Juli lalu, Sony meluncurkan speaker unik yang dapat dikenakan seperti kalung. Sony melihat form factor semacam itu sebagai alternatif yang lebih nyaman dari TWS untuk WFH. Lain halnya buat Panasonic. Bagi mereka, bentuk speaker wearable seperti ini juga cocok untuk mendampingi sesi gaming.
Ketimbang sekadar berteori, Panasonic ingin langsung membuktikannya lewat perangkat bernama SoundSlayer Wearable Immersive Gaming Speaker System. Namanya tentu terlalu panjang untuk disebut berulang kali, jadi lebih baik kita singkat saja menjadi SoundSlayer WIGSS. Supaya lebih tepat sasaran, Panasonic mengumumkannya bertepatan dengan perhelatan ajang Gamescom 2021.
Untuk ukuran periferal gaming, desain SoundSlayer WIGSS terbilang cukup simpel. Sebagian besar sisi atasnya dihuni oleh grille speaker, sementara sisi bawahnya mengemas empat tonjolan berlapis karet yang akan bersandar langsung pada pundak dan dada pengguna. Bobotnya berada di kisaran 244 gram.
Desain seperti ini memungkinkan perangkat untuk menyalurkan suara langsung ke arah telinga. Lalu karena tidak ada satu pun bagian dari perangkat yang menjepit kepala ataupun menyumbat telinga, pengguna semestinya bakal tetap merasa nyaman meski sudah mengenakannya selama berjam-jam. Buat yang benci menggunakan headset, perangkat semacam ini semestinya cocok buat Anda.
Di dalamnya, pengguna bisa menemukan empat buah full-range driver dengan dukungan suara surround, lengkap beserta sepasang mikrofon berteknologi noise dan echo-cancelling. Karakter suara yang dihasilkan dapat diubah-ubah berdasarkan tiga mode yang berbeda: RPG, FPS, dan Voice.
Sesuai namanya, mode RPG dirancang untuk mengoptimalkan audio saat sedang bermain game di genre ini. Prioritas mode RPG adalah memberikan kesan yang lebih nyata dan lebih intens. Mode FPS di sisi lain bakal menyajikan penempatan suara yang akurat, membantu pemain mendeteksi lokasi musuh dengan memperhatikan asal derap langkah kaki maupun bunyi tembakan.
Sementara itu, mode Voice tentunya ideal untuk game yang mempunyai banyak dialog lisan. Panasonic juga tidak lupa menyematkan mode Music dan Cinema, sehingga perangkat tetap bisa jadi pilihan untuk menikmati konten yang bukan game.
Satu hal yang paling membedakan speaker wearable milik Sony dan Panasonic ini adalah konektivitasnya. SoundSlayer WIGSS bukan perangkat nirkabel. Ia perlu dihubungkan via kabel, baik itu kabel audio standar 3,5 mm maupun kabel USB-A.
Panasonic SoundSlayer WIGSS (SC-GN01) sejauh ini belum punya banderol harga resmi, akan tetapi pemasarannya sudah dijadwalkan berlangsung mulai Oktober 2021.
Empat tahun setelah diluncurkan, Panasonic Lumix GH5 akhirnya punya penerus, yakni Lumix GH5M2. Seperti pendahulunya, kamera ini masih mengemban misi untuk menjadi kamera favorit kalangan videografer, dan itu diwujudkan lewat sejumlah penyempurnaan.
Yang paling utama, Lumix GH5M2 sanggup merekam video dalam resolusi 4K 10-bit 4:2:0 di kecepatan 60 fps secara internal. Pada generasi pertamanya, Lumix GH5 perlu disambungkan ke perangkat external recorder agar bisa merekam video 10-bit 60 fps. Dukungan format V-Log, yang sebelumnya harus ditebus secara terpisah oleh konsumen Lumix GH5, kini bisa langsung dinikmati di Lumix GH5M2.
Lebih lanjut, Lumix GH5M2 turut menawarkan kinerja sistem penstabil gambar yang lebih efektif dari pendahulunya, dengan kemampuan mengompensasi hingga 6,5 stop (naik dari 5 stop). Performa autofocus-nya pun juga diklaim lebih cekatan ketimbang generasi pertamanya. Perubahan ini dimungkinkan berkat pembaruan yang diterapkan pada image processor-nya. Sensor yang digunakan sendiri sama persis, masih Micro Four Thirds dengan resolusi 20 megapixel, tapi kini dengan lapisan anti-reflektif.
