Tag Archives: omnichannel strategy

JD.id to Strengthen Omnichannel Strategy, Expanding Offline Coverage in Greater Jakarta

JD.id to strengthen its omnichannel strategy by opening offline stores in several locations in Jabodetabek. Since 2018, JD.id aims to become the leading e-commerce platform that integrates the largest offline and online ecosystems in Indonesia through this initiative.

To date, JD.id has two flagship outlets for electronics (Electronic Store) and minimarkets (JD HUB) across Greater Jakarta. There are five JD.id Electronic Store operating, with the recent opening at AEON Mall Sentul City, Bogor. Meanwhile, JD HUB is now available in three locations, with the most recent opening at The Elements Apartment Kuningan, Jakarta.

JD.id’s Head of Offline Business, Evyette Tung said to DailySocial, JD.id’s entrance into offline stores combines an O2O strategy with objective to increase offline business sales through the online platforms, as well as increasing offline business traffic through conversion to online platform’s pick-up points.

In addition, this business strategy is also due to the company’s effort to provide convenience and comfort for consumers in choosing the shopping platform that best suits their preferences. Whether it’s buying products online in the JD.id application, then picking them up at offline stores, or choosing and buying products from the nearest offline stores, then sending them to the destination address with the “Nearby Shops” feature in the JD.id application.

Without any further detail, she said the company choose electronic and minimarket categories as they were recorded to have high demand, both before and during the pandemic.

Supported by MarkPlus Insight’s research findings entitled “Consumer Behavior of E-Commerce in 2021”, revealed the fashion and electronics categories are the product category with the highest selling value. Fashion is recorded to have the highest sales volume which is predicted to reach $10.4 billion in 2022.

Meanwhile, the electronics category has great selling value potential with the higher price range than fashion. It is predicted that the selling value is to reach $7.9 billion in 2022.

“Through JD HUB and JD.ID Electronic Store, JD.ID intends to build an integrated online and offline shopping ecosystem, therefore, to create closer interaction with consumer, has becoming a safe, fun shopping solution amid this pandemic situation,” Evyette said.

She continued, JD HUB comes with the concept of a minimarket with a strategic location, a spacious and comfortable store. Like other minimarkets, JD HUB sells various food products, packaged drinks, fresh products, and daily necessities.

Also, JD.id Electronic Store to answer consumer electronic needs, such as gadgets, laptops, home appliances, home living, and furniture. In the JD.id Electronic Store at AEON Mall Sentul City, Bogor, for example, not only display area, it also presents an experience area for gaming, smart living, kitchen, bedroom, and center of activity facilities for various JD.id events.

“These two outlets apply an O2O business strategy which is also supported by the “Nearby Shops” feature, therefore, customers can do not only face-to-face shopping, but also anytime and anywhere via their smartphones.”

After AEON Mall Sentul City, the company will launch the next 6th outlet for the JD.id Electronic Store in the Sudirman area, Jakarta in the near future. The target is yet to be revealed by the end of this year.

“This year, the development and expansion of the O2O business will still be our priority, from the development in the Greater Jakarta area, followed by development in various big cities in Indonesia,” she said.

Its presence at AEON Mall Sentul City is an implementation of the strategic collaboration between JD.id and the AEON Mall Indonesia Group. The form of this collaboration is the opening of JD.id Electronic Store outlets at several AEON locations in Jabodetabek; collaborative development of O2O outlets; development of the Nearby Shops ecosystem for AEON Mall tenants; and symbiotically bring customer traffic to each other.

Meanwhile, JD HUB is the implementation of a strategic partnership with Sinarmas Land, to fill retail spaces in Sinarmas’ projects. In addition to the development of retail space, JD.id will also provide a digital payment feature (billing payment platform) for residents in townships and Sinarmas Land projects, as well as provide a digital-marketing platform for Sinarmas Land in promoting its property products, such as residential, office, and retail space, through virtual showroom technology and webinar events.

Entering O2O segment

JD.id’s closest competitor that is also aggressively implementing an omnichannel strategy is Blibli. Although Blibli only has one offline outlet that has been operated, Blibli is also aggressively implementing an O2O strategy for its online groceries services.

