Tanggal 4 Oktober 2020 lalu, TeamNXL,mengumumkan penunjukkan YohanesAuri sebagai pengisi posisi Chief Commercial Officer (CCO) di dalam manajemen organisasi. Yohanes Auri sendiri merupakan salah satu sosok pengusaha muda ternama, yang merupakan founder dari advertising/digital agency Flux Design dan Idenya Flux. Selain itu, TeamNXL sebelumnya juga sempat menunjuk Henry Louis “TwoJ”, ex-pro player League of Legends, untuk mengisi posisi Chief Operating Officer (COO) di dalam tubuh manajemen TeamNXL.
Mengutip blog post resmi TeamNXL, alasan penunjukkan dua sosok tersebut sebagai bagian manajemen adalah merupakan salah satu bentuk proses perubahan TeamNXL dari sekadar tim hobi menjadi bisnis. “15 tahun belakangan, saya menjalani ini semua (TeamNXL) sebagai hobi yang berkelanjutan. Kini, menimbang posisi esports yang sudah menjadi industri, saya merasa penting untuk shifting TeamNXL dari sekadar hobi menjadi bisnis. Dengan pengalaman yang ada sebagai pelaku selama ini, kami ingin menjalankan model bisnis yang kami rancang bersama-sama.” Tulis RichardPermana selaku Founder dan CEOTeamNXL di blog post .
Dalam rilis TeamNXL menjelaskan bahwa salah satu tugas Yohanes Auri selaku CCO adalah untuk mengatur sisi kreatif untuk setiap brand yang akan bekerja sama dengan TeamNXL. Yohanes Auri adalah salah satu sosok pengusaha muda, yang namanya mendapat cukup banyak sorotan dalam prosesnya membangun Flux Design/Idenya Flux. Dalam 5 tahun, Yohanes Auri berhasil membangun bisnisnya dari sekadar “usaha di kamar tidur” menjadi perusahaan dengan omset miliaran rupiah.
Tercatat, Yohanes Auri bersama Idenya Flux sempat menangani beberapa rekan ternama seperti Sriwijaya Air, AIA, Siloam Hospital, Delfi, dan sebagainya. “Pertama saya mau branding TeamNXL agar dapat lebih diterima oleh kalangan gamers mobile. Dahulu TeamNXL terkenal di skena PC, sementara sekarang pasar gaming ada di mobile. Saya akui TeamNXL sekarang agak ketinggalan, jadi tugas saya adalah untuk meningkatkan brandimage TeamNXL agar dapat lebih diterima oleh gamersmobile. Kedua, saya juga akan coba membawa TeamNXL ke beberapa brand yang sudah pernah saya pegang via Idenya Flux.” Yohanes Auri menjabarkan sedikit strateginya untuk mengembangkan TeamNXL ke depan.
Sementara dari sisi lain, Henry Louis selaku COO akan fokus kepada aspek bisnis dari TeamNXL, termasuk strategi dalam membangun revenuestream, memperhatikan perkembangan tim, dan lain sebagainya. Dalam blog post, ditulis bahwa Henry Louis memiliki 2 target untuk mengembangkan TeamNXL, yaitu membangun divisi mobilegames yang benar-benar kuat, dan merekrut lebih banyak talent agar NXL semakin banyak dilirik.
“Jadi TeamNXL nantinya tidak hanya menjadi sebuah tim esports, tapi juga talentagency. Untuk itu, saya sudah merekrut talent yang cukup besar, bisa dibilang cukup famous, dan kami merasa beruntung mendapatkan dia sebagai bagian dari TeamNXL.” Ucap Henry membahas strateginya seraya memberi sedikit bocoran soal apa yang sudah ia lakukan sejauh ini.
“Lebih lanjutnya, soon akan kami kerjakan tahun 2021. Sebagai awal yang baru bagi TeamNXL, kami tentu harus mempersiapkan lebih dulu plan marketing, dan hal lainnya. Tapi kalau untuk short-term, bisa dapat sponsor dan investment menjadi salah satu target utama.” Henry juga menjelaskan soal bagaimana ia akan mencapai dua target yang disebutkan sebelumnya.”
