Tag Archives: ojek online

MK tolak akui ojek online sebagai alat transportasi yang perlu diatur undang-undang

Keputusan MK: Ojek Online Bukan Angkutan Umum

Kamis (28/6) Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan untuk menolak melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum. Putusan ini diambil setelah MK melakukan uji materi perkara Nomor 41/PUU-XVI/2018 yang diajukan para pengemudi ojek dua bulan lalu.

Tepatnya pada bulan April para pengemudi ojek online melakukan demo dengan tuntutan untuk memasukan ojek online sebagai bagian dari moda transportasi umum. Hal ini juga berkaitan dengan status mereka yang ingin diakui sebagai pegawai dari perusahaan on demand transportasi seperti Go-Jek dan Grab. Tuntutan ini juga terkait tarif yang ditetapkan para penyedia layanan on demand transportasi yang dinilai cukup rendah dan tidak melibatkan pengemudi ketika membuat rumusannya.

Permohonan yang diajukan 54 orang pengemudi ojek online menggugat Pasal 47 ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 209 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)

“Menolak Permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Hakim MK Anwar Usman membacakan putusan seperti dikutip dari Kompas.

Pihak MK menolak permohonan pemohon karena menganggap motor bukan sebagai kendaraan yang aman untuk angkutan umum. Namun meski demikian ojek onine tetap dapat berjalan meski tidak diatur dalam UU LLAJ.

“Ketika berbicara angkutan jalan yang mengangkut barang dan atau orang dengan mendapat bayaran, diperlukan kriteria yang dapat memberikan keselamatan dan keamanan,” terang majelis hakim membacakan perimbangan amar putusan.

Pihak MK juga menyampaikan tidak menutup mata dengan adanya fenomena ojek online namun hal tersebut tidak ada hubungannya dengan aturan dalam UU LLAJ. Namun hakim MK menilai permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Ojek Online yang Semakin Dekat dengan Masyarakat Indonesia

Ojek adalah salah satu moda transportasi andalan untuk banyak masyarakat di Indonesia. Kemampuan moda transportasi ini yang lebih dinamis membuatnya banyak digemari masyarakat untuk menjangkau kawasan yang jauh dari halte, terminal, atau transportasi publik lainnya. Pamor ojek semakin meningkat sejak Go-Jek memunculkan aplikasi mobile-nya. Di mulai dari sana ojek mulai banyak mendapatkan pekerjaan baru selain mengantarkan penumpang.

Perlahan tapi pasti masyarakat sudah mulai akrab dengan ojek online. Ekspansi Go-Jek ke beberapa kota yang dilakukan dalam kurun waktu singkat dan masuknya Grab dan Uber sebagai layanan dari luar negeri yang juga membawa pamor ojek online meluas ke seluruh Indonesia.

Posisi ojek sebagai transportasi tidak resmi membuat evolusinya menjadi cukup cepat. Teknologi dan pembiasaan masyarakat berperan penting di sana. Pengantar makanan dan pengantar paket adalah bentuk evolusi dari kegunaan ojek. Peluang bisnis ini kemudian diambil oleh pengusaha-pengusaha startup untuk mengembangkan ojek online lokal untuk kota masing-masing hingga ojek online dengan niche khusus.

Munculnya layanan ojek online lokal yang meramaikan persaingan

Go-Jek, Grab dan Uber  merupakan tiga nama besar untuk layanan ojek online. Go-Jek sebagai produk lokal lebih unggul untuk daerah beroperasi. Secara keseluruhan Go-Jek sudah melayani lebih dari 20 kota di Indonesia. Ini secara teknis tidak hanya mengenalkan Go-Jek secara brand tetapi juga mengenalkan layanan ojek online ke masyarakat di banyak kota di Indonesia.

Dari data Google Play setidaknya kota-kota seperti Lumajang, Purwokerto, Jambi, Ternate dan kota-kota lainnya memiliki aplikasi terdaftar dengan keyword ojek online. Kebanyakan ojek online lokal juga menyebutkan layanan lainnya seperti layanan pengantar makanan dan juga pengiriman dokumen.

Ini membuktikan sebenarnya Go-Jek tidak hanya bersaing dengan nama-nama besar seperti Grab dan Uber tetapi juga dengan ojek online lokal. Persaingan sekarang sudah mulai mengarah ke pengalaman pengguna dan kualitas layanan bukan lagi bersaing dengan ketiadaan atau masyarakat yang belum terbiasa.

Di beberapa daerah pemerintah juga turut berpengaruh pada persaingan. Mulai dari melarang beroperasi karena melindungi ojek konvensional hingga melarang untuk mengembangkan layanan ojek online sendiri seperti apa yang terjadi di Banyumas baru-baru ini. Pemerintah Banyumas mengembangkan Jek-Nyong sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat.

Fenomena ojek online adalah satu dari banyak perubahan atau evolusi yang memanfaatkan teknologi. Evolusi dari pemanfaatan ini juga bisa terjadi di segmen-segmen lain. Untuk pertama pro dan kontra tetap ada, tapi perlahan tapi pasti masyarakat yang menilai, masyarakat yang menentukan berguna tidak sebuah transformasi teknologi.

Letsgo, Layanan “Ojek Online” Kota Jambi

Beberapa waktu lalu kami sempat menceritakan bagaimana DeliverKong, startup asal Jambi, berusaha meningkatkan bisnis lokal dengan menghadirkan solusi berbasis teknologi dengan pendekatan offline to online. Kali ini giliran Letsgo, sebuah startup yang juga berasal dari Jambi dengan beberapa jenis layanan yang mereka berikan.

Letsgo dari segi nama dan konsep mirip dengan layanan ride sharing yang ramai di kota-kota besar, Go-Jek. Hanya saja Hendrik, salah satu pihak manajemen Letsgo, menampik hal tersebut. Apa yang dilakukan Letsgo mulai dari nama hingga layanan tidak ada sangkut pautnya dengan Go-Jek.

Hendri menjelaskan Letsgo merupakan layanan transportasi ojek yang bisa diakses melalui aplikasi. Menjemput dan mengantarkan penumpang. Selain itu Letsgo juga melayani beberapa layanan lain seperti jasa pengantaran produk, dan jasa mekanik motor yang semuanya bisa diakses pengguna di Jambi melalui aplikasi Android maupun kontak melalui aplikasi pesan instan WhatsApp dan BBM.

Startup yang mulai pertama kali mengawali kiprahnya di Jambi per Juni 2016 ini tengah berusaha mengambil potensi pasar di Jambi dengan jajaran manajemen dan driver yang sekarang sudah mencapai 20 orang. Kecil memang jika dibandingkan dengan layanan ride sharing di Jakarta atau Bandung, tapi potensi untuk berkembang di Jambi masin tetap ada.

Untuk model bisnis, Hendrik menjelaskan Letsgo mendapatkan keuntungan berdasarkan transaksi yang terjadi. Sekitar 20% nilai dari transaksi akan masuk ke kantong Letsgo.

“Pihak Letsgo mendapatkan keuntungan berdasarkan dari transaksi yang terjadi, 20% dari nilai transaksi untuk perusahaan,” papar Hendrik.

Untuk jasa pengiriman di area Jambi sejauh ini Letsgo akan berhadapan langsung dengan DeliverKong yang memang dari awal fokus pada jasa pengiriman. Persaingan keduanya akan memberikan pemahaman edukasi yang lebih cepat dan merata ke lapisan masyarakat Jambi dan menumbuhkan pasar yang ada.

Application Information Will Show Up Here