Tag Archives: on demand application

Gojek announces to be the largest in Southeast Asia by having GMV up to US$12.5 billion last year. In Indonesia, Go-Food contributes for US2.5 billion

Gojek’s GMV Exceeds 175 Trillion Rupiah in 2018

Gojek is said to be the tech startup with the largest transaction in Southeast Asia. During last year, the total GMV has reached US$12.5 billion (around Rp175 trillion).

In Indonesia, Go-Food’s vertical service contributes around US$2.5 billion (around Rp35 trillion). In addition, Gojek has 2 million driver partners and 400 thousand Go-Foood merchants. The app has been downloaded 130 million times throughout Southeast Asia.

It was direcly stated by Kevin Aluwi, Gojek’s Co-Founder when attending Indonesia PE-VC Summit 2019 as a speaker, yesterday (1/24).

In addition, Aluwi also shared a brief information related to the overseas expansion and its challenges, his opinion on IPO’s issue and Gojek’s outlook in a year.

He also said the overseas expansion is a new thing and it’s normal to adapt a little bit. However, he ensures that Philippines is a valuable market and they’re working hard with various institutions to get the best solution. He expects to arrive in Philippines soon.

Regarding Ministry of Communication and Information (Kemkominfo) minister, Rudiantara, offering to facilitate Gojek’s plan in Philippines, Aluwi said the team’s appreciation. However, the company always strives to partner with the right ones, local and international, for the success of the launching.

“It’s very important for me to work in team and comply with the requirements of local government. Overall, the expansions has gained positive response beyond our internals’ expectation,” he said.

International expansion

Gojek transportation services in Vietnam has grown rapidly that gives them enough confidence to launch Go-Food in the region. The achievement is said to mark second position in the market after 1.5 months launching.

In Thailand, it might be too soon to define. However, it’s having a positive response, even though Gojek hasn’t 100% final.

Singapore is considered as Gojek’s most publicized expansion. The team is quite surprised with Singaporean response, both supply and demand. There’s a huge desire to have a competitive and fair market.

We’ve far exceeded this year’s target for Singapore. Therefore, we’ll re-evaluate our activity due to the surprising response.”

He said Gojek transportation service had exceeded 1 million trips post launching for less than two months.

Another thing was added regarding Gojek’s plan to enter Malaysia. He said the possibility is in there, but the team is still exploring the vertical service to be offered in the region.

Both Malaysia and Singapore are opposing the two-wheeler transportation service due to unsafe. Therefore, Gojek only provides taxi transportation service for Singapore.

In the future outlook, the company is said to keep digging from last year. Besides international expansion, Gojek has done several activities in 2018. One is to release Go-Pay from ecosystem and to be utilized by many as a payment method.

On the same occasion, Kevin Aluwi avoids to make further statement on the Rumor saying Gojek is processing a new funding round of US$2 billion (around Rp28 trillion). He only mentioned they have some exciting news coming soon.

In terms of IPO, he said similar statement as the previous Gojek management, that IPO is not the main priority, either internals or investors. He didn’t explicitly choose to be registered in the IDX.

“Are we going to do it [IPO] in IDX, I think it’s not the time and it’s still a hypothesis rather than choosing a strong thesis regarding what to do. In the end, we’ll try our best for the shareholders and our customers.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Gojek menobatkan diri sebagai layanan terbesar di Asia Tenggara karena memiliki GMV US$12,5 miliar tahun lalu. Di Indonesia Go-Food menyumbang US$2,5 miliar

GMV Gojek Tembus Lebih dari 175 Triliun Rupiah di 2018

Gojek mengklaim sebagai perusahaan teknologi dengan transaksi terbesar se-Asia Tenggara. Diungkapkan total GMV yang terjadi sepanjang tahun lalu mencapai US$12,5 miliar (sekitar Rp175 triliun).

Untuk Indonesia saja, layanan vertikal Go-Food menyumbang angka sekitar US$2,5 miliar (sekitar Rp35 triliun). Tak hanya itu, Gojek memiliki 2 juta mitra pengemudi dan 400 ribu merchant Gofood. Aplikasi Gojek disebut telah diunduh 130 juta kali di seluruh Asia Tenggara.

Informasi ini disampaikan langsung oleh Co-Founder Gojek Kevin Aluwi yang hadir sebagai pembicara di Indonesia PE-VC Summit 2019, kemarin (24/1).

Tak hanya itu, Kevin juga berbagi informasi singkat terkait ekspansi ke luar negeri beserta tantangannya, pandangannya terhadap isu IPO, dan outlook Gojek dalam setahun ke depan.

Kevin mengatakan ekspansi ke luar negeri adalah hal baru yang dilakukan Gojek, sehingga wajar kalau ada kagok dalam beberapa hal. Namun dia memastikan Filipina adalah pasar yang sangat penting dan pihaknya sedang bekerja keras dengan berbagai lembaga-lembaga untuk mendapatkan solusi yang tepat. Dia berharap Gojek bisa segera mengaspal di Filipina.

