Tag Archives: OmniVR

Lebih akrab sebagai piranti pendukung game console, VR menyimpan potensi sebagai alat marketing yang ampuh.

Menyelami Potensi Virtual Reality sebagai Medium Pemasaran

Pengenalan teknologi baru tak selamanya berjalan mulus. Hal ini dirasakan betul oleh Omni VR, perusahaan layanan berbasis virtual reality (VR), setelah beberapa tahun beroperasi di Indonesia.

OmniVR sudah melewati banyak hal sebagai perusahaan yang mengusung perangkat VR sebagai ujung tombak. Teknologi tersebut memang sempat jadi buah bibir pada beberapa tahun lalu saat pertama kali diperkenalkan ke publik. Namun ekspektasi tinggi terhadap VR ternyata tak sebanding dengan penyerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini terbukti dalam dua tahun terakhir hanya nyaris 5 juta unit VR yang terjual, 288 di antaranya di Indonesia.

“Artinya secara distribusi perangkat VR ini sangat terbatas,” ujar Founder & CEO OmniVR Nico Alyus.

Kendati distribusinya terbatas, teknologi VR masih menyimpan segudang potensi. Dalam #SelasaStartup, Nico memperlihatkan bahwa pemanfaatan VR bisa ditarik hingga ke ranah pemasaran.

VR untuk pemasaran

Sebagai perangkat, VR mungkin lebih dikenal khalayak sebagai alat pendukung game console seperti pada PlayStation atau game PC. Nico tak membantah itu karena menurutnya game menjadi medium paling ampuh dalam memperkenalkan VR ke publik.

Setidaknya ada empat keuntungan pemasaran yang memanfaatkan VR. Pertama adalah sebagai alat berbagi pengalaman. Sederhananya seperti sekadar mendengar keindahan alam Bali tak akan sebanding dengan merasakannya sendiri.

Keuntungan kedua adalah mendapatkan 100 persen perhatian pengguna. Berbeda dengan ponsel cerdas atau medium lain, piranti VR tak memungkinkan penggunanya beralih perhatian karena sebagian besar indera mereka dipaksa bergerak dalam realita baru.

Kendati begitu, Nico meyakini VR sampai saat ini belum bisa menjangkau khalayak luas. Ini sebabnya ia menilai penggunaan VR dalam pemasaran dengan tujuan konversi penjualan tidak tepat. Namun di sisi lain, penggunaan VR dapat memudahkan pemahaman posisi dan semangat brand kepada penggunanya.

Minimnya perangkat VR yang laku di pasar menjadi hambatan tersendiri. Namun Nico menilai hal ini bisa jadi keuntungan bagi perusahaan yang ingin memakai VR sebagai alat marketing mereka.

“Karena tidak semua orang bisa mengakses VR, kita harus bisa menciptakan VR experience yang memorable,” ucap Nico.

Selain keuntungan di atas, ada juga sejumlah faktor yang harus dihindari saat menggunakan VR sebagai alat pemasaran. Di antaranya adalah membuat konten yang berisi penjelasan panjang-lebar atau konten terlalu kompleks sehingga sulit dipahami audiens.

Nico menyarankan suatu perusahaan terlebih dahulu menentukan target audiens mereka sebelum memakai VR. “Terakhir, sebaiknya jangan minta audiens untuk bayar karena dari pengalaman kami ketika orang tahu harus bayar, mereka jadi resisten. Padahal kita ingin sebanyak-banyaknya mereka mencoba.”

Bukan untuk mendongkrak penjualan

Seperti yang disampaikan sebelumnya, VR tak bisa diharapkan sebagai medium pemasaran dengan tujuan mendongkrak penjualan. Dari pengalaman OmniVR, tercatat penggunaan VR dalam marketing hanya berdampak rata-rata 18,8 persen pada penjualan.

“Sejujurnya, kalau itu ekspektasinya saya sarankan tidak menggunakan VR dulu,” Nico menambahkan.

Sebaliknya, VR menjadi sangat efektif ketika diukur dari buzz value. Nico mencatat ada kenaikan 760 persen buzz value dari pemasaran memakai VR ketimbang pemasaran secara tradisional.

“Itulah kenapa VR cocok untuk brand positioning karena ada word of mouth yang bisa dicapai dibandingkan kampanye tradisional,” pungkas Nico.

Acer Resmi Luncurkan Headset Windows Mixed Reality, Simak Pengalaman Menggunakannya

Windows Mixed Reality adalah platform bagian dari Windows 10 yang menyajikan pengalaman ‘realita campuran’ melalui unit headset. Dalam prakteknya, MR sendiri lebih luas dari bayangan kita. Device MR primadona Microsoft, yaitu HoloLens, dispesialisasikan pada pengalaman AR; sedangkan HMD immersive reality seperti punya Acer, HP dan Dell lebih difokuskan ke virtual reality.

Di Indonesia, perangkat Windows Mixed Reality punya Acer sudah cukup sering muncul di acara-acara pers yang dilangsungkan sang produsen consumer electronics Taiwan itu. Terakhir kali saya lihat, Acer membagi-bagikannya secara gratis bagi mereka yang membeli PC Predator Orion 9000. Saat itu, penjelasan Acer menyiratkan bahwa Orion 9000 dan WMR lebih disiapkan sebagai produk kelas bisnis.

AWMR 4

Baru dua bulan setelahnya, Acer akhirnya resmi meluncurkan Acer Windows Mixed Reality di tanah air. Namun berbeda dari dugaan saya sebelumnya, produk ini ternyata dapat diakses baik oleh kalangan enterprise ataupun end-user. Menurut Acer, WMR mereka itu merupakan penawaran terbaik di Indonesia saat ini karena proses setup-nya sangat sederhana, harganya masuk akal, kebutuhan sistemnya tergolong rendah, lalu produk juga dilindungi oleh garansi resmi.

AWMR 7

Seperti yang saya bahas sebelumnya, Acer WMR sejatinya ialah head-mounted display virtual reality. Ia didesain dari awal untuk mengisolasi penggunanya dari lingkungan sekitar, dan meskipun perangkat masih membutuhkan hardware eksternal untuk menjalankan konten dan tak beroperasi secara mandiri, kepraktisan pemakaian merupakan aspek yang membuatnya lebih unggul dari Oculus Rift maupun HTC Vive.

