Tag Archives: OCBC NISP Ventura

OCBC Venture Debt Vilo

OCBC Ventura Dorong Penyaluran “Venture Debt”, Fokus di Area Kesehatan dan Ritel

OCBC NISP Ventura (ONV) melanjutkan strategi investasi beyond banking dengan memperkenalkan Vilo sebagai portofolio terbarunya. Vilo adalah perusahaan gelato Indonesia di segmen consumer retail, yang menerima pendanaan dengan nominal yang dirahasiakan dalam bentuk utang (venture debt).

Dihubungi DailySocial.id secara terpisah, Direktur Utama OCBC Ventura Darryl Ratulangi mengungkap bahwa perusahaan tengah dalam proses merampungkan kesepakatan pendanaan pada 2-3 portofolio baru menjelang akhir 2023.

“Di tahun 2023, kami memang sedang mengembangkan venture debt dengan fokus pada area consumer retail–termasuk F&B–dan healthcare. Kami melihat ada peluang di mana sektor tersebut masih underbanked, tetapi [sektor ini] tidak terlalu cocok untuk investasi dengan skema venture capital,” ujar Darryl.

Sejak beroperasi di 2020, OCBC Ventura telah mengucurkan pendanaan ke 15 startup lainnya di berbagai vertikal, termasuk agritech (EdenFarm), e-commerce enabler (Sirclo), fintech (AwanTunai, GajiGesa), online media (IDN Media, USS Networks), dan proptech (99 Group, Dekoruma, Rukita).

Ia menambahkan, OCBC Ventura memiliki metrik berbeda-beda untuk mengukur sinergi portofolio dari ragam sektor yang dimasukinya. Ia meyakini tidak ada satu metrik sama yang dapat diaplikasikan ke seluruh portofolio, tetapi perusahaan terus mendorong kemitraan untuk menciptakan produk dan solusi bagi pelanggan.

Sekilas mengenai Vilo, perusahaan gelato ini didirikan oleh Vincent Kusuma, Christian Susilo, dan Tomi Lunardi pada 2017. Pendanaan ini akan digunakan untuk mendorong ekspansi outlet secara nasional hingga mempercepat inovasi produk dengan menghasilkan serangkaian rasa gelato baru.

Vilo telah memproduksi lebih dari 21 ton gelato per bulan dan mengoperasikan lebih dari 20 outlet di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Bali. Pihaknya ingin menghadirkan gelato lokal yang mampu bersaing dengan merek internasional.

“Kolaborasi kami dengan OCBC Ventura adalah suatu pencapaian penting dalam perjalanan kami dan kemitraan finansial ini akan memperkuat posisi kami di pasar gelato. Kami harap dapat memberikan nilai yang lebih besar kepada para pelanggan dan mitra kami,” ujar CEO Vilo Vincent Kusuma dalam keterangan resminya.

Skema venture debt menjadi instrumen keuangan baru yang diperkenalkan OCBC Ventura agar startup dapat mengoptimalkan modal dan mempercepat pertumbuhan bisnisnya.

Skema tersebut kini banyak digunakan oleh bank maupun pemodal ventura di Indonesia. Bagi founder, venture debt dinilai memiliki risiko lebih rendah dan lebih nyaman untuk diambil karena tidak mengurangi porsi kepemilikan saham perusahaan. Founder tetap dapat memegang kendali perusahaan.

Bank CIMB Niaga dan Genesis Alternative Ventures adalah salah satunya yang memiliki venture debt khusus untuk pembiayaan startup di bidang fesyen, ritel, F&B, kesehatan, hingga manufaktur.

Potensi healthtech dan consumer retail

Sektor healthtech dan consumer retail menjadi sektor yang cukup banyak dilirik oleh pemodal ventura selama beberapa tahun terakhir. Pandemi Covid-19 menjadi faktor signifikan yang ikut mendorong perubahan perilaku konsumen dalam mengonsumsi layanan kesehatan maupun barang.

Laporan DS/X Ventures mengungkap nilai industri healthcare di Indonesia diproyeksi mencapai $68 miliar pada 2030. Dari data yang dihimpun selama sepuluh tahun terakhir, total pendanaan yang mengalir ke startup healthtech di Indonesia sebesar $231,7 juta.

Sementara, kemunculan startup consumer retail memanfaatkan pendekatan direct-to-consumer (D2C) untuk memperkenalkan produknya. Ekosistem marketplace, pembayaran, hingga logistik memungkinkan pemain D2C untuk menjangkau konsumen langsung dengan memotong sejumlah rantai distribusi.

OCBC NISP Ventura (ONV), lengan investasi dari Bank OCBC NISP, telah memiliki 15 startup, fokus investasi pada tahap awal dan Seri A

Hipotesis OCBC NISP Ventura Terhadap Strategi Investasi “Beyond Banking”

OCBC NISP Ventura (ONV), lengan permodalan startup dari Bank OCBC NISP, memastikan optimismenya dengan strategi investasinya terhadap startup “embedded finance”, sebab diyakini semua vertikal bisnis (beyond banking) memiliki aspek kebutuhan finansial dalam rangka pengembangan usahanya.

Terhitung sejak pertama kali beroperasi di 2020, perusahaan telah berinvestasi ke 15 startup di berbagai vertikal, termasuk di antaranya proptech (99 Group, Dekoruma, Rukita), fintech (AwanTunai, GajiGesa), online media (IDN Media, USS Networks), agritech (EdenFarm), dan e-commerce enabler (Sirclo).