It was marked by the acquisition of a 51% majority stake in Supra Boga Lestari, the operator of the Ranch Market supermarket which was announced last week (16/9). Currently Ranch Market operates 48 outlets throughout Indonesia.

In a media conference at the end of 2020, Blibli said that the daily staple category was among the best-selling. Although not detailed with numbers, the number of transactions at BlibliMart has tripled during the pandemic.

Minister of Trade, Muhammad Lutfi said, sales of fresh food products in e-commerce services will generate a value of more than Rp. 21 trillion in 2021. This is a higher number from the same period in the previous year of Rp18 trillion.

When this achievement is successfully inscribed by the ecosystem, Lutfi is steady with a projected achievement of 108 trillion Rupiah in the next five years. Obviously this is not a small number for a relatively new line of industry.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Implementasi strategi omnichannel, JD.id memiliki dua gerai flagship untuk elektronik (Electronic Store) dan minimarket (JD HUB) yang tersebar di Jabodetabek

JD.id Perkuat Omnichannel, Perbanyak Lokasi Gerai Offline di Jabodetabek

JD.id terus memperkuat strategi omnichannel dengan membuka gerai offline di berbagai lokasi di Jabodetabek pada tahap awalnya. Lewat inisiatif yang sudah dijalankan sejak 2018 ini, JD.id ingin menjadi platform e-commerce terdepan yang mengintegrasikan ekosistem offline dan online terbesar di Indonesia.

Terhitung saat ini JD.id memiliki dua gerai flagship untuk elektronik (Electronic Store) dan minimarket (JD HUB) yang tersebar di Jabodetabek. Untuk JD.id Electronic Store ada lima gerai yang sudah beroperasi, dengan yang lokasi terbaru di AEON Mall Sentul City, Bogor. Sementara JD HUB, kini sudah hadir di tiga lokasi, dengan lokasi teranyar di The Elements Apartment Kuningan, Jakarta.

Kepada DailySocial.id, Head of Offline Business JD.id Evyette Tung menjelaskan, masuknya JD.id ke gerai offline mengombinasikan strategi O2O yang ditujukan untuk meningkatkan penjualan bisnis offline melalui kehadiran platform online, serta meningkatkan lalu lintas bisnis offline melalui konversi ke titik pick-up platform online.

Di samping itu, strategi bisnis ini ditempuh karena perusahaan ingin selalu memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi konsumen dalam memilih platform belanja yang paling sesuai dengan preferensi mereka. Entah itu membeli produk secara online di aplikasi JD.id, lalu mengambilnya di gerai offline, atau memilih dan membeli produk dari gerai offline terdekat untuk kemudian dikirim ke alamat tujuan dengan fitur “Nearby Shops” di aplikasi JD.id

Kendati tidak didukung dengan data pelengkap, ia menuturkan kategori elektronik dan minimarket ini dipilih karena tercatat memiliki permintaan yang tinggi, baik itu sebelum maupun saat pandemi.

Didukung dengan temuan riset MarkPlus Insight bertajuk “Perilaku Konsumen E-Commerce Tahun 2021“, mengungkapkan kategori produk dengan highest selling value dipegang oleh kategori fesyen dan elektronik. Fesyen tercatat memiliki volume sales tertinggi yang diprediksi akan mencapai $10,4 miliar di 2022.

Sementara kategori elektronik memiliki potensi besar dalam selling value karena price range yang lebih tinggi daripada fesyen. Diprediksi selling value kategori ini akan mencapai $7,9 miliar di 2022.

“Melalui JD HUB dan JD.ID Electronic Store, JD.ID bermaksud untuk membangun ekosistem belanja online sekaligus offline yang terintegrasi, sehingga mampu menyapa konsumen secara lebih dekat, menjadi solusi berbelanja yang aman menyenangkan di tengah situasi pandemi,” ucap Evyette.

