Tag Archives: otomasi

Yellow Pages Hadirkan Aplikasi Bisnis Direktori dan Otomasi Digital Marketing

Situs direktori bisnis Yellow Pages hari ini meluncurkan aplikasi terpadu yang menargetkan kalangan UKM di Indonesia. MD Media merupakan subsidiary dari PT Telkom Indonesia. Kepada media hari ini (20/07) CEO MD Media Syaifudin mengungkapkan, diluncurkan aplikasi Yellow Pages ini diharapkan bisa meningkatkan penjualan sekaligus kolaborasi antara pelaku UKM di tanah air.

“Bukan sekedar direktori bisnis saja, aplikasi Yellow Pages juga berfungsi menjadi enabler pelaku UKM hingga marketplace dan layanan e-commerce di tanah air, mendukung ekosistem B2B untuk menjalankan bisnis.”

Sempat mengalami masa jayanya sebagai buku direktori lengkap untuk informasi bisnis hingga media untuk beriklan, saat ini aplikasi Yellow Pages memiliki fitur lengkap didukung oleh inventori dan layanan dari Telkom Group.

Mengembangkan teknologi artificial intelligence (AI) dari Kofera untuk Yellow Pages

Aplikasi Yellow Pages sudah bisa diunduh di Android dan menyusul di iOS. Menggandeng Kofera yang merupakan startup lokal binaan Telkom (peserta program Indigo) telah mengusung beberapa teknologi terkini seperti machine learning hingga artificial intelligence (AI). Mengandalkan 1 juta data bisnis yang dimiliki oleh Telkom, aplikasi Yellow Pages juga dilengkapi dengan fitur beriklan langsung memanfaatkan pilihan SMS hingga Google Adwords langsung dari Aplikasi.

“Pelaku UKM yang telah beriklan juga bisa memonitor iklan melalui Dashboard langsung dari aplikasi dengan mudah dan real time,” kata CEO Kofera Technology Bachtiar Rifai.

Untuk saat ini fitur yang menjadi andalan Yellow Pages untuk beriklan adalah fitur Targeted SMS, yang secara mudah bisa di akses dengan biaya berkisar Rp 500 per SMS. Melalui aplikasi, pengiklan bisa memilih tipe pelanggan (consumer behaviour), lokasi dan jenis operator yang diinginkan. Untuk pembayaran Yellow Pages memanfaatkan e-payment milik Telkom yaitu Finnet.

“Usai pembayaran telah dilakukan iklan akan secara otomatis di sebarkan melalui SMS memanfaatkan teknologi dari Kofera, bukan hanya operator Telkom saja namun ke semua operator telekomunikasi di Indonesia.”

Fitur lainnya yang juga bisa dinikmati oleh pengguna adalah Google Adwords yang dengan mudah dan langsung bisa digunakan melalui aplikasi Yellow Pages. Jika sebelumnya proses hingga pembayaran menggunakan Google Adwords terbilang rumit dan harus menggunakan pembayaran kartu kredit, kini dengan Yellow Pages semua hal tersebut bisa dijalankan lebih mudah hanya dalam satu aplikasi. Untuk paket harga otomasi mulai dari Rp 1,5 juta untuk seribu calon konsumen.

“Untuk Google Adwords biasanya proses membutuhkan waktu sekitar 2-6 jam mengikuti proses yang ada. Sementara untuk tulisan (text) hingga gambar akan secara otomatis dilakukan oleh teknologi AI Kofera. Sehingga pengguna tidak perlu menuliskan tulisan hingga mengunggah foto terlebih dahulu ketika ingin beriklan di Google Adwords,” kata Bachtiar.

Kolaborasi antar UKM hingga startup

Saat ini platform iklan yang dihadirkan oleh Yellow Pages hanya terdiri dari Sponsor Listing (promosi iklan di aplikasi Yellow Pages saja) Targeted SMS dan Google Adwords, namun tidak menutup kemungkinan nantinya pilihan beriklan di Facebook dan Instagram juga akan dihadirkan di Yellow Pages. Meskipun masih dalam tahap pengembangan, nantinya pengguna juga bisa beriklan di billboard digital melalui aplikasi Yellow Pages.

“Untuk tahun 2017 ini Yellow Pages memiliki target menjadi solusi digital bisnis UKM dengan pilihan platform seperti Google Adwords, Facebook hingga inventori dari Telkom. Untuk tahun 2018, Yellow Pages juga akan mengembangkan B2B e-commerce sekaligus pemanfaatan big data analytic,” kata Syaifudin.