“Ada yang bilang kami tidak terukur setiap berinvestasi. Sebenarnya, kami memiliki besaran strateginya [setiap berinvestasi]. Ambil contoh, kreator konten itu adalah the next big things tapi sekarang mereka belum bisa dapat service bank yang setara. Perusahaan media mengerti dunia tersebut dan bisa kasih value pendapatan income mereka,” terang Managing Director OCBC NISP Ventura Darryl Ratulangi saat media briefing di Jakarta, (08/8).

Ia melanjutkan, “Ketika kreator konten bisa dikolaborasikan dengan bank, maka bank akan mendapat segmen market baru. Ambisi kita bisa berikan service perbankan untuk para freelance seperti ini. Tapi tidak mungkin bangun ini sendiri, sulit untuk meng-assess-nya, makanya harus kolaborasi.”

Contoh lainnya adalah investasi yang dikucurkan ONV untuk Edenfarm. Darryl menerangkan, aspirasinya adalah mempermudah proses pengajuan kredit usaha untuk pengadaan suplai barang-barang pangan untuk industri horeka. Caranya dengan membuat pre-approval kredit, lewat data historis transaksi merchant Edenfarm akan diperoleh estimasi pendapatan tanpa mereka perlu memasukkan berbagai persyaratan.

“Jadi tanpa perlu bisa apply loan, bank bisa memberikan loan sekian juta untuk per merchant-nya, kemudian tinggal kontak. Jadinya banking bisa seamless. Ini kami sebut embedded finance, produk keuangan dikemas dalam bentuk berbeda dan distribusinya dengan channel yang beda.”

OCBC NISP Ventura berinvestasi pada startup dengan tahap awal hingga seri A dengan nominal berkisar dari $1 juta sampai $3 juta (Rp15 miliar sampai Rp45 miliar). Bentuk pendanaannya bisa melalui penyertaan modal, pembelian obligasi konversi, dan lainnya. Sejauh ini seluruh startup didanai melalui penyertaan saham. ONV baru berinvestasi untuk startup asal Indonesia saja.

Nilai sinergi

Seperti mandat CVC pada umumnya yang harus selalu bersinergi dengan grup perusahaan, Darryl mengaku angkanya belum pernah diukur secara nominal. Ia memberikan contoh dari hasil investasi untuk AwanTunai. Tidak hanya investasi ekuitas, tapi juga fasilitas kredit (channeling) juga diberikan untuk startup tersebut. Disebutkan, channeling yang dikontribusikan dari AwanTunai mencapai Rp100 miliar per bulannya.

“Walau nominal ini masih kecil, tapi ini jadi permulaan yang bagus untuk sebuah startup. Harapannya nilai sinergi dari seluruh portofolio bisa lebih besar lagi.”

OCBC NISP Ventura berpartisipasi sebanyak dua kali putaran pendanaan yang digelar AwanTunai, pada seri A2 dan pra-seri B di 2021. Pada tahun sebelumnya, Bank OCBC NISP masuk sebagai salah satu lender institusi untuk AwanTunai untuk fasilitas channeling. Selain perusahaan, jajaran investor lainnya yang bergabung dalam kedua putaran tersebut, antara lain BRI Ventures, Insignia Ventures, dan Global Brains.

Pun dari segi profit yang berhasil dicapai, menurutnya, baru bisa dilihat secara paper gain karena seluruh portofolio masih bersifat aktif dan belum ada langkah exit yang dipilih OCBC NISP Ventura. Besar kemungkinan realisasi profit yang bisa dituai perusahaan baru terlihat pada 2025-2027 mendatang.

“Karena sifat investasi kita jangka panjang 5-7 tahun, jadi profit baru secara paper gain. Kita baru mulai di 2020, mulai 2025-2027 adalah saat-saat kita bisa mulai realized yang ada di portofolio [gain atau loss], sampai titik itu belum tiba, belum akan realized jadi sebuah profit.”

Iklim investasi

Dalam laporan DealStreetAsia SEA Deal Review Q1 2023, dipaparkan terdapat 195 kesepakatan pendanaan ekuitas yang diterima startup dari VC di Asia Tenggara sepanjang Q1 2023. Meskipun angka ini lebih tinggi dari kuartal sebelumnya dengan total 187, volume-nya 37% lebih rendah secara year-on-year (YoY).

Berdasarkan total modal yang terkumpul pada Q1 2023 sebesar $2,08 miliar, turun 25% dari Q4 2022 dan 52% YoY dari periode yang sama tahun lalu. Di Indonesia saja, menandatangani 36 kesepakatan dengan total $432 juta atau sekitar 20,8% dari keseluruhan pangsa nilai pendanaan ekuitas di kawasan Asia Tenggara.

Menurut Darryl, data di atas memperlihatkan bahwa Indonesia masih memiliki potensi ekonomi digital terbesar se-Asia Tenggara. Walau begitu, perusahaan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi, tidak fear out missing out (FOMO) ikut suntik startup yang tiba-tiba mentereng.

“Kami tidak punya fokus sektor dan tidak ada target harus disbursed berapa pada tahun ini. Kami lihatnya harus tetap oportunistis, ketika ada startup dengan pertumbuhan bagus dan harga cocok, maka kita akan masuk”

Terlebih, Indonesia akan segera masuk ke tahun politik. Menurut dia, tahun politik itu biasanya terjadi peningkatan konsumsi karena perputaran uang dari partai.

Industri yang berhubungan langsung, seperti e-commerce, logistik, pangan, akan merasakan dampak dari tahun politik ini. “Kita selalu bullish dengan pertumbuhan ekonomi ke depan,” pungkasnya.