Pembaruan lain yang tak kalah menarik adalah dukungan live streaming secara nirkabel. Jadi dengan bantuan sebuah smartphone saja, Lumix GH5M2 mampu merekam sekaligus menyiarkan video dalam resolusi maksimum 1080p 60 fps. Pengguna juga tidak perlu khawatir dengan daya tahan baterainya, sebab selain mengemas baterai dengan kapasitas yang lebih besar (2.200 mAh), Lumix GH5M2 juga dapat beroperasi selagi dicolok kabel USB-C.
Terakhir, Lumix GH5M2 mengusung layar sentuh berukuran sedikit lebih kecil (3 inci dibanding 3,2 inci), tapi dengan resolusi yang lebih tinggi di angka 1,84 juta dot, serta tingkat kecerahan yang lebih baik. Viewfinder elektroniknya juga sudah diperbarui agar mampu mendukung refresh rate maksimum 120 Hz.
Secara keseluruhan, Panasonic Lumix GH5M2 memang tidak menawarkan perubahan yang terlalu drastis jika dibandingkan dengan generasi pertamanya, tapi itu juga berarti Panasonic bisa menjualnya dengan harga yang lebih terjangkau lagi dari sebelumnya, persisnya $400 lebih murah. Di Amerika Serikat, Panasonic Lumix GH5M2 akan dijual seharga $1.699 (body only), atau $2.299 bersama lensa 12-60mm f/2.8-4. Pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai bulan Juli.
Yang mungkin jadi pertanyaan adalah, kenapa Panasonic harus menunggu selama ini untuk merilis kamera yang pada dasarnya cuma sebatas evolusi ketimbang revolusi? Jawabannya adalah karena mereka juga sedang sibuk menyiapkan kamera lain, yaitu Lumix GH6.
Panasonic Lumix GH6
Kamera inilah yang bakal menggantikan posisi Lumix GH5 sebagai kamera paling flagship dari lini Lumix G. Panasonic sejauh ini belum membeberkan spesifikasi maupun mengungkap wujudnya secara lengkap, sebab Lumix GH6 memang masih dalam tahap pengembangan.
Pun begitu, ada sejumlah detail penting yang sudah bisa kita soroti sejauh ini. Utamanya adalah kombinasi sensor dan prosesor baru yang memungkinkan Lumix GH6 untuk merekam video 5,7K 10-bit di kecepatan 60 fps, atau 4K 10-bit 4:2:2 di kecepatan 60 fps tanpa batasan durasi sama sekali. Saat dibutuhkan, Lumix GH6 juga siap merekam video 4K 120 fps, lengkap dengan audio.
Sebagai bagian dari lini Lumix G, Lumix GH6 dipastikan mengusung sensor Micro Four Thirds, bukan sensor full-frame seperti yang dijagokan lini Lumix S. Mode perekaman dalam resolusi 5,7K sejatinya mengindikasikan kalau sensor baru ini punya resolusi paling tidak 24 megapixel.
Menurut Panasonic sendiri, Lumix GH6 bakal dirilis ke publik di akhir tahun 2021 ini juga, dengan kisaran harga $2.500. Guna mendampingi kamera flagship baru ini, Panasonic juga tengah menyiapkan lensa premium anyar, yakni Leica DG 25-50mm f/1.7, yang bakal ditawarkan sebagai alternatif dari Leica DG Vario-Summilux 10-25mm f/1.7 ASPH.
Panasonic merupakan produsen elektronik ternama asal Jepang, khususnya untuk kebutuhan konsumen awam dan bisnis. Di Indonesia sendiri produk home appliances dan kamera digital Panasonic dikenal secara luas.
Baru-baru ini Panasonic telah memperkenalkan Toughbook S1. Tablet Android 7 inci dengan bodi tangguh yang ditujukan untuk pengguna korporat yakni pekerja lapangan yang benar-benar mobile dengan harga €1.110 atau sekitar Rp19,4 jutaan.
Untuk spesifikasi detailnya, Toughbook S1 mengusung panel IPS 7 inci ditopang resolusi 1280×800 piksel, dengan tingkat kecerahan maksimum mencapai 500 nits, dan dilengkapi teknologi anti-reflection. Layarnya dapat dioperasikan meski pengguna menggunakan sarung tangan dan memiliki mode hujan khusus sehingga dapat digunakan meskipun dalam kondisi basah.
