Tag Archives: p2p lending ilegal

Asosiasi P2P Lending

Tahun Ini AFPI Ingin Benahi “Code of Conduct” Penyelenggaraan P2P Lending

Setelah resmi ditunjuk sebagai asosiasi yang mewadahi penyelenggara layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi (p2p lending) oleh OJK, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) saat ini tengah bersiap untuk melancarkan lima hal yang menjadi fokus utama. Hal pertama yang menjadi perhatian dari AFPI adalah persoalan Code of Conduct untuk anggota dan penyelenggara p2p lending pada khususnya.

Kepada DailySocial Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi menyebutkan, nantinya akan ada standardisasi yang tertata terkait dengan cara penagihan, pricing dan disclosure information. Dengan demikian AFPI sebagai mitra resmi OJK bisa mengawasi dan menegur jika adanya pelanggaran yang dilakukan oleh anggota.

“Sebenarnya selama ini Code of Conduct sudah ada, hanya enforcement-nya tidak berjalan dengan efektif karena memang belum ada asosiasi yang ditunjuk secara resmi oleh OJK untuk menjalankan Code of Conduct,” kata Adrian.

Selain Code of Conduct, selama tahun 2019 ini, AFPI juga mulai fokus untuk memberikan edukasi bukan hanya kepada masyarakat umum tapi juga media hingga pemangku kebijakan. AFPI ingin memastikan informasi yang tersebar adalah akurat dan relevan, bahwa p2p lending saat ini sudah banyak membantu bukan hanya UKM tapi juga sektor pendidikan, kelautan hingga perikanan.

Sertifikasi resmi dari OJK

Hal lainnya yang bakal menjadi fokus dari AFPI di tahun 2019 ini adalah persoalan sertifikasi atau pemberian izin resmi dari OJK terhadap anggotanya. AFPI menginfokan dalam kuartal pertama 2019 bakal ada beberapa penyelenggara p2p lending yang akan mengantongi izin resmi dari OJK.

“Sebagai mitra saya melihat harusnya OJK sudah lebih mudah dan lebih nyaman untuk memberikan izin resmi kepada anggota AFPI. Hal tersebut yang juga menjadi prioritas dari AFPI,” kata Adrian

Secara keseluruhan saat ini anggota yang masuk ke dalam AFPI sudah berjumlah sekitar 99 institusi. AFPI mencatat ada sekitar 50-60% dari jumlah anggota yang menyasar kepada consumer. Nantinya AFPI akan membagi kategori tersebut secara terpisah, terutama penyelenggara yang masuk dalam kategori fintech lending productive, UKM, consumer hingga syariah.

“Untuk syariah sendiri AFPI mencatat akan ada beberapa anggota baru yang fokus kepada fintech syariah tahun ini. Dengan demikian diharapkan fintech syariah akan semakin bertambah lagi jumlahnya,” kata Adrian.

Sementara itu terkait dengan rencana AFPI dan OJK untuk membangun Pusat Data Fintech Lending, Adrian menegaskan saat ini hal tersebut masih menjadi perhatian dari AFPI. Berdasarkan informasi transaksi yang dibagikan oleh anggota, diharapkan AFPI bisa meminimalisir terjadinya over leverage dari sisi pengguna yang melakukan lebih dari satu pinjaman online.

Lalu, anggota AFPI dapat mengakses pusat data tersebut untuk mengecek apakah calon peminjam bersangkutan terindikasi fraud, gagal bayar, atau sedang meminjam di lebih dari satu perusahaan.

“Saat ini kami mencatat semua anggota AFPI secara keseluruhan total aset atau loan yang sudah difasilitasi total per Desember 2018 kurang lebih sekitar Rp22 triliun. Dari sisi NPL angkanya juga cukup terjaga yaitu berada di angka 1,4%,” kata Adrian.

Satgas OJK Cabut 227 Platform P2P Lending Ilegal, Mayoritas Berasal dari Tiongkok

Satuan Tugas Waspada Investasi OJK mencabut 227 perusahaan p2p lending ilegal yang beroperasi di Indonesia karena dinilai dapat membahayakan perlindungan konsumen dan potensi pencucian uang. Lebih dari separuh perusahaan tersebut berasal dari Tiongkok, tidak memiliki badan hukum, dan tidak memiliki kantor resmi di Indonesia.

Pencabutan dilakukan pasca menggelar dua kali rapat satgas pada 19 Februari 2018 dan 25 Juli 2018 untuk upaya penertiban, namun tidak dihadiri oleh sebagian besar perusahaan tersebut. Padahal dalam rapat tersebut, OJK mendorong kewajiban mereka untuk terdaftar dan terizin sebagai penyelenggara p2p lending sesuai dengan POJK Nomor 77 Tahun 2016.

