Tag Archives: offline marketing strategy

Lima Strategi Menerapkan Pemasaran Mulut ke Mulut untuk Startup

Manusia sangat mengandalkan jaringan mereka sebelum mengambil keputusan, ke mana mereka pergi, apa yang harus dilakukan, dan apa yang harus dibeli. Setidaknya 92% konsumen percaya atas rujukan dari orang yang mereka kenal, 77% cenderung bakal membeli produk baru setelah mempelajarinya dari teman atau keluarga.

Menurut Profesor Marketing Wharton Jonah Berger, penulis buku best seller Contagious, menyebut pemasaran mulut ke mulut (word of mouth/WOM) adalah iklan tradisional yang 10x lebih efektif. Kendati demikian, strategi pemasaran ini tidaklah mudah. Sebab, Anda harus membuat pesan sederhana yang viral, namun sayangnya tidak memiliki format standar.

Artikel ini akan membahas lebih jauh strategi apa saja yang Anda perlukan saat mempraktikkan pemasaran mulut ke mulut untuk dongkrak startup. Berikut rangkumannya:

1. Lampaui prediksi pelanggan

Menurut banyak pengusaha, bisnis haruslah fokus menciptakan layanan yang dapat mengubah pelanggan menjadi penggemar yang tidak berhenti membicarakan produk Anda. Bila Anda sudah capai tahap tersebut, artinya Anda sudah berhasil melampaui pelanggan dengan memberikan layanan yang luar biasa.

Pemasaran mulut ke mulut dipicu saat pelanggan mengalami sesuatu yang jauh melampaui apa yang mereka awal prediksi. Oleh karena itu, Anda perlu buat suasana menyenangkan dan memuaskan hasrat pelanggan. Penting untuk diingat, bahwa ini bukan tentang memberikan hadiah atau mengadakan diskon, tapi mengenai cara Anda memperlakukan dan berkomunikasi dengan pelanggan.

2. Ciptakan pengalaman WOW

Program pengembangan bisnis Missouri menyebut, semua usaha kecil yang sukses tampaknya memiliki keunggulan tersendiri. Mereka dapat menemukan cara untuk membedakan dirinya sendiri. Tidak cukup menawarkan produk atau layanan yang berkualitas, Anda perlu mengejutkan mereka, tidak sekadar memuaskan.

Bagaimana caranya? Yakni dengan memasukkan pengalaman WOW. Transformasi pengalaman yang memuaskan menjadi pengalaman yang spesial dan tak terlupakan. Sebagai contoh, jika Anda menjalankan startup hospitality, Anda bisa menyediakan catatan tulisan tangan dan tamu Anda dengan sebotol anggur lokal di kamar mereka.

3. Permudah pelanggan meninggalkan ulasan

Saat menjalankan pemasaran mulut ke mulut, hal terburuk yang kemungkinan terjadi adalah menyulitkan pelanggan untuk berkomunikasi satu sama lain tentang produk Anda. Jadi buat semudah mungkin bagi pelanggan untuk meninggalkan ulasan dan memberi rekomendasi.

Untuk itu, pastikan Anda mengaktifkan fitur ulasan di halaman Facebook dan menyediakan kolom masukan dalam situs web Anda.

4. Tetapkan target

Sama seperti strategi pemasaran lainnya, target seperti “membuat setiap orang membicarakan produk kami” terlalu samar untuk diukur tingkat efektifnya. Dalam rencana Anda, buat tujuan dan sasaran yang terukur. Misalnya, “Kami ingin X jumlah pelanggan baru melalui rujukan per bulan”; “Kami ingin mendapatkan liputan media di tiga tempat X per bulan”; “Kami ingin menghasilkan X jumlah lead per bulan melalui pemasaran dari mulut ke mulut.” Setiap tujuan harus memiliki batasan waktu dan metode terperinci untuk pencapaiannya.