Para panelis di acara OCBC NISP Business Forum 2023 “Finding the Next Unicorn”

Unicorn Bukan Fokus Utama, Startup Perlu Lebih Perhatikan Fundamental

Menurut APJII, penetrasi internet di Indonesia di tahun 2023 telah mencapai 78,19% atau menembus 215.626.156 jiwa dari total populasi yang sebesar 275.773.901 jiwa. Angka ini meningkat hampir 200% dari satu dekade lalu sebesar 71,9 juta, sekitar 34,9% dari total populasi saat itu.

Sejalan dengan itu, pertumbuhan perusahaan teknologi juga semakin pesat. Hingga saat ini terdapat setidaknya 14 unicorn atau startup bervaluasi lebih dari $1 miliar di Indonesia. Angka ini meningkat pesat dibanding periode 2016-2020 yang mencetak 5 perusahaan unicorn.

Melihat potensi perkembangan industri teknologi Indonesia, bank OCBC NISP menggelar “OCBC NISP Business Forum 2023” dengan salah satu tema utamanya bertajuk “Finding the Next Unicorn”. OCBC NISP sendiri turut mendukung pertumbuhan industri teknologi melalui perpanjangan tangan dalam bentuk investasi OCBC NISP Ventura.

Beberapa figur kenamaan di ekosistem investasi Indonesia hadir sebagai panelis, termasuk Willson Cuaca (East Ventures), Alexander Rusli (Digiasia), serta Darryl Ratulangi (OCBC NISP Ventura). Ketiganya berbagi pandangan tentang unicorn dalam industri teknologi, serta rekomendasi dan strategi perusahaan rintisan di tengah isu tech winter dan resesi.

Utamakan fundamental

Adalah mutlak bagi sebuah perusahaan rintisan untuk menciptakan solusi bagi permasalahan yang ada di pasar. Membangun produk yang baik membutuhkan proposisi nilai yang dapat dipertahankan. Untuk mencapai hal ini, startup perlu menetapkan posisi produk yang kuat, menemukan kecocokan pasar produk, dan memanfaatkan teknologi untuk mendobrak model bisnis tradisional.

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menegaskan, “Kami berinvestasi berdasarkan keyakinan, alih-alih mencari valuasi atau unicorn. Kami tidak pernah mencari unicorn, karena unicorn adalah produk sampingan saat Anda mampu menciptakan nilai. Apa yang kami cari adalah problem statement yang ingin diselesaikan, yang akan menentukan apakah solusinya adalah ‘penghilang rasa sakit’ atau hanya ‘vitamin’,”

Co-Founder & Co-CEO Digiasia Alexander Rusli mengamini hal ini. Menurutnya, perusahaan tidak seharusnya fokus pada misi untuk mencapai unicorn, melainkan mencurahkan pikiran sepenuhnya pada usaha untuk membangun bisnis yang baik. “Jika memang berjalan, valuasi akan mengikuti,” tegasnya.

Alex menilai bahwa banyak para pendiri yang memiliki mindset bahwa valuasi adalah segalanya dan berangkat dengan mimpi menjadi unicorn. Pandemi dan tech winter ini disebut sebagai pengingat serta proses pembentukan mental para pendiri. “Kita butuh orang-orang yang mengerti cara berjuang dan tidak menyerah ketika dihadapkan pada tantangan,” ujarnya.

Di samping itu, Darryl Ratulangi selaku Direktur OCBC NISP Ventura juga mengungkapkan pengaruh sentimen pasar terhadap keberlangsungan sebuah industri. “Perusahaan teknologi dengan fundamental yang baik tetapi memiliki sentimen buruk di masyarakat akan mengakibatkan valuasi tertekan,” ujarnya.

Maka dari itu dibutuhkan kerja sama dari seluruh ekosistem untuk bisa menciptakan pasar yang memiliki sentimen baik, sehingga ke depannya juga bisa membangun kepercayaan investor untuk bisa menanamkan modal di perusahaan.

Kejar profitabilitas

Dalam industri digital, atribut dari startup digital yang baik adalah disrupsi, menciptakan sesuatu yang sama sekali baru, yang membutuhkan waktu dan sumber daya. Jadi, tujuan utama sebuah startup pada awalnya bukanlah untuk menghasilkan uang, tetapi untuk membangun produk yang kuat.

“Melihat ke belakang, tidak ada yang mengira bahwa ride-hailing atau OTA (online travel agent)menjadi solusi yang tepat bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Terminologi ‘burning money’ dapat diartikan sebagai upaya membeli waktu dan membangun kepercayaan. Proses masyarakat dari tidak tahu menjadi tahu, lalu mulai menggunakan, hingga semakin bergantung pada layanan-layanan tersebut,” papar Darryl.

Dengan tingkat pertumbuhan yang pesat, ada beberapa model bisnis yang tidak bisa scale up sehingga pertumbuhannya akan mandek di satu titik. Dalam ranah aplikasi, sering disebut skalabilitas, yaitu kemampuan sistem untuk terus tumbuh menyesuaikan dengan volume data. “Di sinilah teknologi berperan dalam mengakselerasi sebuah bisnis dan meningkatkan skalabilitasnya,”ujar Alex.

Ketika sudah sampai pada tahap ini, Willson mengungkapkan, “Kami tidak mendorong startup kami untuk ‘membakar uang’ untuk mendapatkan pelanggan, sebaliknya perusahaan perlu fokus untuk mencapai profitabilitasnya; karena akuisisi pelanggan lebih murah, dan pelanggan lebih cenderung mempertahankan produk.”

