder diajarkan tentang cara mengembangkan bisnis yang relevan di era digital seperti saat ini. Mereka juga mengarahkan kepada startup untuk memanfaatkan kanal YC Network guna menemukan pengguna produk mereka.

Proses pendaftaran akselerasi

Steven Wongsoredjo adalah Founder & CEO Nusantara Technology, melalui produknya SuperApp.id ia bergabung pada program YC di periode Winter 2018. Ada juga Co-Founder & CEO Eden Farm David Gunawan yang berpartisipasi dalam YC periode Summer 2019. Mereka bercerita kepada DailySocial tentang mekanisme teknis yang harus dilalui untuk bergabung.

Eden Farm
Para founder Eden Farm saat mengikuti rangkaian acara Y Combinator di Mountain View / Dok. Pribadi David

Pada dasarnya, ketika startup dinyatakan lolos seleksi awal –melalui formulir online—mereka akan diwawancara daring melalui sambungan video call. Jika lolos, akan diadakan wawancara yang lebih intensif di Silicon Valley –di tahap ini YC akan membantu akomodasi perjalanan. Wawancara kadang dilakukan secara paralel oleh mentor/pakar dari berbagai bidang untuk memastikan penilaian menjadi lebih objektif.

Setelah tahap tersebut dilalui dan startup lolos, mereka akan bersiap untuk melanjutkan program akselerasi selama 3 bulan di Silicon Valley. Bagi startup tahap awal, mereka diwajibkan untuk mendirikan badan usaha di Amerika Serikan (US INC) dan Indonesia (PT), sehingga perlu mencari pengacara atau firma hukum yang dapat membantu mematuhi aturan hukum tersebut.

Jaringan bisnis yang luar biasa

Turut bergabung dalam wawancara Co-Founder Shipper Budi Handoko yang tergabung di YC periode Winter 2019. Ketiga founder memaparkan bahwa salah satu hal signifikan yang mereka dapat dari YC adalah tergabung ke jaringan bisnis global yang kuat dan partisipatif. David menceritakan, setiap alumni dididik untuk dapat saling mendukung, berbagi kepada startup lainnya dalam berbagai hal –termasuk pengalaman penanganan isu bisnis ataupun teknis.

“Orang-orang di YC itu semuanya entrepreneur. Dengan bergabung di program itu kita makin banyak dikenal mitra, investor. Ini kesempatan bagi kami untuk memvalidasi bisnis kepada top entrepreneurs. Di sana kami belajar cara presentasi bisnis dengan sangat efisien dan efektif,” ujar Budi menambahkan.

Budi Handoko
Budi Handoko saat singgah di Silicon Valley untuk mengikuti pelatihan selama 3 bulan / Dok. Pribadi Budi

Terkait jaringan bisnis Steven turut berujar, “Para alumni YC sangat membantu. Kami saling menjaga dan berbagi sumber daya untuk tumbuh bersama. Selain itu, para mitra memberikan dukungan besar setelah kami mencapai tonggak bisnis, khususnya saat melakukan penggalangan dana.”

Setiap startup yang sudah melalui tahap pendidikan akan melakukan presentasi di acara Demo Day. Menariknya, hampir setiap startup selalu mendapatkan pendanaan awal dari sana. Panggung tersebut memang difokuskan untuk menghubungkan para peserta dengan investor potensial di jaringan YC. Sekarang mereka juga mengadakan program khusus “YC Series A”, “YC Growth”, dan “YC Continuity” untuk para lulusannya, guna meningkatkan bisnis mereka ke tahap lanjutan.

Pelatihan intensif pengembangan produk

Selama tiga bulan program akselerasi, banyak pelatihan yang diberikan oleh mentor-mentor bisnis kenamaan. Mulai dari materi bisnis, kepemimpinan, hingga teknis pengembangan produk disampaikan.

“Slogan YC dari Paul Graham adalah ‘membuat sesuatu yang diinginkan orang’. Dalam 3 bulan pelatihan, mereka mendidik kami tentang cara membangun versi produk yang sangat sederhana tetapi dapat dengan cepat mendapatkan penilaian tentang kecocokan pasar,” terang Steven.

Para mentor selalu menegaskan, perusahaan besar seperti AirBnB atau Drobox juga dimulai dari kecil. Sehingga untuk fase awal tidak perlu membuat produk menjadi rumit, karena justru akan membuat pengguna sulit memahami tujuannya.

“Selama agenda YC, kami punya 2 jam kantor dengan mitra yang ditugaskan untuk mengawasi kami setiap minggu. Setelah itu kami bisa juga memesan kepada mitra yang dipilih untuk memberikan umpan balik. Para mitra hadir dari perusahaan papan atas, misalnya ada Creator Gmail dan Google AdSense [Paul] Buchheit atau ex-CEO Twitch Michael Seibel,” lanjut Steven.

Steven Wongsoredjo
Steven Wongsoredjo bersama mentornya yang juga merupakan CEO AirBnB Brian Chesky / Dok. Pribadi Steven

Pembentukan mental founder juga menjadi hal yang dirasakan betul manfaatnya, tak terkecuali oleh David. Pelatihan di Silicon Valley benar-benar membuat setiap partisipan selalu berorientasi dengan produk dengan pengukuran berbasis data.

Direkomendasikan, bagi startup tahap awal yang mau tumbuh besar

Shipper adalah startup asal Singkawang Kalimantan Barat, keterlibatannya di YC memberikan dampak yang sangat signifikan. Menurut Budi, pasca program ia memiliki lebih banyak referensi mengenai bisnis serupa di luar negeri. Ini penting digunakan untuk studi banding maupun kesempatan perluasan kemitraan. Kesempatan bergabung di program akselerasi tersebut juga membuat startup lebih banyak dikenal, tidak sekadar level nasional tapi juga global.

Steven juga merekomendasikan bagi startup –khususnya di tahap awal untuk bergabung di program ini. Sebelum bergabung, ia mengaku seorang pendiri yang idealis, sangat perfeksionis terhadap pengembangan produk. Sebelum diluncurkan, ia harus selalu memastikan semua berjalan sempurna. Namun padahal tidak demikian prosesnya, validasi pasar justru perlu dilakukan sedini mungkin. Pengajaran YC memberikan perspektif baru yang diterapkan pada SuperApp.id.

“Pengalaman YC benar-benar mengubah pola pikir saya. Mereka mengajarkan untuk membuat versi paling sederhana dari produk dan meluncurkan secepat mungkin. Tujuannya untuk menguji apakah tesis kami memiliki kecocokan di pasar. Waktu adalah komoditas paling berharga, jadi kita harus secepat mungkin memastikan itu semua, bukan sekadar berasumsi,” tutup Steven.