AWMR 6

 

Spesifikasi dan daftar kebutuhan hardware

Sebelum masuk ke sesi hands-on (atau mungkin lebih tepatnya, heads-on?), saya akan sedikit membahas spesifikasi Acer WMR. Perangkat ini menyuguhkan sepasang layar 2,89-inci beresolusi 1440x1440p 706ppi dengan refresh rate 90Hz dan field of view 100 derajat. Ia dibekali sensor gyro, accelerometer, magnetometer, proximity, dan mampu membaca gerakan 6-degree of freedom. Itu artinya, HMD bisa membaca enam jenis gerakan, yakni naik/turun, kiri/kanan, maju/mundur, roll, pitch dan yaw.

AWMR 8

Menariknya, tak butuh PC berspesifikasi monster untuk bisa menikmati konten VR via Acer WMR. Anda hanya memerlukan sistem dengan Intel Core i5 7200U (mobile), GPU HD Graphics 620 DX12, RAM DDR3 8GB, dan ruang penyimpanan 10GB agar device berjalan normal. Walaupun begitu, kehadiran GPU discrete seperti GeForce GTX 960/1050 atau Radeon RX 460/560 ke atas sudah pasti akan mendongkrak performanya.

AWMR 12

 

Proses setup

Ketika Oculus Rift dan HTC Vive membutuhkan sistem pelacakan luar agar bisa bekerja, masing-masing dinamai Constellation dan Lighthouse, headset Acer Windows Mixed Reality sama sekali tidak membutuhkan sensor eksternal. Secara teori, selama HMD mendeteksi controller-nya, Anda dapat bergerak bebas (hingga batasan panjang kabel atau ketika Anda menabrak sesuatu).

AWMR 1

Dalam paket penjualan, Acer telah membundel Windows Mixed Reality bersama sepasang motion controller WMR. Periferal kendali ini sebetulnya tak cuma dirancang buat headset Acer, tapi juga kompatibel ke HMD Lenovo, HP dan Dell. Dengan begini, kita tidak membutuhkan periferal baru ketika membeli perangkat-perangkat tersebut. Dimas Setyo selaku pre sales manager Acer Indonesia berjanji bahwa proses pemasangannya tidak akan memakan waktu lebih dari 10 menit.

Headset Acer Windows Mixed Reality/

Merespons pertanyaan saya soal dukungan platform, Acer WMR kabarnya dapat mengakses game dan app dari Windows Store, SteamVR, hingga konten-konten Oculus Rift via aplikasi Oculus Home. Satu platform yang belum bisa diakses olehnya adalah Viveport, namun sejumlah game/app sebetulnya sudah tersedia di layanan berbeda sehingga kita tak perlu terlalu memusingkannya.

 

Heads-on

HMD Acer Windows Mixed Reality mempunyai struktur mirip PlayStation VR. Tubuhnya terdiri dari dua bagian: visor dan strap ring. Prosedur menggunakannya sangat sederhana, Anda bahkan tak memburuhkan bantuan orang lain buat memasangnya. Pertama kenakan strap di kepala, lalu setelah pas, tarik visor ke arah mata. Jika gambar blur atau headset masih belum terpasang nyaman, sesuaikan ukurannya dengan memutar dial di belakang. Terdapat ruang cukup luas di dalam sehingga orang-orang seperti saya tidak perlu melepas kacamata.

AWMR 13

AWMR 9

Tanpa sensor eksternal, headset Acer tetap mampu melacak gerakan kepala dan sensor secara presisi. Sejauh pengalaman saya, saya tidak merasakan adanya keterlambatan respons baik dalam permainan Ghostbusters VR serta game memanah ala The Lab: Longbow buatan salah satu partner lokal Acer, OmniVR. Mungkin ini disebabkan karena sang produsen memasangkan headset ke unit gaming desktop Predator G1.

AWMR 3

Karena ketiadaan tracker eksternal, pengguna harus selalu menyadari bahwa apa yang ia lihat di sana adalah dunia virtual. Mengarahkan tubuh ialah salah satu cara berinteraksi dengan konten VR, tapi walaupun Acer WMR mampu mendeksi peralihan posisi, sebaiknya Anda tidak berjalan ke mana-mana ketika mengenakannya – karena beresiko menabrak sesuatu atau seseorang.

AWMR 11

Mirip Doom VFR, Ghostbusters VR mengusung sistem navigasi berupa teleportasi/warp. Saat menikmati game, Anda sangat disarankan buat membiasakan diri dan terus ingat untuk memanfaatkan sistem warp. Jangan gemas dan bergerak sembarangan. Di bagian menu, saya juga melihat eksistensi dari permainan Superhot VR, namun kemarin saya belum sempat menjajalnya.

AWMR 2

Game memanah racikan OmniVR sendiri terasa sangat familier. Di sana, pemain ditantang untuk menembak balon dengan panah sebanyak-banyaknya demi memperoleh skor sebesar mungkin. Unit controller kiri berfungsi sebagai busurnya, lalu dengan controller kanan, Anda dapat mengatur tarikan dan melepas anak panah. Penyajiannya memang sederhana, tapi coba beberapa kali, dan otot tangan Anda akan terasa kencang. Game ini cocok untuk berolahraga, mengasah keakuratan, serta melatih koordinasi tangan dan mata.

AWMR 10

 

Harga dan ketersediaan

Tanpa controller, Acer WMR dibanderol di harga US$ 300, namun di Indonesia, Anda tidak bisa membelinya secara terpisah. Microsoft sempat bilang bahwa versi bundel headset dan motion controller akan dijajakan di kisaran US$ 400. Di tanah air, satu set head-mounted display dapat Anda miliki dengan mengeluarkan uang Rp 7,5 juta, sudah termasuk garansi selama satu tahun.

Jika membelinya sekarang hingga bulan Oktober 2018 nanti, Anda berhak mendapatkan game Ghostbusters VR secara gratis.

AWMR 5

OmniVR Ungkap Agenda Mereka di 2018, Dimulai Dengan VR League

Berdasarkan data dari Gartner, virtual reality telah melewati trough of disillusionment, sebuah ‘lembah kematian’ yang terbentang sesudah teknologi mencapai titik sensasi tertinggi. Saat ini, lebih banyak orang bisa memisahkan mitos dengan fakta terkait VR, dan pelan-pelan menyadari potensi praktis teknologi ini buat diaplikasikan ke ranah hiburan dan bisnis.