Terkait profitabilitas, Alex turut menambahkan,”Saya percaya setiap transaksi, unit economics-nya harus positif, hingga sampai pada skala tertentu di mana angka tersebut bisa menutupi biaya produksi, sehingga pada akhirnya menciptakan profit.”

Pasar yang potensial

Tahun 2022 sendiri menjadi tahun yang cukup berat bagi industri teknologi maupun investasi. Mulai dari tantangan yang ditimbulkan oleh resesi global, tech winter yang terjadi di industri teknologi, dan runtuhnya Silicon Valley Bank di Amerika Serikat, semua telah memengaruhi penilaian terhadap startup.

Meskipun begitu, East Ventures mengaku tetap berkomitmen untuk berinvestasi di Indonesia – pasar terbesar di Asia Tenggara. Di tahun 2022, East Ventures telah mencatat total 105 kesepakatan, 85 di antaranya merupakan portofolio baru, dengan total dana sekitar US$211 juta yang disalurkan kepada startup di tahap awal dan lanjut.

Sementara itu OCBC NISP Ventura sebagai modal ventura yang didukung oleh bank akan tetap fokus berinvestasi di sektor yang berkaitan dengan perbankan. Namun, melihat perkembangan teknologi di industri perbangkan serta banyaknya inovasi digital yang bermunculan, Darryl memiliki keyakinan bahwa “Semua perusahaan rintisan pada akhirnya akan menjadi perusahaan fintech!”

Sebagai seorang investor dan juga pemimpin perusahaan fintech as a service pertama di Indonesia, Alex percaya bahwa investasi mengalir ketika kepercayaan sudah terbentuk. Hal ini juga berlaku pada East Ventures yang dinakhodai Willson Cuaca.

“Di East Ventures, kami biasa menilai dengan rumus “3P” – People, Product, and Potential Market. Namun, produk bagus dibangun oleh orang baik yang menangani pasar besar. Jadi yang kami fokuskan sekarang adalah “2P”: People and Potential Market. Kami tidak menganggap diri kami sebagai investor digital, melainkan investor biasa yang berinvestasi pada pendiri yang memanfaatkan teknologi digital untuk mendisrupsi industri tradisional,” ungkap Willson.

Startup proptech 99 Group mengumumkan peraihan pendanaan lanjutan sebesar $11 juta dari GAW Capital dan OCBC NISP Ventura

99 Group Tutup Pendanaan 169 Miliar Rupiah dari GAW Capital dan OCBC NISP Ventura

Startup proptech 99 Group mengumumkan pendanaan lanjutan sebesar $11 juta (lebih dari 169 miliar Rupiah) dari GAW Capital dan OCBC NISP Ventura. GAW Capital merupakan investor sebelumnya yang mendanai 99 Group pada Juli 2022 dalam putaran seri C senilai $52 juta.

Dalam keterangan yang disampaikan OCBC NISP Ventura, perusahaan menyambut 99 Group sebagai bagian dari keluarga besar. Investasi ini akan mendukung percepatan pertumbuhan, ekspansi, kemajuan teknologi, konsolidasi tim, serta pelaksanaan kemitraan strategis dan akuisisi 99 Group.

“Kami membayangkan 99 Group dapat terus melayani masyarakat Indonesia dengan paket lengkap platform transaksi real estat yang empati, cerdas, dan andal. Kami juga sangat senang untuk memulai kolaborasi yang bermanfaat dengan Darius Mahtani Cheung, Wasudewan, dan tim 99 Group,” tulis perusahaan, Selasa (14/3).

Sebagai catatan, 99 Group merupakan perusahaan holding yang fokus pada industri proptech dan mengkhususkan diri dalam periklanan properti digital. Berbasis di Singapura, perusahaan mengoperasikan tiga unit usaha di sana, yakni 99.co, SRX.com.sg, dan iProperty.com.sg, sementara di Indonesia, terdapat 99.co dan Rumah123.com.

Digitalisasi proptech

Kini inovasi di industri proptech tak hanya sebagai listing properti saja, solusinya lebih luas dan mendalam. Salah satunya adalah digitalisasi proses KPR atau pembiayaan kepemilikan rumah, mereka adalah IDEAL, Tanaku, Ringkas, dan Pinhome.

IDEAL misalnya, membantu pengguna menghitung biaya dan cicilan pembiayaan properti secara detail sesuai dengan kebutuhan dan preferensi yang dimiliki. Perusahaan turut menyediakan platform yang memungkinkan pengguna melakukan pengajuan pembiayaan di beberapa bank sekaligus.

Inovasi proptech mulai menyasar segmen-segmen yang belum terdigitalkan. Salah satu model bisnis yang juga bermunculan tahun ini adalah B2B Commerce yang mendigitalkan proses supply-chain bahan bangunan untuk pengembangan properti. Beberapa startup yang bermain di sini di antaranya Tokban, BRIK, dan GoCement.

Model lainnya, yakni membantu pemilik properti untuk mengelola aset yang dimiliki, baik yang berbentuk indekos maupun apartemen. Platform seperti Travelio, Mamikos (Singgahsini), atau Rukita bermain di area tersebut. Selain informasi berupa listing, mereka membantu menyajikan pengalaman transaksi sewa secara lebih efisien.

Sebagai sebuah kebutuhan primer, produk hunian memang menjadi salah satu yang paling banyak diburu. Hadirnya inovasi digital ini, diharapkan bisa membantu berbagai kalangan masyarakat untuk mengatasi isu yang selama ini ditemui untuk memenuhi kebutuhan akan hunian —dari proses pencarian sampai dengan pembelian secara lebih mudah dan transparan.