5. Promosikan bisnis melalui kehumasan

Kehumasan (public relation/PR) adalah cara untuk menjaga bisnis di mata publik. Meski startup baru berdiri, Anda harus tetap mengembangkan hubungan dengan wartawan, surat kabar, stasiun radio, dan influencer di dalam jaringan Anda. Ajukan informasi mengenai perkembangan terakhir dan rencana masa depan perusahaan Anda kepada mereka.

Pada dasarnya pemasaran mulut ke mulut itu tidak mudah, namun dengan sedikit perencanaan strategis, startup yang masih kecil dapat menciptakan dengungan nyata di sekitarnya. Sebaiknya Anda tidak takut untuk berpikir di luar kotak, Anda bisa meraih banyak kreativitas bahkan dengan anggaran kecil.

Pemasaran mulut ke mulut adalah bentuk periklanan yang paling hebat dimiliki startup kecil karena setiap pelanggan yang bahagia dapat menggiring orang baru dengan cara mereka.

Ragam Pendekatan Pemasaran Startup

Tantangan dan persaingan lazim dalam sebuah bisnis. Sedikit berbeda jika kita berbicara mengenai bisnis startup. Sebagai bisnis rintisan ada tantangan awal yang harus dihadapi, yakni membangun produk berkualitas dan pemasarannya. Dua hal tersebut adalah hal utama. Untuk yang kedua, strateginya mungkin sedikit menarik. Pasalnya pengguna startup adalah mereka yang “melek” secara digital. Pendekatannya pun berbeda. Bertahap sesuai dengan target pasar masing-masing yang terus berkembang.

Di tahap awal misalnya, bisnis e-commerce, ride hailing, food delivery, teknologi finansial, dan beberapa segmen startup lain pasti akan memanfaatkan pendekatan ke arah digital untuk memasarkan produk atau layanan mereka. Posting blog, buzzer, posting berbayar di layanan media sosial, dan channel-channel pemasaran digital lain pasti akan dilakukan. Karena para “masyarakat digital” ini akan membantu menyebarkan informasi produk mereka secara lebih luas.

Dalam sebuah laporan berjudul “CMO Spend Survey 2016 – 2017” yang dikeluarkan Gartner, disebutkan bahwa digital advertising menjadi tiga hal teratas untuk alokasi dana dalam sebuah perusahaan. Kurang lebih ada 65% responden, yang merupakan pimpinan di sektor marketing menyebutkan akan menambah jumlah dana untuk digital advertising di tahun 2017 ini.

Dengan reach yang yang bisa ditentukan merupakan salah satu kelebihan pemasaran melalui channel digital. Hal ini dirasa lebih efektif karena bisa sampai tepat sasaran. Tren viralnya sebuah berita juga menjadi salah satu cara untuk mengenalkan dan memasukkan sebuah produk atau layanan untuk bisa dibicarakan lebih banyak orang baik di aktivitas digital maupun aktivitas sehari-hari.

Konvensional yang masih tetap bermanfaat

Meski tren digital terus tumbuh, strategi pemasaran konvensional masih tetap bisa mendulang manfaat. Dengan ceruk yang berbeda, strategi konvensional ditujukan untuk mengambil perhatian masyarakat yang sampai sekarang masih “non digital”, atau mempertebal informasi yang di dapat dari ranah digital karena media-media penyiaran seperti TV, radio, koran, baliho, dan media pemasaran offline lainnya masih memegang penting untuk penyebaran informasi yang luas.

Salah satu startup yang berbagi cerita mengenai strategi pemasarannya adalah Bukalapak. Senior Brand & Communication Manager Bukalapak Oci Ambrosia menjelaskan bahwa Bukalapak memanfaatkan beberapa strategi pemasaran baik offline maupun online. Untuk offline bisa dilihat dari aktifnya Bukalapak berpromosi melalui iklan di televisi, sedang untuk online bisa dilihat dari video YouTube atau melalui media sosial.

“Melalui media sosial media biasanya kampanye bisa lebih terukur, dan kita bisa cepat mengevaluasi jika kampanyenya kurang efektif. Dan ini juga tergantung juga dengan target consumer / demographic consumer yang berbeda. Penggunaan social media itu memiliki ketergantungan dari banyak faktor dan target audience menjadi salah satu faktor untuk keefektifan penyampaian brand/pesan. Tetapi secara keseluruhan, social media dan online presence sangatlah penting untuk sebuah perusahaan, maupun individu untuk menjangkau dan merangkul konsumen dan audience secara luas.”