Nama TeamNXL memang terbilang cukup besar di Indonesia, terutama jika melihat rekam jejak prestasi mereka dalam sejarah esports Counter-Strike Indonesia. Namun demikian, nama TeamNXL terbilang meredup saat ada perubahan tren di skena esports lokal, dari PC menjadi mobile games. Tahun 2019 lalu, TeamNXL membuka NXL Esports Center, yang menjadi semacam hub bagi pemain esports PC, dan para penggemar TeamNXL.
GGWP Esports mengumumkan divisi teranyar mereka, yaitu divisi Call of Duty Mobile (COD M). Untuk divisi terbarunya ini GGWP Esports mempercayakan pemain-pemain lama mereka, termasuk salah satunya ada mantan jungler divisi AOV, GGWP.Sujah.
Menariknya, Sujah sendiri dulu sebenarnya sempat pamit dari tim GGWP Esports. Ketika bermain AOV bersama GGWP Esports, ia kerap dianggap sebagai salah satu pemain jungler terbaik di Indonesia. Bersama GGWP Esports, Sujah berhasil membawa gelar runner-up ASL Season 1 dan Season 2.
Sebelum membahas lebih lanjut soal pengumuman ini, berikut daftar pemain GGWP Esports divisi Call of Duty Mobile.
GGWP.Sujah (C) (AOV)
GGWP.GieGie (Speed Drifters)
GGWP.Skyes (Speed Drifters)
GGWP.Mine (Free Fire)
GGWP.Mmo (Free Fire)
Menggunakan pemain dari roster divisi lain ini sebenarnya jadi hal menarik lainnya dari divisi COD M GGWP Esports. Terkait ini, Ricky Setiawan selaku CEO GGWP Esports mengatakan, bahwa dalam membentuk tim, attitude adalah satu hal penting yang ia junjung tinggi. Sementara untuk skill ia merasa itu adalah suatu hal yang bisa dibangun bersama-sama.
“Pemain-pemain ini memang berasal dari tim lama GGWP Esports, sehingga orang-orangnya sudah kita kenal. Terlebih masing-masih pemain juga memegang rank tertinggi pada game sebelumnya yang mereka mainkan.” tambah Ricky.
Namun, tanggal rilis resmi yang terbuka untuk publik masih belum terungkap sampai saat ini. Meski demikian, antusiasme komunitas terhadap game ini cukup besar. Mengutip laman resmi COD Mobile dari Garena, sudah ada 700 ribu lebih pemain yang turut melakukan pra-registrasi.
Dengan tanggal rilis serta scene esports yang belum bisa dipastikan, keputusan GGWP Esports untuk langsung membangun tim tentu menjadi tanda tanya besar tersendiri.
Terkait hal ini Ricky juga mengungkap alasannya. “Sejak dulu, GGWP.ID memilih membangun tim dari nol ketimbang mengakuisisi tim. Waktu yang dibutuhkan untuk membangun tim tentunya lebih lama jika dibandingkan melakukan akuisisi. Maka dari itu ini jadi alasan kita memulai membangun tim lebih awal, agar dapat membangun attitude dan profesionalisme tim. Nanti setelah game-nya rilis baru kita akan fokus latihan untuk meningkatkan skill para pemainnya.”
Jumat, 23 Agustus 2019 lalu menjadi momentum penting bagi salah satu organisasi esports yang sedang berkembang, Victim Esports. Lewat gelaran konfrensi pers yang diselenggarakan di FX Sudirman, Jakarta, momen tersebut sekaligus menjadi perayaan momen kemenangan Victim Esports di laga latih tanding melawan timnas Mobile Legends untuk SEA Games 2019.
Selain dari selebrasi kemenangan Victim Esports, momen ini juga digunakan manajemen tim untuk mengumumkan berbagai macam hal. Mulai dari visi misi, berbagai divisi yang dimiliki, sampai jajaran brand ambassador yang akan menjadi wajah dari Victim Esports.
Awal Mula Victim Esports
Dalam sesi tersebut, Hafiz Rachman Fauzi, General Manager Victim Esports bercerita banyak soal perjalanan mereka dari awal hingga sekarang. Perjalanan awal Victim Esports mendapatkan nama di esports Indonesia sendiri adalah lewat PUBG PC.
Walaupun namanya mungkin baru mulai naik daun di Mobile Legends belakangan ini, tapi Victim Esports sebenarnya sudah lebih dulu mulai dikenal lewat PUBG, baik PC ataupun Mobile. Lahir sejak 10 September 2018, mereka mulai merintis lewat divisi PUBG PC.