Application Information Will Show Up Here
VC Telkomsel Pimpin Pendanaan Pra-Seri B untuk Startup Agritech “EdenFarm” / EdenFarm

CVC Telkomsel Pimpin Pendanaan Pra-Seri B untuk Startup Agritech “EdenFarm”

Startup agritech EdenFarm mengumumkan perolehan pendanaan Pra-Seri B sebesar $13,5 juta (lebih dari 202,9 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh Telkomsel Mitra Inovasi (TMI), CVC Telkomsel, didukung dengan investor lainnya, seperti AppWorks, AC Ventures, Decart Ventures, Fubon Capital, Trihill Capital, OCBC NISP Ventura, Nakhla, dan Capria Ventures.

Bila ditotal, jumlah investasi yang diraih EdenFarm mencapai $34,5 juta sejak pertama kali berdiri di 2017. Rencananya dana segar akan dimanfaatkan perusahaan untuk memperkuat penetrasi dalam menjaring lebih banyak mitra petani di Indonesia. Serta, meningkatkan pengalaman pelanggan dalam menghadirkan solusi berbasis teknologi yang dapat mengatasi permasalahan efisiensi pada distribusi guna mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia.

CEO TMI Mia Melinda menyampaikan, pihaknya percaya dengan pentingnya penggunaan “tech for good” dengan tujuan dan dedikasi untuk mendukung pemberdayaan entrepreneur maupun UKM yang dapat berdampak positif bagi ekonomi Indonesia. Menurutnya, jaringan B2B food supply chain milik EdenFarm yang kuat dari hulu ke hilir telah berhasil mendorong pemberdayaan petani lokal untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik, sekaligus memberikan dampak positif di pedesaan.

“Oleh karena itu, kami sangat bersemangat untuk mendukung ekosistem pangan EdenFarm melalui pendanaan dan kolaborasi jangka panjang dengan Telkomsel Digital Food Ecosystem (DFE) yang merupakan salah satu inisiatif Telkomsel untuk mendukung digitalisasi sektor pertanian, serta kerja sama strategis lainnya guna memperkuat platform EdenFarm untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia [..],” ucapnya dalam keterangan resmi, kemarin (30/1).

Founder dan Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, EdenFarm beroperasi dengan hampir 0% limbah dari proses distribusi, memberikan dampak yang kuat dan bermakna bagi petani Indonesia, selaras dengan filosofi investasi di ACV yang berfokus pada ESG.

“EdenFarm mampu merevolusi rantai distribusi pangan B2B dengan mengatasi beberapa tantangan paling mendesak, baik yang dihadapi oleh produsen maupun penjual. Kami di AC Ventures yakin dengan bisnis EdenFarm dan bersemangat untuk berpartisipasi dalam putaran pendanaan terbarunya [..],” terang Adrian.

Target EdenFarm

Founder dan CEO EdenFarm David Setyadi Gunawan turut menyampaikan, kemitraan dengan Telkomsel diharapkan dapat memperkuat kapabilitas teknologi pertanian di EdenFarm sebagai solusi tepat guna bagi para petani lokal. Solusinya disebutkan telah melayani setiap aspek di industri agrikultur, mulai dari pertanian hingga distribusi, untuk membantu petani menciptakan bisnis yang menguntungkan dan berkelanjutan.

“Pendanaan terbaru ini akan memungkinkan kami untuk mengembangkan kehadiran sekaligus memperkuat posisi EdenFarm sebagai pemain teknologi terbesar di sektor pertanian dan jasa pangan. Kami yakin kemitraan dengan Telkomsel ini akan memberikan manfaat yang signifikan bagi platform kami,” terang David.

EdenFarm merupakan startup agrikultur yang berfokus membangun ekosistem distribusi pangan (food supply chain ecosystem) nasional untuk lebih menguntungkan bagi para petani dan seluruh pemangku kepentingan di sektor pertanian secara berkelanjutan.

Diklaim, EdenFarm tumbuh hampir 60 kali lipat dalam 40 bulan terakhir. Pencapaian tersebut memperkuat fondasi perusahaan berada di jalur profitabilitas, di tengah pemain sejenis di industri yang justru mengalami kerugian. “Kami bertujuan untuk meningkatkan laba dalam 12 bulan ke depan, seiring dengan pertumbuhan 3,5-4 kali lipat secara YoY. Dari situ, kami akan fokus dalam berekspansi ke pasar yang baru,” pungkas David.

Application Information Will Show Up Here
Flying Cape Akuisisi Kiddo

Flying Cape Akuisisi Kiddo untuk Melancarkan Ekspansi Regional

Platform edtech yang fokus menyediakan aktivitas belajar dan hiburan anak Kiddo mengumumkan telah diakuisisi Flying Cape untuk mendukung ekspansi regionalnya. Flying Cape adalah platform edtech yang menyediakan layanan pemesanan dan konsultasi  pendidikan, baik untuk kelas formal maupun nonformal. Layanan ini ditujukan bagi calon peserta didik usia dini hingga setara sekolah menengah atas.

Akuisisi ini ditempuh melalui penerbitan saham baru di Flying Cape kepada pemegang saham Kiddo, termasuk melibatkan OCBC NISP Ventura yang merupakan investor awal Kiddo. Komitmen ini menunjukkan bahwa setelah akuisisi ini, OCBC NISP Ventura dan pemegang saham lainnya akan terus mendukung Flying Cape Group dalam pertumbuhan bisnisnya.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Kiddo Analia Tan mengungkapkan, Flying Cape dam Kiddo memiliki visi yang sama untuk membangun ekosistem edukasi global. Dengan bersatu dirinya optimis  dapat merealisasikan visi tersebut secara lebih cepat.