Beberapa startup juga memiliki strategi serupa. Memanfaatkan online dan offline secara bersamaan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang produk mereka. Kebanyakan adalah mereka yang bergerak di sektor travel dan e-commerce.

Media sosial untuk membangun citra

Selain Bukalapak, dua bisnis e-commerce dengan niche yang berbeda yakni Wearinasia dan Tees juga membagikan cerita mengenai strategi pemasaran mereka. Bagi keduanya, media sosial memegang peran penting. Wearinasia misalnya, sebagai salah satu e-commerce yang memiliki niche cukup unik, menjual perangkat wearable, drone, dan camera, media sosial dijadikan tempat untuk membangun kredibilitas mereka di ranah digital.

“Media sosial kami gunakan sebagai medium untuk menambah kredibilitas secara online, misalnya dengan memberikan kode voucher bagi mereka yang foto saat pick up produk (layanan O2O). Dan kami gunakan juga untuk menginspirasi, misalnya dengan memberikan hasil-hasil photoshoot atau review produk,” ungkap CMO Wearinasia Andrew Gunawan.

Meski demikian, salah satu channel pemasaran yang cukup efektif bagi Wearinasia ada pada katalog di situs mereka. Dengan katalog yang informatif dan menjelaskan produk dengan detil pengguna bisa menjadi lebih tertarik.

Hal tidak jauh beda juga disampaikan Co-Founder dan CEO Tees Aria Rajasa mengenai penggunaan media sosial. Menurutnya media sosial dan partnership bersama dengan Google Ads dan Facebook Ads menjadi salah satu cara paling efektif untuk pemasaran Tees.

“Untuk social media kami mengandalkan para creators untuk menyebarkan desain mereka ke social media, efeknya secara kolektif jauh lebih tinggi dari akun-akun social media Tees itu sendiri. Kami memudahkan mereka untuk share, dan meng-encourage mereka dengan menginformasikan promo dan benefit tambahan lebih dahulu ke mereka sehingga mereka bisa menyebarkan ke teman-teman mereka lebih awal. Untuk partnership, kami melakukan banyak cross promotion dengan sesama [layanan] e-commerce maupun channel-channel lainnya yang mempunya audience besar,” ungkap Aria menjelaskan.

Tees juga berusaha mencari beberapa strategi pemasaran baru, salah satunya dengan menambah niche produk baru di Tees yang rencananya akan diluncurkan tahun ini.

Bias offline dan online yang semakin tebal

Banyak yang mengenal istilah dunia maya, sebuah asosiasi untuk kehidupan di internet, baik media sosial, forum, atau aktivitas lainnya. Dari segi istilah sebenarnya “dunia maya” sudah tidak pas untuk digunakan. Pasalnya kehidupan digital, kehidupan media sosial, forum, dan lain-lainnya sudah bersentuhan langsung dengan kehidupan nyata. Apa yang dibicarakan di ranah online sebenarnya juga menjadi pembicaraan di ranah offline. Begitu juga sebaliknya. Sangat mungkin sesuatu yang viral di dunia online (media sosial terutama) menjadi perbincangan di kehidupan masyarakat. Ini yang membuat startup  berinvestasi untuk masuk ke pemasaran digital.

Hubungan antara offline dan online inilah yang dicari. Dana yang harus dikeluarkan untuk beriklan di TV atau baliho tentu berbeda dengan yang dihabiskan untuk memasang artikel berbayar atau sekelompok buzzer untuk memasarkan sebuah produk.

Dalam beberapa tahun ke depan, pemasaran digital akan memegang peran penting. Hanya saja iklan konvensional masih tetap digunakan, terutama untuk menyasar pengguna baru yang belum sepenuhnya atau sama sekali tidak tersentuh kehidupan digital.