Ketika itu, walaupun status mereka awalnya adalah tim kuda hitam, namun mereka kerap menyaingi nama-nama besar di kancah PUBG PC, seperti Aerowolf ataupun RRQ.
Victim Esports, lewat nama Victim Reality, sempat menjuarai penyisihan Nvidia GeForce PUBG Pacific Cup, dan mewakili Indonesia di tingkat yang lebih tinggi. Begitu juga dengan divisi PUBG Mobile Victim Esports, yang turut mewakili Indonesia di PUBG Mobile Club Open (PMCO) Spring, bersama dengan Bigetron, EVOS, ONIC, dan WaW.
Menjadi Organisasi yang Berkembang Bersama Pemain
Dengan segala prestasi yang sudah dimiliki, Victim Esports pun berkembang sedikit demi sedikit, menjadi memiliki beberapa divisi untuk game-game populer, termasuk juga Mobile Legends. Pada gelaran konfrensi pers, Victim Esports memperkenalkan semua divisi yang mereka miliki, yaitu: PUBG PC (2 Tim), PUBG Mobile, Mobile Legends, Free Fire, dan Auto Chess.
Yang membuat tim ini jadi menarik, manajemen tim menegaskan bahwa Victim Esports adalah organisasi esports yang ingin berkembang bersama pemainnya. Ketika itu ada Rickel Albert, manajer tim MLBB Victim Esports, menceritakan hal ini.
“Kita berawal dari pemain-pemain yang ingin berkembang, lalu bergabung menjadi satu, kita campur semua, sampai akhirnya menjadi seperti sekarang, tim yang berprestasi.” Rickel mengatakan pada sesinya.
Doni Setiawan selaku CEOVictim Esports juga menegaskan hal tersebut. “Kita memang strateginya adalah mencari talenta-talenta baru, ambil dari semi-pro. Lalu kita didik, ajarin attitude dan juga cara bermain, supaya pemain ini menjadi pemain yang matang.”
Penasaran dengan visi ini, kami lalu mencoba mencari tahu lebih lanjut komitmen Victim Esports dalam mewujudkan visi tersebut, dan mencoba mewawancara dan Hafiz Rachman Fauzi, General Manager Victim Esports, . Pertama-tama soal latihan dan program yang disediakan. Victim Esports terbilang punya standar disiplin yang cukup ketat.
“Yang pasti, manajer di masing-masing divisi kita punya kewajiban mengatur jadwal, mulai dari latihan, sampai aspek kehidupan lainnya seperti waktu untuk makan, tidur, dan istirahat. Ucap Hafiz.
“Lalu kalau fasilitas sih seperti kebanyakan tim esports ya, gaming house, gaji yang cukup, dan lain sebagainya.” Hafiz lalu melanjutkan membahas soal fasilitas.
Lebih lanjut soal mencari talenta baru, scouting atau usaha mencari pemain berbakat dari berbagai daerah juga jadi hal lain yang menarik untuk dieksplorasi. Ini lalu menjadi topik berikutnya yang kami bahas.
“Sejauh ini pemain-pemain kami (Victim Esports) domisilinya sudah cukup beragam, kita juga ada pemain asal Sulawesi dan Kalimantan. Karena memang visi kami adalah mengembangkan pemain, jadi kami kerap melakukan scouting ke berbagai daerah. Nanti sekiranya ada pemain yang potensial, kemungkinan besar akan kami rekrut dan kami latih agar menjadi pemain yang lebih matang.” Hafiz bercerita.
Kendati demikian, mereka tetap masih urung untuk mencoba mengembangkan basis operasionalnya ke daerah lain. Tapi ini bukan sepenuhnya tanpa alasan. Alasan Hafiz sebenarnya cukup mirip seperti apa kata Dani Handoko, owner tim Hanz Pro Gaming, tim yang berasal dari warnet di Palembang.
“Kita sempat mendapat tawaran investor untuk membuat cabang di Bali. Tapi gimana juga, nggak bisa bohong bahwa kebanyakan event masih di Jakarta. Daripada nantinya biaya operasional kita jadi membengkak, makanya sementara ini kita fokus di Jakarta dulu.” tukas Hafiz.