Berkat layar yang tak terlalu besar, ukuran tablet ini cukup ringkas dengan bobot 426 gram sehingga dapat digunakan secara nyaman dengan satu tangan. Bodinya sudah dust and water resistant dengan sertifikasi IP67/IPX5 dan telah lolos uji ketahanan berstandar militer AS (MIL-STD 810H). Toughbook S1 pun diklaim dapat bertahan saat jatuh ke beton dari ketinggian 5 meter dan dapat beroperasi di suhu ekstrem antara -20ºC dan hingga 50ºC.
Panasonic mengatakan bahwa Toughbook S1 dapat menggunakan aksesori yang disediakan untuk model tablet tangguh lain yakni Toughbook L1 dan A3 seperti baterai, cradle, dock, dan stylus untuk mengambil tanda tangan atau melengkapi laporan/formulir. Tablet ini juga dapat dipasangkan dengan port gadget opsional seperti barcode scanner dan port USB full-size tambahan.
Untuk sistem operasinya, Toughbook S1 menjalankan Android 10 dan dapur pacunya mengandalkan chipset Qualcomm Snapdragon 660, berpadu RAM 4GB dan penyimpanan internal sebesar 64GB. Untuk kemudahan manajemen dan administrasi, Toughbook S1 dilengkapi dengan rangkaian tool Enterprise Management Panasonic COMPASS. Baterainya dapat dicopot pasang (warm-swappable), Panasonic menyediakan dua kapasitas dan yang terbesar dapat bertahan hingga 14 jam.
Dalam waktu yang berdekatan, Panasonic dan Leica telah mengumumkan masing-masing satu lensa L-mount terbarunya. Adalah lensa zoom telephoto Lumix S 70-300mm F4.5-5.6 Macro OIS dan lensa fix wide angle APO-Summicron-SL 28mm F2 ASPH.
Mari bahas mulai dari Lumix S 70-300mm F4.5-5.6 Macro OIS, lensa ini memiliki 17 elemen dalam 11 grup termasuk elemen ultra extra low-dispersion, extra low-dispersion, dan ultra high-refractive index glass. Grup fokusnya digerakkan oleh motor linier dan diklaim punya focus breathing yang minim untuk menangani kebutuhan video.
Lensa Panasonic tersebut dilengkapi image stabilizer dan mendukung Dual Image Stabilizer (IS) yang dapat mengurangi guncangan hingga 5,5 stop. Jarak fokus minimumnya 54cm pada sudut lebar dan dapat menangkap gambar makro setengah ukuran aslinya pada focal length 300mm (pembesaran maksimum 0,5x).
Bodi lensanya tahan terhadap debu dan kelembaban, serta dapat berfungsi pada kondisi ekstrem 10°C atau +14°F. Beratnya mencapai 790g dengan ukuran filter ulir 77mm. Rencananya lensa Panasonic Lumix S 70-300mm F4.5-5.6 Macro OIS akan dikirimkan pada bulan April dengan harga promo $999 (Rp14 jutaan) dari harga normal US$1249 (Rp17,5 juta).
Beralih ke Leica APO-Summicron-SL 28mm F2 ASPH yang sangat cocok untuk fotografi reportase, interior, dan arsitektur. Lensa ini memiliki 13 elemen, 6 diantaranya elemen aspherical, dengan beberapa elemen berjenis anomalous partial dispersion untuk mengurangi chromatic aberration. Jarak fokus minimumnya 24cm dengan pembesaran maksimum 0,2x.
Grup fokus digerakkan oleh motor penggerak yang disebut Leica ‘Dual Syncro Drive‘. Memiliki desain cincin fokus manual baru yang menggunakan medan magnet untuk meningkatkan daya tanggap dan presisi. Lensa ini juga sudah weather-sealed, beratnya 700 gram tanpa hood, dan ukuran filternya 67mm. Harga Leica APO-Summicron-SL 28mm F2 ASPH dibanderol US$5.195 atau sekitar Rp73 jutaan.
Panasonic sejauh ini sudah punya tiga kamera full-frame: Lumix S1, Lumix S1R, dan Lumix S1H yang lebih difokuskan untuk videografi. Hari ini, anggota keluarga Lumix full-frame sudah resmi bertambah satu lagi, yaitu Lumix S5.
Panasonic memosisikan S5 sebagai kamera hybrid yang bisa diandalkan untuk fotografi maupun videografi. Ia mengemas sensor full-frame 24 megapixel yang sama seperti milik S1 dan S1H, dengan sensitivitas ISO 100 – 51200 serta dukungan teknologi Dual Native ISO. Juga masih dipertahankan adalah sistem image stabilization internal 5-axis yang bisa ditandemkan dengan stabilization bawaan lensa.
