Tag Archives: offline retail

Scan and Go (PT Global Ritel Digital) peritel yang menggunakan konsep omnichannel untuk konsumen yang ingin belanja mingguan dan bulanan

Mengenal Scan and Go, Peritel yang Ingin Populerkan Konsep Omnichannel

Menurut laporan e-Conomy 2022, Indonesia memiliki sektor e-commerce dengan pertumbuhan tercepat kedua setelah Vietnam dengan GMV diperkirakan $59 miliar dan pertumbuhan CAGR 17% hingga 2025. Dalam laporan juga disampaikan, meskipun aktivitas belanja offline kini mulai kembali bergairah, sektor perdagangan online masih menyumbang 77% dari keseluruhan ekonomi digital.

Di balik prediksi pertumbuhan yang masih begitu hijau di sektor ini, sejatinya masyarakat masih membutuhkan sentuhan fisik saat berbelanja. Makanya muncul konsep omnichannel dan kini makin gencar dilakukan oleh pemain ritel e-commerce. Mengutip dari dua laporan dari The Trade Desk dan McKinsey, dapat dirangkum bahwa omnichannel akan tetap ada untuk sekarang dan yang akan mendatang bagi bisnis ritel.

Semangat tersebut digaungkan oleh “Scan and Go” (PT Global Ritel Digital), peritel yang memfokuskan diri pada konsep omnichannel, atau mereka menyebutnya dengan O+O (online dan offline). Startup yang berdiri di Januari 2022 ini menyediakan pengalaman belanja kebutuhan rumah secara online dan offline dengan langsung mendatangi gerai fisik terdekat konsumen, serta opsi pembayaran nontunai yang beragam.

Gerai Scan and Go menyediakan produk kebutuhan rumah, mulai dari makanan segar, peralatan rumah tangga, linen & tekstil, elektronik, dan produk kesehatan dan kecantikan.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, CEO Scan and Go Agung Tianara menjelaskan, sebelum sepenuhnya menjadi gerai supermarket, awalnya salah satu unit bisnisnya sebuah store enabler membuka official store di platform e-commerce.

“Kemudian seiring berjalannya waktu, jumlah SKU dan inventory gudang yang terus bertambah, akhirnya mengalihkan fungsi gudang sebagai toko yang melayani fulfillment order online, sekaligus penjualan langsung ke konsumer,” kata Alla, panggilan akrab dari Agung Tianara.

Alla sendiri bukanlah orang baru di dunia ritel. Dalam rekam jejaknya, ia pernah menduduki beberapa posisi di perusahaan ritel dan e-commerce, di antaranya Watsons Indonesia, Monotaro Indonesia, dan Hero Supermarket.

Scan and Go menyediakan empat metode belanja yang berbeda, selain bayar melalui kasir supermarket, yakni:

  1. Smart Shopping: belanja dengan menggunakan aplikasi Scan and Go, scan barcode produk langsung di toko atau pilih produknya di halaman produk aplikasi. Barangnya di bawa sendiri, di ambil ataupun di antar ke alamat pengiriman.
  2. Smart Cashier: belanja dengan kasir mandiri, scan produknya, bayar online, packing, dan di bawa pulang.
  3. Smart Trolley: belanja dengan trolley yang sudah dilengkapi dengan sarana scanner dan tablet belanja. Konsumer cukup scan produknya di trolley, bayar dan packing di meja packing.
  4. Smart Shop: belanja tanpa trolley, konsumer dapat menggunakan aplikasi untuk scan barcode, membayar lewat aplikasi, dan selanjutnya dan tim Scan and Go akan mempersiapkan produk yang sudah dibeli.
Scan and Go

Meski begitu, perusahaan tetap menyediakan opsi belanja dengan cara tradisional, dengan datang ke toko, ambil produk yang diinginkan, dan melakukan pembayaran di kasir. “Opsi terakhir masih kita sediakan, mengingat edukasi belanja online kepada masyarakat masih berjalan, dan cara tradisional tetap diperlukan untuk menjembataninya,” jelasnya.

