Tag Archives: online programming course

Dicoding, startup edukasi dan komunitas pemrograman, mempertajam fitur job marketplace yang baru dirilis tahun ini

Dicoding Pertajam Fitur Job Marketplace, Bantu Perusahaan Temukan Lulusan Terbaik

Dicoding, startup edukasi dan komunitas pemrograman, mempertajam fitur job marketplace yang baru dirilis pada tahun ini agar semakin memberikan dampak positif demi mengurangi ketimpangan antara kebutuhan industri dengan talenta berkualitas.

Co-Founder dan CEO Dicoding Narenda Wicaksono menjelaskan, situs job marketplace ini dibutuhkan oleh tiap perusahaan yang ingin mencari talenta IT. Menurut hasil riset yang ia kutip, dari seluruh lulusan IT di Indonesia, hanya 7% di antaranya yang bekerja di perusahaan IT yang diinginkan.

Ditambah lagi, mengacu pada survei internal yang dibuat Dicoding bulan lalu untuk 150 ribu developer IT di 460 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, hanya 56% SDM IT yang sukses mendapatkan karier sebagai IT developer atau engineer di perusahaan.

Sedangkan 44% sisanya masih bekerja lepas. Salah satu penyebabnya karena tertinggalnya kemampuan yang dimiliki lulusan IT dan belum sesuai dengan kebutuhan industri terkini.

Survei menyebutkan, meski mayoritas responden merupakan lulusan IT, tapi dua dari tiga orang merasa bahwa mereka baru “mulai belajar” pemrograman dasar seperti Android, Java, dan Web saat mengikuti kelas online Dicoding Academy.

Bahkan, satu dari tiga orang merasa bahwa materi yang diberikan oleh Kelas Pemula di Dicoding setara dengan materi yang diterima saat mereka kuliah.

“Ini jadi fakta yang miris. Untuk itu kita harus do something untuk memberi semangat dengan memberikan kesempatan belajar untuk semua orang. Makanya kami buat program beasiswa mulai bulan ini,” terangnya, Rabu (15/5).

Situs job marketplace ini disebutkan hanya untuk pelajar Dicoding Academy yang telah lulus menyelesaikan seluruh tugasnya dan aktif dalam komunitas Dicoding. Namun, setiap orang dari latar belakang manapun memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing mendapatkan pekerjaan di bidang IT sesuai spesialisasinya.

Narendra menyebutkan beberapa perusahaan yang sudah memanfaatkan Dicoding Jobs di antaranya BNI, Biznet, Telkom, dan Gojek.

“Kami ingin pastikan talenta yang bisa pakai situs ini hanya mereka yang sudah lulus. Banyak sekali dari mereka yang sudah keburu di-hire perusahaan meski belum lulus. Ini menunjukkan demand yang begitu tinggi terhadap talenta khusus di bidang IT apalagi yang bisa coding.”

Buat program beasiswa

Sejalan dengan upaya tersebut, Dicoding terus berusaha menjaring lebih banyak talenta baru untuk tertarik mendalami ilmu pemrograman dengan kelas edukasi yang telah disiapkan. Perusahaan kini giat menggelar program beasiswa, juga gaet mitra korporasi agar semakin banyak menelurkan talenta berbakat.

“Target kita adalah relevan dengan kebutuhan industri, bagaimana bisa cetak talenta terbaik agar bisa di-hire oleh perusahaan terbaik, talenta pun bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik,”

Sepanjang tahun ini Dicoding bekerja sama dengan berbagai institusi pemerintah seperti Bekraf dan Kemkominfo, juga level swasta seperti perusahaan telekomunikasi untuk program beasiswa yang diadakan oleh masing-masing institusi. Harapan akhirnya adalah ketimpangan antara kebutuhan dan permintaan di bidang IT semakin menipis.

Hingga Mei 2019, Dicoding telah memiliki 150 ribu anggota yang berhasil membuat 820 startup. Startup ini maksudnya produk, bisa berupa aplikasi sebagai ketentuan kelulusan. Secara total ada 5.500 aplikasi yang telah dihasilkan oleh seluruh startup tersebut. Bila ditotal, seluruh aplikasi ini telah diunduh sampai 225 juta kali.

Adapun kelas yang ditawarkan terdiri dari 19 kelas berbeda dengan ragam jenjang dari pemula hingga mahir, meliputi Membuat Aplikasi Android, Membuat Game, Membangun PWA, Cloud, Flutter, Kotlin for Android, Blockchain, Java, Web, Chatbot, Cognitive, serta Manajemen Source Code.

Seluruh kelas ini ada yang bisa diakses secara gratis namun ada juga yang harus berbayar sampai Rp2,2 juta.

Secara perusahaan, Dicoding melakukan monetisasi secara B2B lewat bekerja sama dengan berbagai korporasi dan B2C lewat penjualan kelas edukasi Dicoding Academy kepada end user. Narenda menyebut perusahaan masih menggunakan dana dari kantong sendiri untuk operasionalnya dan belum terbuka untuk pendanaan dari pihak eksternal.