Untuk memperluas kolaborasi yang ada, di platform Yellow Pages nantinya juga akan disertakan informasi lengkap mulai dari lokasi, kontak informasi hingga pilihan pembelian di berbagai layanan e-commerce serta marketplace di Indonesia. Misalnya pengguna yang ingin mencari penjual AC atau televisi, bisa membeli langsung di alamat penjual atau memanfaatkan platform marketplace dan layanan e-commerce yang tersedia.

“Hal tersebut sudah menjadi bagian dari rencana ke depan atau roadmap dari Yellow Pages, tujuannya tentu saja untuk memberikan pilihan beragam kepada pengguna,” tutup Syaifudin.

Application Information Will Show Up Here

Otomatisasi di Industri Teknologi, Sebuah Ancaman atau Peluang?

Foxconn dikabarkan telah memecat 60.000 pekerja di salah satu pabriknya dan menggantikannya dengan robot guna mempercepat laju pertumbuhan dan mengurangi biaya tenaga kerja. Menurut survei pemerintah, 600 perusahaan di pusat manufaktur Tiongkok, Kunshan, kemungkinan besar mengikuti jejak Foxconn dan menerapkan otomatisasi dan robotika dalam pabrik mereka.

Juru bicara Foxconn Xu Yulian mengatakan:

“Foxconn dapat menekan angka tenaga kerja dari 110 ribu orang menjadi 50 ribu orang saja berkat adanya robot. Dengan ini, Foxconn berhasil mengurangi pengeluaran untuk biaya tenaga kerja.” Yulian pun menambahkan, “Akan ada banyak perusahaan lain yang mengikuti langkah ini.”

Dorongan untuk menggantikan manusia dengan robot ini merupakan usaha untuk mempertahankan bisnis seiring dengan meningkatnya upah minimum buruh di Tiongkok. Meskipun Kunshan sendiri termasuk ke dalam kota dengan PDB (Produk Domestik Bruto) yang tinggi, tapi pada 2013-2014 PDB mengalami penurunan. Tampaknya, penurunan PDB dan kasus pabrik yang meledak pada tahun 2014 yang menyebabkan peningkatan investasi pada otomasi dan robotika dalam industri.

Tidak hanya soal penghematan biaya tenaga kerja saja, perubahan ini juga dilakukan sebagai respon terhadap ledakan yang terjadi di sebuah pabrik di Kunshan pada tahun 2014. Kabarnya, ledakan di pabrik manufaktur produk logam milik Taiwan itu disebabkan oleh kondisi kerja yang tidak aman.

Setelah ledakan yang menewaskan 146 jiwa tersebut, pemerintah setempat berjanji untuk mengurangi populasi penduduk dan menghentikan pengembangan lahan di Kunshan yang 46% bagiannya sudah dipenuhi oleh bangunan dan pabrik. Pemerintah pun berjanji untuk memberikan subsidi sebesar 2 miliar Yuan (setara Rp 4.1 triliun) per tahun untuk mendukung perusahaan yang akan menerapkan otomatisasi industri dan robotik pada lini produksi mereka.

Meskipun meratanya pekerjaan manufaktur turut menopang perekonomian Tiongkok dan membuat masyarakatnya bisa keluar dari garis kemiskinan, pada saat ini sebagian pekerjaan ini justru cenderung dialihkan ke India dan negara-negara lain yang menawarkan upah buruh yang lebih rendah. Indonesia pun sempat ramai dikabarkan menjadi tujuan tempat pengalihan pekerjaan ini. Foxconn sempat dikabarkan berniat untuk membangun pabriknya di Indonesia, meskipun sampai saat ini tampaknya rencana tersebut belum juga jadi dilakukan karena adanya masalah lahan.

Otomatisasi Industri di Dunia

Masa depan otomasi industri dan robotika kini sudah begitu dekat bagi berbagai perusahaan terbesar di dunia, yang kini lebih tertarik untuk menggunakan robot daripada mempekerjakan tenaga manusia. Di AS, mantan CEO McDonald USA Ed Rensi pernah mengatakan:

“Lebih murah membeli lengan robot seharga $35 ribu (setara Rp 475 juta) daripada membayar $15 (setara Rp 203 ribu) per jam untuk seorang karyawan yang tidak efisien dalam membungkus french fries.”

Para pendukung otomatisasi mengatakan bahwa pekerjaan yang akan dihilangkan adalah pekerjaan yang membuat tenaga kerja manusia sengsara. Dengan begitu dalam jangka panjang akan banyak posisi lain yang terbuka bagi tenaga kerja manusia.