Adapun untuk opsi pembayarannya juga beragam dan disesuaikan dengan metode belanja yang dipilih konsumen. Misalnya untuk belanja dengan regular trolley, konsumen bisa menggunakan pembayaran tunai atau debit; Smart Trolley dan Smart Cashier memanfaatkan QRIS; dan Smart Shop memanfaatkan online payment, seperti virtual account dan kartu kredit.

Gerai fisik Scan and Go tidak hanya berfungsi sebagai tempat belanja, tapi juga sebagai dark store untuk melayani konsumen yang melakukan pemesanan secara online ataupun bermitra dengan pebisnis quick commerce/e-grocery lain dalam penyediaan layanan online order maupun click & collect. Adapun lima gerainya kini tersebar di empat kota, yakni Padang, Bali, Bekasi, dan Tangerang.

Optimisme omnichannel

Sebenarnya, konsep yang diusung Scan and Go sudah bisa dirasakan di berbagai peritel supermarket lainnya. Indomaret dan Alfa Group misalnya, sudah menyediakan aplikasi sendiri dan official store di platform e-commerce untuk menjangkau berbagai tipe konsumen. Pengalaman yang mirip juga ditawarkan oleh Ranch Market, terutama sejak bergabung dengan ekosistem Blibli.

Lalu apa yang diferensiasi yang ditawarkan Scan and Go? Alla optimistis, dengan konsep O+O yang dibalut dengan teknologi digital, dan rangkaian produk kualitas terbaik dapat menarik semua kalangan konsumen. Terlebih itu, pihaknya mengklaim harga yang dijual juga bersaing dengan peritel lokal lainnya.

Bukan jadi rahasia umum bahwa persaingan margin di dunia ritel begitu pelik, belum lagi harus bersaing dengan pedagang yang memanfaatkan kehadiran platform e-commerce. Bila salah langkah, harus siap-siap gulung tikar seperti yang sudah terjadi belakangan sejak pandemi melanda.

Scan and Go

“Kami akan tetap akan memberikan yang terbaik bagi konsumen, baik dari sisi kualitas produk maupun harga yang kompetitif. Banyak benefit lain yang bisa dirasakan konsumer: program membership, free delivery, cicilan barang elektronik, varian yang lengkap kategorinya, dan produk fresh yang terjaga kualitas dan higienitasnya.”

Perusahaan menargetkan konsumernya adalah ibu rumah tangga dengan kelompok usia muda hingga 50 tahun dan tech savvy, yang belanja kebutuhan untuk mingguan dan bulanan.

Karena menjadikan teknologi sebagai backbone perusahaan, Alla melihat ke depannya pada 5-10 tahun mendatang, pelanggan supermarket akan didominasi oleh generasi usia muda. Kalangan ini sudah familiar dengan teknologi digital dan konsep omnichannel punya peranan penting dalam meningkatkan pengalaman berbelanja.

“Salah satu inovasi berkelanjutan kami adalah O+O. Jadi konsep belanja kami bisa dijalankan di mana saja, baik toko online maupun offline, dan bisa menggunakan sarana toko offline untuk belanja online.”

Dia melanjutkan, “Konsep ini bisa memperbesar total retail sales, walaupun kontribusi sales online —menurut berbagai data— hanya 1% dari total retail sales. Jadi pie-nya akan didapatkan semua, dari offline dan online. Diharapkan sales online naik karena penetrasi internet sudah semakin tinggi. Jadi konsep dark store akan semakin besar potensinya.”

Sepanjang tahun ini perusahaan akan memperluas kehadiran gerai fisiknya hingga 16 toko, dengan konsep hypermarket, supermarket, dan HABA (health aid beauty aid). Sementara itu dari sisi online, Alla mengaku pihaknya sedang mengembangkan metode belanja yang diharapkan dapat memperkuat visi Scan and Go “Better Shopping Experiences”.

Dalam mewujudkan rencana di atas, Alla mengaku saat ini perusahaan sedang menggalang pendanaan segar tahap awal yang disebutkan masih berlangsung.

Application Information Will Show Up Here
Pebisnis ritel diharapkan semakin berani mencoba memadukan bisnis secara online dan offline / Pixabay

Masa Depan E-Commerce: Perjalanan Bisnis Ritel Online dan Offline

Kehadiran teknologi telah mengubah pola industri ritel dan pengalaman berbelanja konsumen ke berbagai arah yang berbeda. Kehadiran e-commerce telah merubah pola permainan pasar saat ini dan membuat beberapa gelandang bertahan industri ritel pun akhirnya gulung tikar. Lantas, bagaimana dengan masa depan industri retail online (e-commerce) maupun offline?