Satu bagian yang sudah Panasonic benahi adalah autofocus, yang diklaim dapat bekerja lebih cepat dan responsif di S5. Fitur head tracking juga semakin menyempurnakan kinerja sistem autofocus-nya, dan ini bisa digunakan juga selagi merekam video.
Buat penggemar fotografi landscape, S5 juga dilengkapi mode High Resolution untuk menciptakan gambar sebesar 96 megapixel. Lalu untuk kalangan videografer, S5 mendukung perekaman dalam format V-Log atau HLG sehingga mereka bisa lebih leluasa melakukan color grading dalam proses editing.
Resolusi video maksimum yang dapat S5 hasilkan adalah 4K 30 fps, atau 4K 60 fps dengan crop factor setara kamera APS-C. Dari kacamata sederhana, kemampuan merekam video S5 cukup mirip dengan S1H, hanya saja resolusinya mentok di 4K ketimbang 6K. Komponen penting seperti dukungan video 10-bit dengan chroma sub-sampling 4:2:2 tetap tersedia pada S5.
Semua itu dikemas dalam bodi magnesium yang lebih kecil ketimbang trio S1. S5 bahkan sedikit lebih ringkas daripada Lumix GH5, padahal kita tahu ukuran sensor keduanya berbeda jauh (GH5 cuma Micro Four Thirds). Terlepas dari itu, Panasonic memastikan S5 masih dilengkapi sejumlah komponen weather sealing.
Berhubung lebih kecil, baterai S5 tidak seawet milik trio S1, dengan klaim daya tahan hingga 440 kali jepretan. Viewfinder elektroniknya juga tidak setajam milik S1, dengan resolusi standar 2,36 juta dot saja. Dimensi layar sentuhnya juga lebih kecil di angka 3 inci dengan resolusi 1,84 juta dot, akan tetapi engselnya bisa memutar ke segala arah sehingga sangat ideal dipakai untuk merekam video.
Juga tidak kalah penting dari layar yang fully-articulated seperti ini adalah kehadiran jack headphone sekaligus mikrofon (bisa juga via sambungan XLR dengan bantuan adaptor), serta dua slot SD card sekaligus. Sayang cuma satu slot saja yang mendukung tipe UHS-II, dan port HDMI-nya juga bukan yang full-size seperti di lini S1.
Panasonic Lumix S5 rencananya akan dipasarkan mulai pertengahan September di Amerika Serikat. Harganya dipatok $2.000 untuk bodinya saja, atau $2.300 jika dibundel bersama lensa 20-60mm f/3.5-5.6.
Bulan Juni lalu, Panasonic telah meluncurkan software yang menambah fungsi kamera mirrorless Lumix menjadi webcam. Adalah Lumix Tether for Streaming (beta) atau Lumix Streaming yang saat dirilis hanya tersedia untuk platfrom Windows 10.
Kini software Tether for Streaming juga telah tersedia untuk pengguna komputer dengan sistem MacOS. Sayangnya, model kamera yang didukung masih sedikit yaitu Lumix GH5, G9, GH5S, S1, S1R, dan S1H.
Sebagai informasi, Lumix Tether for Streaming ini dikembangkan berdasarkan Lumix Tether (Versi 1.7) yang awalnya dirancang untuk tethered shooting. Sehingga menampilkan elemen-elemen UI seperti autofocus dan control panel pada monitor PC.
Saat sesi video conferensi, tentu hal itu cukup mengganggu dan solusinya Panasonic menambahkan mode live view pada Lumix Streaming. Hal ini memungkinkan pengguna memilih opsi ‘camera view only‘, di mana elemen-elemen UI tersebut bisa disembunyikan atau ditampilkan selama USB tethering sesuai kebutuhan.
Selain itu, Panasonic juga mengumumkan pengembangan software yang disebut ‘Lumix Webcam’ untuk Windows dan MacOS. Apa bedanya
Tether for Streaming dengan Lumix Webcam?
Tether for Streaming pada dasarnya program untuk tethered shooting. Pengguna perlu menginstall software broadcasting supaya komputer dapat mendeteksi output tampilannya, sebelum akhirnya bisa digunakan pada layanan video conference seperti Zoom, Google Meet, dan lain sebagainya.