Sebagai salah satu pionir di industri virtual reality tanah air, OmniVR telah memperoleh sejumlah pencapaian besar di tahun 2017. Pertama, mereka mengakuisisi partnernya, tim spesialis pencipta hardware VR (seperti mesin simulator dan omni-directional treadmill) Prime Technology. Selanjutnya, perusahaan pimpinan CEO Nico Alyus itu juga mengambil alih produsen VR arcade Virtualistis – khas dengan arena virtual reality minimalis dan kursi simulator berbentuk telurnya.

VR League 6

OmniVR tentu sudah menyiapkan sejumlah kegiatan dan strategi untuk dijalankan di tahun 2018. Lewat konferensi pers kemarin, mereka mengumumkan beberapa program menarik yang sebentar lagi dieksekusi. OmniVR akan memulainya dengan VR League, melangsungkan roadshow City ToVR, kemudian diiringi oleh pendirian Game Hub melalui kolaborasi bersama Discovery Nusantara Capital dan Revival TV.

VR League 5

 

VR League

Nico menjelaskan bahwa program VR League dipicu oleh berkembang pesatnya eSport di Indonesia. OmniVR tampaknya punya maksud untuk mengarahkan virtual reality sebagai salah satu bentuk eSport lewat kompetisi. Mereka memulainya melalui turnamen ‘kecil-kecilan’, tetapi konsepnya sangat unik dan boleh dibilang sedikit bertentangan dengan gagasan dasar VR.

VR League 9

Mulai bulan Februari besok, semua orang dapat mencoba mencetak skor tertinggi dalam game Keep Talking and Nobody Explodes. Namun Anda tidak bisa bermain sendiri. Anda harus mengajak seorang kawan lagi buat berpartisipasi. Lewat cara ini, OmniVR bermaksud memfokuskan virtual reality sebagai platform pendorong kerja sama dan kolaborasi, walaupun pada dasarnya, VR didesain buat mengisolasi penggunanya dari dunia luar.

VR League 2

Pendaftaran dapat dilakukan di lokasi Mainvrame by OmniVR, berada di Pondok Indah Mall 2, Neo Soho Podomoro City, La Piazza, dan Aeon Mall BSD. Selanjutnya, kualifikasi akan digelar setiap hari Jumat dan Sabtu. Para pemenang mingguan itu nanti berkesempatan bertanding lagi pada babak akhir di penghujung bulan depan, tepatnya pada tanggal 24 Februari 2018 di Mainvrame Neo Soho untuk memperebutkan hadiah utama. OmniVR telah menyiapkan satu unit Samsung Galaxy S8 dan headset Gear VR.

VR League 1

Keep Talking and Nobody Explodes sendiri dikhususkan untuk dipertandingkan dalam VR League Chapter 1, dipilih karena ‘menonjolkan semangat indie, menghibur ketika ditonton langsung, dan bisa menjembatani permainan video konvensional dengan game virtual reality‘. OmniVR akan mengganti game-nya di chapter berikutnya. Nico mengaku belum menentukan judulnya, tetapi yang jelas permainan harus senada dengan tema kooperatif.

“OmniVR melihat tingginya potensi yang disimpan oleh gaming dan virtual reality generasi saat ini. Karenanya, kami menyatukan kedua hal ini demi membangun para altet VR di masa depan, dan mempersiapkan mereka buat mengikuti kejuaraan di level internasional,” tutur OmniVR.

 

Keep Talking and Nobody Explodes

Awalnya dikembangkan untuk Global Game Jam 2014, Keep Talking and Nobody Explodes adalah game kooperatif bertema menjinakkan bom. Seseorang ditugaskan untuk menangani bom, dan satu pemain lain bertindak sebagai instruktur ‘ahli’ buat memandu proses pengamanannya. Si penjinak tidak boleh melihat lembar panduan, sedangkan sang instruktur tak diperkenankan melihat bom.

VR League 3

Itu berarti, komunikasi antara penjinak dan instruktur harus berjalan mulus. Penjinak perlu mendeskripsikan apa yang ia lihat dengan jelas dan rinci, sedangkan instruktur ditugaskan buat mencari solusinya di lembar-lembar panduan. Di arena Mainvrame, Keep Talking and Nobody Explodes dimainkan di ruang berlatar belakang hijau. Kedua peserta harus masuk ke sana, dan hanya sang penjinak bom yang memakai headset VR.

VR League 4

Teorinya terdengar mudah, tapi berdasarkan pengalaman menjajalnya, game ini sangat menantang. Bermain jadi instruktur, saya cukup kesulitan mencari lembar panduan yang tepat. Keep Talking and Nobody Explodes menunjukkan bahwa saya sama sekali tidak punya peluang buat mendaftarkan diri jadi pasukan penjinak bom. Di fase terakhir, saya tak berhasil menemukan petunjuk, memaksa rekan saya untuk menebak saat diminta memotong kabel di detik-detik terakhir.

VR League 10

Dalam VR League, waktu yang dihabiskan peserta buat menjinakkan bom akan diadu. Yang paling cepat tentu saja jadi pemenangnya.

 

Selanjutnya…

Selain VR League, OmniVR akan melangsungkan roadshow City ToVR di luar kawasan Jabodetabek serta pulau Jawa untuk memperkenalkan virtual reality dan teknologi-teknologi pendukungannya pada khalayak lebih luas. Perusahaan berencana akan berkunjung ke Bandung, Bali, Balikpapan, Makassar, Medan, Palembang, Surabaya dan Yogyakarta.

VR League 7

Game Hub sendiri dirancang untuk jadi sebuah wadah di cabang hiburan berbasis teknologi, dari mulai virtual reality, eSport, gaming mainstream, board game, sampai tempat berkumpulnya para profesional di industri kreatif. Disiapkan secara kolaboratif oleh OmniVR, DNC dan Revival TV, Game Hub akan berlokasi di kota Jakarta, dibuka pada triwulan kedua 2018.

Potensi Industri VR dan AR di Indonesia Bagi Discovery Nusantara Capital

Industri virtual reality (VR) dan augmented reality (AR) di Indonesia memang masih relatif baru, kendati demikian bagi Discovery Nusantara Capital (DNC) menilai hal tersebut justru menjadi potensi yang bakal meledak di kemudian hari.