Dia melanjutkan, JD HUB hadir dengan konsep minimarket dengan lokasi yang strategis, toko yang luas dan nyaman. Seperti minimarket lainnya, JD HUB menjual berbagai produk makanan, minuman kemasan, produk segar, hingga kebutuhan sehari-hari.

Adapun untuk JD.id Electronic Store untuk menjawab kebutuhan elektronik konsumen, seperti gadget, laptop, home appliance, home living, dan furnitur. Dalam gerai JD.id Electronic Store di AEON Mall Sentul City, Bogor misalnya, tidak hanya memiliki display area, juga menghadirkan experience area untuk gaming, smart living, kitchen, bedroom, dan fasilitas center of activity untuk berbagai kegiatan acara JD.id.

“Kedua gerai ini mengaplikasikan strategi bisnis O2O yang juga didukung dengan hadirnya fitur “Nearby Shops”, sehingga para pelanggan tidak hanya bisa belanja tatap muka, juga bisa belanja kapan pun dan di mana pun melalui smartphone mereka.”

Setelah AEON Mall Sentul City, dalam waktu dekat perusahaan akan meresmikan gerai berikutnya yang ke-6 untuk JD.id Electronic Store, di kawasan Sudirman, Jakarta dalam waktu dekat. Tidak disebutkan target pembukaan gerai hingga akhir tahun ini.

“Tahun ini, pengembangan dan ekspansi bisnis O2O masih akan tetap menjadi rencana besar kami, mulai dari pengembangan di kawasan Jabodetabek, yang dilanjutkan dengan pengembangan di berbagai kota besar di Indonesia,” tutupnya.

Kehadiran di AEON Mall Sentul City ini merupakan implementasi dari kerja sama strategis antara JD.id dengan Grup AEON Mall Indonesia. Bentuk dari kerja sama tersebut adalah pembukaan gerai JD.id Electronic Store di beberapa lokasi AEON di Jabodetabek; kolaborasi pengembangan gerai O2O; pengembangan ekosistem Nearby Shops untuk para tenant AEON Mall; dan secara simbiosis mendatangkan traffic pelanggan ke satu sama lain.

Sementara untuk JD HUB adalah implementasi dari kerja sama strategis dengan Sinarmas Land, untuk mengisi ruang-ruang ritel di proyek milik Sinarmas. Selain pengembangan ruang ritel, ke depannya JD.id juga akan menyediakan fitur pembayaran digital (billing payment platform) bagi warga di township dan proyek Sinarmas Land, serta menyediakan platform digital-marketing bagi Sinarmas Land dalam mempromosikan produk properti miliknya, seperti residential, kantor, maupun ruang ritel, melalui teknologi virtual showroom maupun event webinar.

Masuk ke ranah O2O

Kompetitor terdekat JD.id yang juga gencar dalam menerapkan strategi omnichannel adalah Blibli. Meski Blibli baru memiliki satu gerai offline yang sudah dioperasikan, namun Blibli juga gencar dalam menerapkan strategi O2O untuk layanan online groceries-nya.

Hal tersebut ditandai dengan aksi akuisisi 51% saham mayoritas Supra Boga Lestari, operator supermarket Ranch Market yang diumumkan pada pekan lalu (16/9). Saat ini Ranch Market mengoperasikan 48 gerai di seluruh Indonesia.

Dalam kesempatan temu media di akhir 2020 lalu, Blibli menyebut kategori bahan pokok harian termasuk paling laku. Meski tidak dirinci dengan angka, jumlah transaksi di BlibliMart meningkat hingga tiga kali lipat saat pandemi.

Menurut Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, penjualan produk pangan segar di layanan e-commerce akan menghasilkan nilai lebih dari Rp21 triliun di 2021. angka tersebut meningkat dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp18 triliun.

Jika capaian tersebut berhasil ditorehkan ekosistem, Lutfi mantap dengan proyeksi capaian 108 triliun Rupiah pada lima tahun mendatang. Jelas ini bukan angka yang kecil untuk lini industri yang relatif baru.