Sementara, dengan Lumix Webcam bisa langsung bisa digunakan untuk live streaming dan layanan video conference. Lumix Webcam rencananya akan dirilis pada bulan September di platform Windows 10 dan Oktober untuk macOS.
Kemudian, Panasonic juga merilis update firmware untuk enam kameranya yaitu Lumix GH5, GH5S, G9, G95, G85, dan GX9. Update kali ini terkait peningkatan kompatibilitas dengan Tripod Grip DMW-SHGR1 terbaru dari Panasonic dan menambahkan ‘operational stability‘ dengan lensa Lumix G Vario 12–32mm / F3.5–5.6
Bulan lalu, Sony mengumumkan lini produk baru kamera compact yang dirancang untuk aktivitas vlogging yakni Sony ZV-1. Sekarang giliran Panasonic yang baru saja mengumumkan Lumix DC-G100 (selanjutnya disebut G100) yang juga ditujukan untuk para vlogger.
Berbeda dengan Sony ZV-1, Lumix G100 merupakan interchangeable lens camera dengan sensor Micro Four Thirds 20MP tanpa low pass filter. Desainnya menganut gaya SLR seperti versi mini dari Lumix G series, dengan punuk yang menampung hot shoe di bagian atasnya dan electronic viewfinder 3.68 juta titik di depan. Serta, sudah dilengkapi port mikrofon sehingga bisa dengan mudah menggunakan mikrofon eksternal.
Hadir dengan dimensi 116x83x54 mm dan bobot 352 gram, saat berpasangan dengan lensa 12-32mm F3.5-5.6, ukurannya memang terbilang ringkas. Untuk memudahkan saat merekam video, layar sentuh 3 inci beresolusi 1.84 juta titiknya memiliki mekanisme fully articulated, di mana bisa ditarik keluar dan diputar ke depan.
Perlu dicatat bahwa Lumix G100 ini tidak memiliki in-body image stabilization (IBIS), melainkan menggunakan 5-axis hybrid image stabilizer saat merekam video (4-axis untuk 4K). Perekam video 4K tersedia pada 24p/30p hingga 10 menit dengan crop yang akan bertambah saat menggunakan image stabilization.
Sementara, pada resolusi 1080p mendukung sampai 60p. Hal yang cukup unik adalah tersedia banyak pilihan aspek rasio untuk video, termasuk format Instagram 4:5, 4:5, dan 9:16. Lalu, disediakan pula flat color profile Panasonic V-LogL untuk kelelusaan color grading saat post processing.
Soal audio, Lumix G100 menggunakan ‘OZO’ directional audio system rancangan Nokia. Dengan tiga mikrofon array, dua di depan dan satu di belakang. Kita bisa mengatur untuk merekam audio tepat di depan kamera, belakang atau menggunakan ketiganya untuk mendapatkan suara surround. Mikrofon di bagian depan juga dapat melacak wajah dalam mode face tracking dan memastikan suara kita terdengar sama.
Bila tertarik, Lumix G100 dengan lensa kit 12-32mm F3.5-5.6 dibanderol dengan harga US$749 atau sekitar Rp10,6 jutaan. Guna memudahkan aktivitas vlogging, Panasonic juga menghadirkan mini tripod DMW-SHGR1 yang dibanderol US$99 atau sekitar Rp1,4 juta.
Webcam semakin laris selama pandemi. Bagaimana tidak, hampir setiap hari kita selalu melangsungkan sesi video conference, dan itu pada akhirnya memicu sejumlah pabrikan untuk lebih kreatif lagi.
Adalah Canon yang memulai. Akhir April lalu, mereka merilis software PC yang berfungsi untuk mengubah beberapa kamera besutannya menjadi webcam. Satu bulan setelahnya, Fujifilm langsung menyusul dengan solusi serupa, mempersilakan konsumen untuk terlihat lebih profesional selama video conference berkat kualitas video dari kamera mirrorless yang jauh lebih superior ketimbang webcam standar.
Sekarang, giliran Panasonic yang meluncurkan software sejenis bernama Lumix Tether for Streaming. Premisnya mirip seperti yang Canon dan Fuji tawarkan; pasca instalasi software, cukup sambungkan kamera ke PC via USB, maka pengguna dapat memilihnya sebagai kamera input di aplikasi video conference.
Sayangnya, berhubung software ini masih beta, kekurangannya sejauh ini adalah, pengguna juga perlu meng-install software broadcasting macam OBS supaya PC dapat mendeteksi output tampilannya, sebelum akhirnya diteruskan ke Zoom, Google Meet, dan lain sebagainya. Lebih lanjut, pengguna juga perlu menggunakan mikrofon eksternal untuk menangkap audio.