Menurut Managing Director DNC Irene Umar, perlahan-lahan pergerakan VR dan AR mulai menyalip aspek kehidupan. Terlihat dari nampaknya beberapa zona mini VR bermunculan di pusat keramaian. Perusahaan raksasa seperti Google, Facebook, Apple, hingga Microsoft mulai berinvestasi ke industri tersebut karena mereka telah melihat potensinya.

Atas pertimbangan tersebut pihaknya memutuskan untuk berinvestasi tahap awal ke OmniVR, perusahaan khusus yang bergerak di teknologi VR, khususnya game, simulasi virtual, dan arcade, dengan nilai yang tidak disebutkan.

Di Indonesia sendiri, ada beberapa pemain VR/AR lainnya yang beredar seperti Mind Stores, Digital Happiness, Slingshot, Octagon Studio, Shinta VR, dan sebagainya.

“Indonesia sedang bersiap untuk tren tersebut meski industri ini masih dalam masa pertumbuhan. Kami mencatat pembentukan dua komunitas VR di Indonesia dan salah satunya dipimpin oleh OmniVR. Beberapa pop up “mini VR’ yang bisa dilihat secara tidak langsung didukung oleh OmniVR di Mal Neo Soho dan La Piazza dalam waktu dekat akan dibuka,” kata Irene kepada DailySocial.

Tak hanya berinvestasi, sebagai perusahaan modal ventura yang berinvestasi di ekosistem game end-to-end, DNC akan mendorong kolaborasi antar perusahaan portofolionya satu sama lain. Salah satu kolaborasi yang dilakukan adalah bersama Promogo, startup periklanan digital dalam bentuk fisik, di pameran Indocomtech 2017.

Dia memprediksi bakal ada lebih banyak kolaborasi semacam itu yang terjadi dalam ekosistem DNC di masa depan.

Pasalnya, praktik pemanfaatan VR dan AR itu lintas industri. Sudah dimanfaatkan oleh perumahan, pendidikan, dan otomotif. Ini memperlihatkan bahwa masyarakat cukup reseptif terhadap implementasi VR dalam kehidupan sehari-hari.

“Dengan berkembangnya industri beserta penggunannya, Indonesia memiliki peluang karena ada kombinasi antara keduanya,” pungkas Irene.

Hasil riset DailySocial

Berdasarkan hasil riset DailySocial yang membahas pemahaman kegiatan VR dan AR di Indonesia dan diikuti 1013 responden dari seluruh Indonesia, ada beberapa temuan yang bisa ditarik kesimpulan:

(1) Penggunaan VR dan AR belum meluas di Indonesia. Ini bisa dikaitkan dengan berbagai alasan, antara lain harga, biaya, ketersediaan, ragu mencoba teknologi baru, dan lainnya;

(2) Kendati demikian, responden menunjukkan antusiasme terhadap kemungkinan VR/AR saat diminta tanggapan tentang peng-aplikasiannya di bidang pendidikan, periklanan, dan pekerjaan profesional;

(3) Bisnis VR/AR memiliki jalan yang panjang karena belum banyak dimanfaatkan konsumen Indonesia. Bukan berarti pemain VR/AR harus menyerah, tapi lebih ke arah dibutuhkannya banyak landasan sebelum bisa lepas landas.

Jakarta XR Meetup 9.0, Menatap Bisnis bersama VR/AR

Bagi Anda yang sudah langganan mampir di acara Jakarta XR Meetup—atau paling tidak sempat beberapa kali membaca ulasan acaranya di DailySocial—tentu sudah tidak asing lagi dengan ‘ritual-ritual’ umum dari meetup rutin gelaran OmniVR ini, di antaranya ialah mendengarkan insight soal VR/AR di sesi presentasi dan diskusi panel, menjajal VR/AR device, dan bincang-bincang santai. Namun, suasana berbeda dihadirkan di Jakarta XR Meetup 9.0.

Episode ke sembilan dari Jakarta XR Meetup yang diselenggarakan tanggal 5 Mei kemarin ini termasuk sederhana dan minimalis jika dibandingkan episode-episode sebelumnya. Tidak ada device yang bisa dicoba, tidak banyak slide presentasi yang tersaji, dan durasinya pun terhitung pendek (hanya satu jam).

Jakarta XR Meetup 9.0 adalah bagian dari gelaran akbar dari MarkPlus Inc., Jakarta Marketing Week 2017. Bertempat di mini stage Kota Kasablanka, Jakarta XR Meetup 9.0 malam itu didominasi oleh audiens dari kalangan umum—bahkan beberapa dari mereka mungkin baru menyadari keberadaan teknologi VR/AR di Indonesia. Maka, dengan demografi audiens semacam ini, adalah wajar bila Jakarta XR Meetup 9.0 tampil simpel. “Ya, bisa dibilang, ini XR Meetup yang paling ‘ringan’ yang pernah kami selenggarakan,” ujar Nico Alyus, CEO OmniVR selaku pihak penyelenggara, menyinggung soal konten kepada DailySocial dalam sebuah perbincangan santai.

Topik yang disebut-sebut ‘ringan’ itu rasanya menarik untuk disimak oleh orang-orang yang masih awam dengan dunia VR/AR, khususnya mereka yang menggemari atau tengah bergelut di dunia bisnis dan marketing. Selain Nico selaku moderator dalam diskusi panel, meetup bertajuk VR for Marketing and Business menghadirkan dua pembicara lainnya yang telah menggumuli dunia VR/AR: COO Shinta VR Andes Rizky dan Founder dan CEO Papilion Group (Popular Magazine) Vicky G. Saputra.

Berhubung lokasi meetup yang berada di tengah mall dan memungkinkan untuk disimak orang umum, Nico membuka acara dengan penjelasan singkat seputar dasar-dasar virtual reality dan augmented reality. “Pada dasarnya, virtual reality itu adalah sebuah realitas baru yang dibuat manusia,” terang Nico.

Realitas ini kemudian dikembangkan untuk berbagai kebutuhan. Gaming adalah salah satu yang paling dikenal, dan industri seperti perbengkelan dan kesehatan adalah bidang-bidang lainnya yang juga telah merambah dunia VR/AR. Banyaknya ragam bidang industri tersebut adalah peluang yang besar bagi pengembang VR/AR di Indonesia.