Berikut ini beberapa tren untuk e-commerce yang perlu kamu ketahui:

1. Tuntutan pengalaman berbelanja

Di era digital ini, pengalaman berbelanja atau yang kita kenal dengan shopping experience tidak hanya mencakup kegiatan “jual beli” semata. Generasi millennial membutuhkan pengalaman berbelanja yang lebih inovatif, interaktif dan mendatangkan kepuasan emosional.

Teknologi Augmented Reality (AR) merupakan salah satu contohnya. Teknologi yang dipadukan dengan industri ritel fashion ini membuat konsumen dapat dengan mudah mengvisualisasi bagaimana mereka terlihat dengan busana yang mereka pilih sebelum akhirnya memutuskan untuk membeli. AR menyediakan lingkungan belanja yang lebih kondusif dan dapat menstimulasi keinginan konsumen untuk berbelanja. Konsumen dapat merasakan perasaan mencoba busana yang mereka inginkan tanpa harus beranjak dari rumah maupun kantor.

Selanjutnya, tidak jarang juga mendengar e-commerce mengkolaborasikan pengalaman belanja konsumen dengan aksi sosial. Contohnya kegiatan sosial seperti sumbangan amal yang terjadi ketika mereka melakukan pembelian produk tertentu. Kegiatan ini dapat meningkatkan keterlibatan konsumen, terutama mereka yang tertarik untuk mengulurkan bantuan kepada orang lain dengan cara mereka sendiri. Oleh karena itu, bahkan jika konsumen hanya dapat mengkontribusikan beberapa rupiah saja untuk aksi sosial tersebut, hal itu dapat memunculkan rasa kepuasan pribadi.

Menyediakan pengalaman berbelanja yang lebih inovatif dan memberikan konsumen ruang untuk berinteraksi akan membuat pengalaman berbelanja itu sendiri menjadi lebih menarik dan memiliki nilai tersendiri di mata konsumen.

2. Omni-channel mengubah perilaku dan prioritas belanja

Perilaku belanja konsumen perlahan-lahan telah bergeser menuju pasar online. Hasil survey belanja online yang dimuat dalam The Wall Street Journal melaporkan bahwa 45% konsumen jaman sekarang telah melakukan pencarian dan belanja secara online. Di saat internet dan pengguna smartphone semakin mendominasi, e-commerce hadir dengan solusi praktis yang memungkinkan konsumen melakukan pembelian dengan smartphone mereka, yang kemudian kita kenal mobile commerce. Industri ritel besar, sebut saja Amazon, Shopee, Lazada, dan perusahaan ritel lainnya telah meluncurkan apps yang memberikan kesempatan kepada konsumen untuk berbelanja dimanapun dan kapanpun.

Terima kasih juga kepada kemajuan teknologi, konsumen di masa kini dapat menikmati berbagai macam kepraktisan dari jasa pengiriman produk yang mereka beli. Beberapa perusahaan ritel besar terus berusaha keras melakukan revolusi jasa pengiriman, seperti penggunaan drone oleh Amazon dan mobil tanpa pengemudi oleh Otto. Penemuan signifikan ini telah mendatangkan berbagai alternatif dalam jasa pengiriman barang melalui berbagai metode dan pilihan channel.

Pernahkan kamu membeli makanan dari restoran terdekat karena adanya sms promo ketika kebetulan sedang lewat? Semakin banyak konsumen yang berbelanja bukan karena butuh namun karena mereka mau.

Sinyal Bluetooth Low Energy (BLE Beacons) yang menyebar luas kini dapat digunakan untuk mengirim pesan marketing pada waktu, tempat dan konteks yang tepat langsung pada konsumen. Strategi ini dengan mudah dapat menggabungkan aktifitas di dunia online dan offline. Oleh karena, perusahaan dapat menyiarkan pesan khusus kepada customer melalui sinyal BLE, yang dapat mendorong insentif untuk berbelanja. Hal yang sama juga terjadi pada contoh di atas ketika kamu tiba-tiba mendapat sms promo saat berada di dekat restoran tertentu dan terdorong untuk tidak melewatkan kesempatan promo tersebut.