Bagi Foxconn -yang banyak mengundang kontroversi karena kondisi pabriknya dan tingginya tingkat bunuh diri pada pekerjanya, robot merupakan solusi untuk memperbaiki persepsi buruk publik pada perusahaan tanpa harus meningkatkan kualitas hidup karyawan.

Dampak otomatisasi industri sendiri digambarkan dengan jelas pada rencana Foxconn yang diumumkan tahun 2014 lalu: Jika di Tiongkok pabriknya harus mempekerjakan ribuan karyawan, di Pennsylvania mereka hanya memerlukan beberapa lusin orang saja.

Menanggapi hal ini, sebagian orang berpendapat, jika memang pihak Foxconn berencana menerapkan teknologi otomatisasi secara besar-besaran, mengapa mereka tidak melakukannya juga di AS? Biaya produksinya dijamin akan bisa bersaing mengingat mereka bisa menekan berbagai pengeluaran biaya seperti biaya kirim dan penanganan.

Menanggapi pendapat ini, Terry Gou, CEO Foxconn berkomentar:

“Saya bisa saja mengotomatisasi pabrik di AS lalu mengirimkan [hasil produksinya] ke Tiongkok. Biaya produksinya pun masih bisa bersaing … Namun saya khawatir AS memiliki terlalu banyak pengacara. Saya tidak ingin menghabiskan waktu untuk orang-orang yang ingin menuntut saya setiap harinya.”

Rupanya, upah buruh bukanlah satu-satunya permasalahan. Hukum dan peraturan ketat di AS menjadi penghalang bagi Foxconn untuk menjalankan rencana mereka itu. Belum lagi banyaknya tekanan dari berbagai aktivis.

Namun, para ekonom sebenarnya lebih mengkhawatirkan bahwa otomatisasi industri ini bisa menyebabkan berkurangnya lapangan pekerjaan secara drastis dan terjadinya ketidakstabilan ekonomi. Berdasarkan laporan dari Deloitte dan Oxford University, sebanyak 35 persen pekerjaan diprediksi akan diotomasi selama dua dekade ke depan. Selain itu, berdasarkan penelitian Carl Benedikt Frey dan Michael Osborne di tahun 2013, diperkirakan sekitar 50 persen dari pekerjaan akan lenyap dalam empat hingga lima dekade berikutnya.

Otomasi industri di Indonesia

Kini yang menjadi pertanyaan, apakah mungkin di Indonesia terjadi pemecatan massal dan otomatisasi industri seperti yang terjadi seperti di pabrik Foxconn, Tiongkok? Menurut saya, hal ini sangat mungkin terjadi, meskipun mungkin tidak akan terjadi dalam waktu dekat ini. Apalagi akhir-akhir ini buruh semakin gencar menggelar demo untuk menuntut kenaikan UMR. Khawatirnya, hal ini bisa menjadi bom waktu yang berimbas pada pemecatan buruh secara besar-besaran untuk menekan biaya produksi dan meningkatkan efisiensi produksi. Selain itu, memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ini, perusahaan lokal dituntut untuk meningkatkan produksi dan kualitasnya agar bisa bersaing di pasar terbuka ini. Dari segi investasi, menggunakan teknologi otomatisasi dan robotika dalam industri merupakan pilihan yang lebih menguntungkan, apalagi melihat harga robot yang semakin menurun.

Untuk saat ini, memang masih sedikit industri manufaktur di Indonesia yang menerapkan teknologi tersebut, mengingat besarnya biaya investasi awal yang diperlukan. Oleh karenanya, kebanyakan perusahaan yang sudah menerapkan teknologi ini adalah industri berskala besar. Namun untuk ke depannya, otomasi atau robotika di industri Indonesia merupakan hal yang tidak bisa terhindari lagi.

Peluang

Seperti diuraikan di atas, dengan semakin banyaknya otomatisasi yang dilakukan di industri teknologi, maka semakin banyak pula pekerjaan yang menghilang. Namun di satu sisi dampak dari hal ini adalah terciptanya peluang-peluang baru.

Agar otomatisasi ini semakin berkembang dan proses serta hasilnya bisa semakin baik, tentunya harus didukung oleh industri yang sejalan. Ini artinya akan banyak peluang untuk membuat bisnis di sekitar teknologi otomatisasi ini, yang otomatis berarti membuka lapangan pekerjaan baru.

Semoga saja di Indonesia ini juga berarti membuka peluang menjadi salah satu pemain di industri ini, tidak seperti yang sudah-sudah, yang kebanyakan hanya menjadi pasar saja.

Logo LabanaID