“Pasar Indonesia ini dibagi ke dalam dua area. Area pertama adalah untuk mereka yang memang menginginkan immersivity. Mereka memang ingin membeli device VR/AR, dan mereka diarahkan untuk membeli,” jelas Andes menggambarkan tipe konsumen VR/AR di Tanah Air. “Area kedua adalah mereka-mereka yang ingin experience saja. Biasanya mereka hanya menggunakan smartphone-nya, dan mereka cuma sekadar ingin extraordinary experience seperti video 360.”

Lalu, dengan lanskap pasar VR/AR yang sudah tergambar ini, kira-kira tantangan apa yang akan menghadapi para pelaku?

Dari sudut pandang pebisnis yang telah mengadopsi VR/AR, Vicky bersama Popular Magazine-nya merasa hanya berupaya untuk tetap mengikuti tren teknologi yang ada. “Ada yang bilang, digital technology itu tidak bisa dikuasai dalam semalam. Makanya, kami berusaha keep up. Karena kemungkinan majunya (teknologi) ke arah sana (VR/AR). Dari sisi produksi sih enggak ada masalah, karena udah canggih device-nya. Cuma lebih ke bagaimana mengarahkan talent saja sih,” tutur Vicky.

“Secara umum, potensinya oke, dari content production kami siap dan tetap butuh dukungan developer.”

Dari perspektif bidang pemasaran, Vicky melihat VR/AR hari ini masih belum efektif—kendati 360 video Popular Magazine di YouTube telah mencapai angka lebih dari dua juta views. “Masalahnya ada pada distribusi. Masih banyak klien yang merasa pembuatan konten VR/AR ini mahal, dan pada ujungnya berakhir cuma ingin bikin video saja,” jelas Vicky.

Disclosure: DailySocial adalah exclusive media partner dari Jakarta XR Meetup.

Rangkuman Acara XR Meetup v7.0 ‘VR-AR & Brands’

Dilangsungkan di kantor Kaskus pada tanggal 8 Maret kemarin, XR Meetup ke-7 difokuskan membahas aspek pemanfaatan teknologi immersive seperti virtual dan augmted reality di sisi branding. Acara tersebut menghadirkan Nico Alyus (OmniVR), Dimas Setyo (Acer), Anvid Erdian (Lenovo), dan Mohamad Ario Adimas (Indosat Ooredoo) sebagai narasumbernya.

Dahulu dikenal sebagai ‘VR Meetup’, XR Meetup mengundang semua orang pihak yang mempunyai ketertarikan di bidang virtual reality buat saling berbagi ilmu dan bertemu. Selain sharing informasi, peserta bisa menjajal langsung perangkat-perangkat seperti HTC Vive, Google Daydream View, Oculus Rift, 3Glasses sampai Nokia Ozo. Dan lewat artikel ini, saya mencoba merangkum segala informasi yang diungkap di acara tersebut.

XR Meetup 7 5

 

Nico Alyus – OmniVR

XR Meetup 7 9

OmniVR merupakan pihak pencetus XR Meetup, dan sebagai Head of Business Development-nya, Nico Alyus secara singkat menjelaskan apa yang jadi bidang bisnis perusahaan tersebut. OmniVR fokus pada pengembangan hardware dan konten virtual reality, di antaranya ada game, mixed reality, video 360, hingga penyediaan simulator.

Menurut Nico, ada tiga aspek penting penunjang VR: head-mounted display, unit controller, serta konten. Dan berdasarkan penyajiannya, perangkat juga terbagi lagi dalam beberapa kategori, ada mobile VR (Samsung Gear VR, Google Daydream View), tethered VR (device yang tersambung ke PC, contohnya OSVR, Rift, PSVR), serta ‘advancedtethered VR – maksudnya adalah HMD yang menyediakan satu solusi lengkap, seperti HTC Vive.

XR Meetup 7 1

Aspek kreasi konten VR sebetulnya telah tumbuh dengan subur. Saat ini tersaji banyak pilihan platform, misalnya SteamVR, Viveport yang dikhususkan untuk software non-game, Oculus Store serta Google Daydream; dan sudah banyak engine siap mendukungnya – Unity, Unreal, dan Autodesk Stingray.

XR Meetup 7 15

Angka pertumbuhan VR memang menunjukkan kurva positif di tahun 2016, namun Nico sendiri berpendapat bahwa di tahun inilah virtual reality betul-betul bangkit. Berdasarkan data yang ia tunjukkan, umumnya adopsi teknologi-teknologi baru berjalan lebih cepat dan saat ini konsumen sedang sangat tertarik pada VR.

XR Meetup 7 6

Dari analisis OmniVR, virtual reality bisa jadi sangat berguna untuk kegiatan offline activation, di mana khalayak target bisa menjajal dan mengagumi teknologinya secara langsung.

Dimas Setyo – Acer

XR Meetup 7 10

Di ranah ini, Acer memegang dua peran: penyedia perangkat ‘VR ready‘ serta pengembang head-mounted device. Anda mungkin sudah tidak asing dengan keluarga Predator. Berkat kehadiran Nvidia GeForce GTX seri 10, semakin banyak PC dan laptop yang sanggup menangani virtual reality. Tapi manuver paling menarik Acer di industri ini adalah pegembangan StarVR.

XR Meetup 7 8

Digarap bersama-sama oleh Acer dan Starbreeze (developer The Chronicles of Riddick: Escape from Butcher Bay), StarVR boleh dikatakan sebagai headset virtual reality berspesifikasi tertinggi. Ketika device kompetitor beradu di level resolusi 2160x1200p dan FoV 110 derajat, StarVR menghidangkan field of view horisontal 210 derajat dan vertikal 130 derajat dengan resolusi 5K (5120x1440p). Menariknya lagi, HMD ini tidak diracik buat jadi rival langsung bagi Vive ataupun Rift. StarVR dispesialisasikan untuk menyajikan pengalaman sinematik, bisa dinikmati di IMAX VR Centre, Los Angeles.

XR Meetup 7 2

Acer kabarnya juga sedang menggodok headset mixed reality baru untuk mendukung platform Windows Mixed Reality (dulu dikenal sebagai Windows Holographic).