Terkait penawaran yang diberikan Menteri Kemkominfo Rudiantara untuk memuluskan rencana Gojek di Filipina, Kevin hanya mengatakan pihaknya menghargai bantuan tersebut. Namun perusahaan selalu berupaya untuk berinteraksi dengan mitra yang tepat secara internasional dan lokal demi peluncuran layanan yang berhasil.

“Sangat penting bagi kami untuk bekerja erat dan mematuhi persyaratan dari pemerintah setempat. Namun secara keseluruhan, ekspansi ini mendapat respons yang luar biasa melampaui harapan dari tim internal kami,” terangnya.

Ekspansi internasional

Layanan transportasi Gojek di Vietnam mengalami pertumbuhan yang cukup pesat sehingga memberi keyakinan kepada Gojek untuk meluncurkan layanan Go-Food di sana. Pencapaian Go-Food diklaim telah merebut posisi kedua di pasar setelah 1,5 bulan resmi diluncurkan.

Untuk Thailand, menurutnya, masih terlalu dini untuk membicarakannya. Namun diklaim mendapat responsnya yang sangat terbuka, kendati dia mengaku Gojek belum 100% sudah maksimal. Perusahaan pun terus berupaya melakukan ekspansi agresif dengan menghadirkan layanan vertikal apa yang bisa dihadirkan untuk negara tersebut.

Singapura dianggap sebagai ekspansi Gojek yang paling banyak dipublikasikan. Kevin mengaku tim cukup terkejut dengan respons dari warga Singapura, baik dari sisi suplai dan permintaan. Pasalnya, di sana keinginan untuk memiliki pasar yang kompetitif dan adil sangat besar.

“Kami telah jauh melampaui target pada tahun ini untuk Singapura. Untuk itu kami akan mengevaluasi kembali tentang apa yang ingin kami lakukan karena responsnya benar-benar mengejutkan.”

Kevin menyebut layanan transportasi Gojek telah tembus lebih dari 1 juta perjalanan pasca kurang dari dua bulan mengaspal di sana.

Hal lainnya yang sempat ditanyakan ke Kevin adalah ada atau tidaknya rencana Gojek untuk hadir di Malaysia. Dia menjawab kemungkinan tersebut tetap ada, namun pihaknya masih mendalami layanan vertikal apa yang bakal dihadirkan untuk negara tersebut.

Baik Malaysia dan Singapura adalah negara yang menentang layanan transportasi dari roda dua karena dianggap tidak aman. Oleh karenanya, Gojek hanya menyediakan layanan transportasi taksi untuk Singapura.

Secara outlook ke depannya, dia menerangkan perusahaan akan terus perdalam dari apa yang sudah dilakukan sejak tahun lalu. Selain ekspansi ke luar negeri, banyak hal yang telah Gojek lakukan pada tahun 2018. Di antaranya melepas Go-Pay keluar dari ekosistem Gojek dan kini bisa dimanfaatkan oleh berbagai pihak sebagai metode pembayaran.

Dalam kesempatan yang sama Kevin juga enggan berkomentar lebih jauh terkait rumor yang menyebut Gojek sedang memproses putaran pendanaan baru sebesar US$2 miliar (sekitar Rp 28 triliun). Dia hanya menyebut Gojek segera memberi informasi yang menarik dalam beberapa pekan mendatang.

Mengenai dorongan untuk IPO, pernyataan Kevin tetap seperti manajemen Gojek yang sudah diberikan sebelumnya, bahwa pertimbangan IPO bukan menjadi prioritas utama baik dari internal maupun para investornya. Dia juga tidak secara eksplisit pasti memilih untuk tercatat di dalam negeri di BEI.

“Apakah kita akan melakukannya [IPO] di BEI, saya pikir belum ada dan pada tahap ini masih dipandang sebagai hipotesis daripada memilih tesis yang kuat tentang apa yang ingin kita lakukan. Pada akhirnya kami akan melakukan yang terbaik untuk pemegang saham dan pengguna kami.”

Go-Jek dan Blue Bird Umumkan Kemitraan Baru Lewat Go-Blue Bird

Menjelang pemberlakuan revisi PM Perhubungan No. 32/2016, hari ini (30/1) Go-Jek dan Blue Bird meresmikan kemitraan strategisnya lewat peluncuran layanan terbaru Go-Blue Bird yang ditanam dalam aplikasi Go-Jek. Sebelumnya, kedua perusahaan ini memang telah menjalin kemitraan lewat layanan Go-Car beberapa bulan lalu.

Peluncuran ini juga dihadiri Menteri Perhubungan Budi Karya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, dan Staf Ahli Menkominfo Bidang Teknologi Herry Abdul Aziz.

Sekarang, konsumen akan memiliki dua pilihan berkendara saat ingin menggunakan taksi online dari Go-Jek, entah memilihnya lewat layanan Go-Car atau Go-Blue Bird. Yang berbeda terletak di sisi tarif. Bila memilih Go-Car, tarif akan mengacu berdasarkan standar Go-Jek, sementara kalau memilih Go-Blue Bird akan mengikuti argo taksi konvensional. Go-Blue Bird juga akan didukung dengan sistem pembayaran yang tersedia di Go-Jek, yakni Go-Pay.