Perjalanan ritel dan belanja kini tidak lagi linear. Dengan banyaknya medium dan channel yang tersedia, platform e-commerce kini dipenuhi dengan banyak pilihan dan perubahan. Teknologi akan membantu e-commerce semakin menonjol di masa depan.

3. Kehadiran versi lain

Pebisnis yang menjual barang kebutuhan sekunder dan produk non-personal akan merasakan pukulan di beberapa tahun terakhir akibat berkembangnya konsep Ekonomi Berbagi (Sharing Economy). Misalnya, kemunculan Airbnb telah menangani ruangan atau property yang sebelumnya jarang dihuni. Bisnis ini hadir dengan tipe yang berbeda namun tetap memegang konsep yang sama yaitu menyewakan tempat tinggal. Sharing Economy telah mengusik aturan main dibeberapa industri (Uber dan Grab adalah contoh lainnya) dengan menawarkan cara-cara inovatif terhadapat layanan produk dan servis. Konsumen kini hanya melakukan pembayaran atas kegunaan dan bukan hak milik. Tren ini akan berdampak besar bagi e-commerce dan mempengaruhi pola bisnis tradisional yang ada.

Tren lainnya yang penting untuk diperhatikan adalah perkembangan kekuatan pabrik sebagai produsen. Saat ini, banyak pabrik mempertimbangkan untuk meluncurkan produk dengan label mereka sendiri untuk mendapatkan laba yang lebih tinggi demi melakukan transformasi bisnis. Semakin banyak produsen akan bergabung dalam pertempuran ini dan merubah persaingan mereka dengan brand-brand lainnya guna mendapatkan perhatian konsumen.

4. Definisi baru ritel offline (toko fisik)

Ketika pemilik bisnis ritel berpindah ke e-commerce untuk memperluas jangkauan mereka, konsumen juga akan semakin terbiasa untuk berbelanja online. Lantas, apakah ini berarti bahwa konsumen akan lebih jarang mengunjungi toko fisik akibat dianggap tidak praktis?

Kita memang tidak pernah tahu jawaban yang sebenarnya, namun yang jelas konsep toko fisik memerlukan sedikit transformasi untuk memberikan pengalaman berbelanja yang lebih baik. Peranan yang dimiliki toko fisik akan berubah sesuai dengan tujuan dan lokasinya.

Pada intinya, toko fisik yang terletak di lokasi strategis akan digunakan untuk memajang produk mereka dan membiarkan pelanggan untuk melihat dan mengenal produk mereka. Di sisi lain, toko yang terletak di daerah yang terisolasi mungkin memiliki fungsi yang berbeda. Untuk toko tersebut, sebagian inventori akan tetap disimpan pada pusat distribusi yang utama, sedangkan toko tersebut hanya sebagai titik tambahan untuk menjangkau keterlibatan pelanggan disekitar wilayah tersebut.

Dalam scenario lain, toko fisik dapat menjadi tempat untuk pengambilan barang. Konsep click-and-collect ini telah popular di beberapa tempat di Inggris dan akan berkembangan ke negara lain. Salah satu contohnya adalah bentuk kerja sama Argo dan eBay. eBay memudahkan pembeli untuk mengambil barang yang mereka beli pada salah satu dari 750 cabang toko Argo. Hal ini menawarkan alternatif pengiriman dan servis pos yang lebih efektif.

Tidak dapat dipungkiri bahwa konsep toko fisik, baik yang terletak di pusat kota maupun pinggir pedalaman, akan tetap berorientasi pada penjualan produk. Namun, seiring berjalannya waktu batas antara pasar online dan toko fisik akan semakin kabur. Bukannya menolak kemajuan teknologi dan kemunculan e-commerce, pebisnis ritel offline seharusnya lebih tertantang untuk mencoba dan memadukan bisnis mereka secara online maupun offline.


Disclosure: artikel tamu ini ditulis oleh Business Development Manager Tagtoo Edison Chen dan awalnya dimuat di blog Tagtoo. Diterjemahkan dan diperbarui oleh Sisylia Angkirawan.