Disampaikan juga, Kiddo tetap berjalan secara independen, namun akan banyak sinergi yang akan dilakukan bersama dengan Flying Cape.

“Bersama dengan Flying Cape, kami akan menjadi jembatan bagi mitra edukasi di negara masing-masing untuk saling terhubung dan berkolaborasi, sehingga mitra kami bisa menjajaki peluang bisnis ke wilayah pasar yang lebih besar. Di sisi lain, pelajar juga bisa memiliki akses edukasi yang lebih bervariasi, baik dari dalam  maupun luar negeri.”

Meluncur tahun 2018 lalu, Kiddo menyasar kalangan orang tua yang membutuhkan pilihan baru untuk menghabiskan waktu yang berkualitas bersama anak. Varian produk Kiddo dilengkapi dengan berbagai aktivitas seperti program belajar, paket liburan, hingga kelas pelatihan.

“Kami sangat senang menyambut Kiddo sebagai anggota baru grup perusahaan. Dengan lebih dari 60 juta siswa, Indonesia memiliki sistem pendidikan terbesar di Asia Tenggara dan terbesar keempat di dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat. Dengan kehadiran di Indonesia, kami ingin  menyediakan jaringan regional yang terintegrasi, memungkinkan pelajar dan penyelenggara pendidikan di Singapura dan Indonesia dapat terhubung  tanpa memandang lokasi geografis,” kata Founder & CEO Flying Cape Jamie Tan.

Pendanaan awal hingga kerja sama strategis

Sebelum diakuisisi Flying Cape, Kiddo termasuk startup edtech lokal yang cukup agresif menjalankan bisnisnya. Mereka telah mendapatkan pendanaan awal dari OCBC NISP Ventura.

Pada bulan Mei 2020 lalu, Kiddo juga telah menjalin kerja sama strategis dengan GogoKids dari Malaysia. Melalui kerja sama ini, pengguna dapat mengikuti kelas online yang berasal dari kedua negara. Penyedia layanan aktivitas anak asal Indonesia juga dapat memasarkan kelasnya lebih luas ke pelanggan di Malaysia.

Sementara itu tahun 2021 lalu, Kiddo juga menjalin kerja sama strategis dengan Kyna English yang merupakan penyedia layanan kursus berbahasa Inggris berstandar Cambridge asal Vietnam.

Kiddo juga telah meluncurkan fitur yang bernama “Milestone Tracker” yang memberikan kemudahan untuk orang tua dalam mengetahui potensi si kecil melalui tes tumbuh kembang dan potensi gratis dengan hasil real-time. Setelah mengetahui kecenderungan potensi anak, orang tua dapat mengakses ribuan panduan aktivitas yang sudah disesuaikan dengan hasil tes, untuk menstimulasi tumbuh kembang si kecil.

“Saat ini pengguna Kiddo tersebar di seluruh Indonesia dengan proporsi terbesar masih di Pulau Jawa. Kami juga mulai bekerja sama dengan sekolah dan perusahaan untuk menjangkau jutaan pelajar Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan konten edukasi yang berkualitas,” kata Analia.

USS Networks

Menilik Proposisi Nilai dan Strategi Bisnis USS Networks sebagai Brand Aggregator

Berawal dari sebuah pagelaran “Urban Sneaker Society”, USS Networks didirikan pada tahun 2019. Kini mereka berkembang menjadi sebuah group holding yang mengelola 15 IP (intellectual property) & brand menargetkan kalangan Gen Z. Beberapa merek yang dipegang di antaranya Urban Sneaker Society, USS Feed, Outbrake, Cretivox, Menjadi Manusia, dan Sonderlab.

Meskipun cara kerjanya serupa dengan brand aggregator lainnya, namun USS Networks mengklaim memiliki perbedaan cukup mencolok.

Co-founder & CEO USS Networks Sayed Muhammad mengungkapkan, pengalaman dan jaringan yang sudah mereka miliki sejak awal berdiri menjadi salah satu kunci sukses mereka untuk bisa mengembangkan brand yang telah mereka akuisisi.

“Kami memiliki tujuan untuk bisa memperluas jaringan. Dimulai dari sisi pemasaran memanfaatkan jaringan kami, karena secara ekosistem telah memiliki event yang besar, bukan hanya di Indonesia namun di Asia Tenggara yang bisa dimanfaatkan oleh brand sebagai distribution channel. Kami juga memiliki relasi dengan media sampai komunitas dari industri fesyen. Hal tersebut yang membedakan kami dengan platform lainnya,” kata Sayed.

Konsep brand aggregator berkembang cukup pesat dewasa ini. Sudah ada beberapa pemain serupa seperti Hypefast, Tjufoo, Open Labs, dan lainnya. Tidak sekadar fesyen, sektor lain pun juga memiliki brand aggregator-nya sendiri, misalnya Hangry yang masuk di area kuliner.

Tidak berhenti di brand fesyen

Dari sisi produk, USS Networks tidak akan berhenti di produk fesyen saja, ke depannya mereka juga ingin mengakuisisi IP media hingga NFT lebih banyak lagi

Di awal tahun 2022, mereka mengakuisisi pengembang proyek NFT Karafuru. Karafuru sendiri saat ini menduduki peringkat 40 all time transaction di Open Sea dengan total transaksi lebih dari 1,5 triliun Rupiah. Di luar ini, USS Networks masih punya target untuk bisa mengakuisisi 3 s/d 4 brand lain tahun ini.