Mohamad Ario Adimas – Indosat Ooredoo

XR Meetup 7 11

Bagi Indosat Ooredo, augmented serta virtual reality merupakan salah satu tren teknologi dengan kenaikan tertinggi, dan saat ini merupakan waktu yang tepat buat mengadopsinya. Alasannya? Konektivitas 4G LTE kian handal, banyak pemain besar berpartisipasi dan menyediakan fasilitas, konten ciptaan developer lokal bertambah banyak, dan masyarakat memang membutuhkan sesuatu yang baru.

XR Meetup 7 12

Ario selaku perwakilan dari Indosat Ooredoo menyampaikan bahwa mereka telah mulai memanfaatkan VR untuk online dan event marketing, corporate social responsibility (CSR), dan juga mempersilakan konsumen mencobanya di gerai-gerai Indosat Ooredoo. Tapi ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan buat turut bermain di sana. Kita perlu ingat bahwa di Indonesia, belum banyak orang menggunakan perangkat VR, kreator kontennya sedikit, lalu banyak pihak masih lebih memilih menyalurkan anggaran ke teknologi yang ‘sudah lebih terbukti’.

Ario juga bilang bahwa inisasi sebuah teknologi baru harus tepat. Jika terlalu cepat dan khalayak belum siap, bahkan konten menarik pun sulit diserap – contohnya seperti prakarsa Indosat MonstAR.

Anvid Erdian – Lenovo

XR Meetup 7 13

Perangkat bergerak adalah ujung tombak penetrasi VR di kalangan end-user, dan berdasarkan penuturan Anvid Erdian dari Lenovo Indonesia, alasannya sangat sederhana: mereka minim kabel, mudah dipasang, ringkas, serta cukup kuat buat menunjang mobile computing. Dan untuk sekarang, ekosistemnya telah tercipta dengan mantap.

XR Meetup 7 3

Memang belum ada konfirmasi mengenai apakah Google akan menghadirkan Daydream View secara resmi ke Indonesia, namun dengan meresmikan Motorola Moto Z di nusantara, Lenovo menunjukkan kesiapannya untuk menyuguhkan VR via HMD baru tersebut. Lenovo sudah lama memperlihatkan ketertarikannya pada virtual reality, dahulu dibuktikan lewat penyajian smartphone-smartphone berteknologi TheaterMax, seperti Vibe K4 Note, Vibe K5 Plus, serta A7000 SE buat dinikmati bersama AntVR.

XR Meetup 7 7

Untuk memicu faktor kreasi kontennya, Lenovo juga turut mengadakan VR Challange. Tiga app terpilih jadi pemenangnya, yaitu Terkunci: VR Game, Virtual Stellarity: VR Edugame dan Crazy Ojek 3D VR.

Jakarta XR Meetup 6.0, Mengedukasi VR/AR untuk Sistem Edukasi

Kehadiran VR/AR di dunia digital di tahun 2016 menyajikan poros baru bagi sebagian aspek industri. Paska ledakan tersebut, ranah hiburan boleh jadi terlihat paling menonjol dalam hal penerapan VR/AR, meski di sisi lain, adopsi teknologi visualisasi ini dapat dinikmati untuk bidang lain seperti pemasaran, periklanan, hingga kemiliteran.

Lingkup pendidikan juga turut mencicipi teknologi VR/AR dalam pengembangannya, seperti dalam metode pengajaran yang dilakukan tenaga pendidik. Nah, untuk menyelaraskan dan mengkaji VR/AR bagi dunia edukasi, OmniVR kembali mengadakan meetup bernama Jakarta XR Meetup 6.0 yang bertajuk “VR/AR and Tech Education”, di Binus fX Campus, fX Sudirman lantai 6.

Nico Alyus, Co-founder OmniVR, dalam presentasinya / DailySocial
Nico Alyus, Co-founder OmniVR, dalam presentasinya / DailySocial

“Kenapa bukan VR tapi XR? Karena ‘X’ itu artinya extended. Jadi meetup ini enggak akan cuma membahas dunia virtual reality, tapi juga augmented reality dan mixed reality,” jelas Nico Alyus, Co-founder OmniVR yang secara sederhana menjelaskan perubahan nama dari Jakarta VR Meetup menjadi Jakarta XR Meetup.

Sidiq Permana bersama Project Tango-nya di panggung Binus fX / DailySocial
Sidiq Permana bersama Project Tango-nya di panggung Binus fX / DailySocial

Dan seperti judulnya, Jakarta XR Meetup keenam ini secara menyeluruh bercerita mengenai pengembangan VR/AR yang dijahit dalam cakupan pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari daftar empat pembicara malam itu yang berasal dari latar belakang profesi yang berbeda-beda namun masing-masing memiliki keahlian dan ketertarikan yang besar dalam dunia VR/AR.

Setelah dibuka oleh Nico, Head of Program of Games Application & Technology Binus University Michael Yoseph menjadi pembicara pertama malam itu. Sebagai seorang dosen, Yoseph tentunya menerangkan dari sudut pandang pendidikan, di mana ia berpendapat bahwa VR/AR secara nyata dapat menawarkan metode lain dalam mempelajari sesuatu. “Contohnya saat belajar sejarah atau ekosistem bawah laut. Kita tidak perlu ada di sana namun bisa merasakan pengalaman yang nyata untuk mempelajarinya,” ujarnya.

Sidiq bersama mereka yang antusias dengan Project Tanggo milik Google / DailySocial
Sidiq bersama mereka yang antusias dengan Project Tanggo milik Google / DailySocial

Poin tersebut juga diamini oleh pembicara kedua Irving Hutagalung, Audience Evangelism Manager Microsoft Indonesia. Lulusan Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung ini beranggapan bahwa AR kini, misalnya, dapat membantu mempelajari organ tubuh dengan real-time interaction.

Membawa perspektif baru bagi VR/AR dalam dunia pendidikan, Dosen dari Telkom University Fat’hah Noor Prawita menjelaskan seputar virtual reality untuk disabilitas. “4,7% dari masyarakat Indonesia adalah penyandang tuna daksa,” ujar Fat’hah. Berdasarkan pengalaman dan pengamatannya, para penyandang tuna daksa dan jenis difabel lainnya seringkali lebih memilih untuk beraktivitas dan bermain di dalam rumah.