Alhasil OJK bertindak tegas dengan meminta mereka untuk menghentikan kegiatan bisnisnya di Indonesia. Kemudian bentuk aplikasi yang terdapat dalam Google Play, App Store, dan media sosial lainnya agar dihapus. Satgas juga akan berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti Bareskrim untuk pelaporan informasi.

Termasuk meminta Kominfo untuk memblokir aplikasi pada situs dan media sosial, juga meminta manajemen Google Indonesia memblokir aplikasi di Google Play. Tak hanya itu, Satgas sedang menjajaki kemungkinan untuk meminta bank agar memblokir rekening fintech p2p lending yang ilegal tersebut.

“Kami akan rutin menyampaikan informasi perusahaan fintech p2p lending yang tidak berizin. Selain itu peran serta masyarakat sangat diperlukan terutama untuk tidak menjadi peserta kegiatan entitas tidak berizin tersebut,” ucap Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing, Jumat (27/7).

Menurut Tongam, keberadaan perusahaan ilegal ini dikhawatirkan dapat digunakan untuk tindak pidana pencucian uang atau pendanaan terorisme. Bisa jadi data dan informasi pengguna dapat disalahkan, ditambah potensi penerimaan pajak tidak ada karena bukan masuk sebagai badan hukum resmi.

Bila dirinci, 227 perusahaan ini dibuat oleh 155 developer. Artinya, bisa digambarkan satu developer bisa membuat dua hingga tiga layanan serupa untuk jaring banyak pengguna. Tentunya hal ini bisa merugikan masyarakat karena perusahaan tersebut tidak memiliki kewajiban untuk melindungi hak pengguna. Jika hal ini dibiarkan, masyarakat bisa tidak percaya terhadap fintech p2p lending.

Sayangnya, karena keberadaan seluruh perusahaan tersebut ilegal, maka Satgas tidak bisa mendeteksi seberapa besar operasional bisnis mereka di Indonesia. Namun bila dilihat dari beberapa perusahaan berdasarkan angka unduhan di Google Play, ada yang sudah diunduh lebih dari 100 ribu orang tapi ada juga yang masih nol.

Dari daftar perusahaan ilegal yang dipaparkan OJK, beberapa nama perusahaan dengan tingkat unduhan tinggi menurut pantauan DailySocial seperti AyoRupiah, Ayopop, Bee Cash, BosPinjaman, Cash Bon, Cashstore, DokterUang, RpNow, Rupiah Kita, Rupiah Sapi, Super Uang, UangSaku, We Cash, Pinjaman Flash, Pinjaman Kilat, PinjamanKilat, Pipipi, Zidisha, dan masih banyak lagi.

Pemain Tiongkok cari lahan baru

Membludaknya pemain Tiongkok yang diam-diam mencari peluang bisnis di Indonesia, menurut Tongam terjadi karena pengetatan regulasi yang dilakukan oleh otoritas Tiongkok. Sehingga membuat mereka tercekik, akhirnya memilih untuk masuk ke Indonesia, tapi secara ilegal karena dipandang sebagai negara dengan potensi cuan yang tinggi.

Padahal menurut regulasi OJK, ada kebebasan yang diberikan kepada pemain asing. Pemain asing boleh memiliki maksimal 85% kepemilikan saham dan sisanya 15% dimiliki lokal.

“Mereka diperbolehkan masuk ke Indonesia, asalkan mematuhi aturan yang ada. Tidak secara ilegal, kantor harus jelas dan ada di sini, tidak boleh di coworking space. Harus memiliki badan hukum PT atau koperasi, pengurus dan server harus di sini juga.”

Untuk mencegah hal yang sama terjadi, Tongam juga berencana meminta Google untuk melakukan filter dari setiap aplikasi apakah sudah terdaftar dan mendapat izin dari OJK sebelum muncul di publik. Dia juga meminta masyarakat untuk selektif dalam sebelum berinvestasi atau mencari pinjaman hanya dari perusahaan yang logonya sudah terpampang di situs OJK.

Adapun saat ini ada 63 perusahaan p2p lending yang sudah berizin dan terdaftar di OJK. Nama-nama tersebut dapat di cek di situs OJK. Di antaranya, Danamas, KoinWorks, Amartha, Investree, Modalku, Danacepat, AwanTunai, KlikACC dan sebagainya.