Selain itu, sejak awal komunitas masih menjadi prioritas bagi USS Networks untuk bisa mengembangkan bisnis. Di sisi lain, proses kurasi memanfaatkan riset juga terus dilakukan  untuk mengakuisisi brand hingga IP yang tepat.

“Kami adalah perusahaan yang profitable dari hari pertama dan terus bertumbuh setiap tahunnya. Pada tahun 2021 kami tumbuh lebih dari 100% YoY dan pada tahun 2022 ini kami perkirakan bisa bertumbuh lebih dari 200% YoY, baik secara revenue maupun profit,” kata Sayed.

Rencana bisnis setelah pendanaan

Bertujuan untuk mengakselerasi bisnis, USS Networks telah mengantongi pendanaan pra-seri A dengan jumlah yang tidak disebutkan. Pendanaan tersebut dipimpin oleh SALT Ventures. Selain itu, Tokopedia dan OCBC NISP Ventura turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Bagi SALT Ventures, sektor digital media dan IP merupakan salah satu fokus investasi karena sektor ini sedang bertumbuh besar di Indonesia.

“Kedua founder sangat jeli dalam melihat upcoming trend dan bahkan bisa menciptakan sebuah tren. Itu adalah resep USS Networks dapat bertumbuh sangat cepat dalam 3 tahun terakhir,” kata Managing Partner SALT Ventures Danny Sutradewa.

Dana segar tersebut nantinya akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengakuisisi perusahaan IP & brand D2C yang cocok dengan ekosistem USS Networks. Bukan hanya brand asal Indonesia, cakupan mereka telah diperluas hingga pasar regional.

“Karena pengalaman dan jaringan yang kami miliki, proses akuisisi terhadap brand dan IP selama ini tidak menjadi kendala bagi pemilik brand. Mereka sudah memahami konsep yang kami tawarkan, yang pada akhirnya bisa membantu menambah pendapatan brand menjadi lebih besar lagi,” kata Sayed.

Pendanaan Seri D IDN Media

IDN Media Umumkan Pendanaan Seri D

Perusahaan media yang fokus kepada generasi muda IDN Media merampungkan pendanaan seri D yang dipimpin oleh Mayapada Group dan KMIF, serta didukung oleh East Ventures, OCBC NISP Ventura, Dentsu Group, dan V Media Ventures.

“Ini baru awal dari perjalanan kami. IDN Media yang kita lihat saat ini hanyalah permulaan dari visi jangka panjang yang kami miliki. Pendanaan Seri D menjadi salah satu pencapaian penting dalam perjalanan kami, namun perjuangan dalam mendemokratisasi informasi bagi seluruh masyarakat Indonesia tidak akan berhenti sampai di sini. Kami akan terus bekerja keras untuk dapat menjadi perusahaan yang sehat dan bertahan lebih dari 100 tahun, serta membawa dampak positif bagi masyarakat,” ujar Co-Founder & CEO IDN Media Winston Utomo.

Dalam rilisnya disebutkan, dana segar ini tidak hanya akan membantu IDN Media untuk meningkatkan jumlah penggunanya melalui strategi super-app dan ekosistem, tetapi juga untuk untuk mengembangkan teknologi, memperkuat tim, serta menjalankan berbagai akuisisi.

“8 tahun yang akan datang akan sangat berbeda dengan 8 tahun terakhir yang telah kami jalani. Setelah mendapatkan pendanaan seri D, kami sudah menyiapkan beberapa rencana strategis yang akan dijalankan sesegera mungkin. Kami sangat bersemangat untuk menyambut era baru dari IDN Media,” kata Co-Founder & COO IDN Media William Utomo.

Tahun 2019 lalu IDN Media telah mendapatkan pendanaan seri C yang dipimpin oleh EV Growth – perusahaan modal ventura patungan East Ventures, Sinar Mas dan Yahoo! Jepang; dikhususkan untuk pendanaan tahap lanjut. Turut berpartisipasi dalam putaran ini True Digital & Media Platform (bagian dari grup Charoen Pokphand, Thailand) dan LINE Ventures. Tidak diinfokan mengenai nominal dana yang berhasil dibukukan.

Sementara itu saat mengumumkan IDN Creator Network (ICE) bulan Februari lalu, dikabarkan IDN Media juga telah menerima investasi tambahan (undisclosed) dari sebuah perusahaan teknologi ternama.

Perluas segmentasi bisnis

IDN Media ingin bertransformasi menjadi platform yang bukan hanya fokus kepada media, namun juga wadah bagi kreator hingga influencer untuk berkarya melalui berbagai layanan dan produk yang mereka miliki. Kepada DailySocial.id, Winston mengungkapkan, dalam beberapa tahun terakhir dirinya melihat transisi desentralisasi yang masif, di mana ekonomi kreatif tidak lagi berada di tangan segelintir orang, namun lebih kepada konten kreator itu sendiri.

“Memahami perubahan tersebut, IDN Media yakin harus ada platform untuk membantu menavigasi dan memberikan kolaborasi tanpa hambatan di antara pembuat konten. Oleh karena itu, kami mendirikan ICE dengan visi untuk mendemokratisasikan Ekonomi Kreator Indonesia melalui teknologi,” ujarnya.

Sebelumnya di tahun 2021 lalu, IDN Media juga telah merilis “Fortune Indonesia“. Fortune Indonesia diharapkan bisa menjangkau segmentasi umum yang tertarik untuk mengetahui lebih lanjut perkembangan informasi dalam kategori bisnis seperti pasar, ekonomi, teknologi, syariah, dan beberapa lainnya.