Sebelum ini, Panasonic sebenarnya sudah punya software Lumix Tether standar yang dapat dipakai untuk keperluan serupa. Yang berbeda, versi barunya ini dapat menghapus tampilan elemen-elemen UI seperti kotak autofocus dan lain sejenisnya, sehingga yang kolega Anda lihat sama persis seperti yang kamera lihat.
Bagi para pemilik Lumix G9, GH5, GH5S, S1, S1R dan S1H, Lumix Tether for Streaming saat ini sudah bisa diunduh lewat situs Panasonic. Pastikan PC Anda menjalankan Windows 10, sebab software ini tidak kompatibel dengan versi sistem operasi lain.
Panasonic resmi terjun ke ranah true wireless earphone lewat dua produk bernama RZ-S500W dan RZ-S300W. Diperkenalkan pertama kali di ajang CES pada bulan Januari lalu, kedua perangkat ini sebenarnya mengemas teknologi sekaligus desain yang serupa dengan produk dari sub-brand Panasonic, Technics EAH-AZ70W.
Di antara keduanya, S500W merupakan model unggulan berkat fitur active noise cancelling (ANC). Bukan sembarang ANC, melainkan yang bersifat hybrid, yang dipercaya mampu mengeliminasi suara pengganggu dari luar sekaligus dari dalam, sehingga isolasi suaranya benar-benar maksimal.
Intensitas noise cancelling-nya pun dapat disesuaikan hingga 50 tingkatan, dan Panasonic tidak lupa membekalinya dengan mode ambient yang berguna di saat pengguna hendak mengecek keadaan di sekitar tanpa perlu melepas earphone dari telinga.
S500W mengemas driver berdiameter 8 mm, dan baterainya diyakini mampu bertahan hingga 6 jam pemakaian (total 20 jam kalau dipadukan dengan daya sumbangan dari charging case-nya).
S300W di sisi lain tidak dilengkapi ANC, akan tetapi dimensinya luar biasa ringkas, dengan diameter tak lebih dari 17 mm. Meski mungil, S300W masih sanggup mengusung driver 6 mm beserta baterai yang mampu bertahan sampai 5 jam pemakaian (total 20 jam jika dipadukan case-nya).
Di luar absennya ANC, S300W mempunyai banyak kemiripan dengan kakaknya yang lebih mahal itu. Mulai dari bodi tahan cipratan air dengan sertifikasi IPX4, mikrofon berkualitas premium, kompatibilitas dengan Siri maupun Google Assistant (Alexa menyusul), sampai koneksi yang stabil berkat kemampuannya tersambung ke perangkat secara terpisah antara unit sebelah kiri dan kanan.
Di Amerika Serikat, Panasonic kabarnya bakal memasarkan RZ-S500W seharga $199 dan RZ-S300W seharga $129. Jadwal pemasarannya belum dipastikan, akan tetapi Panasonic sudah mulai menjualnya di dataran Eropa.
Tanpa harus terkejut, event teknologi sebesar CES pasti dibanjiri dengan beragam perangkat audio baru. CES tahun ini pun tidak luput dari serbuan beragam headphone dan earphone, dari yang murah sampai dengan yang mahal.
Sebagian besar dari produk-produk baru yang diumumkan adalah true wireless earphone, sesuai dengan tren terkini yang dimulai oleh Apple AirPods. Berikut adalahsh ringkasan dari semua true wireless earphone yang diluncurkan di CES 2020.
Shure Aonic 215
Sedikit terlambat memang, akan tetapi salah satu pemain lama di industri audio ini akhirnya punya true wireless earphone. Melihat namanya, tidak salah apabila Anda berpikiran bahwa perangkat ini mengambil earphone termurah Shure, SE215, sebagai basisnya.
Kenyataannya memang demikian, dan tentu saja kabelnya telah digantikan oleh pengait telinga. Modul baterai yang tertanam di ujung pengait telinga itu siap menyuplai daya yang cukup hingga 8 jam pemakaian, sedangkan charging case-nya siap mengisi penuh baterainya sampai tiga kali.
Spesifikasi lengkapnya belum disebutkan, namun saya menduga jeroannya identik dengan Shure SE215, dengan tambahan chip Bluetooth 5.0. Aonic 215 hanya dibekali noise cancelling pasif dari eartip silikonnya, akan tetapi ia mengemas Environment Mode yang adjustable sehingga pengguna dapat mempersilakan suara dari luar masuk. Shure Aonic 215 akan dijual pada musim semi mendatang seharga $279.