Application Information Will Show Up Here
strategi omnichannel bukalapak tokopedia

Penerapan Strategi “Omnichannel” di Bukalapak dan Tokopedia untuk Tingkatkan Pengalaman Pengguna

Hingga tahun 2023 mendatang, Market Research Future memprediksi pasar platform ritel omnichannel global tumbuh hingga US$11,1 miliar. Dalam 2-3 tahun ke depan, faktor pendorong utamanya peningkatan adopsi layanan e-commerce dan meningkatnya penggunaan smartphone/tablet untuk transaksi jual-beli.

Menurut Chief Strategy Officer Bukalapak Teddy Oetomo, strategi omnichannel di layanan e-commerce dan marketplace dilakukan untuk membuahkan diversifikasi di berbagai lini produk dan program, baik secara online maupun offline.

“Kami ingin menyebut Bukalapak sebagai technology commerce, di mana seluruh kegiatan dagang di platform dan program yang dijalankan memanfaatkan teknologi inovatif sebagai akselerator bisnis para UKM. Namun yang terpenting adalah, apapun bentuknya, Bukalapak akan terus berkomitmen pada visinya  menjadi perusahaan yang mampu memberdayakan UKM Indonesia dan penggerak perekonomian bangsa,” kata Teddy.

Salah satu contoh program online-to-offline mereka adalah Mitra Bukalapak. Perusahaan mencoba merangkul agen individual dan warung tradisional agar  memanfaatkan teknologi dan fitur yang dimiliki Bukalapak, sehingga mereka mendapatkan nilai tambah.

Hal senada juga diungkapkan Head of Brand Tokopedia Nirmala Rahmawati, sesuai dengan DNA perusahaan yaitu “focus on consumer” diharapkan bisa memberikan pengalaman terbaik bagi lebih dari 90 juta pengguna bulanan aktif.

“Kami terus berupaya memahami masyarakat dalam menggunakan berbagai fitur dan layanan kami. Brand harus bisa menggunakan berbagai alat dan solusi untuk membangun pengalaman pelanggan yang mudah dan berkesan di berbagai platform.”

Strategi konten cross-channel

Seiring masifnya pemanfaatan teknologi, pasar global telah melihat perubahan besar dalam perilaku konsumen, termasuk Indonesia. Akibatnya, sebagian besar industri menghadapi tantangan baru untuk memenuhi tersebut. Kebutuhan masyarakat yang berbeda-beda membutuhkan pendekatan dan perspektif kreatif baru untuk menyelesaikan masalah.

Strategi omnichannel juga sering dikaitkan dengan distribusi konten secara cross-channel demi meningkatkan pengalaman pengguna. Hal tersebut mencakup integrasi dari pesan yang ingin dikomunikasikan melalui medium digital dan non-digital.

“Dengan mempelajari perilaku konsumen berdasarkan analisis data menggunakan AI dan machine learningkami dapat mempersonalisasi setiap pesan yang dikirim melalui berbagai kanal untuk memastikan relevansi bagi pengguna Tokopedia. Langkah ini sangat penting dalam menciptakan brand experience yang bermakna. Selain itu, informasi tersebut juga membantu kami menyampaikan berbagai pesan lewat beragam kanal yang sesuai dengan preferensi pengguna kami, sehingga kami dapat mengubah perilaku konsumen untuk melakukan pembelian lewat platform Tokopedia,” kata Nirmala.

Saat ini Tokopedia mengklaim telah memiliki lebih dari 250 juta produk terdaftar dengan harga transparan yang dipasarkan oleh lebih dari 7,2 juta pedagang. Selain itu, mereka juga memiliki 35 produk digital yang melayani berbagai kebutuhan masyarakat Indonesia. Dengan begitu banyak produk dan fitur yang tersedia di Tokopedia untuk memenuhi berbagai jenis kebutuhan konsumen, maka diperlukan pengalaman omnichannel yang semulus mungkin.