Untuk itu, Fat’hah dan mahasiswanya kerap kali berkesempatan membuat proyek akhir studi dan bekerja sama dengan beberapa komunitas difabel dan Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk membuat produk VR/AR yang membantu kaum difabel untuk merasakan pengalaman akan banyak hal. “Seperti misalnya, kami membuat proyek virtual reality mengenai flying fox untuk mereka yang tuna daksa,” terangnya.

Merasakan pengalaman virtual reality bersama HTC VIve / DailySocial
Merasakan pengalaman virtual reality bersama HTC VIve / DailySocial

Pembicara keempat ialah Sidiq Permana, seorang Google Developer Expert for Android yang malam itu menjelaskan Project Tango dari Google. Menurut Sidiq, saat mengembangkan produk AR, salah satu tantangan yang seringkali dihadapi ialah ketika pengguna melihat suatu objek, kemudian ia mengubah sudut pandangnya, objeknya seringkali hilang atau berpindah (drifting). “Nah, kemampuan ini yang dimiliki Google Tango; kemampuan mengingat dan merekam,” tutur Sidiq.

Sesi terakhir di acara bulanan keenam Jakarta XR Meetup ini merupakan sesi yang biasanya ditunggu-tunggu oleh para peserta meetup ini, yakni mencoba virtual reality device. Malam itu, tiga device tersedia untuk dicoba secara bebas oleh pengunjung Jakarta XR Meetup, antara lain Google Daydream, HTC Vive, dan Lenovo Phab 2 Pro Google Tango.

Disclosure: DailySocial adalah media partner dari event Jakarta XR Meetup 6.0.

Fasilitasi Perkembangan VR di Tanah Air, Begini Rangkaian Acara XR Meetup Sepanjang 2016

Tahun 2016 akan selalu diingat sebagai tahun kebangkitan virtual reality. Meski topik ini sudah mulai diperbincangkan di tahun-tahun sebelumnya, barulah di tahun kemarin konsumen bisa langsung merasakan pengalaman immersive yang sebenarnya, utamanya berkat kehadiran trio VR headset kelas berat – Oculus Rift, HTC Vive dan PlayStation VR – di pasaran.

Di Indonesia, sampai detik ini pun masih terbilang agak sulit untuk mendapatkan perangkat-perangkat tersebut – terkecuali PSVR. Namun hal itu rupanya tidak meredam antusiasme warga tanah air untuk mendalami virtual reality. Dari situ, terlahir rangkaian acara bernama XR Meetup.

Lho kok XR, bukan VR? Well, pada awalnya acara bulanan tersebut memang mengusung nama VR Meetup. Namun setelah beberapa kali diadakan, topik bahasannya ternyata meluas ke ranah augmented dan mixed reality, hingga akhirnya pihak penyelenggaranya pun memutuskan untuk mengubah namanya menjadi XR Meetup, yang merupakan singkatan dari eXtended Reality.

Setiap bulannya sejak Juli sampai Desember 2016 kemarin, XR Meetup mempertemukan para pelaku industri VR dengan berbagai kalangan yang tertarik untuk mendalami VR, mulai dari para pelajar, gamer, pelaku bisnis sampai sejumlah brand. Setiap event yang dihelat di ibukota ini terbagi menjadi dua sesi, yakni panel talkshow atau diskusi, dan tentu saja yang paling penting adalah uji coba perangkat VR.

VR Meetup 1, 26 Juli 2016

Pada event perdananya yang diadakan di Mozilla Community Space, panitia VR Meetup mengundang pembicara dari Octagon Studio, Mozilla WebVR dan NERD Project yang secara khusus memperkenalkan game The Wandering Catacombs, yang dapat dimainkan menggunakan headset Cardboard dan controller berbasis Bluetooth. Meetup perdana ini juga memperkenalkan HTC Vive yang kala itu baru belum lama dipasarkan.

VR Meetup 2, 27 Agustus 2016

VR bukan soal game semata, anggapan ini dibuktikan lewat meetup kedua yang mengangkat topik “VR and Real Estate”. Bertempat di @america Pacific Place, narasumber yang ditunjuk meliputi Sangkuriang Property VR dan Hologram Indonesia, plus seorang pembicara yang mewakili tim AsiaVR di Singapura, Roy Koo.

Beliau pada saat itu banyak bercerita mengenai perkembangan VR di Singapura sekaligus negara-negara Asia Tenggara lain, dan di saat yang sama, menjalin kerja sama eksklusif bersama Jakarta VR Meetup untuk mengembangkan industri VR dalam skala regional.

VR Meetup 3, 24 September 2016

Meetup yang ketiga bisa dibilang sebagai yang paling dinanti-nanti, karena temanya adalah yang paling menarik perhatian, yaitu “VR and Entertainment”. Acara diadakan bersamaan dengan event Hellofest di JCC Senayan, dengan narasumber dari studio ahli video 360 derajat Festivo, Digital Happiness yang membahas soal game dan animasi horor VR buatan mereka, serta ShintaVR dengan platform kreasi VR mereka yang dijuluki MindVoke.

VR Meetup 4, 26 Oktober 2016

Meetup keempat sedikit lebih teknis dengan membahas secara detail mengenai “VR Input and Controllers”. Narasumber yang ditunjuk adalah mereka yang terlibat dalam pengembangan controller untuk virtual reality: Andrew dari ShintaVR dengan risetnya terhadap voice input dalam VR, dilanjutkan Dennis Adrian dari PrimeTech yang mengembangkan VR controller berupa simulator balapan, lalu ditutup oleh Adityo Pratomo yang menciptakan VR input untuk game golf yang pernah dibuatnya.

Event yang keempat ini juga membawa perangkat VR yang bisa dicoba dalam jumlah terbanyak. Bukan cuma HTC Vive dan PSVR saja, tetapi juga Microsoft HoloLens.

VR Meetup 5, 8 Desember 2016

Menutup tahun 2016, meetup kelima yang diadakan di Auditorium Microsoft Indonesia ini diisi dengan recap mengenai perkembangan VR selama setahun terakhir, lalu dilanjutkan dengan panel diskusi bersama sejumlah narasumber dari industri VR dan AR. Sesi uji coba pada acara ini turut dimeriahkan oleh debut perdana Daydream View dari Google. Perubahan nama dari VR Meetup menjadi XR Meetup juga diumumkan dalam acara ini.