Harman Kardon Fly TWS
Untuk pertama kalinya setelah enam tahun, Harman Kardon merilis seri headphone dan earphone baru. Dari tiga perangkat di seri ini, tentu saja salah satunya merupakan true wireless earphone.
FLY TWS mengemas fitur-fitur yang sudah dianggap standar di kategori ini: kontrol sentuh, dukungan voice assistant, ketahanan terhadap cipratan air (IPX5), dan fitur untuk membiarkan suara dari luar jadi terdengar yang mereka sebut dengan istilah TalkThru.
Baterainya cukup untuk lima jam pemakaian, atau total 15 jam jika digabungkan dengan charging case-nya. Memang bukan yang paling istimewa, akan tetapi harganya cukup terjangkau di angka $150. Sayang pemasarannya masih harus menunggu sampai musim dingin nanti.
JBL Live 300TWS dan Tune 220TWS
Masih satu keluarga besar dengan Harman Kardon Fly TWS, JBL Live 300TWS mengemas gaya desain yang serupa, lengkap dengan sertifikasi IPX5, sekaligus fitur TalkThru yang sama. Meski begitu, ia sedikit lebih unggul di sektor baterai: tahan sampai 6 jam pemakaian, atau total 20 jam bersama charging case-nya. Charging case-nya ini dapat diisi penuh dalam waktu satu jam saja via sambungan USB-C.
Tune 220TWS di sisi lain mengandalkan desain ala AirPods dengan tangkai yang memanjang. Faktor yang ia unggulkan adalah driver sebesar 12,5 mm, akan tetapi baterainya cuma bisa bertahan selama tiga jam pemakaian, meski untungnya charging case-nya siap menyuplai 16 jam daya ekstra.
Sedikit berbeda di antara keduanya adalah dukungan voice assistant. Live 300TWS mengemas Alexa dan Google Assistant terintegrasi, sedangkan Tune 220TWS hanya bisa menyambungkan asisten bawaan smartphone. Live 300TWS dan Tune 220TWS bakal dipasarkan mulai musim semi mendatang, masing-masing seharga $150 dan $100.
Audio-Technica ATH-ANC300TW
ATH-ANC300TW bukanlah true wireless earphone pertama dari sang perusahaan Jepang, akan tetapi ia merupakan yang pertama mengemas active noise cancelling (ANC), lengkap beserta mode ‘transparan’ untuk membiarkan suara luar masuk. Agresivitas fitur ANC-nya dapat diatur berkat tiga pilihan preset yang tersedia di aplikasi pendampingnya.
Secara teknis, perangkat ini mengemas driver 5,8 mm, akan tetapi yang lebih menarik adalah fitur TrueWireless Stereo Plus rancangan Qualcomm yang diusungnya. Berkat fitur ini, audio dapat diteruskan ke kedua unit earpiece sekaligus, bukan ke salah satu saja yang bertindak sebagai perantara seperti pada umumnya.
Audio-Technica mengklaim fitur ini bisa membantu menurunkan latency sekaligus meningkatkan daya tahan baterai. Dengan fitur ANC yang terus menyala, ATH-ANC300TW bisa beroperasi hingga 4,5 jam nonstop, sedangkan charging case-nya siap menyuplai 13,5 jam daya ekstra. Perangkat ini bakal dijual mulai bulan Mei seharga $249.
Jabra Elite Active 75t
Jabra Elite Active 65t selama ini banyak disebut sebagai salah satu alternatif terbaik AirPods, dan Jabra sekarang sudah punya sekuelnya. Fisiknya diklaim 22 persen lebih ringkas dari pendahulunya, akan tetapi daya tahan baterainya justru meningkat hingga 89 persen (sampai 7,5 jam dalam sekali charge, atau total 28 jam jika digabungkan dengan daya milik charging case-nya).
Juga ikut disempurnakan adalah ketahanan airnya, naik sedikit dari IP56 menjadi IP57. Mode transparan, atau HearThrough kalau dalam kamus Jabra, tentunya sudah tersedia, tapi yang lebih menarik adalah, konsumen dapat menggunakan satu earpiece Elite Active 75t saja jika perlu. Perangkat ini akan dijual mulai Februari seharga $199.