“Ini simbol Go-Jek yang pro kompetisi sehat. Kami tidak sekadar kompetisi tapi juga merangkul semua pihak terbantu karena teknologi,” ucap CEO Go-Jek Nadiem Makarim.

Direktur Blue Bird Adrianto Djokosoetono menambahkan layanan Go-Blue Bird ini menjadi strategi perusahaan untuk memberikan layanan terbaik terhadap pelanggan dengan memiliki multi channel access. Peluncuran Go-Blue Bird menjadi senjata perusahaan memperkuat layanan, sehingga konsumen jadi makin mudah mendapatkan jasa Blue Bird.

Mengenai perbedaan tarif dengan Go-Car, Adrian mengatakan Go-Car dan Go-Blue Bird memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kalau Go-Blue Bird lebih cocok dipakai untuk mampir-mampir, perjalanan yang fleksibel, atau tidak menuju satu tujuan. Di sisi lain, Go-Car memiliki tarif flat.

Ketika ditanya mengenai kemungkinan kolaborasi lainnya dengan perusahaan transportasi, Nadiem memastikan bahwa saat ini perusahaan masih fokus kerja sama dengan Blue Bird.

Saat ini Blue Bird memiliki sekitar 35 ribu armada di 18 lokasi di Indonesia, sementara aplikasi Go-Jek telah diunduh lebih dari 40 juta kali. Untuk tahap awal, layanan ini tersedia di lima wilayah, yakni Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Medan, dan Semarang.

Layanan Go-Blue Bird akan dihadirkan secara bertahap. Pengguna Android akan menerima lebih dahulu dibandingkan pengguna iOS.

Strategi Blue Bird tingkatkan pemesanan

Dikutip dari Bisnis, kemitraan dengan Go-Jek menjadi salah satu strategi Blue Bird yang ingin fokus mengembangkan diversifikasi saluran pemesanan taksi tahun ini.

Sepanjang tahun lalu perusahaan menghadapi tantangan yang cukup berat dari pertumbuhan transportasi berbasis aplikasi, berimbas pada penurunan kinerja. Belanja modal yang disiapkan untuk tahun ini sekitar Rp1 triliun, angka itu turun dibanding tahun-tahun sebelumnya.

“Tahun ini capex kami tidak akan terlalu ekspansif, kami akan concern dengan capex untuk pengembangan teknologi. Kami ingin lebih agresif untuk kembangkan teknologi, anggaran kemungkinan akan sedikit di atas Rp1 triliun,” ucap pihak Investor Relation Blue Bird Michael Tene.

Tak hanya kerja sama dengan Go-Jek, Blue Bird juga akan mengembangkan fitur lainnya untuk aplikasi yang dimiliki perusahaan, My Blue Bird. Perusahaan berencana mengembangkan fitur Easy Ride yang memungkinkan konsumen membayar secara non tunai meskipun memesan taksi melalui pemberhentian di pinggir jalan tanpa memesan dari aplikasi. Rencananya fitur tersebut akan diluncurkan pada kuartal kedua tahun ini.

Blue Bird juga berencana membuka pemesanan semua layanan Blue Bird dari aplikasi, mulai dari bus, limousine, dan mobil sewa Golden Bird.

“Fokus kami sekarang sebenarnya untuk memastikan transformasi bisnis kami bisa berjalan, sehingga membuat keuangan sehat, market share terjaga, dan secara jangka panjang bisa survive,” terang Direktur Blue Bird Sigit Priawan Djokosoetono.

Kolaborasi yang baik

Menteri Perhubungan Budi Karya mengatakan kerja sama antara kedua perusahaan ini membuktikan bahwa taksi konvensional dan perusahaan transportasi berbasis teknologi dapat berkolaborasi. Dia pun mengibaratkannya dengan satu titik yang telah mencair.

“Ini satu titik yang mencair. Saya katakan ini tidak mudah. Tapi satu titik yang mencair. Sangat bagus kedua perusahaan ini saling berkoalisi agar saling bertumbuh,” kata Budi.

Terkait revisi PM Perhubungan Nomor 32/2016, menurutnya selama ini pemerintah telah melakukan penyesuaian aturan dengan sangat hati-hati. Dia berharap aturan tersebut nantinya dapat memberikan pengaruh positif bagi perkembangan transportasi di Indonesia.

“Kami lakukan deregulasi dengan sangat hati-hati. Sebab taksi sudah menjadi pekerjaan yang menghidupi banyak orang. Kami coba cari formulasi dengan menetapkan tarif batas atas dan bawah, agar tidak ada lagi dikotomi konflik horizontal.”

Dia melanjutkan, “Pelaku usaha bisa bersama-sama berbisnis dengan baik. Masyarakat juga tidak dibodohi dengan trik tertentu. Tidak ada keinginan mencederai kenikmatan, mengalahkan satu dengan yang lainnya.”

Application Information Will Show Up Here