Menurut Business Delopment Manager MoEngage Divya Jagwani, brick and mortar telah menjadi pelopor untuk industri ritel sejak dulu, namun dalam beberapa tahun terakhir model pembelian telah bergeser untuk pengguna dan sekarang penjualan online nilainya setara atau bahkan lebih tinggi dibandingkan penjualan secara offline. Salah satu alasannya adalah, makin bertambahnya jumlah konsumen yang mencari kenyamanan sekaligus jaminan yang pasti atas produk yang mereka beli.

“Saya percaya untuk saat ini tidak ada banyak perbedaan di toko offline atau online. Harapan konsumen adalah agar toko offline bisa menjadi perpanjangan dari toko online yang menawarkan pengalaman yang sama kepada mereka di seluruh channel dan sebaliknya,” kata Divya.

Secara khusus pendekatan secara online bisa menargetkan konsumen yang tepat, sesuai dengan segmentasi dan produk yang ditawarkan oleh brand. Contohnya pada penempatan iklan digital seperti display dan video, serta penggunaan homepage banner di berbagai platform digital.

Di sisi lain pendekatan secara offline memungkinkan konsumen untuk melihat dan merasakan secara langsung barang yang menarik minat mereka. Contohnya adalah menggunakan iklan TV, beberapa penempatan billboard dan kegiatan pemasaran out-of-home lainnya seperti , seperti titik spot iklan di MRT Jakarta. Untuk itu dibutuhkan biaya yang cukup besar ketika strategi omnichannel mulai dilakukan.

“Poin yang paling penting untuk bisa dipahami oleh brand adalah, konsumen tidak melihat perbedaan antara situs, smartphone, toko offline, email atau SMS. Bagi mereka, penting bagi brand untuk mengenal mereka, tidak peduli channel apa atau cara komunikasi apa yang dipilih untuk bisa lebih personal. Dengan begitu banyaknya data yang dimiliki brand saat ini, mereka seharusnya tidak lagi memasarkan kepada pelanggan dengan mengirim buletin dan kampanye promosi biasa, tetapi menambah nilai pada kehidupan mereka sehari-hari melalui komunikasi di seluruh channel,” kata Divya.

Personalisasi dan penggunaan data

Personalisasi adalah jantung dan faktor penting dalam dunia digital saat ini. Dikenal sebagai “brand intimacy”, kemampuan untuk menghasilkan emosi positif dengan pelanggan diklaim bisa membantu brand mendorong penjualan dan loyalitas pelanggan.

Pada tahun ini diprediksi makin banyak brand yang mencoba untuk “memanusiakan” titik kontak di seluruh channel yang mereka miliki dengan tujuan membangun hubungan emosional yang kuat. Untuk itu bagi brand yang masih menjalankan bisnis secara konvensional sudah harus mulai mengadopsi teknologi, penjualan langsung ke konsumen dan meningkatkan hiper-personalisasi, analisis perilaku pelanggan, dan kemampuan pembelajaran mesin oleh AI.

“Kami berupaya melakukan personalisasi untuk setiap pengguna Tokopedia berdasarkan berbagai data yang kami kumpulkan saat pengguna berinteraksi dengan platform kami. Seluruh langkah ini kami lakukan dengan tujuan untuk membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan kami dan mempermudah masyarakat Indonesia untuk memulai dan menemukan apa pun lewat Tokopedia,” kata Nirmala.

Untuk itu penting bagi brand mulai mengelola dengan baik data yang mereka miliki, untuk mendorong kegiatan pemasaran secara digital. Data ini memungkinkan brand untuk membangun algoritma AI dan machine learning yang secara progresif mempelajari lebih lanjut tentang pengguna, menyajikan analisis yang bermakna dan dapat ditindaklanjuti untuk brand yang pada gilirannya bisa memberikan pengalaman pengguna secara personal.

“Penting untuk memahami data dikumpulkan. Tidak cukup hanya melacak data pengguna, tetapi menyusun dan menemukan wawasan yang bermakna serta dapat ditindaklanjuti. Penting bagi brand untuk kemudian menggunakan data ini untuk mencapai komunikasi dengan pelanggan pada waktu yang tepat, melalui channel yang tepat dengan pesan yang tepat untuk mereka,¨tutup Divya.