Klipsch T10
Total ada empat true wireless earphone yang Klipsch pamerkan di panggung CES 2020, akan tetapi yang paling mencuri perhatian adalah Klipsch T10. Bentuknya, terutama ketika disandingkan bersama charging case-nya yang begitu tipis, tampak sangat tidak umum sekaligus keren.
Juga tidak umum adalah spesifikasinya, yang mengandalkan driver jenis balanced armature ketimbang dynamic. Terlepas dari fisiknya yang begitu ringkas, T10 disebut bisa beroperasi selama 6 jam pemakaian. Sayang Klipsch tidak menyebutkan berapa jam daya ekstra yang bisa disediakan charging case-nya.
Fakta menarik lainnya adalah, T10 mengemas microcomputer yang menjalankan sistem BragiOS – ya, Bragi sang pelopor segmen true wireless itu. Klipsch bilang ini memungkinkan T10 untuk dioperasikan dengan beragam gesture; tidak harus menggunakan tangan, tapi juga kepala, atau bisa juga dengan perintah suara.
Namun yang lebih mencengangkan justru adalah harganya: $649 saat dipasarkan mulai musim gugur nanti.
Technics EAH-AZ70W
Sub-brand Panasonic yang dikenal lewat sederet perlengkapan DJ-nya ini merilis true wireless earphone berpenampilan minimalis tapi kaya fitur, termasuk halnya active noise cancelling. Lebih lanjut, konektivitas Bluetooth-nya juga dijamin stabil berkat sistem transmisi sinyal yang terpisah antara earpiece kiri dan kanan.
Rangka tahan air dengan sertifikasi IPX4-nya mengemas driver 10 mm, lengkap beserta panel sentuh untuk mengaktifkan Ambient Sound Mode, lagi-lagi nama lain untuk mode transparan. Dalam sekali pengisian, baterainya bisa tahan sampai 6 jam pemakaian (dengan ANC menyala), sedangkan charging case-nya siap menyuplai 18 jam daya ekstra. Perangkat akan dijual mulai Juni seharga $249.
JLab Go Air
Tanpa perlu basa-basi, nilai jual utama perangkat ini adalah harganya. JLab Go Air dihargai cuma $29 saat mulai dipasarkan pada bulan Maret nanti. Istimewanya, harga yang begitu terjangkau bukan berarti ia miskin fitur, meski memang mustahil mendapatkan ANC di rentang harga semurah ini.
Go Air yang ditenagai driver 8 mm ini dapat digunakan secara terpisah jika perlu, tidak harus melulu sepasang. Fisiknya yang tahan air dengan sertifikasi IPX4 diyakini 20 persen lebih kecil ketimbang true wireless earphone JLab sebelumnya, akan tetapi baterainya masih bisa bertahan sampai 5 jam pemakaian (20 jam jika digabung dengan charging case-nya). Charging case-nya pun cukup spesial karena dilengkapi kabel terintegrasi.
1More True Wireless ANC
Sesuai namanya, active noise cancling merupakan salah satu nilai jual utama dari perangkat ini. Kendati demikian, 1More masih menyimpan kejutan yang lain, yakni dua macam driver yang tertanam di masing-masing earpiece; satu berjenis dynamic seperti biasa, dan satu lagi balanced armature, dengan kualitas suara yang memenuhi sertifikasi dari THX.
Dalam satu kali pengisian, 1More True Wireless ANC dapat digunakan sampai 5 jam pemakaian (6 jam kalau ANC-nya dimatikan), sedangkan charging case-nya siap memberikan 16 jam daya ekstra. Layaknya AirPods generasi kedua, charging case-nya ini bisa diisi ulang menggunakan Qi wireless charging pad.
Perangkat ini akan terkesan lebih menarik lagi setelah mengetahui harganya, yang amat bersaing di angka $200.
Nuheara IQbuds2 Max
Dideskripsikan sebagai perangkat hearables, daya tarik utama perangkat ini adalah teknologi bernama EarID, yang memungkinkannya untuk mengevaluasi kemampuan pendengaran pengguna lalu mengoptimalkan karakter suara yang dihasilkannya. Kinerja reproduksi suaranya sendiri ditunjang oleh driver berdiameter 9,2 mm.
ANC turut menjadi penawaran IQbuds2 Max, lengkap dengan mode transparan yang dapat diaktifkan kapan saja diperlukan. Daya tahan baterainya sendiri diklaim mencapai angka 20 jam, tapi itu tentu ditotal bersama charging case-nya. Nuheara akan menjualnya mulai bulan Maret seharga $399.