Regenerasi, dan Usaha Menjadi From Zero to Hero
Apa yang dilakukan dan menjadi visi bagi Victim Esports ini sebenarnya menarik. Mengapa? Karena hal ini seperti menjadi kompromi antara dua hal. Pertama secara ekosistem, Hybrid sudah beberapa kali membahas soal urgensi regenerasi pemain di scene esports Indonesia. Yohannes P.Siagian, mantan kepala sekolah SMA PSKD 1, menjadi salah satu sosok yang vokal soal hal ini yang juga sempat Hybrid wawancarai.
Lalu di sisi lain adalah soal kepentingan. Selama ini tak banyak entitas esports yang merasa punya kepentingan melakukan hal tersebut. Memang sudah ada JD.ID High School League ataupun Indonesia Esports League University Series. Namun keduanya hanya wadah pertandingan saja.
Untuk regenerasi, saya merasa ekosistem esports Indonesia ini memang masih kekurangan wadah pelatihan. Beberapa tim besar cenderung lebih memilih mengambil pemain yang sudah matang. Tetapi Victim Esports dengan visinya, mungkin bisa menjadi bagian penting dari ekosistem ini.
Apalagi Doni Setiawan sang CEO Victim Esports, juga secara gamblang ingin menciptakan tim yang bisa berjuang dari nol hingga menjadi juara. Secara peluang, Victim Esports sebenarnya bisa saja mencari keuntungan instan, dengan menjual pemain yang sudah dimatangkan oleh manajemen Victim Esports kepada tim yang lebih mapan. Namun, Doni lebih memilih jalan yang terjal untuk menjadi juara.
“Semisal ada pilihan jual pemain demi keuntungan instan, atau menggunakan pemain didikan untuk kompetisi yang belum tentu bisa memenangkan kompetisi, saya lebih memilih tetap menggunakan pemain didikan saya untuk mengikuti kompetisi yang belum tentu jadi juara.” jawab Doni Setiawan, CEO tim Victim Esports.
“Karena begini, saya percaya dengan pemain saya. Mereka yang belum tentu jadi juara tentunya akan belajar. Dari kekalahan tersebut, mereka pasti bakal menemukan pelajaran agar dapat jadi juara di kemudian hari.” Doni melanjutkan.
Keteguhan Doni dalam mengembangkan tim dari nol ini, terutama Mobile Legends, mungkin bisa dibilang ada hubungannya dengan liga franchise MPL Season 4. Mengingat tim Mobile Legends Victim Esports terbilang cukup baru, mereka tidak mengikuti liga franchise MPL Season 4.
Maka dari itu, ini waktu yang tepat untuk mendidik pemain dan membangun kekuatan terlebih dahulu bukan?
Lebih lanjut, Doni juga menjelaskan keinginannya untuk ikut serta pada MPL musim berikutnya. “Kita kemungkinan besar bakal gabung entah di MPL musim kelima atau musim keenam.” Doni membuka pembicaraan.
“Tapi mengingat biaya franchise tersebut (Rp 15 miliar) bukan berarti divisi Mobile Legends adalah prioritas. Hanya saja, untuk pertarungan sekelas MPL, saya merasa Victim Esports wajib turut serta untuk dapat menunjukkan siapa diri kita.” Doni kembali menegaskan.
Lewat visinya, Victim Esports memang secara tidak langsung jadi punya “kewajiban” untuk meregenerasi atlet esport, yang dalam konteks ini adalah atlet esports Mobile Legends. Ini jadi cara yang menarik yang tentunya diharapkan bisa berdampak positif pada ekosistem.
Kendati kekhawatiran terhadap prospek masa depan suatu game akan terus ada, regenerasi pemain tetap menjadi hal yang wajib dilakukan dalam ekosistem esports. Agar ekosistem ini tetap ada untuk bertahan, bukannya hanya menjadi tren sesaat yang lalu hilang ditelan zaman.
Seiring dengan booming industri esports, tak heran jika ada banyak orang yang ingin turut terjun ke dalamnya. Membuat organisasi esports menjadi salah satu pilihan bisnis yang bisa dilakukan. Kalau dibandingkan dengan olahraga tradisional, memiliki organisasi esports ini mirip seperti memiliki sebuah klub sepakbola.