XR Meetup yang keenam rencananya akan diadakan pada tanggal 8 Februari 2017 mendatang di Binus International University fX. Topik yang diangkat nanti adalah dampak VR dan AR dalam dunia pendidikan. Untuk lebih lengkapnya, Anda bisa langsung mengunjungi Facebook Page XR Meetup.

Disclosure: DailySocial adalah media partner acara XRmeetup. Berbagai informasi tentang kegiatan baik pengumuman acara atau liputan, bisa juga Anda dapatkan nanti di DailySocial. 

Simak Rangkuman Diskusi Mengenai VR Oleh Para Praktisi Industri Teknologi Indonesia

Jika 2016 dikatakan sebagai tahunnya virtual reality, maka bulan Oktober besok merupakan momen krusial ‘kedua’ dalam perkembangan ekosistemnya selepas perilisan Oculus Rift dan HTC Vive. Alasannya, Oculus Connect 3 dan Steam Dev Days 2016 akan dilangsungkan bulan depan, lalu setelah ditunggu-tunggu, PlayStation VR rencananya juga segera meluncur di bulan Oktober.

Dan mendekati saat-saat penting tersebut, memang bukan kebetulan Berkarya!Indonesia mencoba mengumpulkan pemain di industri teknologi tanah air, dari mulai developer, produsen hardware, pencipta konten, praktisi industri digital sampai pengguna di satu forum khusus buat membahas VR. Para pakar diundang oleh tim pimpinan Ilham Habibie dalam diskusi bertajuk ‘Mari Bicara tentang Virtual Reality’ yang diadakan di Perpustakaan Habibie Ainun. Di sana, peserta dipersilakan bertukar pikiran dan mencoba mencari tahu apakah VR akan jadi the next big thing di Indonesia.

VR discussion 1

Ada beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh moderator, dan di bawah ini adalah rangkuman penjelasan dari para ahlinya:

Apakah teknologi virtual reality akan menjadi mainstream, atau tetap jadi tren niche?

Dedy Irvan selaku perwakilan dari media melihat bahwa sebetulnya kita sudah sedikit terlambat untuk membahas VR – khalayak global mulai menyorotinya sejak satu dua tahun lalu: Saat itu, Google telah menyediakan Cardboard dan Oculus VR juga melepas development kit Rift. Sekarang para raksasa teknologi telah mengalihkan fokus ke konsep lain, yaitu mixed reality (Microsoft) dan merged reality (Intel). Karena memungkinkan pengguna tetap bisa berinteraksi dengan orang dan lingkungan di sekitarnya, MR lebih mudah diaplikasikan di banyak industri.

VR discussion 7

VR sendiri mempunyai basis penyajian mengisolasi user demi membawa mereka ke dunia virtual. Dan berdasarkan alasan ini, ada kemungkinan ia akan tetap menjadi tren niche.

Sebagai salah satu pemain hardware, OmniVR berpendapat bahwa VR merupakan propaganda karena sebetulnya teknologi ini sudah lama diciptakan. Baru pada era Oculus Ramai ia ramai dibicarakan, apalagi setelah tim developer pimpinan Palmer Luckey/Brendan Iribe itu diakuisisi Facebook. Hal tersebut turut terbantu oleh berpartisipasinya Google dengan Cardboard, memungkinkan lebih banyak orang mencicipi pengalaman virtual reality berkat alternatif yang jauh lebih murah. Dan metode penyajian itu bisa dicontoh produsen lain.

VR discussion 6

VR menjadi mainstream adalah harapan besar untuk OmniVR, tapi saya bisa merasakan sedikit keraguan. Menurut head of business development Nicko Alyus, perkembangan teknologi virtual reality sangat sulit diprediksi. Kita tidak akan tahu apa yang terjadi minggu depan atau dua jam ke depan, apalagi sekarang VR masih berada di masa infancy. Konsumen mungkin sudah menyadari kecanggihannya, namun banyak dari mereka masih ragu membeli device-nya.

VR discussion 2

Intel memperlihatkan optimisme tinggi karena faktanya, pelaku hardware telah melakukan dorongan untuk mendukung VR. Jika sudah begitu, kemungkinan besar teknologi akan berkembang, dan ke depannya ada lebih banyak perangkat yang siap menyajikan virtual reality. Para pemain tinggal menentukan segmentasinya, misalnya di tingkatan produk seperti apa kepabilitas VR disuguhkan.

VR discussion 5

Industri apakah yang paling gampang beradaptasi atau yang cepat berkembang dengan adanya teknologi VR?

ShintaVR yakin, virtual reality akan memberi banyak manfaat bagi sektor real estate. Alasannya, VR dapat membantu memvisualisasikan ide tanpa menuntut terlalu banyak biaya. Sebelumnya desain hanya bisa ditampilkan dalam medium dua dimensi atau foto. Dengan dituangkan ke virtual reality, client dapat mudah membayangkan tempat tinggal sebelum rampung dibangun.

Mereka juga bilang, pasarnya akan cepat sekali terbentuk; bahkan boleh jadi sudah ada dan siap diimplementasikan. Pembuatannya tidak terlalu sulit dan tersedia banyak talenta ahli di Indonesia.

VR discussion 4

Memang secara teori VR bisa dimanfaatkan di beragam ranah – dari mulai pendidikan, hiburan, militer, penyampaian berita, manufaktur, pariwisata, kesehatan sampai fashion – tapi seperti yang diungkap oleh Digital Hapiness, pakar di masing-masing negara punya spesialisasi berbeda. Contohnya di Taiwan, khalayak lebih tertarik pada membuat hardware VR; sedangkan di tempat lain, software atau konten mungkin jadi minat utama pelaku industri.

Bahkan hingga sesi diskusi panjang ini selesai, tabir yang menutup rahasia-rahasia mengenai VR masih belum sepenuhnya tersibak. Walaupun membantu meningkatkan produktivitas, teknologi virtual reality di industri belum benar-benar menawarkan lompatan besar, dan itu sebabnya eksperimen harus terus dilakukan.

VR discussion 3

Mimpi dan imajinasi adalah elemen penting, tetapi saya juga mendengar ada satu hal esensial yang diperlukan supaya virtual reality bisa lebih berkembang pesat di nusantara: kekompakan dari semua pihak.