Bulan Mei 2022 lalu IDN Media menggelar acara Fortune Indonesia Summit 2022. Acara tersebut dihadiri oleh pakar dan profesional dalam berbagai sektor, dengan pembahasan seputar media, bank digital dan lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Sirclo Reportedly Scores Additional Funding of 213 Billion Rupiah

The e-commerce enabler startup Sirclo reportedly secured an additional funding round of $15 million, equivalent to 213.6 billion Rupiah. A series of investors participated in this investment, including East Ventures, SMDV, OCBC NISP Ventura, and several others.

Although Sirco is yet to comment on this news, a trusted source involved in this round has confirmed to DailySocial.id.

Previously, there was a rumor in May 2021 regarding Sirclo’s $45 million series B+ funding from the investors mentioned above. At that time, East Ventures’ Managing Partner, Willson Cuaca said that the information was actually part of Sirclo’s acquisition of Orami. “Let’s say it’s a part of the acquisition process,” he said

Referring to Willson’s statement, this acquisition process, investors from Orami considered to make a top up. Even East Ventures has topped up to Sirclo. Our analysis, this latest round is also part of the strategic action.

Sirclo’s series B funding was officially announced in August 2020 for $6 million, with the participation of East Ventures, OCBC NISP Ventura, Skystar Capital, and Sinar Mas Land.

Focused on SME market

To date, Sirclo has served more than 100 thousand brands from various cities in Indonesia with its four main services. In order to increase the coverage, they began to steadily reach the MSME segment this year with Sirclo Store (webstore) and Swift (omnichannel) products; Previously, they focused on helping big brands enter online distribution channels and implementing omnichannel technology in its systems.

For the debut, they promoted the MerdekaJualanOnline program. In addition to Sirclo’s technology implementation, they also assist in the education process and early adoption through specially provided facilitators.

The report titled “Tech Logistics in SEA” explains the platform ecosystem that helps businesses do on-boarding in the online marketplace. Each has specializations and advantages in certain segments. Sirclo alone has the main feature in SaaS products, to enable businesses to manage and create its own online stores.

With the GMV potential that continues to grow from e-commerce, the enabler players also view this as a separate business opportunity. Aside from Sirclo, local players have been helping businesses go online, including iSeller, PowerCommerce, Jet Commerce, 8commerce, Tokotalk, GudangAda, JarvisStore, Genie, and others.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Sirclo UMKM

Sirclo Dikabarkan Kembali Dapat Tambahan Pendanaan 213 Miliar Rupiah

Startup pengembang layanan e-commerce enabler Sirclo dikabarkan membukukan putaran pendanaan tambahan senilai $15 juta atau setara 213,6 miliar Rupiah. Sejumlah investor turut serta dalam investasi ini, termasuk East Ventures, SMDV, OCBC NISP Ventura, dan beberapa lainnya.

Kendati pihak Sirco belum memberikan komentar terkait kabar ini, kepada DailySocial.id seorang sumber yang terlibat membenarkan informasi tersebut.

Sebelumnya sempat beredar kabar pada Mei 2021 terkait pendanaan seri B+ Sirclo senilai $45 juta dari investor yang disebutkan di atas. Kala itu Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menyampaikan bahwa informasi tersebut sebenarnya adalah bagian proses akuisisi Sirclo terhadap Orami. “Let’s say it’s a part of acquisition process,” ujarnya

Mengacu dari ujaran Willson, bisa dikatakan bahwa dalam proses akuisisi ini investor dari Orami melakukan top up. Pun East Ventures juga ikut top up ke Sirclo. Analisis kami, putaran terbaru ini juga bagian dari aksi strategis tersebut.

Pendanaan seri B Sirclo sendiri secara resmi diumumkan pada Agustus 2020 senilai $6 juta, dengan keterlibatan East Ventures, OCBC NISP Ventura, Skystar Capital, dan Sinar Mas Land.

Seriusi pasar UMKM

Sejauh ini Sirclo sudah melayani lebih dari 100 ribu brand dari berbagai kota di Indonesia dengan empat layanan utama yang mereka miliki. Untuk meningkatkan jangkauan, tahun ini mereka mulai mantap menjangkau segmen UMKM dengan produk Sirclo Store (webstore) dan Swift (omnichannel); sebelumnya mereka fokus membantu brand besar memasuki jalur distribusi online dan menerapkan teknologi omnichannel di sistemnya.

Untuk debut awal, mereka menggalakkan program MerdekaJualanOnline. Selain penerapan teknologi yang dimiliki Sirclo, mereka juga membantu di sisi proses edukasi dan adopsi awal melalui fasilitator yang disediakan khusus.

Dalam laporan bertajuk “Tech Logistics in SEA” dijelaskan mengenai ekosistem platform yang membantu pebisnis melakukan on-boarding di online marketplace. Masing-masing memiliki spesialisasi dan keunggulan di segmen tertentu. Sirclo sendiri memiliki kekuatan utama di produk SaaS, untuk memungkinkan pelaku usaha mengelola dan membuat toko online-nya sendiri.

Dengan potensi GMV yang terus bertumbuh dari e-commerce, pemain enabler pun memandang ini sebagai peluang bisnis tersendiri. Selain Sirclo, saat ini pemain lokal yang membantu bisnis untuk go-online di antaranya iSeller, PowerCommerce, Jet Commerce, 8commerce, Tokotalk, GudangAda, JarvisStore, Genie, dan lain-lain.