Setelah cerita sukses RRQ dan EVOS di Indonesia, ditambah dengan Mobile Legends, PUBG Mobile, dan Free Fire yang membuat gaming jadi mainstream, membuat banyak pihak jadi semakin tertarik bersaing menjadi organisasi esports terbesar di Indonesia. Salah satu dari mereka adalah, Aura Esports.
Selasa kemarin (30 Juli 2019), Aura Esports baru saja mengadakan gelaran jumpa fans di Starium CGV Grand Indonesia, dengan divisi Free Fire. Ini adalah gelaran meet and greet pertama Aura Esports, namun ternyata gelaran ini sudah cukup ditunggu-tunggu, dan dihadiri oleh ratusan penggemar yang tak sabar bertemu sang idola.
Namun, disela-sela riuh rendah para penggemar yang bertemu sang idola, acara ini juga dihadiri oleh Daniel, co-founder serta Chief Marketing Officer Aura Esports, serta Christopher Djaja, co-founder yang saat ini menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO).
Dalam sebuah sesi wawancara, tim redaksi Hybrid bicara banyak hal dengan Christopher, salah satunya adalah soal latar belakang bisnis sang co-founder. Kalau Anda membaca wawancara kami dengan CEO RRQ, Andrian Pauline, Anda tentu sudah tahu, bahwa tim RRQ merupakan bagian dari bisnis MidPlaza Holding.
Lalu bagaimana dengan Aura Esports? Christopher Djaja, sebelum terjun ke esports, memang sempat punya beberapa pengalaman bisnis. “Saya memang punya startup background. Pernah mencoba bisnis di bidang F&B, advokasi, dan lain sebagainya. Jadi, hasil dan pengalaman bisnis sebelumnya yang sudah terkumpul kami gunakan untuk membangun Aura Esports.” ujar Christopher.
Lebih lanjut membahas latar belakang, Christopher juga secara singkat menjelaskan soal latar belakang keluarganya yang juga menyokong bisnis Aura Esports. “Kami sendiri juga mendapat dukungan dari bisnis keluarga, yaitu Wicaksana Group, yang adalah pelaku bisnis di bidang distribusi dan PT. Jakarana Tama, merupakan bisnis terbesar ketiga dalam bidang mi instan serta makanan kalengan.” Ucap Christopher menjelaskan.
Wicaksana Group atau PT. Wicaksana Overseas International Tbk. merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang distribusi dan logistik. Dalam hal perdagangan, unit usaha yang jadi fokus dari perusahaan ini adalah makanan ringan, minuman, susu bubuk, mie instan, kosmetik, obat-obatan, sepatu, minyak goreng, dan lain sebagainya.
Sementara itu PT. Jakarana Tama atau dikenal dengan jenama Gaga Foods merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi makanan instan. Produk-produk unggulan dari Gaga Foods termasuk mie instan yang mungkin selama ini juga sudah Anda kenal, berbagai makanan instan, serta makanan kalengan seperti ikan sarden.
Hal ini tentu menambah peta persaingan organisasi esports di Indonesia. Apalagi dengan penambahan sponsor, Kacang Garuda, dan rekanan baru, CGV, Aura Esports akan jadi penantang berat di dalam persaingan bisnis organisasi esports di Indonesia.
Akhirnya, jika melihat kawasan-kawasan lain yang tumbuh subur ekosistem esports-nya, mereka memiliki teladan alias studi kasus dari industri yang lebih dulu dewasa untuk digunakan formulanya. Misalnya, Amerika Serikat yang jadi kiblat industri hiburan dunia bisa mengimplementasikan rumusnya ke industri esports di sana. Eropa juga punya ekosistem sepak bola yang matang yang bisa dicontoh oleh para pelaku esports. Sedangkan Tiongkok dan Korea Selatan memiliki industri game yang sudah mendunia dan berkaitan erat dengan industri esports itu sendiri.
Di Indonesia, sayangnya, kita tidak bisa menjadikan industri-industri tadi sebagai teladan karena perkembangannya yang lamban. Untungnya, kami di Hybrid percaya bahwa industri esports Indonesia bisa meneladani industri startup kitayang punya banyak cerita sukses dalam waktu singkat. Sedangkan salah satu ciri khas dari industri startup kita yang memang layak diteladani adalah soal keterbukaan sumber investasi, seperti yang dilakukan oleh Aura Esports kali ini.